Marga Simalungun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Membatalkan 1 suntingan oleh Saragih 12 (bicara) ke revisi terakhir oleh 27christian11 (TW)
Tag: Pembatalan
 
(160 revisi perantara oleh 71 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Refimprove|date=May 2022}}
{{rapikan}}
'''Marga Simalungun''' merujuk pada marga yang dipakai di belakang nama depan masyarakat [[Suku Simalungun|Batak Simalungun]]. Ada empat marga asli etnis ini, yakni [[Damanik]], [[Purba]], [[Saragih]], dan [[Sinaga]].
 
'''Marga Simalungun''' merujuk kepada nama keluarga atau marga yang dipakai di belakang nama depan masyarakat [[suku Simalungun|Simalungun]] yang berasal dari daerah [[Kabupaten Simalungun]]. Ada 4 marga asli dari Simalungun: Damanik, Purba, Saragih dan Sinaga. Keempat marga tersebut berasal dari marga raja-raja di [[Kabupaten Simalungun|Tanah yang bermufakat untuk tidak saling menyerangSimalungun]]. Beberapa marga dari luar Simalungun kemudian menganggap dirinya sebagai bagian dari 4keempat marga tersebut. ketikaSebagai merekaSalah menetap di Simalungun. Sebagaisatu suku yang menganut Paterilinearsistem kekerabatan patrilineal, [[Daftar marga Suku Batak|marga]] pada suku[[Suku Simalungun|Batak Simalungun]] diturunkan melalui garis Ayahayah, olehOleh karena itu orang yang memiliki marga yang sama dianggap sebagai kakak-adik sehingga tidak diperbolehkan untuk saling menikah.
 
== Asal-Usulusul ==
Sejarah asal- usul dari marga-marga yang ada di dalam suku Simalunguntersebut sangatlah minim, namunNamun, beberapa sumber tertulis menyatakan bahwa ada 4 marga asli dalam Suku Batak Simalungun yang biasa diberi akronim SISADAPUR.<ref>The Simalungun Protestant Church in Indonesia, a brief history, Kolportase GKPS, Pematang Siantar, [[1983]], hlm. 6</ref> Beberapa sumber juga menyatakan bahwa 4 marga tersebut berasal dari “''Harungguan Bolon''” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (dalam [[Bahasa Simalungun|bahasa simalungun]] yaitu: ''marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh'').
 
Keempat raja itu adalah<ref>Pdt Juandaha Raya P Dasuha, STh, SIB(Perekat Identitas Sosial Budaya Simalungun) [[22 Oktober]] [[2006]]</ref>:
==== '''Raja Nagur''' bermarga Damanik ====
{{main|Damanik}}
'''Damanik''' berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Batak Simalungun, Manikyang berarti ''Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan'' (bersemangatBersemangat, berkharismaBerkharisma, agungAgung/terhormatTerhormat, palingPaling cerdas).
 
Raja ini berasal dari kaum bangsawan India Selatan dari Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12 Masehi, keturunan rajadari Raja Nagur ini mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola dari [[India]], yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya:
* '''Marah Silau''' (yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja Sidamanik dan Tuan Raja Bandar)
* '''Soro Tilu''' (yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola)
Baris 18 ⟶ 19:
Selain itu datang marga keturunan ''Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja'' yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.
 
==== '''Raja Banua Sobou''' bermarga [[Saragih]] ====
{{main|Saragih}}
'''[[Saragih]]''' dalam bahasa Simalungun berarti ''Simada Ragih'', yang mana '' '''Ragih''' '' berarti atur, susun, tata, sehingga ''simada ragih'' berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.
Baris 29 ⟶ 30:
** '''Dajawak''', merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi marga Ginting Jawak.
 
Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada 2 keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman '''Tuan Rondahaim''' terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu: Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk.
 
Ada satu lagi marga yang mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir.
 
[[Berkas:RBolonSimalungun.jpg|thumb|300px|Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba, Simalungun.]]
 
=== '''Raja Banua Purba''' bermarga Purba ===
=== '''Raja Banua Purba''' bermarga [[Purba]] ===
{{main|Purba}}
Menurut versi [[Batak Toba]], beberapa marga Simamora/Purba Toba dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di [[Haranggaol Horisan, Simalungun|Haranggaol]] dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora ini ke Raja Banua Purba bermarga Purba.
'''Purba''' menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu ''Purwa'' yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.
 
