Nama Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Acong~idwiki (bicara | kontrib)
DDG9912 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(138 revisi perantara oleh 74 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
:''Untuk {{for|sejarah nama negara Indonesia, lihat pula '''[[|Sejarah nama Indonesia]]'''''}}
{{More citations needed|date=Desember 2023}}
[[Orang Indonesia]] memberikan '''nama Indonesia''' kepada anak-anak mereka dengan berbagai cara. Dengan lebih dari 17.000 pulau dan beragam [[Budaya Indonesia|budaya]] dan [[Bahasa di Indonesia|bahasa daerah]], [[Indonesia]] tidak memiliki satu aturan tertentu dalam pemberian [[nama]]. Tidak semua suku memiliki nama [[marga]] yang diturunkan dari [[orang tua]] ke anaknya. Beberapa suku lain tidak mengenal konsep nama keluarga.
 
Konsep [[nama keluarga]] tidak dikenal dalam beberapa budaya Indonesia, misalnya [[budaya Jawa]]. Karena itu, sebelum dibuat regulasi pada tahun 2022 (lihat di bawah), banyak orang yang sampai saat ini hanya memiliki satu nama, yaitu [[nama pemberian]]. Apabila mereka kemudian pergi atau menetap di negara-negara yang mengharuskan setiap penduduknya untuk memiliki minimal dua nama (nama pemberian dan nama keluarga), kesulitan dapat terjadi. Penyelesaian yang biasanya diambil adalah mengulang nama tersebut dua kali.
Orang Indonesia memberikan '''nama Indonesia''' kepada anak-anak mereka dengan berbagai cara. Dengan lebih dari 17.000 pulau dan beragam budaya dan bahasa daerah, [[Indonesia]] tidak memiliki satu aturan tertentu dalam pemberian [[nama]]. Beberapa suku tertentu memiliki nama [[marga]] yang diturunkan dari [[orang tua]] ke anaknya. Suku-suku lain tidak mengenal [[nama keluarga]].
 
Beberapa budaya lain memiliki peraturan mengenai nama keluarga atau nama marga. Dalam budaya [[Suku Batak|Batak]] dan [[Suku Minahasa|Minahasa]] misalnya, nama marga ayah diwariskan kepada anak-anaknya ([[patrilineal]]) secara turun-temurun. Dalam budaya [[Orang Minangkabau|Minangkabau]], marga diwariskan dari ibu kepada anak-anaknya ([[matrilineal]]) dan pria yang sudah menikah akan diberikan gelar di belakang namanya, sedangkan untuk wanita pada umumnya tidak bergelar. [[Orang Arab Indonesia|Orang Arab–Indonesia]] juga memberikan nama keluarga di belakang namanya, misalnya Hambali, Shihab, Assegaf, dan sebagainya.
Konsep [[nama keluarga]] tidak dikenal dalam beberapa budaya Indonesia, misalnya [[budaya Jawa]]. Karena itu, banyak orang sampai saat ini hanya memiliki satu nama, yaitu [[nama pemberian]]. Apabila mereka kemudian pergi atau menetap di negara-negara yang mengharuskan setiap penduduknya untuk memiliki minimal dua nama (nama pemberian dan nama keluarga), kesulitan dapat terjadi. Pemecahan yang biasanya diambil adalah mengulang nama tersebut dua kali.
 
Kemudian, orang [[suku Jawa|Jawa]], [[suku Bali|Bali]], dan beberapa orang [[suku Madura|Madura]], serta [[suku Sunda|Sunda]] juga sering menggunakan nama yang berasal dari [[bahasa Sanskerta]]. Sejak kebijakan pemerintahan [[Soeharto]] pada masa [[Orde Baru]], orang-orang [[Orang Tionghoa Indonesia|Tionghoa–Indonesia]] dilarang menggunakan [[nama Tionghoa]] dalam [[administrasi negara]]. Sehingga, mayoritas dari mereka memilki nama Indonesia di samping nama Tionghoa. Dalam nama Indonesianya, orang Tionghoa–Indonesia sering menyelipkan nama marga dan keluarganya, misalnya Sudono Salim (marga: [[Lin (marga)|Liem]]), dan Anggodo Widjojo (marga: [[Ang (marga)|Ang]]).
Beberapa budaya lain memiliki peraturan mengenai nama keluarga atau nama marga. Dalam budaya [[Suku Batak|Batak]] dan [[Suku Minahasa|Minahasa]] misalnya, nama marga ayah diwariskan kepada anak-anaknya ([[patrilineal]]) secara turun-temurun. Dalam budaya [[Suku Minangkabau|Minangkabau]], pria yang sudah menikah akan diberikan gelar di belakang namanya, sedangkan untuk wanita pada umumnya tidak bergelar. Orang [[Arab-Indonesia]] juga memberikan nama keluarga di belakang namanya, misalnya Hambali, Shihab, Assegaf, dsb.
 
== Regulasi ==
Kemudian orang [[suku Jawa|Jawa]], [[suku Bali|Bali]], dan beberapa orang [[suku Madura|Madura]], serta [[suku Sunda|Sunda]] juga sering menggunakan nama yang berasal dari [[bahasa Sansekerta]]. Sejak kebijakan pemerintahan [[Soeharto]] di zaman [[Orde Baru]], orang-orang [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] dilarang menggunakan nama Tionghoa dalam administrasi negara. Sehingga mayoritas dari mereka memilki nama Indonesia di samping nama Tionghoa. Dalam nama Indonesianya, orang Tionghoa sering menyelipkan nama marga dan keluarganya. Beberapa contoh: Sudono Salim (marga: Liem), Anggodo Widjojo (marga: Ang).
{{expand section|date=August 2023}}
''Peraturan [[Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia]] Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan'' mengatur penamaan di Indonesia. Dokumen tersebut mengharuskan nama ditulis dengan [[Alfabet Latin|aksara Latin]] dan memiliki paling sedikit dua kata dan tidak lebih dari 60 karakter, termasuk spasi. Nama yang sulit dibaca, bermakna negatif, multitafsir, disingkat, menggunakan angka dan [[tanda baca]], dan yang tercantum [[Gelar akademik|gelar pendidikan]] dan keagamaan juga dilarang.<ref>{{cite web |last=Khabibi |first=Nur |date=22 Mei 2022 |title=Simak! Ini Aturan Baru Pemberian Nama Anak, Ada Minimal Jumlah Kata |url=https://nasional.okezone.com/amp/2022/05/22/337/2598429/simak-ini-aturan-baru-pemberian-nama-anak-ada-minimal-jumlah-kata?page=1 |access-date=23 Mei 2022 |website=Okezone.com}}</ref>
 
