Jaulung Wismar Saragih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(107 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Nama Batak|[[Suku Batak Simalungun|Simalungun]]|[[Saragih|Saragih Sumbayak]]}}
[[Berkas:061028JWismarSaragih.png|frame|right|Pendeta Djaulung Wismar Saragih]]
{{Infobox Christian Leader
'''Djaulung Wismar Saragih Sumbayak''' (lahir [[1888]] di Sinondang Utara,<ref>Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, Tole! Den Timorlanden das Evangelium!, Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 177.</ref> kira-kira 3 km selatan [[Raya, Simalungun|Pematang Raya]], meninggal dunia [[7 Maret]] [[1968]]) adalah [[Pendeta]] pertama dari suku asli [[Suku Simalungun|Simalungun]],<ref>Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, Tole! Den Timorlanden das Evangelium!, Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 178.</ref> dan seorang Budayawan yang gigih memperjuangkan kemajuan suku Simalungun. Sebagian karyanya adalah terjemahan Alkitab dalam [[Bahasa Simalungun]] yang membuatnya menjadi orang [[Indonesia]] pertama yang menterjemahkan [[Alkitab]] ke dalam bahasa [[Nusantara]] (dalam hal ini Simalungun).<ref>J.L. Swellengrebel, In Leijdeckers Voetspoor. Anderhalve eeuw Bijbelvertaling en Taalkunde in de Indonesische Talen, II (1900-1970), S. Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1978, hlm. 165.</ref>
| birth_date = {{birth date|1888|9|11}}{{efn|Tanggal ini merupakan tanggal kelahiran Wismar Saragih pada dokumen-dokumen resmi. Tahun kelahiran berdasarkan perhitungan Wismar sendiri, sedangkan tanggal dan bulan kelahiran merupakan tanggal dan bulan pembaptisan Wismar.}}
| birth_place = [[Baringin Raya, Raya, Simalungun|Sinondang, Pamatang Raya]], [[Kabupaten Simalungun|Partuanan Raya]]
| death_date = {{death date and age|1968|3|7|1888|9|}}
| death_place = [[Kabupaten Simalungun|Simalungun]], [[Sumatera Utara]]
| children = 7
| spouse = Torlainim Katarina br. Purba Sigumonrong
| type = priest
| image = Pandita Wismar Saragih en zijn vrouw op de Oostkust van Sumatra, KITLV 405377.tiff
| image_size = 250px
| caption = Pdt. J. Wismar Saragih bersama istrinya pada sekitar tahun 1935.
| name = Jaulung Wismar Saragih Sumbayak
| parents = {{ubl|Jalam Saragih Sumbayak (ayah)|Ronggainim br. Purba Sigumonrong (ibu)}}
| ordination = 15 Desember 1929 ({{age in years and days|1929|12|15|1968|3|7|}})
| ordinated_by = [[Johannes Warneck]]
| education = Seminarium HKBP Sipoholon
| birth_name = Jaulung Saragih Sumbayak
| church = {{ubl|[[Huria Kristen Batak Protestan|HKBP]] (1929—1952)|[[Gereja Kristen Protestan Simalungun|HKBP Simalungun]] (1952—1963)|[[Gereja Kristen Protestan Simalungun|GKPS]] (1963—1968)}}
| honorific prefix = [[Pendeta#Kristen Protestan|Pandita]]
| module = {{Kotak info pemegang jabatan
|name=Jaulung Wismar Saragih Sumbayak
|order=
|office=[[Gereja Kristen Protestan Simalungun#Pimpinan dan Organisasi Pusat GKPS|Penjabat Ephorus HKBP Simalungun]]
|term_start=1952
|term_end=1960
|predecessor=[[Justin Sihombing|Justin Sihombing Hutasoit]] {{small|(sebagai Ephorus HKBP)}}
|successor=Jennus Purba Siboro {{small|(sebagai Ephorus GKPS)}}
}}
}}
 
[[Pendeta#Kristen Protestan|Pandita]] '''Jaulung Wismar Saragih Sumbayak''' ([[Ejaan Republik]]: '''Djaulung Wismar Saragih Sumbayak'''; disingkat sebagai '''J. Wismar Saragih'''; lahir pada tahun [[1888]] di [[Baringin Raya, Raya, Simalungun|Sinondang Utara]], [[Raya, Simalungun|Pamatang Raya]]<ref>Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, Tole! Den Timorlanden das Evangelium!, Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 177.</ref>; wafat pada 7 Maret 1968) adalah [[pendeta]] [[Suku Simalungun|Simalungun]] pertama<ref name="Juandaha Raya P 20033">Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, Tole! Den Timorlanden das Evangelium!, Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 178.</ref>, penerjemah [[Alkitab]] ke dalam [[bahasa Simalungun]]<ref name="J.L. Swellengrebel 19702">J.L. Swellengrebel, In Leijdeckers Voetspoor. Anderhalve eeuw Bijbelvertaling en Taalkunde in de Indonesische Talen, II (1900-1970), S. Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1978, hlm. 165.</ref>, dan [[budayawan]] Simalungun.
== Keluarga dan Masa Kecil ==
Djaulung [[Saragih]] Sumbayak dilahirkan dari keluarga terpandang. Ayahnya, Jalam Saragih Sumbayak bekerja untuk Raja Raya, Tuan [[Rondahaim Saragih Garingging]] (1828-1891) dan penggantinya, Tuan Soemajan Saragih Garingging (1857-1932), sebagai pembuat sarung senapan, yang membuatnya digelari "''Tuhang Sarung ni Bodil''."
Ibunya bernama Roggainim boru [[Purba]] Sigumonrong dari kampung Raya Dolog.
 