'''Purba''' menurut bahasa berasal dari [[bahasa Sanskerta]] yaitu ''Purwa'' yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.
Keturunannya adalah: Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya.
 
Keturunannya adalah:
* '''Purba Tambak''' berasal dari Dolog Silou yang merantau ke [[Tanah Karo]] dan menjadi marga '''[[Tarigan |Tarigan Tambak]]'''. Purba Tambak adalah marga dari raja-raja di Kerajaan Dolog Silou.
* '''Purba Sidasuha''' (lebih sering '''Purba Dasuha''') berasal dari [[Panei, Simalungun]]. yang pecah menjadi Purba Sidadolog dan Purba Sidagambir. Purba Dasuha merupakan marga dari raja-raja di Kerajaan Panei.
* '''Purba Sigumonrong''' berasal dari daerah [[Cingkes, Dolok Silau, Simalungun]] yang keturunannnya menyebar ke berbagai daerah, salah satunya ke Tanah Karo menjadi marga '''Tarigan Gerneng'''.
* '''Purba Tua''' yang juga merantau ke Tanah Karo menjadi marga '''Tarigan Tua'''.
 
Kemudian ada lagi marga Purba Siboro, Purba Tanjung, Purba Pakpak, Purba Girsang, Purba Tondang, Sihala, Tambunsaribu, dan Raya.
Pada [[abad ke-18]] ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di [[Haranggaol Horisan, Simalungun|Haranggaol]] dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora ini kemudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.
 
Pada [[abad ke-18]] ada beberapa marga Simamora dari mudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.
=== '''Raja Saniang Naga''' bermarga Sinaga ===
 
=== Raja Saniang Naga bermarga Sinaga ===
{{main|Sinaga}}
'''Sinaga''' berarti ''Simada Naga'', dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor.
 
Keturunannya adalah marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan.
Baris 52 ⟶ 62:
Menurut '''Taralamsyah Saragih''', nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga '''Sinaga Dadihoyong''' setelah ia mengalahkan '''Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga''' dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah (''Sibijaon'').<sup>Tideman, 1922</sup>
 
Beberapa Sumber mengatakan bahwa Sinaga keturunan raja Tanoh Djawa berasal dari [[India]], salah satunya adalah menrurut '''Tuan Gindo Sinaga''' keturunan dari '''Tuan Djorlang Hatara'''.
 
Beberapa keluarga besar Partongah Raja Tanoh Djawa menghubungkannya dengan daerah [[Nagaland]] (Tanah Naga) di India Timur yang berbatasan dengan Myanmar yang memang memiliki banyak persamaan dengan adat kebiasaan, postur wajah dan anatomi tubuh serta bahasa dengan suku Simalungun dan Batak lainnya. hhkg
 
== Marga-marga perbauran ==
Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau Samosir, Silalahi, Karo, dan [[Suku Pakpak|Pakpak]] menimbulkan marga-marga baru. Sebagian besar dari marga-marga ini merupakan marga yang telah ada di daerah/suku lain. Marga-marga tersebut yaitu:
 
=== Saragih ===
* Sumbayak
* Munthe
* Garingging
* Siadari
* [[Simarmata]]
* Sidabutar
* [[Munte|Munthe]]
* Dajawak
* Dasalak
* Sidabalok
* Siadari
* Sidauruk
* [[Sidauruk]]
* Simarmata
* [[Manihuruk|Simanihuruk]]
* [[Sijabat]]
* [[Sitio]]
 
=== Purba ===
* [[Girsang]]
* Silangit
* Sidadolog
* [[Sigumonrong]]
* Pakpak
* [[Siboro]]
* Manorsa
* Tondang
* Simamora
* Sidagambir
* Sigulang Batu
* Tambak
* Parhorbo
* Tambun Saribu
* Sitorus
* [[Dasuha]]
* Pantomhobon
* Tanjung
* Sigumonrong
* Pak-pak
* manalu
 
=== Damanik ===
*
* Malau
*
* Limbong
*
* Sagala
*
* Gurning
* Tomok
* Manikraja
*
* Tambak
* Simaringga
 
=== Sinaga ===
* [[Sipayung]]
* Sihaloho
*
* Sinurat
* Sitopu
 
Sebagian marga di atas dikategorikan ke dalam salah satu marga Simalungun karena hubungan persaudaraan, perjanjian atau kerjasama antara kedua marga.
Selain itu ada juga marga-marga lain yang bukan marga Asli Simalungun tetapi kadang merasakan dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun, seperti Lingga, Manurung, Butar-butar dan Sirait.
 