Sebelum aturan tersebut dibuat, memang belum ada peraturan mengenai pemberian nama di Indonesia,<ref>{{cite web|url=https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20211008083947-284-704999/aturan-pemberian-nama-anak-sesuai-hukum-dan-dukcapil|title=Aturan Pemberian Nama Anak Sesuai Hukum dan Dukcapil|website=CNN Indonesia|access-date=2024-04-22}}</ref> sehingga, kadang bermunculan nama-nama yang aneh. Setidaknya, ada enam orang yang memiliki nama yang hanya berupa satu karakter, termasuk "." and "N".<ref>{{cite web|url=https://www.boombastis.com/nama-indonesia-1-huruf/57731|title=6 Orang di Indonesia yang Namanya Hanya 1 Karakter atau Huruf|website=Boombastis|date=2 Februari 2016 |access-date=23 Mei 2022}}</ref> Selain itu, "Rangga Madhipa Sutra Jiwa Cordosega Akre Askhala Mughal Ilkhanat Akbar Suhara Pi-Thariq Ziyad Syaifudin Quthuz Khoshala Sura Talenta", yang terdiri atas 132 karakter termasuk spasi, pernah menjadi nama terpanjang di Indonesia.<ref>{{cite web |last=Wibawanto |first=Pipiet |date=12 November 2021 |title=Unik! Bocah Viral dengan Nama Terpanjang di Indonesia Akhirnya Punya Akte dan KIA |url=https://daerah.sindonews.com/newsread/595695/704/unik-bocah-viral-dengan-nama-terpanjang-di-indonesia-akhirnya-punya-akte-dan-kia-1636560688 |access-date=24 Mei 2022 |website=SindoNews.com}}</ref>
 
== Nama panggilan ==
Masyarakat Indonesia memanggil satu sama lain dengan menggunakan panggilan kehormatan (menurut usia). Hingga saat ini, memanggil orang dengan [[Nama depan|nama depannya]] langsung dianggap hanya pantas dilakukan untuk memanggil orang sebaya atau yang lebih muda. Jika tidak diketahui usia lawan bicaranya, maka biasanya digunakan panggilan kehormatan untuk berjaga-jaga. Memanggil orang dengan nama belakangnya juga mulai digunakan dengan menirukan tata cara orang [[Eropa]] dan [[Amerika. Jika tidak diketahui usia lawan bicaranya, maka biasanya untuk berjaga-jaga digunakan panggilan kehormatan juga(benua)|Amerika]].
 
Untuk wanita yang jauh lebih tua, panggilan yang dipergunakan biasanya dipergunakan adalah '''Bu''', '''Ibu''', '''Bi''', '''Bibi''', '''Tante''', '''A-i''', dll'''Kak''', '''Kakak''', dan lain-lain. Untuk wanita yang sedikit lebih tua, panggilan yang umum dipergunakan adalah '''Kak''', Teh'''Tèh''' atau teteh'''Tètèh''' (Sunda), '''Mbak''' (Jawa), '''Uni''' (Minang), '''Cik''' (Melayu), '''Saudari''', dlldan lain-lain.
 
Untuk pria yang jauh lebih tua, panggilan yang dipergunakan biasanya dipergunakan adalah '''Pak''', '''Bapak''', '''Paman''', '''Om''', '''Suk''', dlldan lain-lain. Untuk pria yang sedikit lebih tua, panggilan yang umum dipergunakan adalah '''Kang''', '''Akang''', '''Aa''' (Sunda), '''Tuan''', '''Uda''' (Minang), '''Mas''' (Jawa), '''Bang''', '''Bung''', '''Kak''', '''Saudara ''', dlldan lain-lain.
 
Untuk memanggil orang yang jauh lebih muda, biasabiasanya yang digunakan adalah nama depan mereka atau nama panggilan kekeluargaan mereka. Jika nama mereka tidak diketahui, panggilan yang dipergunakan biasanya dipergunakan adalah "'''Dik''', '''Adik''', '''Saudara'''/'''Saudari"'''; '''Aa''', '''Tètèh''' (Sunda).
 
Untuk panggilan[[kata ganti]] orang ketiga, yangdigunakan istilah "dia", dan untuk menunjukkan rasa sopan digunakanatau istilahhormat kepada yang lebih tua, dapat menggunakan sebutan "[[beliau]]".
 
== Pembentukan nama ==
Banyak orang Indonesia memiliki tatacaratata cara penamaan yang unik, tidak seperti nama-nama [[Eropa]] yang umumnya menggunakan formulakomposisi [<nowiki/>[[nama depan]]]-[<nowiki/>[[nama tengah]]]-[<nowiki/>[[nama keluarga]]]. Nama-nama yang diberikan orang tua kepada anak-anak mereka bervariasi, tergantung dari asal pulau, suku, kebudayaan, bahasa, dan pendidikan yang diterima orang tua mereka. Masing-masing [[Kelompok etnis di Indonesia|suku bangsa di Indonesia]] biasanya memiliki cara penamaan yang spesifik dan mudah dikenali, misalnya nama-nama yang berawalan [[Su-]] atau [[Soe-]] yang hampir selalu menunjukkan sang penyandang nama berasal dari keluarga [[Jawa]] / lahir di Jawa ([[nama Jawa]]). Beberapa suku bangsa lain juga mempraktekkanmempraktikkan pemberian nama keluarga ala negara-negara Eropa, contohnya adalah [[Margamarga Batak]].
 
Keluarga-keluarga yang menetap di kota-kota besar atau telah mendapatkan pendidikan yang berbeda dari orang tua mereka tidak jarang mengadopsi cara penamaan [nama depan]-[nama keluarga] yang menyebabkan banyaknya nama-nama keluarga baru yang bermunculan.
 