== Kehidupan awal ==
Pada saat pergantian Raja di Kerajaan Raya setelah meninggalnya Tuan Rondahaim Saragih Garingging di tahun 1891, pecah perang saudara akibat ketidakcocokan pendapat mengenai siapa yang layak diangkat sebagai raja selanjutnya. Perang saudara ini mengakibatkan penderitaan mendalam bagi rakyat Simalungun di Kerajaan Raya, termasuk pada keluarga Jaulung Saragih. Penderitaan ini mendorongnya untuk mengangkat harkat keluarga sehingga menjadi pelopor kebangunan Simalungun.<ref>J. Wismar Saragih, Memorial Peringatan Pendeta J. Wismar Saragih (''Marsinalsal''), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1977, hlm.22-26.</ref>
Jaulung Wismar Saragih Sumbayak dilahirkan dengan nama Jaulung Saragih Sumbayak. Ia adalah anak kedua dari pasangan Jalam Saragih Sumbayak dengan Ronggainim boru Purba Sigumonrong. Jaulung berasal dari keluarga terpandang di [[Raya, Simalungun|Pamatang Raya]], ibu kota [[Raya, Simalungun|Partuanan Raya]]. Ayahnya, Jalam Saragih Sumbayak, bekerja sebagai ''tuhang sarung ni bodil'' (ahli pembuat senapan dan sarungnya) untuk penguasa Raya, [[Tuan Rondahaim Saragih Garingging]] (1828—1891) dan penggantinya, Tuan Sumayan Saragih Garingging bergelar Tuan Kapoltakan (1857—1932). Ibu Jaulung, Ronggainim boru Purba Sigumonrong, berasal dari kampung [[Silau Marawan, Dolok Silau, Simalungun|Raya Dolog]]. Ia adalah istri keempat dari Jalam Saragih Sumbayak.
 
Pada [[1891]], Tuan Rondahaim Saragih Garingging meninggal dunia. Saat akan memutuskan penggantinya sebagai penguasa Partuanan Raya, terjadilah perang saudara akibat perseteruan pendapat. Perang saudara ini mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Simalungun di Partuanan Raya, termasuk bagi keluarga Jaulung. Penderitaan ini mendorong tekadnya untuk mengangkat harkat martabat keluarga dan menjadi pelopor kebangunan Simalungun.<ref>J. Wismar Saragih, Memorial Peringatan Pendeta J. Wismar Saragih (''Marsinalsal''), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1977, hlm.22-26.</ref>
 
Jaulung mendapat beragam pelajaran dari ayahnya selama masa kecilnya. Pada sekitar usia 12 tahun, ia diajari membaca [[Surat Batak]] oleh ayahnya dan dengan segera menguasai keahlian itu. Pada tahun 1904, saat Jaulung berusia 16 tahun, ayahnya meninggal dunia.
 
== Perkenalan dengan Kristen ==
Kedatangan penginjil RMG (''Rheinische Missions-Gesselschaft'' - kelompok penginjil dari [[Jerman]]) ke daerah Simalungun, terutama [[Raya, Simalungun|Pematang Raya]] yang dipimpin oleh Pdt. [[August Theis]] untuk memperkenalkan [[Alkitab]] dan ajaran [[Kristen]] pada Djaulung muda. Semangatnya untuk maju mendorongnya untuk masuk sekolah Zending di Pematang Raya setelah ia dibaptis pada tanggal [[11 September]] [[1910]]. Setelah dibaptis inilah ia menambahkan nama Wismar ke dalam namanya.<ref>Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, Tole! Den Timorlanden das Evangelium!, Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 178.</ref>
 
=== Sekolah dasar hingga baptisan ===
Selanjutnya ia meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di ''Kweekschool'' (sekolah guru) di [[Narumonda]], [[Tapanuli]], selama tahun [[1911]]-[[1915]].<ref>Mansen Purba, "Pengantar untuk Jaulung Wismar Saragih," Rondahaim: Sebuah Kisah Kepahlawanan Menentang Penjajah di Simalungun, Bina Budaya Simalungun, Medan, [[1993]]].</ref><ref>J. Wismar Saragih, Memorial Peringatan Pendeta J. Wismar Saragih (''Marsinalsal''), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1977, hlm.56-59.</ref> Setelah lulus ia sempat mengajar selama 6 tahun. Namun pengangkatannya sebagai pegawai negri pada tahun [[1921]] menghentikan kariernya sebagai Guru. Pada tahun itu ia mulai menjabat sebagai ''Pangulu Balei'', satu jabatan Sekretaris Wilayah pada pemerintahan Kerajaan Panei.
Kedatangan [[Misionaris|penginjil]] [[Rheinische Missionsgesellschaft|RMG]] ke daerah [[Kabupaten Simalungun|Simalungun]], terutama [[Raya, Simalungun|Pamatang Raya]], dipimpin oleh Pendeta [[August Theis]]. Pada tahun 1907, sekolah [[Rheinische Missionsgesellschaft|zending]] didirikan di Pamatang Raya. Jaulung mendaftarkan diri sebagai siswa kelas dasar di sekolah itu pada September 1908. Ia belajar di kelas dasar selama tiga tahun. Selama masa pendidikannya itu, ia kerap belajar langsung ke rumah gurunya dan sebagai gantinya ia membantu mengerjakan pekerjaan rumah gurunya tersebut. Kebiasaan ini membuatnya menjadi siswa yang paling menonjol di kelasnya.
 