== Marga Mengikuti Raja ==
Zaman raja-raja Simalungun, orang yang tidak jelas garis keturunannya dari raja-raja disebut “jolma tuhe-tuhe” atau “silawar” (pendatang). Fenomena sosial ini diakibatkan adanya hukum marga yang keras di Simalungun menyatukan dirinya dengan marga raja-raja agar mendapat hak hidup di Simalungun.<br /> Demikianlah sehingga makin bertambah banyak marga di Simalungun. Tetapi meski demikian sejak dahulu hanya ada empat marga pokok di Simalungun yakni Sisadapur : Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba.
 
Setelah raja-raja dikuasai [[Belanda]] sejak ditandatanganinya ''Korte Verklaring'' (Perjanjian Pendek) tahun [[1907]] dan dihapuskannya kerajaan/[[feodalisme]] dalam aksi [[Revolusi]] Sosial tanggal [[3 Maret]] [[1946]] sampai April [[1947]], peraturan tentang marga itu menghilang dengan sendirinya di Simalungun. Masing-masing marga kembali lagi ke marga aslinya dan ke sukunya semula.
 
== Penambahan marga ==
 
 
Siantar menjadi Pusat Afdeling
 
Ditengah-tengah suksesnya perkebunan di Sumatra Timur, sejumlah kota-kota dinaikkan statusnya menjadi kota administratif (geemente) dan kabupaten (afdeeling). Wilayah kecamatan (onderafdeling) ditata sedemikian rupa sehingga mencerminkan sebuah kota dengan peradaban modern. Siantar (ibukota kerajaan Siantar) telah dipersiapkan pemerintah kolonial menjadi ibukota afdeling Simalungun yang sebelumnya merupakan onderafdeling Karo-Simalungun. Perlawanan rakyat karo dibawah pimpinan Kiras Bangun telah dilumpuhkan pada tahun 1904 dan menduduki wilayah dingin pegunungan tersebut. Pada saat itu, ahli Batak, Kontrolir Westenberg, diangkat menjadi Assisten Residen urusan Batak Dusun beribu Kota di Saribu Dolok pada tahun 1905.
 
Wilayah-wilayah kekuasaan dinegeri Simalungun yang sudah menandatangani Perjanjian Pendek telah dibangun jalan raya sebagai penghubung antara perkebunan-perkebunan besar yang baru dibuka. Acapkali muncul ketegangan dan perlawanan rakyat yang hak-hak tanahnya diambil alih oleh pengusaha perkebunan seperti perlawanan Tuan Raimbang dari Dolog Panribuan. Akhirnya Tuan Raimbang tertangkap dan tewas akibat siksaan selama hukuman penjara Belanda di Sukamulia Medan. Demikian pula raja Panei yakni Tuan Jontama Dasuha yang melapor kepada Asisten Residen Sumatra Timur di Medan sebagai akibat perbuatan semena-mena pengusaha kolonial. Hingga kini, jasad Raja Panei tersebut belum diketemukan. Perlawanan rakyat Girsang dan Simpangan Bolon yang menyerang pos kolonial di Parapat dapat dilumpuhkan pada tahun 1906. Sementara itu, Rev. Simon (kemudian dilanjutkan oleh Muller) dari Misi Sungai Rhein Jerman telah bergerak membuat projek irigasi di negeri Bandar wilayah kekuasaan Kerajaan Siantar. Pemerintah Hindia Belanda mengharapkan agar misi Kristen ini menjadi bahagian dari negeri Batak yang harus dikeluarkan dari pengaruh Islam.
 