Keluarga yang menetap di kota-kota besar atau telah mendapatkan pendidikan yang berbeda dari orang tua mereka, tidak jarang mengadopsi cara penamaan [nama depan]-[nama keluarga] yang menyebabkan banyaknya nama-nama keluarga baru yang bermunculan.
Secara umum, ada empat cara penamaan yang umumnya digunakan di Indonesia, dan contoh yang digunakan adalah keenam presiden Indonesia, yang kebetulan mewakili setiap kategori:
* Nama tunggal, seperti [[Soekarno]] dan [[Suharto]]
* Nama jamak tanpa nama keluarga, seperti [[Susilo Bambang Yudhoyono]] (ayahnya bernama <u>Raden Soekotjo</u>, namun beliau mengadopsi tata nama Eropa dan menamai anak-anaknya dengan nama belakang Yudhoyono)
* Nama jamak dengan nama keluarga sebagai nama belakang, seperti [[Baharuddin Jusuf Habibie]]
* Nama jamak menggunakan sistem patronymik (lihat [[Nama#Nama patronymik]]):
** Ala Eropa: [[Megawati Soekarnoputri]] dan saudara-saudarinya yang menggunakan nama ayahnya: [[Soekarno]] diberi imbuhan -putri (atau -putra)
** Ala Timur Tengah: [[Abdurrahman Wahid]] yang menggunakan nama ayahnya: [[Wahid Hasyim]] (yang juga menggunakan nama ayahnya [[Hasyim Asyari]]). Ia juga mem'fosil'kan nama belakangnya sehingga anak-anaknya memiliki nama belakang [[Wahid]].
 
Secara umum, ada empat cara penamaan yang biasanya digunakan di Indonesia. Contoh nama yang akan digunakan adalah nama keenam [[Daftar presiden Indonesia|presiden Indonesia]] yang kebetulan mewakili setiap kategori.
Lihat pembahasan lebih lanjut di bawah.
* Nama tunggal, seperti [[Soekarno]] dan [[Soeharto]].
* Nama tanpa nama keluarga, seperti [[Susilo Bambang Yudhoyono]] (ayahnya bernama Raden Soekotjo, namun ia mengadopsi tata nama Eropa dan menamai anak-anaknya dengan nama belakang [[Yudhoyono]]).
* Nama dengan nama keluarga sebagai nama belakang, seperti [[B. J. Habibie|Bacharuddin Jusuf Habibie]].
* Nama menggunakan sistem patronimik (lihat [[Nama#Nama patronimik|nama patronimik]]):
** Ala Eropa: [[Megawati Soekarnoputri]] dan saudara-saudarinya yang menggunakan nama ayahnya, [[Soekarno]], dan diberi imbuhan -putri atau -putra.
** Ala [[Timur Tengah]]: [[Abdurrahman Wahid]] yang menggunakan nama ayahnya, [[Abdul Wahid Hasyim|Wahid Hasyim]] (yang juga menggunakan nama ayahnya, [[Muhammad Hasyim Asy'ari|Hasyim Asy'ari]]). Ia juga memberikan nama belakangnya kepada anak-anaknya sehingga anak-anaknya memiliki nama belakang [[Wahid]].
 
== Sistem penamaan ==
Hingga akhir [[abad ke-20]], kebanyakan orang Indonesia tidak memiliki nama keluarga. Biasanya anak-anak mewarisi nama ayah mereka (atau ibu mereka di kebudayaan Minangkabau). WanitaSebagian wanita yang menikahtelah sebagianmenikah mengadopsi nama suami mereka, namun tidak jarang ada yang tetap menggunakan nama belakang mereka, atau sama sekali tidak mengadopsi nama suami mereka sama sekali. Maka dari itu, seringkalisering suamikali suami-istri memiliki nama belakang yang berlainan.
 
Nama keluarga memiliki banyak sekali variasi. RakyatMasyarakat Sumatra[[Sumatera Utara]] memiliki nama klanmarga mereka sendiri-sendiri,. rakyatSebagian Jawamasyarakat sebagianJawa hanya memiliki nama tunggal (kadang-kadang diikuti nama ayah mereka - patronymik[[patronimik]]), orang Tionghoa-IndonesiaTionghoa–Indonesia memiliki nama Tionghoa. Karena hal itulah makaitu, sistem pengurutan nama yang digunakan di Indonesia (seperti dipada [[buku telepon]]) hampir semuanya mengurutkandiurutkan nama-namasesuai berdasarkandengan nama depan orang, dan orang Indonesia terbiasa berpikir menggunakan/ mementingkan nama depan seseorang daripada nama belakang mereka — berbanding terbalik dengan negara Eropa-Amerikanegara Eropa–Amerika yang mementingkan nama belakang seseorang dan mengurutkan nama-nama berdasarkansesuai nama belakang mereka.
 
=== Nama tunggal ===
Contoh:
* Nama anak <u>Soeharto</u>
* Nama ayah <u>Kertosudiro</u>
* Nama ibu <u>Sukirah</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nya, nama sang anak akan tertulis: '''Soeharto anak Kertosudiro dan Sukirah'''. Anak yang lahir tanpa ayah hanya akan tertulis nama ibunya: '''Soeharto anak Sukirah'''. Pada rapor sekolah, namanya akan tertulis: '''Soekarno anak Soekemi'''. Pada dokumen resmi lainnya, hanya namanya yang ditulis: '''Soekarno'''.
 
Anak yang lahir tanpa ayah hanya akan tertulis nama ibunya: '''Soeharto anak Sukirah'''
=== Nama keluarga Tionghoa ===
Pada [[rapor sekolah]] namanya akan tertulis: '''Soekarno anak Soekemi'''
Contoh:
Pada [[dokumen resmi]] lainnya hanya namanya yang ditulis: '''Soekarno'''
* Nama anak <u>Kwik Kian Gie</u>
* Nama ayah <u>Kwik Hway Gwan</u>
* Nama ibu <u>The Kwie Kie</u>
 
Pada akta kelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''Kian Gie anak dari Kwik, Hway Gwan dan The, Kwie Kie'''; atau dapat juga semua nama ditulis lengkap: '''Kwik, Kian Gie anak dari Kwik, Hway Gwan dan The, Kwie Kie''' (antara nama kecil dan nama keluarga dipisah [[tanda koma]]). Kedua cara di atas benar, sehingga anak tersebut bernama lengkap '''Kwik Kian Gie'''.
 
Anak yang lahir tanpa ayah hanya akan mendapat nama keluarga ibunya. Pada akta kelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''Kian Gie anak dari The, Kwie Kie'''; sehingga anak tersebut bernama lengkap '''The Kian Gie'''.
 