Jaulung menyukai semangat para penginjil dan terkesan dengan ajaran [[Kekristenan|Kristen]] tentang kasih [[Yesus]]. Pada saat menjelang ujian masuk sekolah pendidikan guru, Jaulung meminta untuk dibaptis. Pembaptisannya berlangsung pada 11 September 1910 dan ia diberi [[Nama Kristen|nama baptis]] "Wismar". Sejak saat itu, Jaulung menambahkan nama baptisnya dalam nama lengkapnya.<ref name="Juandaha Raya P 20033"/>
Saat terbuka kesempatan untuk menjadi [[Pendeta]] di tahun [[1927]], ia meninggalkan profesinya sebagai pegawai negri dan mendaftarkan diri. Ia diterima di sekolah pendeta [[HKBP]] di [[Sipoholon]], Tapanuli (1927-[[1929]]). Selulusnya dari sekolah pendeta ini ia ditahbiskan di [[Simanungkalit]] pada tanggal [[15 Desember]] 1929 menjadi seorang Pendeta HKBP,<ref>J. Wismar Saragih, Memorial Peringatan Pendeta J. Wismar Saragih (''Marsinalsal''), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1977, hlm.119.</ref> yang menjadikannya sebagai pendeta pertama dari Simalungun.
 
=== MemajukanSekolah Simalungunguru ===
Pada Oktober 1910, [[August Theis]]t menyuruh Wismar untuk mengikuti ujian masuk sekolah guru ([[kweekschool]]) di [[Sipoholon, Tapanuli Utara|Sipoholon]]. Pada saat itu, hanya ada dua pilihan sekolah guru, yakni di Sipoholon dan di [[Siantar Narumonda, Toba|Narumonda]].
Dj. Wismar berpendapat bahwa kunci kemajuan orang Simalungun ada pada peningkatan kesadaran akan harkat dan martabat dirinya sendiri dan peningkatan taraf hidupnya di berbagai bidang kehidupan, terutama pada wawasan berpikir orang Simalungun melalui budaya baca dan tulis.<ref>Apulman Saragih, Gema Sinalsal: Suatu Tinjauan Historis-Theologis Terhadap Majalah Sinalsal yang terbit tahun 1931-1942 di Simalungun, Skripsi Sarjana Theologia STT Jakarta, Jakarta, 1979.</ref>
 
Wismar berangkat bersama Paulus Purba dengan berjalan kaki selama lima hari ke Sipoholon. Wismar dan Paulus sebelumnya pernah dibaptis bersamaan pada September 1910. Namun, mereka gagal melalui ujian masuk sekolah guru tersebut karena tidak ada satu pun materi ujian tersebut yang pernah mereka pelajari sebelumnya.
Proses pelayanan penginjilan yang dilakukan RMG dengan menggunakan bahasa pengantar [[Bahasa Toba|Toba]] dengan anggapan bahwa suku Simalungun merupakan sub-etnis dari [[suku Toba]] mengakibatkan suku Simalungun semakin termarginalisasi. Hal ini melahirkan semangat oposisi dari Dj. Wismar Saragih dan rekan-rekannya yang merasa bahwa Suku Simalungun telah terabaikan oleh RMG.
Semangat itu termanifestasikan dalam "Sinalsal" (sebuah majalah periodik yang diterbitkan pada periode [[1928]]-[[1940]]) dan buku-buku yang dikarangnya.
 
Pada tahun 1911, Wismar kembali mengikuti ujian masuk sekolah guru ([[kweekschool]]), kali ini di [[Siantar Narumonda, Toba|Narumonda]]. Ia berhasil mengerjakan ujian tersebut dan diterima belajar di sana selama tahun [[1911]]—[[1915]].<ref>Mansen Purba, "Pengantar untuk Jaulung Wismar Saragih," Rondahaim: Sebuah Kisah Kepahlawanan Menentang Penjajah di Simalungun, Bina Budaya Simalungun, Medan, [[1993]].</ref><ref>J. Wismar Saragih, Memorial Peringatan Pendeta J. Wismar Saragih (''Marsinalsal''), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1977, hlm.56-59.</ref> Ia dinyatakan lulus dari sekolah itu pada 24 September 1915.
Sadar akan perlunya memajukan dan melestarikan budaya Simalungun, J. Wismar Saragih telah merintis penyusunan [[Kamus]] Simalungun pada tahun [[1916]]. Namun usaha itu menemui halangan saat Kamus tersebut selesai dikerjakan pada tahun [[1918]] tapi ditolak penerbitannya oleh Pemerintahan di kala itu.
Di kemudian hari Kamus ini berhasil diterbitkan pada tahun [[1936]] dengan judul ''Partingkian ni Hata Simalungun''.
 