Melihat berbagai peristiwa diwilayah kekuasaannya, Sang Na Ualuh memiliki dendam terhadap pemerintah kolonial dan memilih upaya konfrontasi. Sinyal pemberontakan dari raja ini terbaca dan dimakzulkan atas tuduhan intrik dan pemerasan terhadap penduduknya sendiri. Oleh karena itu, atas petunjuk Residen Sumatera Timur yang diteruskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor 2478/05/3775/4 maka Raad van Nederlandsch–Indie dalam keputusan sidangnya tanggal 6 April 1906 telah mengeluarkan putusan sebagai berikut: “Jika seandainya Residen Sumatera Timur yang baru diangkat setuju dengan usul rekannya terdahulu mengenai apa yang akan diperbuat dengan Raja Siantar seperti yang dijelaskan secara telegrapis sebelumnya, begitu juga Raad van Ned. Indie sejalan dengan pendapatnya. Pendapat diatas dikeluarkan jika seandainya karena sesuatu alasan politik tidak jadi raja dijatuhkan atau karena pemerintah daerah setempat sehubungan dengan itu datang dengan usul agar ianya direhabilitir”.
Sesuai dengan peraturan undang-undang kolonial, maka seandainya raja dijatuhkan maka harus ada persiapan untuk pemerintahan sementara sebagaimana yang diusulkan didalam nota Sekretaris Negara. Mengenai usul Residen supaya Sang Na Ualuh dan Bah Bolak ditahan di Medan hingga suasana dan kondisi akan lebih di kerajaan Siantar, hanya mungkin jika pasal 47 dari R.R. dikenakan kepada mereka. Oleh sebab itu diharapkan agar Residen Sumatera Timur memberikan pendapatnya tentang upaya pemakzulan Sang Na Ualuh. Oleh karena itu, untuk alasan dijatuhkannya Sang Na Ualuh dari tahta kerajaan Siantar, Residen Sumatera Timur mengumpulkan kesalahan-kesalahan Sang Na Ualuh dan menterinya Bah Bolak. Untuk itu dipakai laporan pengaduan yang diperbuat oleh Kontrolir Batubara Karthaus April 1905 yang berisi ”10 kejahatan-kejahatan bersifat penindasan” yang diperbuat oleh Raja Siantar dengan sepengetahuan Bah Bolak dan menteri-menteri lainnya anggota-anggota Kerapatan.
Tuduhan-tuduhan Kontrolir Batubara tersebut oleh Residen Sumatera Timur dengan suratnya kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 25 Agustus 1905 nomor 3775/4 didukung dengan menyatakan bahwa Sang Na Ualuh sudah di interogasinya sendiri dan dinyatakan “sudah mengaku salah”. Lebih lanjut dalam suratnya disebut pula bahwa atas dasar itu tidak mungkin lagi Sang Na Ualuh dipertahankan lebih lama selaku Raja Siantar.
 
Residen Sumatera Timur juga mengusulkan agar selaku pengganti Sang Na Ualuh ditunjuk puteranya yaitu Tuan Riah Kadim. Berhubung karena Riah Kadim belum akil baliq, maka sebagai pemangku diserahkan kepada Tuan Sidamanik dan Marihat dan pemerintahan kerajaan Siantar sementara itu dijabat oleh Kontrolir Simalungun yang bakal diciptakan. Dengan Besluit tanggal 24 April 1906 nomor 1 kemudian diperkuat dengan Besluit tanggal 22 Janauari 1908 nomor 57, Raja Siantar Sang Na Ualuh dijatuhkan dari tahtanya. Selaku pemegang pemerintahan kerajaan Siantar, menunggu akli balighnya Tuan Riah Kadim maka otoritas kekuasaan dipimpin oleh suatu Dewan Kerajaan yang terdiri dari Tuan Marihat dan Tuan Sidamanik yang diketuai oleh Kontrolir Simalungun.
 
 
D. Meninggal di Pembuangan Bengkalis.
Raja Siantar Sang Na Ualuh dan Perdana Menterinya Bah Bollak di internir (dibuang) oleh pemerintah kolonial ke Bengkalis pada tahun 1906. Upaya tersebut telah memuluskan jalan bagi pemerintah kolonial untuk memperoleh konsesi tanah dari Dewan Kerajaan Siantar yang diketuai Kontrolir Belanda itu dan dibentuklah Besluit tanggal 29 Juli 1907 nomor 254 yakni dikeluarkannya Pernyataan Pendek (Korte Verklaring) yang isinya adalah pernyataan takluknya Siantar kepada Pemerintah Hindia Belanda. Seiring dengan itu, nyatalah bahwa penanaman modal Eropa semakin terbuka di wilayah Simalungun. Pada tahun 1906 perkebunan Siantar Estate dibuka dan terus melebar ke berbagai daerah dengan komoditas perkebunan yang beranekaragam seperti karet, teh, kakao dan kelapa sawit.
Tahun 1912 ibu negeri affdeling Simalungun dipindahkan dari Saribu Dolok ke Siantar dan Riah Kadim Damanik dengan nama baptis Waldemar diangkat menjadi Raja Siantar yakni Raja Kristen pertama di wilayah Simelungun/Karo yang menadatangani Pernyataan Pendek pada tanggal 18 Mel 1916. Sesuai tradisi, putra mahkota yang layak menjadi raja adalah Tuan Sarmahata Damanik yang lahir di Bengkalis pada tahun 1911 yakni putra pertama yang dilahirkan oleh puang bolon (permaisuri). Tetapi karena Sarmahata masih sangat belia, maka Tuan Riah Kadim Waldemar Damanik diangkat sebagai penerus tahta kerajaan. Pada saat keluarga Sang Na Ualuh berkunjung ke Bengkalis, Tuan Sang Na Ualuh mengirmkan foto dan menitipkan pesan tertulis dibalik foto dalam aksara Simalungun: ”Selama hidup saya dalam pembuangan, pimpinan rakyat di daerah bersatulah!”. Dua tahun setelah lahirnya putra mahkota Tuan Sarmahata maka pada tahun 1914 Sang Na Ualuh wafat dalam pembuangan di Bengkalis. Pada pusara Sang Na Ualuh di Bengkalis tertulis: “Makam Raja Batak beragama Islam”.(Erond L. Damanik, M.Si)
 