=== Nama jamak tanpa nama keluarga ===
Contoh:
* Nama anak <u>Siti Hartinah</u>
* Nama ayah <u>Soemohardjo</u>
* Nama ibu <u>Hatmanti</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nyakelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''Siti Hartinah anak Soemohardjo dan Hatmanti'''. Pada dokumen resmi lainnya, hanya namanya yang ditulis: '''Siti Hartinah'''.
Pada [[dokumen resmi]] lainnya hanya namanya yang ditulis: '''Siti Hartinah'''
 
=== Nama jamak dengan nama keluarga sebagai nama belakang ===
Contoh:
* Nama anak <u>BaharuddinBacharuddin Jusuf Habibie</u>
* Nama ayah <u>Alwi Abdul Jalil Habibie</u>
* Nama ibu <u>Tuti Marini Puspowardojo</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nyakelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''BaharuddinBacharuddin Jusuf Habibie anak Alwi Abdul Jalil Habibie dan Tuti Marini Puspowardojo'''. Pada dokumen resmi lainnya, hanya namanya yang ditulis: '''Bacharuddin Jusuf Habibie'''.
Pada [[dokumen resmi]] lainnya hanya namanya yang ditulis: '''Baharuddin Jusuf Habibie'''
 
=== Nama jamak menggunakan sistem patronimik ala Eropa ===
Contoh:
* Nama anak <u>Megawati Soekarnoputri</u>
* Nama ayah <u>Soekarno</u>
* Nama ibu <u>Fatmawati</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nyakelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''Megawati Soekarnoputri anak Soekarno dan Fatmawati'''. Pada dokumen resmi lainnya, hanya namanya yang ditulis: '''Megawati Soekarnoputri'''.
Pada [[dokumen resmi]] lainnya hanya namanya yang ditulis: '''Megawati Soekarnoputri'''
 
=== Nama jamak menggunakan sistem patronimik ala Timur Tengah ===
Contoh:
* Nama anak <u>Abdurrahman Wahid</u>
* Nama ayah <u>Wahid Hasyim</u>
* Nama ibu <u>Sholehah</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nyakelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''Abdurrahman Wahid anak Wahid Hasyim dan Sholehah'''. Pada dokumen resmi lainnya, hanya namanya yang ditulis: '''Abdurrahman Wahid'''.
Pada [[dokumen resmi]] lainnya hanya namanya yang ditulis: '''Abdurrahman Wahid'''
 
== Pengubahan nama ==
Di negara-negara yang menerapkan sistem [nama depan]-[nama belakang] dalam basis data mereka, kerap kali orang Indonesia yang bernama tunggal harus mengganti nama mereka (selama mereka berada di negeri tersebut) agar sesuai dengan sistem yang berlaku. Untuk orang Indonesia yang hanya memiliki nama tunggal, beberapa negara menambahkan kata "Tidak diketahui" sebagai nama depan atau nama belakang mereka, atau mengulangi nama tersebut dua kali.
 
=== Australia dan Selandia Baru ===
Biasanya nama terakhir seseorang otomatis dijadikan nama keluarga (Surname). Sistem seperti ini tentu saja tidak selalu tepat untuk orang warga negara Indonesia. Contoh: Indrawati dan Gie bukanlah nama keluarga dari Sri Mulyani Indrawati dan Kwik Kian Gie.
 
=== Belanda ===
Untuk Warga Negara Indonesia secara umum dicatat di dalam daftar penduduk (Gemeentelijke Basisadministratie) sebagai nama depan (voornaam) karena pada paspor WNI nama pemegang paspor hanya terdapat kolom nama lengkap (tidak ada kolom tersendiri untuk nama keluarga dan nama depan). Tetapi karena entryentri data tidak dapat disimpan tanpa mengisi nama keluarga, maka seluruh nama WNI disimpan kedalamke entrydalam entri nama keluarga, entryentri nama depan dibiarkan kosong. Untuk WNI yang memang benar mempunyai nama keluarga (seperti suku Batak dan suku Tionghoa), dapat memohon surat keterangan dari KBRI yang menjelaskan mana nama depan (voornaam) dan nama keluarga (achternaam) dari nama lengkap seseorang. Setelah itu kita dapat memperbaharui data nama yang tersimpan di dalam daftar penduduk. Dalam dokumen-dokumen resmi, yang bersangkutan akan disebut dengan inisial nama depan diikuti dengan nama keluarganya.
 
Menggunakan contoh di atas, maka orang-orang tersebut akan diberi nama:
# XXX Soeharto
# XXX Susilo Bambang Yudhoyono
# XXX Edhie Baskoro Yudhoyono
# XXX Megawati Soekarnoputri
# XXX Abdurrahman Wahid
# XXX Sri Mulyani Indrawati
# Kian Gie Kwik atau K.G. Kwik
Baris 109 ⟶ 116:
 
=== Jerman ===
KBRI & KJRI di Jerman akan menggarisbawahi nama keluarga, jika memang ada, pada paspor yang mereka terbitkan. Pada saat mendaftarkan diri (menetap atau kelahiran) di kantor catatan sipil setempat (Standesamt) jelas mana yang merupakan nama depan (Vorname) dan mana yang merupakan nama keluarga (Name). Jika WNI yang bersangkutan tidak memiliki nama keluarga, seluruh nama akan di simpan dalam kolom nama keluarga (Name), kolom nama depan (Vornamen) dibiarkan kosong. Situasi yang terjadi sama seperti pendaftaran WNI di Belanda. Hal ini terjadi dikarenakan beberapa negara di Eropa (Austria, Belanda, Belgia, Jerman, Italia, Luksemburg, Yunani, Spanyol & Portugal) terikat dalam Traktat Munich 5 September 1980, tentang pencatatan nama depan dan nama keluarga. Dalam traktat tersebut tertulis bahwa pencatatan nama warga negara asing harus sesuai dengan peraturan yang berlaku pada masing-masing warga negaranya. Jadi bukti hitam di atas putih diperlukan bagi WNI yang mempunyai nama keluarga untuk mencatatkan nama depan dan nama keluarga secara terpisah.
 