=== Sebagai guru hingga pendeta ===
Pada tahun [[1917]] Dj. Wismar Saragih mulai mengusahakan penggunaan buku pelajaran dengan [[bahasa Simalungun]] di sekolah-sekolah untuk menggantikan buku yang ada yang menggunakan bahasa pengantar Toba. Hal ini dilakukannya tanpa seizin Pendeta Muller dari RMG di [[Kota Pematang Siantar|Pematang Siantar]] (sesuai rekomendasi inspektur pendidikan di [[Medan]]) karena pengalamannya dengan RMG yang memarginalisasi suku Simalungun.
Setelah lulus dari Narumonda, ia kembali ke Pamatang Raya dan mengajar selama 6 tahun. Namun, pengangkatannya sebagai pegawai negeri pada tahun [[1921]] membuatnya berhenti bekerja sebagai guru. Pada tahun itu, Wismar mulai menjabat sebagai ''pangulu balei'', yakni jabatan setara sekretaris wilayah, di Kerajaan Panei dan Kerajaan Dolog Silou. Setelah itu, ia dipindahkan ke [[Kota Pematangsiantar|Pamatang Siantar]] dengan jabatan yang sama.
 
Saat terbuka kesempatan untuk menjadi [[pendeta]] pada tahun [[1927]], Wismar meninggalkan profesinya sebagai pegawai negeri dan mendaftarkan dirinya ke sekolah pendeta. Wismar diterima di Seminarium [[Huria Kristen Batak Protestan|HKBP]] di [[Sipoholon]], [[Kabupaten Tapanuli Utara|Tapanuli]]. Ia belajar di sana dari tahun 1927 hingga 1929. Setelah lulus, Wismar ditahbiskan sebagai pendeta HKBP di [[Simanungkalit, Sipoholon, Tapanuli Utara|Simanungkalit]] pada tanggal 15 Desember [[1929]].<ref>J. Wismar Saragih, Memorial Peringatan Pendeta J. Wismar Saragih (''Marsinalsal''), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1977, hlm.119.</ref> Dengan demikian, Jaulung Wismar Saragih Sumbayak adalah pendeta HKBP pertama yang berasal dari [[Kabupaten Simalungun|Simalungun]]. Ada 10 orang pendeta yang ditahbiskan oleh Johannes Warneck pada saat itu. Selain Wismar Saragih, ada pula [[Kasianus Sirait]] dan [[Cyrellus Simanjuntak]].
Upaya Dj. Wismar Saragih dalam memajukan unsur "''hasimalungunan''" (ke-Simalungunan) secara konkrit dimulai saat ia masih mengikuti sekolah pendeta di Sipoholon, dengan menerbitkan buku ''Podah Pasal Marhorja'' (Nasihat tentang Pekerjaan-1929), diikuti oleh serangkaian buku dalam bahasa Simalungun, yaitu: ''Panggomgomion'' (Pemerintahan, 1929), ''Pitoeah Banggal (Sexuele Leven)'' (Kitab Tuntunan Kehidupan Seksual, 1938), ''Partingkian ni Hata Simaloengoen'' (Kamus Bahasa Simalungun, 1936), dan berbagai buku-buku pelajaran untuk Sekolah Rakyat seperti ''Sitoloe Saodoran'' dan ''Rondang Ragiragian''.
 
== Upaya memajukan Simalungun ==
Keinginannya untuk memajukan rakyat Simalungun juga mendorongnya untuk berperan aktif mengajar masyarakat Simalungun agar mau bersekolah. Ia juga telah merintis sebuah sekolah sore khusus untuk puteri, suatu hal yang tidak biasa saat itu di bagian daerah manapun di Nusantara.
[[Berkas:J. Wismar Saragih (1935), Potret Bersama Raja Gomok Saragih Garingging di Pamatang Raya.png|jmpl|250px|J. Wismar Saragih pada tahun 1935 di Pamatang Raya, ibu kota Kerajaan Raya.]]
Selain itu ia juga mendorong peningkatan minat baca orang Simalungun dengan mendirikan taman bacaan "''Dos ni Riah''" dan [[perpustakaan]] "''Parboekoean ni Pan Djaporman''" di Pamatang Raya (1937). Dj. Wismar Saragih juga mewujudkan kepeduliannya pada kelestarian budaya Simalungun dengan mendirikan Roemah Poesaka Simaloengoen ([[Museum Simalungun]]) di tahun 1940 dan sanggar kesenian "''Parsora na Laingan''" pada tahun 1937.
J. Wismar Saragih berpendapat bahwa kunci kemajuan orang Simalungun terletak pada peningkatan kesadaran akan harkat dan martabat diri dan taraf hidup di berbagai bidang, terutama pada wawasan berpikir orang Simalungun melalui budaya baca dan tulis.<ref>Apulman Saragih, Gema Sinalsal: Suatu Tinjauan Historis-Theologis Terhadap Majalah Sinalsal yang terbit tahun 1931-1942 di Simalungun, Skripsi Sarjana Theologia STT Jakarta, Jakarta, 1979.</ref> Proses penginjilan yang dilakukan RMG dengan menggunakan bahasa pengantar [[Bahasa Batak Toba|Batak Toba]] mengakibatkan etnis Simalungun semakin termarginalisasi. Hal ini melahirkan semangat oposisi dari Wismar dan rekan-rekannya yang merasa bahwa etnis Simalungun telah terabaikan oleh RMG.
 