 
 
Residen Sumatera Timur itu juga mengusulkan agar selaku pengganti Sang Naualu ditunjuk puteranya yang masih kanak-kanak yaitu Tuan Kadim, dengan dipangku orang lain dan pemerintahan kerajaan Siantar sementara itu dijabat oleh Kontelir Simalungun, yang bakal diciptakan.
Dengan Beslit tanggal 24 April 1906 nomor 1 kemudian diperkuat lagi dengan Besluit tanggal 22 Januari 1908 nomor 57, Raja Siantar Sang Nahualu dinyatakan dijatuhkan dari tahtanya selaku Raja Siantar oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintahan kerajaan Siantar, menunggu akil baligh Tuan Kodim dipimpin oleh suatu Dewan Kerajaan terdiri dari Tuan Marihat, Tuan Sidamanik dan diketuai oleh Kontelir Simalungun.
 
Setelah dibuangnya Raja Siantar Sang Naualuh dan Perdana Menterinya Bah Bolak oleh Belanda dalam tahun 1906 ke Bengkalis, maka sudah ratalah kini jalan untuk memaksakan Dewan Kerajaan Siantar yang diketuai Kontelir Belanda itu dan dibentuklah Besluit tanggal 29-7-1907 nomor 254 untuk membuat Pernyataan Pendek (Korte Verklaring) takluknya Siantar kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Dari isi surat-surat dokumen Belanda dapatlah direka yang tersirat bahwa dimakzulkannya dari tahta Siantar Tuan Sang Nahualu dan dibuangnya ia bersama perdana menterinya Bah Bollak ke Bengkalis 1906, adalah terutama karena background : Ia bersama hampir seluruh Orang-orang Besar Kerajaan Siantar adalah anti penjajahan Belanda; bahwa merembesnya propaganda Islam ke Simalungun khususnya dan Tanah Batak umumnya tidaklah disenangi oleh penjajah Belanda.
 
Pada 16 Oktober 1907 oleh Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah Hata (Tuan Sidamanik), melalui Verklaring (Surat Ikrar), dinyatakan tunduk kepada Belanda.
 
Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai aksara Arab Melayu dengan Bahasa Melayu dan aksara Latin dengan Bahasa Belanda itu, tertulis, “
 
Ten eerste: dat het landschap Siantar een gedeelte uitmaakt van Nederlandsch Indie en derhalve staat onder de heerschappij van Nederland..” (Pertama: bahwa wilayah Siantar merupakan bagian dari Hindia Belanda dan karena itu berada di bawah kerajaan Belanda…). Masih ditambahkan bahwa akan setia kepada Ratu Belanda dan Gubernur Jenderal.
 
Sejak Surat Ikrar Torialam dari Marihat dan Riah Hata dari Sidamanik itu, Kerajaan Siantar akhirnya di bawah pengawasan Belanda. Belanda kemudian menobatkan putra Sang Naualuh bukan dari permaisuri, yang masih teramat muda, Tuan Riah Kadim menjadi raja pengganti. Tuhan Riah Kadim yang masih polos itu kemudian diserahkan Belanda kepada Pendeta Zending Guillaume di Purba. Pada Tahun 1916, Tuhan Riah Kadim diubah namanya menjadi Waldemar Tuan Naga Huta dan diakui Belanda sebagai Raja.
 