=== Amerika Serikat ===
Di Amerika Serikat ada tiga metode untuk merubahmengubah nama tunggal:
# Membubuhi singkatan FNU (atau <u>Fnu</u> - singkatan dari ''First Name Unknown'' - "Nama Depan Tidak Diketahui") dan menggunakan nama aslinya sebagai nama belakang; hal ini membuat beberapa orang menyangka bahwa nama Fnu adalah nama yang umum digunakan di Indonesia.
# Membubuhi singkatan LNU (atau <u>Lnu</u> - singkatan dari ''Last Name Unknown'' - "Nama Belakang Tidak Diketahui") dan menggunakan nama aslinya sebagai nama depan; hal ini sebaliknya membuat beberapa orang menyangka bahwa Lnu adalah nama keluarga yang umum di Indonesia.
# Sama seperti Jerman menggunakan nama yang sama dua kali, sebagai nama depan dan nama belakang.
 
== Asal nama ==
=== Nama patronimik ===
Sistem penamaan yang umum digunakan di Eropa ini (lihat [[Nama]]) tidak populer di Indonesia. Sistem ini dalam bahasa Indonesia menambahkan nama sang ayah disertai akhiran -putra untuk anak lelaki, atau -putri untuk anak perempuan. Tokoh terkenal yang memopulerkan/memperkenalkan sistem ini adalah anak-anak mantan presiden [[Soekarno]]: [[Megawati Soekarnoputri]], [[Guntur Soekarnoputra]], [[Guruh Soekarnoputra]], [[Sukmawati Soekarnoputri]]. Mantan presiden Indonesia, Soekarno menggunakan nama-nama dari [[bahasa Sanskerta]] untuk anak-anaknya seperti: ''Putra'', ''Putri'', ''Sukma'', dll
 
=== Nama matronimik ===
Sistem ini hampir sama dengan patronimik namun menggunakan nama sang ibu karena menganut sistem kekerabatan [[matrilineal]]. [[Minangkabau]] adalah kelompok suku matrilineal terbesar di dunia dan adalah suku terbesar keempat di Indonesia. Kebiasaan seperti ini sangatlah unik di tengah-tengah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
 
=== Nama keluarga lokal ===
[[Berkas:JoyceSeorang wanita Minangkabau.png|thumbjmpl|rightka|Seorang wanita Minangkabau]]
Ada beberapa suku bangsa di Indonesia yang menggunakan sistem nama keluarga yang diwariskan turun-temurun.
* [[Marga Ambon|Nama keluarga Ambon]]
* [[Marga Batak|Nama keluarga Batak]]
* [[Penamaan di Minangkabau|Nama keluarga MinangkabauBiak]]
* [[Marga Dayak|Nama keluarga Dayak]]
* [[Marga Minahasa|Nama keluarga Minahasa]]
* [[MargaDaftar AmbonMado Nias|Nama keluarga AmbonNias]]
* [[Marga Timor|Nama keluarga Timor]]
* [[Marga Nias|Nama keluarga Nias]]
* [[Marga Dayak|Nama keluarga Dayak]]
* [[Marga Toraja|Nama keluarga Toraja]]
* [[Nama orang Minangkabau]]
 
=== Nama patronimik ===
Sistem penamaan yang umum digunakan di Eropa ini (lihat [[Nama]]) tidak populer di Indonesia. Sistem ini dalam bahasa Indonesia menambahkan nama sang ayah disertai akhiran -putra untuk anak lelaki, atau -putri untuk anak perempuan. Tokoh terkenal yang mempopulerkan/memperkenalkan sistem ini adalah anak-anak mantan presiden Soekarno: [[Megawati Soekarnoputri]], [[Guntur Soekarnoputra]], [[Guruh Soekarnoputra]], [[Sukmawati Soekarnoputri]].
 
=== Nama matronimik ===
Sistem ini hampir sama dengan patronymik namun menggunakan nama sang ibu karena menganut sistem kekerabatan [[matrilineal]]. [[Suku Minangkabau]] adalah kelompok suku matrilineal terbesar di dunia dan adalah suku terbesar keempat di Indonesia. Kebiasaan seperti ini sangatlah unik di tengah-tengah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
 
=== Nama Aceh ===
[[Nama Islam]] memiliki keunikan tersendiri karena Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan [[syariat Islam]] dan hampir seluruh penduduknya beragama [[Islam]]. Kebudayaan Islam yang telah mengakar di Aceh dan bertalian dengan kebudayaan setempat memunculkan nama-nama khas [[Cut]], [[Teuku]], [[Nyak]], dan lain-lain.
 
Nama Aceh biasanya identik dengan agama Islam, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Aceh beragama Islam.
 
=== Nama Arab ===
[[Nama Arab]] khususnya digunakan oleh masyarakat [[Arab-Indonesia]] dan penganut Islam yang lainnya. Keturunan orang Arab yang menetap di Indonesia masih menggunakan nama [[marga Arab]] mereka (contoh: Assegaf, Shihab, dll). Nama-nama depan yang bernuansa Arab cukup populer digunakan oleh orang Indonesia karena latar belakang agama Islam yang kental pada nama-nama Arab seperti Amir, Rashid, Saiful, Bahar, yang bervariasi tergantung ejaan masing-masing daerah asal mereka. Nama-nama tersebut selain dipakai sebagai nama depan juga tidak jarang digunakan sebagai nama belakang atau nama keluarga.
 
Nama Arab biasanya identik dengan agama Islam, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Arab beragama Islam.
 
=== Nama Bali ===
{{main|Nama Bali}}
[[Nama Bali]] memiliki keunikan tersendiri karena Bali adalah satu-satunya pulau di Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama [[Hindu]]. Kebudayaan Hindu yang telah mengakar di Bali dan bertalian dengan kebudayaan setempat memunculkan nama-nama khas [[I Gede]], [[I Made]], [[I Ketut]], [[I Bagus]], dan lain-lain.
[[Nama Bali]] memiliki keunikan tersendiri karena Bali adalah satu-satunya pulau di Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama [[Hindu]]. Kebudayaan Hindu yang telah mengakar di Bali dan bertalian dengan kebudayaan setempat memunculkan nama-nama khas [[I Gede]], [[I Made]], [[I Ketut]], [[I Bagus]], dan lain-lain.
 
Nama Bali biasanya identik dengan agama Hindu, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Bali beragama Hindu.
 