Semangat oposisi itu dimanifestasikan dalam majalah periodik ''Sinalsal'', yang diterbitkannya pada periode [[1928]]-[[1940]], dan melalui buku-buku yang dikarangnya. Kesadaran akan pemajuan dan pelestarian budaya Simalungun mendorong J. Wismar Saragih untuk merintis penyusunan kamus Simalungun pada tahun [[1916]]. Namun, usaha itu terhalang saat kamus yang telah selesai dikerjakan pada tahun [[1918]] itu ditolak penerbitannya oleh pemerintah. Barulah pada tahun 1936, kamus tersebut berhasil diterbitkan dengan judul ''Partingkian ni Hata Simalungun''.
Usahanya membebaskan bangsa Simalungun melalui kekristenan terutama dilakukan melalui penterjemahan teks-teks Alkitab ke dalam Bahasa Simalungun, hal mana menyebabkan ia dijuluki "''Een Simaloengoense Luther''" ([[Martin Luther|Luther]] dari Simalungun).<ref>J.L. Swellengrebel, In Leijdeckers Voetspoor. Anderhalve eeuw Bijbelvertaling en Taalkunde in de Indonesische Talen, II (1900-1970), S. Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1978, hlm. 165.</ref> Dj. Wismar Saragih dan beberapa teman-temannya menganggap bahwa laju penginjilan RMG di kalangan Suku Simalungun terhambat karena tidak digunakannya [[bahasa Simalungun]] sebagai media pengantar. Karenanya pada peringatan 25 tahun sampainya [[Injil]] di Simalungun ([[2 September]] [[1928]]) Dj. Wismar Saragih turut merintis pendirian sebuah lembaga bahasa Simalungun bernama "''Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen''."
 
Pada tahun [[1917]], J. Wismar Saragih mulai mengusahakan penggunaan buku pelajaran dengan [[bahasa Simalungun]] di sekolah-sekolah untuk menggantikan buku-buku yang ada yang menggunakan bahasa pengantar Toba. Hal ini dilakukannya tanpa seizin Pendeta Muller dari RMG di [[Kota Pematang Siantar|Pematang Siantar]] karena pengalamannya dengan RMG yang memarginalisasi etnis Simalungun.
Pada tanggal [[13 Oktober]] 1928 diadakan pertemuan di rumah Djaoedin Saragih di Pematang Raya yang dihadiri oleh 14 tokoh-tokoh Kristen Simalungun.<ref>J. Wismar Saragih, Sinalsal, No.90/September 1938, hlm.6.</ref> Dalam pertemuan inilah disepakati pendirian badan yang memiliki tujuan untuk melestarikan dan memberdayakan bahasa Simalungun dengan nama di atas.
 
Upaya J. Wismar Saragih dalam memajukan ''hasimalungunan'' (ke-Simalungun-an) dimulai saat ia masih mengikuti sekolah pendeta di Sipoholon, dengan menerbitkan buku ''Podah Pasal Marhorja'' (Nasihat Tentang Pekerjaan) pada tahun 1929. Ia juga menerbitkan buku berbahasa Simalungun lain, seperti ''Panggomgomion'' (Pemerintahan) pada tahun 1929, ''Pitoeah Banggal (Sexuele Leven)'' (Kitab Tuntunan Kehidupan Seksual) pada tahun 1938, ''Partingkian ni Hata Simaloengoen'' (Kamus Bahasa Simalungun) pada tahun 1936), serta berbagai buku-buku pelajaran untuk Sekolah Rakyat, seperti ''Sitoloe Saodoran'' dan ''Rondang Ragiragian''.
Selain melalui ''Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen'', Wismar juga turut aktif mendukung berbagai gerakan yang memajukan suku Simalungun seperti [[Kongsi Laita]]<ref>Jan Jahaman Damanik, Tunggul yang Bertunas (Thesis Magister Theologia STT HKBP), Pematangsiantar, 1995, tidak diterbitkan, hlm. 109.</ref> dan lain-lain.
 
Ia juga merintis sebuah sekolah sore khusus untuk perempuan. Selain itu, ia juga mendorong peningkatan minat baca orang Simalungun dengan mendirikan taman bacaan "''Dos ni Riah''" dan perpustakaan "''Parboekoean ni Pan Djaporman''" di Pematang Raya pada tahun 1937.
 
J. Wismar Saragih juga mendirikan Roemah Poesaka Simaloengoen ([[Museum Simalungun]]) pada tahun 1940 dan sanggar kesenian ''Parsora na Laingan'' pada tahun 1937.
 
Usahanya membebaskan etnis Simalungun melalui kekristenan juga dilakukan melalui penerjemahan teks-teks Alkitab ke dalam bahasa Simalungun, hal mana menyebabkan ia dijuluki ''Een Simaloengoense Luther'' ([[Martin Luther|Luther]] dari Simalungun).<ref name="J.L. Swellengrebel 19702"/> Wismar dan beberapa temannya menganggap bahwa laju penginjilan RMG di kalangan masyarakat Simalungun terhambat karena tidak digunakannya [[bahasa Simalungun]] sebagai media pengantar. Oleh karena itu, pada peringatan 25 tahun sampainya [[Injil]] di Simalungun ([[2 September]] [[1928]]), J. Wismar Saragih merintis pendirian lembaga bahasa Simalungun bernama ''Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen''.
 
Pada tanggal 13 Oktober 1928, diadakan pertemuan di rumah Djaoedin Saragih di Pematang Raya yang dihadiri oleh 14 tokoh-tokoh Kristen Simalungun.<ref>J. Wismar Saragih, Sinalsal, No.90/September 1938, hlm.6.</ref> Dalam pertemuan ini, disepakati pendirian badan pelestarikan dan pemberdayaan bahasa Simalungun.
 