Padahal, Riah Kadim bukanlah dari anak Puang Bolon (Permaisuri) yang layak menjadi Raja. Disisi lain, menurut aturan tradisi, Seorang Raja disebut mangkat (marujung goluh, matei) jika sudah dinobatkan Raja pengganti dari dari aturan yang sah, jika tidak Raja belum bisa disebut mangkat tapi masih disebut Modom (secara harfiah, modom berarti tidur). ( Muhar Omtatok )
 
 
 
DENGAN KORT VERKLARING, 16 OKTOBER 1907, BELANDA MEMBAGI KERAJAAN SIANTAR MENJADI 37 PERBAPAAN dan tuan SAUADIM, DAMANIK KE XV, PERBAPAAN DARI BANDAR diangkat BELANDA MENJADI RAJA SIANTAR yang berakhir sampai tahun Revolusi Simalungun 1946.
 
4. Proces - Verbal / Berita Acara. Pada hari ini tanggal 16 Oktober 1907 hadir di hadapan saya Jure O'Brien . Controleur Simalungun.
 
Op heden , den Zestienden october negentien honderd en zevend , voor mij , J.L.O'Brien , Conytoleur van Simeloengoen.
 
1. Si Saoeadim , Toean Van Bandar
2. Si Badjandin , Toean Van Bandar Poelau
3. Si Kani , Toean Van Bandar Bajoe
4. Si Djamin , pemangkoe Van Toean Negeri Bandar
5. Si Mia , Toean Van Si Malangoe
6. Si Kama , Roumah Suah
7. Si Bisara , Nagodang
8. Si Djommaihat , Toean Kahaha
9. Si Djarainta , Toean Boentoe
10. Si Djandioeroeng , Toean Dolok Siantar
11. Si Silim , Toean Van Bandar Sakoeda
12. Si Djontahali , Toean Van Mariah Bandar
13. Si Rimmahala , Toean Van Naga Bandar
14. Si Kadim , Toean Van Bandar Tonga
15. Si Tongma , Bah Bolak Van Pematang Siantar
16. Si Naman , Toean Van Lingga
17. Si Djaha , Toean Van Bangoen
18. Si Djibang , Toean Van Dolok Malela
19. Si Djandiain , Toean Van Silo Bajoe
20. Si Lampot , Toean Van Djorlang Hataran
21. Si Djanji-arim , Toean Van Maligas Bandar
22. Si Djadi , Toean Van Sakuda
23. Si Radjawan , Toean Van Gunung Maligas
24. Si Djaoelak , Toean Van Tamboen
25. Si Tahan Batoe , Toean Van Si Polha
26. Si Ria Kadi , Toean Van Manik Si Polha
27. Si Ganjang , Toean Van Repa
28. Si Djoinghata , Toean Van Pagar Batoe
29. Si Djaingot , Toean Van Si Lampoeyang
30. Si Djaoeroeng , Toean Van Gadjing
31. Si Mahata , Toean anggi Van Sidapmanik
32. Si Bandar , Toean Manik Hataran
33. Si Takkang , Toean Van Tamboen Rea
34. Si Rian , Toean Van Manik Maradja
35. Si Marihat , Toean Van Perbalogan
36. Si Pinggan , Toean Van Hoeta Bajoe
37. Si Djoegmahita , Toean Van Manggoetoer
 
Dimana mereka sebagai para kepala kerajaan / perbapaan , dihadapan saya telah menerangkan dan bersetuju dengan keterangan yang dibuat ini hari oleh komisi kerajaan Siantar dengan kehadirannya atas sumpah dan dikuatkan dalam ikrar ini. Demikian diperbuat ikrar ini berdasarkan berita acara dengan tiga rangkap.
 
Pematang Siantar , 16 Oktober 1907.- Controleur Simalungun. d.t.o ( Jure Lucan O'Brien )
 
( dalam Tulisan , Jahutar Damanik , NPV : 2.029.293, Raja Sang Naualuh , Sejarah Perjuangan Kebangkitan Bangsa Indonesia , Medan medio 1981 cetak ulang tahun 1987 )
 
 
 
Runtuhnya Kerajaan Simalungun Sumatera Timur.
 