=== Nama TionghoaButon dan Muna ===
[[Nama Buton dan Muna]] berkaitan erat dengan kebudayaan yang memunculkan nama-nama khas [[La Ode]], [[Wa Ode]], [[La]] dan [[Wa]] di wilayah bekas Kesultanan Buton dan Kerajaan Muna. Nama [[La Ode]] ditujukan kepada seorang pria, sedangkan [[Wa Ode]] ditujukan kepada seorang wanita. Dahulu [[La Ode]] dan [[Wa Ode]] ditujukan kepada kalangan bangsawan yang dalam bahasa setempat Ode berarti seseorang yang dimuliakan sedangkan masyarakat biasa menggunakan nama [[La]] untuk pria dan [[Wa]] untuk wanita. Kini [[La Ode]] dan [[Wa Ode]] telah banyak digunakan masyarakat di bekas Kesultanan Buton dan Kerajaan Muna yg merupakan keturunan dari para Sultan Buton maupun Raja Muna. Nama Muna dan buton identik dengan agama Islam (Arab) dan sebagian kecil identik dengan budaya Tionghoa dan Jawa Contohnya: La Ode Muhammad Falihi (Arab), Wa Ode Nur Sari Dewi (Arab-Jawa), La Acing (Tionghoa).
[[Nama Tionghoa]] khususnya digunakan oleh masyarakat [[Tionghoa-Indonesia]]. Kebanyakan di antara mereka yang menggunakan nama Indonesia memiliki dua nama, yang satu adalah nama yang tertulis di akte kelahirannya (nama Indonesia / nama Tionghoa dengan aksara Latin, biasanya digunakan ejaan suku asal mereka) dan nama Tionghoa asli mereka yang diwariskan secara turun temurun (tidak tercatat dalam dokumen resmi manapun, hanya dihafalkan oleh keluarga saja).
 
=== Nama Eropa ===
Seiring dengan modernisasi, banyak keluarga-keluarga Tionghoa-Indonesia muda yang mulai meninggalkan tradisi menamai anak-anak mereka dengan nama Tionghoa. Mereka yang mendapat pendidikan Barat biasanya mengadopsi tatacara penamaan Barat untuk keluarga yang mereka bangun, kecuali generasi orang tua mereka ikut campur tangan.
Pemeluk agama Katolik (dan juga kadang Protestan) biasanya menggunakan nama baptis bercorak Latin (contoh: Johannes, Paulus, Antonius, Anastasia), sementara pemeluk agama Protestan (dan juga kadang Katolik) biasanya memberikan nama anak mereka nama-nama dalam bahasa Inggris (contoh: George, Harry, John, Stephanie, Melinda). Kelompok yang ketiga menggunakan nama-nama, baik Latin maupun Inggris, dan mengindonesiakannya (contoh: Antoni, Heri, Joni, Stefani). Masyarakat non-Kristen Indonesia juga kadang-kadang menggunakan nama-nama asing yang tidak begitu berhubungan dengan kekristenan (contoh: Tony, Julie).
 
Nama Eropa biasanya identik dengan agama Kristen, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Eropa beragama Kristen.
Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, untuk mengasimilasi etnis/suku Tionghoa-Indonesia ke dalam tatanan masyarakat setempat, maka dikeluarkanlah peraturan untuk mengganti nama Tionghoa mereka menjadi nama Indonesia. Hal ini menciptakan kesulitan dan kebingungan di kemudian hari dan sama sekali tidak membantu proses asimilasi karena nama yang digunakan biasanya bercorak Eropa dan nama [[marga Tionghoa]] yang diindonesiakan tetap menunjukkan jati diri kesukuan mereka. Secara umum ada dua reaksi terhadap peraturan baru tersebut: kelompok yang merubah nama mereka (untuk alasan yang berbeda-beda), contohnya [[Liem Sioe Liong]] yang mengganti namanya menjadi [[Sudono Salim]] dan kelompok yang mempertahankan nama mereka, hanya tidak menggunakan karakter Tionghoa, namun huruf Latin (yang khas Indonesia, karena dipengaruhi cara pengejaan setempat), contohnya [[Liem Swie King]] dan [[Kwik Kian Gie]]. Sementara kelompok yang kedua hanya memiliki satu nama saja dan nama keluarganya terletak di depan, kelompok yang pertama mempertahankan kedua-dua nama mereka dan mempergunakannya silih berganti sesuai dengan keadaan. Nama keluarga kelompok yang pertama juga diletakkan di belakang, dan tidak ada konsensus resmi (dikarenakan minimnya komunikasi dan persebarannya di seluruh Indonesia) tentang transliterasi dari marga Tionghoa resmi (Liem, Tio, Kwik, dll) menjadi ejaan Indonesia (Liem menjadi Salim, Halim, Limawan, dll).
 
=== Nama ArabIndia dan Sanskerta ===
[[Berkas:Shri-symbol.svg|jmpl|'''''"Sri"''''' dalam [[aksara Dewanagari]] dari [[Sanskerta|bahasa Sanskerta]]. "Sri" merupakan kata dari bahasa Sanskerta yang berarti: kasih karunia, kemegahan, keharuman, keindahan; kekayaan, kemakmuran. Nama ini banyak ditemukan di [[Indonesia]] juga di [[India]] (Shri)]]
[[Nama Arab]] khususnya digunakan oleh masyarakat [[Arab-Indonesia]] dan penganut Islam yang lainnya. Keturunan orang Arab yang menetap di Indonesia masih menggunakan nama [[marga Arab]] mereka (contoh: Assegaf, Shihab, dll). Nama-nama depan yang bernuansa Arab cukup populer digunakan oleh orang Indonesia karena latar belakang agama Islam yang kental pada nama-nama Arab seperti Amir, Rashid, Saiful, Bahar, yang bervariasi tergantung ejaan masing-masing daerah asal mereka. Nama-nama tersebut selain dipakai sebagai nama depan juga tidak jarang digunakan sebagai nama belakang atau nama keluarga.
Nama-nama [[India]] dan [[Sanskerta]] telah lama hadir di [[Nusantara]] sejak ribuan tahun lalu, banyak nama [[orang Indonesia]] yang menggunakan nama-nama India atau Hindu (Sanskerta), meskipun tidak berarti bahwa mereka beragama Hindu. Ini karena pengaruh budaya India yang datang ke [[Nusantara]] sejak ribuan tahun yang lalu selama Indianisasi kerajaan-kerajaan Asia Tenggara (Hindu-Buddha), dan sejak itu, budaya India ini dilihat sebagai bagian dari budaya Indonesia, terutama dalam budaya Jawa, Bali, dan beberapa bagian dari Nusantara lainya. Dengan demikian, budaya Hindu atau India yang terkait di Indonesia hadir tidak hanya sebagai bagian dari agama, tetapi juga budaya. Akibatnya, adalah umum untuk menemukan orang-orang Indonesia Muslim atau Kristen dengan nama-nama yang bernuansa India atau Sanskerta. Tidak seperti nama-nama yang berasal dari bahasa Sanskerta dalam [[bahasa Thai]] dan [[Khmer]], pengucapan nama-nama Sanskerta dalam bahasa Jawa atau Indonesia mirip dengan pelafalan India asli, kecuali bahwa "v" diubah menjadi "w", contoh: "Vishnu" di India berubah menjadi "Wisnu" jika di Indonesia.
 