Selain melalui ''Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen'', Wismar juga turut mendukung berbagai gerakan pemajuan etnis Simalungun seperti [[Kongsi Laita]]<ref>Jan Jahaman Damanik, Tunggul yang Bertunas (Thesis Magister Theologia STT HKBP), Pematangsiantar, 1995, tidak diterbitkan, hlm. 109.</ref> Dalam usahanya membangun kerohanian masyarakat Simalungun, Wismar menerbitkan lebih dari 200 buku berisi nyanyian gereja yang dituliskan dalam bahasa Simalungun serta terlibat langsung dalam penerjemahan kitab Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama ke bahasa itu. Wismar juga menjabat sebagai redaktur majalah ''Sinalsal'' hingga akhirnya dilarang oleh Jepang.<ref>{{Cite book|last=Th. van den End & J. Weitjens|first=|date=2019|title=Ragi Carita 2 : Sejarah Gereja di Indonesia Tahun 1860-an-Sekarang|location=Jakarta|publisher=BPK Gunung Mulia|isbn=978-979-415-606-3|pages=197|url-status=live}}</ref>
 
== Gereja Kristen Protestan Simalungun ==
{{artikel|Gereja Kristen Protestan Simalungun}}
Peranan Pdt. Dj. Wismar Saragih dalam mempercepat penyebaran Injil di kalangan rakyat Simalungun berlanjut di saat ia mengajukan surat protes kepada penginjil H. Volmer di Saribudolog pada tanggal [[27 Oktober]] 1937. Surat itu memprotes perubahan nama Distrik Simalungun-Pesisir Timur (''Simalungun-Oostkust'') menjadi "Sumatera Timur, [[Aceh]] dan [[Dairi]]" yang disahkan HKBP dalam tata gerejanya pada tahun [[1940]].<ref>Surat J. Wismar Saragih dalam Jan Jahaman Damanik, Tunggul yang Bertunas (Tesis Magister Theologia STT HKBP -tidak dipublikasikan), Pematang Siantar, 1995, hlm.128-129.</ref> Hal itu dilakukannya atas kekhawatiran hilangnya identitas Simalungun pada rakyat Simalungun yang bergereja di Distrik tersebut.
Peranan Pdt. Dj. Wismar Saragih dalam mempercepat penyebaran Injil di kalangan rakyat Simalungun berlanjut di saat ia mengajukan surat protes kepada penginjil H. Volmer di Saribudolog pada tanggal [[27 Oktober]] 1937. Surat itu memprotes perubahan nama Distrik Simalungun-Pesisir Timur (''Simalungun-Oostkust'') menjadi "Sumatra Timur, [[Aceh]] dan [[Dairi]]" yang disahkan HKBP dalam tata gerejanya pada tahun [[1940]].<ref>Surat J. Wismar Saragih dalam Jan Jahaman Damanik, Tunggul yang Bertunas (Tesis Magister Theologia STT HKBP -tidak dipublikasikan), Pematang Siantar, 1995, hlm.128-129.</ref> Hal itu dilakukannya atas kekhawatiran hilangnya identitas Simalungun pada rakyat Simalungun yang bergereja di Distrik tersebut.
 
Walaupun surat itu ditolak, namun keberatan yang secara berkelanjutan diajukan oleh komunitas Kristen-Simalungun tersebut akhirnya membuahkan hasil ketika Sinode am HKBP yang diadakan pada tanggal [[10 Juli|10]]-[[11 Juli]] 1940 di [[Pearaja]] membicarakan keberatan mereka dan memutuskan agar ''Kerkbestuur'' HKBP membicarakan hal tersebut dengan jemaat Simalungun. Pembicaraan tersebut kemudian diadakan di Raya, Saribudolog dan Nagoridolog pada tanggal [[26 September]] 1940<ref>Susukkara 2008, Kolportase GKPS, 2008, halaman 448</ref> dan memutuskan agar komunitas Simalungun diberi satu distrik tersendiri bernama Distrik Simalungun dengan wakil orang Simalungun di sinode HKBP.<ref>Paul Pedersen, Daerah Batak dan Jiwa Protestan, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1975, hlm. 106.</ref>
 
DjJ. Wismar Saragih kemudian menjadi salah seorang peserta rapat yang diadakan pada tanggal [[5 Oktober]] [[1952]] yang bertujuan agar Jemaat-jemaat HKBP distrik Simalungun berdiri sendiri dan terpisah dari HKBP, dan membentuk HKBPS serta pengurus-pengurus dan majelis-majelis gerejanya. Pemisahan ini dilakukan secara sepihak oleh HKBP distrik Simalungun, dan baru diakui oleh wakil-wakil HKBP pada rapat bersama antara delegasi HKBP dan Pengurus Harian HKBP Simalungun (HKBPS) tentang ''pandjaeon'' (pemisahan) HKBP Simalungun di Pematang Siantar, [[21 Januari|21]]-[[22 Januari]] [[1953]] yang keputusannya ditandatangani pada tanggal 22 Januari 1953.<ref>Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, "Tole! Den Timorlanden das Evangelium!", Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 232-234.</ref>
Pada kepengurusan HKBPS, Dj. Wismar Saragih menduduki jabatan Wakil [[Ephorus]],<ref>Juandaha Raya P. Dasuha, Martin Lukito Sinaga, ''Tole! Den Timorlanden Das Evangelium!'', Kolportase GKPS, 2003, hlm.229.</ref> yang merupakan jabatan tertinggi di kepengurusan pusat HKBPS dan diwakili oleh seorang Sekretaris Jendral. Saat itu HKBPS tidak memiliki Ephorus sebagai upaya untuk tetap memelihara hubungan baik dengan HKBP.
HKBPS merupakan rintisan menuju kemandirian penuh jemaat-jemaat di Simalungun di dalam [[Gereja Kristen Protestan Simalungun]] (GKPS).
 