Kekhasan Sumatera Timur menjelang Indonesia merdeka tahun 1945 adalah adanya perbedaan-perbedaan kelas antara bangsawan dan rakyat jelata. Dalam masyarakat Simalungun, perbedaan kelas tersebut adalah seperti golongan parbapaan (bangsawan), partongah (pedagang), paruma (petani) dan jabolon (budak). Keadaan yang sama ada pada rakyat Melayu Sumatera Timur terutama antara Sulthan dan rakyat.Sebagai negera yang bari terbentuk, nasionalisme rakyat Indonesia masih mengental dan dapat dipahami apabila masih menaruh dendam terhadap feodalisme yang sebelumnya merupakan kaki tangan kolonial. Oleh karena itu, situasi rakyat yang masih baru merdeka, kemudian disulut dengan provokasi orang lain (organisasi) tak pelak lagi apabila kecemburuan sosial dapat berujuk revolusi massa yang menelan ongkos sosial yang tinggi. Termasuk punahnya sebuah peradapan di Sumatera Timur (Simalungun dan Melayu), dimana raja dan kerabatnya beserta istananya musnah selama-lamanya. Keadaan seperti ini berlanjut hingga memasuki tahun 1946 sehingga mendorong kebencian masyarakat terhadap golongan elit. Sejalan dengan itu, berkembangnya pemahaman politik pada waktu itu, turut pula menyulut keprihatinan terhadap perbedaan kelas yang didorong oleh keinginan untuk menghapuskan sistem feodalisme di Sumatera Timur.Demikianlah hingga akhirnya terjadi peristiwa berdarah yang meluluhlantakkan feodalisme di Sumatera Timur terutama pada rakyat Simalungun dan Melayu. Pada peristiwa tersebut empat dari tujuh kerajaan Simalungun yaitu Tanoh Jawa, Panai, Raya dan Silimakuta pada periode ketiga ini musnah dibakar. Sementara Silau, Purba dan Siantar luput dari serangan kebringasan massa. Raja dan kerabatnya banyak dibunuh. Peristiwa ini menelan banyak korban nyawa, harta dan benda. Kejadian yang sama juga menimpa kesultanan Melayu dimana empat kesultanan besarnya Langkat, Deli, Serdang serta Asahan dibakar dan lebih dari 90 sultan dan kerabatnya tewas dibunuh (Reid, 1980)Riwayat swapraja Simalungun telah berlalu setelah terjadinya revolusi sosial pada tahun 1946. Revolusi itu tidak saja menamatkan kerajaan tapi juga seluruh kerabat perangkat kerajaan dan keluraga raja yang mendapatkan hak istimewa dari pemerintah kolonial, sehingga telah meningkatkan kecemburuan sosial dari rakyat terhadap raja. Revolusi terjadi setelah rakyat diorganisir dan diagitasi oleh organisasi dan partai revolusioner di Simalungun. Sejak saat itu sistem kerajaan tradisional Simalungun menemui riwayatnya. Dalam arti lain, lenyapnya atau runtuhnya zaman keemasan monarhi itu telah pula menandai berakhirnya peradapan besar rumah bolon. ( Suntingan dari Erond Damanik )
 
 
 
 
== Penambahan Marga ==
Pada tahun [[1930]], Pdt. J. Wismar Saragih pernah menuliskan surat permohonan pada kumpulan Raja-Raja Simalungun yang berkumpul di [[Pematang Siantar]] yang meminta agar Raja-Raja tersebut menetapkan marga-marga baru sebagai tambahan kepada marga resmi Simalungun dengan maksud agar semakin banyak marga Simalungun seperti pada suku lain.
Walaupun ide tersebut diterima oleh Raja-Raja tersebut namun permohonan J. Wismar Saragih belum disetujui karena belum tepat waktunya.
 
Karena alasan tersebut di atas, sebagian orang berpandangan bahwa masih ada kemungkinan bertambahnya Marga-marga di Simalungun. Hal ini senada dengan apa yang pernah dituliskan mengenai asal- usul beberapa Marga. Semisal Marga Saragih Garingging, yang disebut beberapa sumber berasal dari keturunan Pinangsori, dari Ajinembah (sebuah daerah di Kabupaten Karo) dan bermigrasi ke Raya sehingga bertemu dengan Raja Nagur dan dijadikan marga Saragih Garingging.<ref>Taralamsyah Garingging, Garingging</ref> Begitupun marga Purba Tambak, disebutkan berasal dari penduduk daerah [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] yang bermigrasi ke daerah Natal, kemudian ke Singkel, hingga tiba di daerah Tambak, Simalungun. Keturunannya kemudian menikah dengan keturunan Raja Nagur dan mereka dijadikan sebagai bagian dari Purba, yaitu Purba Tambak.<ref>TBA Purba Tambak, Sejarah Simalungun</ref>
Semisal Marga Saragih Garingging, yang disebut beberapa sumber berasal dari keturunan Pinangsori, dari Ajinembah (sebuah daerah di Kabupaten Karo) dan bermigrasi ke Raya sehingga bertemu dengan Raja Nagur dan dijadikan marga Saragih Garingging.<ref>Taralamsyah Garingging, Garingging</ref> Begitupun marga Purba Tambak, disebutkan berasal dari penduduk daerah [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] yang bermigrasi ke daerah Natal, kemudian ke Singkel, hingga tiba di daerah Tambak, Simalungun. Keturunannya kemudian menikah dengan keturunan Raja Nagur dan mereka dijadikan sebagai bagian dari Purba, yaitu Purba Tambak.<ref>TBA Purba Tambak, Sejarah Simalungun</ref>
Marga Damanik juga disebut sebagai pendatang yang menikah dengan keturunan Tuan Silampuyang yang bermarga Saragih dan kemudian diberi marga.
 
