Kompos bagase: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
TjBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 2 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.3
 
(4 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Kompos bagase''' adalah [[kompos]] yang dibuat dari [[ampas tebu]] (bagase), yaitu limbah padat sisa penggilingan batang [[tebu]]. Kompos ini terutama ditujukan untuk perkebunan tebu. [[Pabrik gula]] rata-rata menghasilkan bagase sekitar 32% bobot [[tebu]] yang digiling. Sebagian besar bagase dimanfaatkan sebagai [[bahan bakar]] ''[[boiler]]'', namun selalu ada sisa bagase yang tidak termanfaatkan yang disebabkan oleh stok bagase yang melebihi kebutuhan pembakaran oleh ''boiler'' pabrik. Sisa bagase ini dipada masa depan diperkirakan akan bertambah seiring meningkatnya kemajuan teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi pabrik pengolahan tebu, termasuk ''boiler'' pabrik.
 
Limbah bagase memiliki kadar bahan organik sekitar 90%, kandungan [[nitrogen|N]] 0.3%, [[Fosfor pentaoksida|P<sub>2</sub>O<sub>5</sub>]] 0.02%, [[kalium oksida|K<sub>2</sub>O]] 0.14%, [[kalsium|Ca]] 0.06%, dan [[magnesium|Mg]] 0.04% (Toharisman, 1991). Pemberian kompos campuran bagase, blotong, dan abu ''boiler'' pabrik pengolahan tebu dapat meningkatkan ketersediaan hara N, P, dan K dalam tanah, kadar bahan organik, pH tanah, serta kapasitas menahan air (Ismail, 1987). Hasil penelitian Riyanto (1995) menunjukkan bahwa pemberian kompos bagase 4-6 ton/ha dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK hingga 50%.
 
Bahan pembuatan kompos bagase yaitu bagase dan kotoran sapi yang dimanfaatkan sebagai [[bioaktivator]], dengan perbandingan volume 3:1. Penambahan kotoran sapi selain sebagai bioaktivator juga untuk menurunkan [[rasio C/N]]. Bagase dan kotoran sapi ditumpuk berselingan dengan tebal bagase 30 &nbsp;cm dan tebal kotoran sapi 10 &nbsp;cm, lalu di tumpukan teratas diberikan [[jerami]] sebagai penutup. Pengomposan dilakukan dengan sistem ''windrow'' menggunakan saluran udara yang terbuat dari [[bambu]] yang dipasang secara vertikal dan horizontal. Selama proses pengomposan, dilakukan penyiraman secara rutin diikuti dengan pemeriksaan suhu dan kelembaban. Tumpukan bagase dibalik setiap minggu atau ketika kelembaban melebihi 70%. Proses pengomposan membutuhkan waktu 3 bulan hingga kompos menunjukkan warna coklat tua hingga hitam.
 
{|
Baris 42:
|}
 
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura [[Institut Pertanian Bogor]] menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (''[[Saccharum officinarum]] L'') meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan dengan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan [[fosfor]], [[kalium]], dan [[sulfur]]. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen [[gula]] dalam tebu.
 
== Referensi ==
* Ismail, I. 1987. ''Peranan'' Bioearth ''Terhadap Status Hara Makro, Sifat-Sifat Tanah, Pertumbuhan, Dan Bobot Kering Tanaman tebu Pada Berbagai Ketebalan Lapisan Tanah Atas''. Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, [http://www.ipb.ac.id Institut Pertanian Bogor] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110818154527/http://ipb.ac.id/ |date=2011-08-18 }}.
* Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. ''Pengaruh Pemberian Kompos Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu'' (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, [http://www.ipb.ac.id Institut Pertanian Bogor] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110818154527/http://ipb.ac.id/ |date=2011-08-18 }}.
* Riyanto, S. 1995. ''Perbaikan Produktivitas Tanah Dan Tanaman Tebu Melalui Pemanfaatan'' Compos Casting. Makalah Dalam Kongres HITI di Jakarta, 12-15 Desember 1995.
* Toharisman, A. 1991. ''Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan Organik Tanah''.