Dalam modal teologinya di GKPS, Wismar memiliki proses pemahaman Teologi yang lahir dari penerjemahan Alkitab dan iman ke dalam bahasa atau budaya Simalungun dan dari respons menghadapi tekanan luar dan membela harkat (identitas) komunitas Simalungun.<ref name=":0">{{Cite book|last=Sinaga|first=Martin Lukito|date=2018|title=Teologi Gereja Kristen Protestan Simalungun : Edisi Dwibahasa (Simalungun-Indonesia)|location=Jakarta|publisher=BPK Gunung Mulia|isbn=978-602-231-524-7|pages=21-22|url-status=live}}</ref> Teologi menurut Wismar sendiri berdasarkan perelevansian dengan budaya Simalungun, "Tuhan itu hadir dalam pesta keluarga, dan kitalah tuan rumah yang menerima tamu pembawa berkat dengan sukacita yang mendalam." Selain itu juga dalam buku yang ia tulis berjudul "Tadah ni Tonduyta", Wismar berusaha untuk menanamkan iman Kristen pada suku Simalungun dalam kehidupan berbudaya yang senantiasa "saor" (Simalungun : Bercampur) dengan Kristus. Pemahaman teologis J. Wismar Saragih inilah yang diwariskan kepada GKPS untuk kemudian dilanjutkan kepada generasi-generasi Simalungun berikutnya.<ref name=":0" />
 
== Partuha Maujana Simalungun ==
{{artikel|Partuha Maujana Simalungun}}
Pelestarian dan pengembangan [[adat]] istiadat Simalungun juga mendapat perhatian khusus J. Wismar Saragih. Salah satunya adalah idenya yang menganjurkan penggunaan pakaian adat Simalungun dalam kegiatan ibadah di Gereja, sesuatu yang mengundang kontroversi mengingat para penginjil RMG menganjurkan penanggalan tutup kepala, termasuk '''[[Gotong]]''' dan '''[[Suri-suri]]''' (tutup kepala khas adat Simalungun), di dalam masa ibadah di Gereja.
Pelestarian dan pengembangan [[adat]] istiadat Simalungun juga mendapat perhatian khusus J. Wismar Saragih. Salah satunya adalah idenya yang menganjurkan penggunaan pakaian adat Simalungun dalam kegiatan ibadah di Gereja, sesuatu yang mengundang kontroversi mengingat para penginjil RMG menganjurkan penanggalan tutup kepala, termasuk [[gotong]] dan [[suri-suri]] (tutup kepala khas adat Simalungun), di dalam masa ibadah di Gereja.
 
J. Wismar Saragih juga mendirikan lembaga kesenian yang bertujuan untuk memelihara kesenian musik tradisional dan mengembangkannya sebagai lagu Gereja.
 
Bersama-sama dengan tokoh Simalungun lainnya seperti Haji Ulakma [[Sinaga]] dan [[Rajamin Purba]] ([[Bupati]] Simalungun]] saat itu) ia kemudian mendirikan sebuah wadah pengetua-pengetua adat Simalungun yang diberi nama Partuha Maujana Simalungun.
 
== Kemerdekaan Indonesia ==
Pasca [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi kemerdekaan Indonesia]], J. Wismar Saragih turut berperan sertamengajak aktifrakyat dalam memimpin rakyatSimalungun untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Hal ini dilakukannya secara efektif melalui mimbar gereja maupun pidato umum, seperti yang dilakukannya di Lapangan Sepak Bola Pematang Raya pada tanggal [[23 Desember]] [[1945]].
J. Wismar Saragih juga terpilih sebagai ketua saat dibentuknya Komite Nasional [[Kecamatan]] dan kemudian menjadi perutusan ke tingkat [[Kabupaten]].
 
J. Wismar Saragih juga terpilih sebagai ketua Komite Nasional Daerah tingkat [[kecamatan]] dan kemudian menjadi utusan ke tingkat [[kabupaten]] di [[Kabupaten Simalungun|Simalungun]].{{Butuh rujukan}}
== Karya-karya Dj. Wismar Saragih ==
Berikut sebagian dari karya-karya Pdt. Djaulung Wismar Saragih:
* Tadah ni tondujta: in ma hata ni Naibata rupeita ari-ari (ayat marhasoman hatorangan), Tandjung Pengharapan, 1967.
* Memorial peringatan pendeta J. Wismar Saragih: marsinalsal, 240 halaman, BPK Gunung Mulia, 1977.
* Ambilan na madear pasai Toehan Jesoes Kristoes: songon sinoeratkon ni Si Loekas
* Loopbaan J. Wismar Saragih, 141 halaman, British and Foreign Bible Society, 1939.
* Portama i tongah djaboe, 59 halaman, Pan Djaporman, 1942.
* Pasal panggomgomion (pamerentahan), 48 halaman, Comite "Na Ra Marpodah", 1929.
* Barita ni toean Rondahaim na ginoran ni halak toean raja na Mabadjan, 79 halaman.
* Siluah hun pulou Djawa (oleh-oleh dari Djawa), 38 halaman, Adventus, 1950.
* Roehoet manoeratkon hata Batak Simaloengoen, marhiteihon soerat Boelanda (soerat Latijn): marondolan bani besluit ni Directeur O & E, 27 April 1920, Issue 14246, 24 halaman, 1934.
* Buei ambilan na binuat humbani buku na pansing padan na basaia, 136 halaman, [[Lembaga Alkitab Indonesia]] (LAI), 1957.
* Partingkian ni hata Simaloengoen: Simaloe-ngoen Bataks verklarend woordenboek, 280 halaman, Comite "Na Ra Marpodah Simaloe-ngoen," 1938 (mulai diproduksi oleh Zendingsdrukkerij pada 1936).
* Padan Na Baru, bersama Petrus Purba dan LAI, 403 halaman, LAI, 1978.
* Pardiateihon ma, ise do ia: Goluh pakon pangajarion ni Jesus, bersama Petrus Purba dan LAI, 91 halaman, LAI, 1976.
* Ambilan na madear mangihutkon si Johannes: indjil Johannes, bersama Petrus Purba dan LAI, 63 halaman, LAI, 1971.
 