Nama-nama asli India yang terdapat sedikit pengaruh dari bahasa Sanskerta umumnya digunakan oleh masyarakat [[India-Indonesia]], yaitu orang keturunan India yang menetap di Indonesia. Mereka rata-rata masih menggunakan nama marga India mereka, contohnya: ''Reddiyar'', ''Reddy'', ''Pattar'', ''Pandhithar'', ''Pandit'', ''Maruthuvar'', ''Vaithyar'', ''Naiker'', ''Naidu'', ''Chettiar'', ''Pillai'', dll (untuk yang keturunan [[Suku Tamil|India Tamil]]). Untuk yang keturunan [[Suku Punjab|India Punjabi]] menggunakan nama-nama khas [[bahasa Punjabi|Punjabi]] seperti: ''Singh'', ''Dhillon'', ''Sandhu'', dll. Nama Punjabi "Singh" berasal dari [[bahasa Sanskerta]] yang berarti [[Singa]], kata "[[Singa]]" yang mengacu kepada nama hewan dalam bahasa Indonesia juga ternyata berarti berasal dari bahasa Sanskerta; ("Singh" dibaca: ''singg'').
Nama Arab biasanya identik dengan agama Islam, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Arab beragama Islam.
 
Banyak nama-nama yang umum digunakan di Indonesia berasal dari [[bahasa Sanskerta]] (India) dan menggunakan nama-nama dewa atau pahlawan Hindu-India seperti: ''[[Indra]]'', ''[[Krisna]]'', ''[[Wisnu]]'', ''[[Surya]]'', ''[[Dharma]]'', ''[[Rama]]'', ''Lesmana'' (dari "[[Laksamana]]", tokoh dalam wiracarita [[Ramayana]]), ''Sudarto'' (dari "Siddharta"), ''Dewi'', ''Pertiwi'', ''Sri'' (di India: "Shri/Shree"), ''Sinta'', ''Ratna'', ''Paramitha'', dan ''Kumala''. Nama-nama lain yang berasal dari [[bahasa Sanskerta]] yang digunakan secara luas di Indonesia juga banyak ditemukan, seperti: ''[[Wibisana]]'' atau ''Wibisono'' (dari tokoh Ramayana; "Vibhisana"), ''Arya'' atau ''Aryo'', ''Subrata'', ''Aditya'', ''[[Abimanyu]]'', ''Bima'', ''Sena'', ''Satya'', ''Cakra'', ''Putri'', ''Putra'', ''Mahardhika'', ''Gatot'' atau ''Gatut'' (dari tokoh wiracarita [[Mahabharata]]: [[Gatotkaca]]), ''Perdana'' (di India: "Pradhan"), ''Prameswara'' atau ''Prameswari'', ''Pertiwi'' (dari Pritvhi), ''Dewi'' (dari Devi atau Dev), ''Wijaya'' (dari Vijay), dan lain-lain. Bahkan banyak nama-nama lembaga, istilah, motto, dan semboyan di pemerintahan Indonesia menggunakan bahasa Sanskerta, seperti pangkat jenderal di Angkatan Laut Indonesia (TNI AL), menggunakan kata "Laksamana" (dari tokoh [[Ramayana]] yang merupakan adik dari [[Rama]]). "[[Adipura|Penghargaan Adipura]]" yang merupakan penghargaan yang diberikan kepada kota-kota di seluruh Indonesia dari pemerintah pusat untuk kebersihan dan pengelolaan lingkungan juga menggunakan bahasa Sanskerta yaitu dari kata ''Adi'' (yang berarti "panutan") dan ''Pura'' (yang berarti "kota), menjadikan arti: "Kota Panutan" atau "kota yang layak menjadi contoh". Ada juga banyak motto lembaga-lembaga Indonesia yang menggunakan bahasa Sanskerta, seperti moto [[Akademi Militer]] Indonesia yang berbunyi "Adhitakarya Mahatvavirya Nagarabhakti", dan beberapa istilah-istilah lain dalam TNI juga menggunakan bahasa Sanskerta, contoh: "Adhi Makayasa", "Chandradimuka", "Tri Dharma Eka Karma", dll.
=== Nama India ===
[[Nama India]] khususnya digunakan oleh masyarakat [[India-Indonesia]]. Keturunan orang India yang menetap di Indonesia masih menggunakan nama [[marga India]] mereka (contoh: Punjabi, Azhari, Haque, Sinivasan, Singh, dll). Banyak nama orang Indonesia yang menggunakan nama-nama India atau Hindu, meskipun tidak berarti bahwa mereka beragama Hindu. Nama-nama seperti "Yudhistira Adi Nugraha", "Bimo Nugroho", "[[Susilo Bambang Yudhoyono]]", semuanya mencerminkan pengaruh India yang sangat kuat di Indonesia.
 
Nama mantan presiden Indonesia, "Susilo Bambang Yudhoyono", sebenarnya memiliki nama yang berasal dari bahasa Sanskerta. "Susilo" berasal dari ''sushila'' yang berarti "karakter baik" dan "Yudhoyono" berasal dari kata ''yudha'' yang berarti "perang" atau "pertempuran" dan ''yana'' yang berarti "sebuah kisah". Nama presiden Indonesia pertama "Soekarno" berasal dari bahasa Sanskerta ''Su'' (baik) dan ''Karna'' (seorang pejuang) di [[Mahabharata]].
Selain itu di beberapa tempat, tampak sisa-sisa keturunan masyarakat India yang telah berbaur dengan masyarakat Indonesia. Nama-nama keluarga di kalangan masyarakat [[Batak Karo]], seperti ''Brahmana'' dan ''Gurusinga'' yang bernuansa India, menunjukkan warisan tersebut.
 