Baris 212 ⟶ 133:
Bagi Wanita, marga disebutkan sesudah kata '''boru''' (biasa disingkat br.), sehingga jika ada seorang wanita bernama Sofia yang lahir dari ayah bermarga Saragih, maka akan dipanggil sebagai Sofia boru Saragih.
Saat seorang wanita Simalungun menikah dengan lelaki dari marga lain, biasanya ia akan menggunakan marga suaminya tersebut pada namanya. Sehingga jika Sofia boru Saragih menikah dengan marga Purba, maka ia akan dipanggil sebagai Sofia Purba boru Saragih.
 
== Daftar Marga ==
Daftar di bawah ini memuat beberapa marga Simalungun.
 
{{daftarisi|Marga simalungun}}
=== A ===
Ambarita(Dmk)
 
=== B ===
Bariba(Dmk), Bayu(Dmk), Bonor(Sng)
 
=== D ===
Damanik, Dajawak(Srg), Damuntei(Srg)<ref>Dalimunthe adalah rumpun Saragih Garingging</ref>, Dasalak(Srg)<ref>Dasalak adalah rumpun Saragih Garingging</ref>
 
=== G ===
Garingging(Srg), Girsang(Prb), Gurning(Dmk)
 
=== H ===
Hajangan(Dmk), Hinalang(Prb)
 
=== M ===
Malau(Dmk), Malayu(Dmk), Munthe(Srg)
 
=== P ===
Purba, Pakpak(Prb), Permata(Srg)<ref>Permata adalah rumpun Saragih Garingging</ref>, Porti(Sng)
 
=== R ===
Rampogos(Dmk), Raja/Raya(Dmk), Repa(Dmk), Rih(Dmk), Ruma Horbo(Srg)
 
=== S ===
Sagala(Dmk), Saragih, Sarasan(Dmk), Siallagan(Srg), Siboro(Prb), Siborom Tanjung, Sidabalok(Srg), Sidabahou(Srg), Sidabariba(Sng), Sidabuhit(Srg), Sidabungke(Srg), Sidabutar(Srg), Sidadihoyong(Sng), Sidadolog(Prb), Sidahan Pintu(Sng), Sidajawak(Srg), Sidagambir(Prb), Sidamuntei(Srg), Sidapulou(Srg), Sidasuha(Prb), Sidasuhut(Sng), Sidasalak(Srg), Sidauruk(Srg), Sidoulogan(Sng), Sigumonrong(Prb), Sihala(Prb), Sijabat(Srg), Silangit(Prb), Simaibang(Sng), Simandalahi(Sng), Simanihuruk(Srg), Simanjorang(Sng), Simaringga(Dmk), Simarmata(Srg), Sinapitu(Srg), Siparmata(Srg), Sinaga, Sitanggang(Srg), Sitio(Srg), Sola(Dmk), Sumbayak(Srg)
 
=== T ===
Tanjung(Prb), Tamba(Srg), Tambak(Prb), Tambun Saribu(Prb), Tomog(Dmk), Tondang(Prb), Tua(Prb), Turnip(Srg), Tambak (pasaribu)
 
=== U ===
Uruk(Sng), Usang(Dmk)
 
== Lihat pula ==
* [[Suku Simalungun]]
 
== Catatan kakiReferensi ==
{{reflist}}
{{Marga simalungun}}
{{Suku Bangsa Batak}}
 
[[Kategori:Marga Simalungun| Batak]]
[[Kategori:SukuMarga bangsaBatak di Indonesia|Simalungun]]
[[Kategori:Marga Indonesia|Simalungun]]
[[Kategori:Daftar nama]]