== CatatanMasa kakipensiun ==
J. Wismar Saragih secara resmi memasuki masa pensiun pada 25 Mei 1961 dan ditandai dengan perayaan pesta ucapan syukur pensiun yang diadakan dirumahnya sendiri.<ref name=":1">{{Cite book|last=Pdt. Minaria Sumbayak, S.Th & Jaiman Sumbayak|date=2007|title=In Memoriam Pdt. J. Wismar Saragih (7 Maret 1968-7 Maret 2007)|location=Pematangsiantar|publisher=Terbitan Pribadi|pages=201-202|url-status=live}}</ref> Meskipun telah pensiun, Wismar tetap aktif bekerja dalam usaha penginjilan ke beberapa daerah, termasuk di [[Kabupaten Serdang Bedagai|Serdang]]. Kegiatan ini ia lakukan mulai 29 Oktober hingga 4 November 1962. Selanjutnya, pada 27 Agustus 1962, usaha penginjilan ini juga dilanjutkan ke daerah Hutapining dan Simanabun.<ref name=":1" />
{{reflist}}
 
Wismar juga tetap aktif dalam usaha pengembangan budaya Simalungun. Salah satunya melalui seminar "Silsilah Marga-Marga di Simalungun" yang dilaksanakan pada 24 hingga 26 Februari 1964. Di sini, Wismar berperan mengusulkan agar keempat marga Simalungun ([[Sinaga]], [[Saragih]], [[Damanik]], [[Purba]]) dimekarkan berdasarkan cabang dari marganya itu sendiri. Sebagai contoh yaitu marga Saragih yang dapat dimekarkan menjadi marga Sumbayak, Garingging, Sitio, Simarmata, Sidauruk, Turnip, dan lainnya.<ref>{{Cite book|first=Juandaha Raya P. Dasuha, Freddy P. Sidagambir, Edwin Paulus P. Saragih (Editor)|date=2011|title=Peradaban Simalungun : Inti Sari Seminar Kebudayaan Simalungun se-Indonesia Pertama Tahun 1964|location=Pematangsiantar|publisher=KPBS (Komite Penerbit Buku Simalungun)|isbn=978-602-19749-0-2|pages=3-24|url-status=live}}</ref>
== Karya ==
Karya Jaulung Wismar Saragih Sumbayak di antaranya, yaitu:
* ''Tadah ni tondujta: in ma hata ni Naibata rupeita ari-ari (ayat marhasoman hatorangan)''
* ''Ambilan na madear pasal Toehan Jesoes Kristoes: songon sinoeratkon ni Si Loekas''
* ''Loopbaan J. Wismar Saragih''
* ''Portama i tongah djaboe''
* ''Pasal panggomgomion (pamerentahan)''
* ''Barita ni toean Rondahaim na ginoran ni halak toean raja na Mabadjan''
* ''Siluah hun pulou Djawa (oleh-oleh dari Djawa)''
* ''Roehoet manoeratkon hata Batak Simaloengoen, marhiteihon soerat Boelanda (soerat Latijn): marondolan bani besluit ni Directeur O & E, 27 April 1920, Issue 14246''
* ''Buei ambilan na binuat humbani buku na pansing padan na basaia''
* ''Partingkian ni hata Simaloengoen: Simaloengoen Bataks verklarend woordenboek''
* ''Padan Na Baru''
* ''Pardiateihon ma, ise do ia: Goluh pakon pangajarion ni Jesus''
* ''Ambilan na madear mangihutkon si Johannes: Indjil Johannes''
* ''Pituah Banggal Portama ni Halak Simalungun na Dob Marhajabuan''
 
== Catatan ==
{{notelist}}
 
== Referensi ==
{{reflist}}
{{GKPS}}
{{Terjemahan Alkitab}}
 
{{lifetime|1888|1968|}}{{URUTANBAKU:Saragih Sumbayak, DjaulungJaulung Wismar}}
[[Kategori:Tokoh Batak]]
 
[[Kategori:Tokoh KristenBatak Simalungun]]
[[Kategori:Marga Saragih]]
[[Kategori:Marga Sumbayak]]
[[Kategori:Tokoh dari Simalungun]]
[[Kategori:Tokoh Kristen Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Simalungun]]
[[Kategori:Sejarah Gereja Indonesia]]
[[Kategori:MargaPenerjemah Saragih|DjaulungAlkitab]]
[[Kategori:Misionaris Protestan di Indonesia]]
[[Kategori:Pendeta Huria Kristen Batak Protestan]]