Beberapa dari nama-nama yang berasal dari [[bahasa Sanskerta]] ini mungkin digunakan oleh keluarga [[ningrat]] atau "menak" (ningrat), khususnya di antara orang Jawa dan Sunda, dengan cara yang sama seperti beberapa nama keluarga dalam budaya barat menunjukkan garis keturunan dan bangsawan. Beberapa nama tersebut adalah seperti: ''Adiningrat'', ''Notonegoro'', ''Suryasumantri'', ''Dharmokusumo'', ''Wongsoatmodjo'', ''Natalegawa'', ''Kusumaatmadja'', ''Kartadibrata'', ''Kartapranata'', dan ''Kartasasmita''.
=== Nama Eropa ===
Pemeluk agama Katolik (dan juga kadang Protestan) biasanya menggunakan nama baptis bercorak Latin (contoh: Johannes, Paulus, Antonius, Anastasia), sementara pemeluk agama Protestan (dan juga kadang Katolik) biasanya memberikan nama anak mereka nama-nama dalam bahasa Inggris (contoh: George, Harry, John, Stephanie, Melinda). Kelompok yang ketiga menggunakan nama-nama, baik Latin maupun Inggris, dan mengindonesiakannya (contoh: Antoni, Heri, Joni, Stefani). Masyarakat non-Kristen Indonesia juga kadang-kadang menggunakan nama-nama asing yang tidak begitu berhubungan dengan kekristenan (contoh: Tony, Julie).
 
Banyak orang Indonesia menggunakan nama-nama [[Sanskerta]] yang diturunkan untuk menunjukkan posisi mereka di antara saudara kandung (urutan kelahiran). Anak pertama lahir mungkin memiliki nama Eka atau Eko (kebanyakan orang Jawa), anak kedua yang lahir mungkin diberi nama Dwi, Tri kelahiran ketiga, Catur kelahiran keempat, dan Panca atau Ponco kelahiran kelima (biasanya orang Jawa). Beberapa contoh adalah Eko Yuli Irawan, Rizky Dwi Ramadhana, Triyaningsih, dan Catur Pamungkas.
Nama Eropa biasanya identik dengan agama Kristen, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Eropa beragama Kristen.
 
Selain itu di beberapa tempat, tampak sisa-sisa keturunan masyarakat [[India]] yang telah berbaur dengan masyarakat Indonesia. Nama-nama keluarga di kalangan masyarakat [[Batak Karo]], seperti ''Brahmana'', ''Pandia'', ''Gurusinga'', ''Pelawi'', ''Malayala'', ''Lingga'', ''Sinulingga'', ''Colia'', dll yang bernuansa India, menunjukkan warisan India yang telah berbaur kedalam budaya Indonesia tersebut.
 
=== Nama Tionghoa ===
{{main|Nama Tionghoa}}
[[Nama Tionghoa]] khususnya digunakan oleh masyarakat [[Tionghoa-Indonesia]]. Kebanyakan di antara mereka yang menggunakan nama Indonesia memiliki dua nama, yang satu adalah nama yang tertulis di akta kelahirannya (nama Indonesia / nama Tionghoa dengan aksara Latin, biasanya digunakan ejaan suku asal mereka) dan nama Tionghoa asli mereka yang diwariskan secara turun temurun (tidak tercatat dalam dokumen resmi manapun, hanya dihafalkan oleh keluarga saja).
 
Seiring dengan modernisasi, banyak keluarga-keluarga Tionghoa-Indonesia muda yang mulai meninggalkan tradisi menamai anak-anak mereka dengan nama Tionghoa. Mereka yang mendapat pendidikan Barat biasanya mengadopsi tatacara penamaan Barat untuk keluarga yang mereka bangun, kecuali generasi orang tua mereka ikut campur tangan.
 
Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, untuk mengasimilasi etnis/suku Tionghoa-Indonesia ke dalam tatanan masyarakat setempat, maka dikeluarkanlah peraturan untuk mengganti nama Tionghoa mereka menjadi nama Indonesia. Hal ini menciptakan kesulitan dan kebingungan di kemudian hari dan sama sekali tidak membantu proses asimilasi karena nama yang digunakan biasanya bercorak Eropa dan nama [[marga Tionghoa]] yang diindonesiakan tetap menunjukkan jati diri kesukuan mereka. Secara umum ada dua reaksi terhadap peraturan baru tersebut: kelompok yang mengubah nama mereka (untuk alasan yang berbeda-beda), contohnya [[Liem Sioe Liong]] yang mengganti namanya menjadi [[Sudono Salim]] dan kelompok yang mempertahankan nama mereka, hanya tidak menggunakan karakter Tionghoa, namun huruf Latin (yang khas Indonesia, karena dipengaruhi cara pengejaan setempat), contohnya [[Liem Swie King]] dan [[Kwik Kian Gie]]. Sementara kelompok yang kedua hanya memiliki satu nama saja dan nama keluarganya terletak di depan, kelompok yang pertama mempertahankan kedua-dua nama mereka dan mempergunakannya silih berganti sesuai dengan keadaan. Nama keluarga kelompok yang pertama juga diletakkan di belakang, dan tidak ada konsensus resmi (dikarenakan minimnya komunikasi dan persebarannya di seluruh Indonesia) tentang transliterasi dari marga Tionghoa resmi (Liem, Tio, Kwik, dll) menjadi ejaan Indonesia (Liem menjadi Salim, Halim, Limawan, dll).
 
=== Kombinasi ===
Baris 172 ⟶ 196:
 
== Pranala luar ==
* {{en}} [http://www.pickbabynames.com/_country/Indonesian.html Nama bayi Indonesia, disertai dengan maknanya]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
{{Bahasa Indonesia}}
 
{{Topik Indonesia}}
{{Nama}}
 
[[Kategori:Nama Indonesia| ]]
[[Kategori:Budaya Indonesia|Nama Indonesia]]
 
[[en:Indonesian names]]
[[fr:Nom indonésien]]
[[vi:Tên người Indonesia]]