Hukum pidana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
 
(108 revisi perantara oleh 77 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan}}
'''Hukum Pidana''' adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.<ref>Ikhtisar Ilmu Hukum, Prof. DR. H. Muchsin, S.H, Hal. 84</ref>
 
'''Hukum Pidana''' atau '''Hukum Kriminal''' ({{lang-nl|Strafrecht}}) adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan terlarang termasuk kedalamke dalam tindak [[pidana]], serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.<ref>Ikhtisar Ilmu Hukum, Prof. DR. H. Muchsin, S.H, Hal. 84</ref>
 
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan [[norma]] hukum sendiri, melaikanmelainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.<ref name="Sudarsono"/>
Menurut Prof. Moeljatno, S.H Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan [[hukum]] yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk <ref name="pengertian"> Asas Asas Hukum Pidana, Prof. Moeljatno, S.H, Hal. 1</ref>:
 
Dalam hukum pidana materil dikenal yang namanya tindak pidana. Adapun yang dimaksud dengan tindak pidana adalah suatu tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan dan atas perbuatannya tersebut diancam dengan sanksi tertentu. Tindak pidana dibagi menjadi 2, yaitu: tindak pidana materil'' (delik materil)'' dan tindak pidana formil ''(delik formil)''. Yang dimaksud dengan delik materil adalah delik yang hanya menyebutkan akibat yang terjadi, misalnya di dalam Pasal 338 KUHP (pembunuhan biasa ''(doodslag)'') yang menyebutkan hilangnya nyawa orang lain (akibat). Yang dimaksud dengan delik formil adalah delik yang menyebutkan cara-cara tindak pidana dilakukan, misalnya di dalam Pasal 362 KUHP (pencurian) yang menyebutkan cara-cara mencuri yaitu dengan cara diam-diam mengambil barang orang lain yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain (cara mencuri)<ref>https://www.bphn.go.id/data/documents/pphn_bid_polhuk&pemidanaan.pdf</ref>.
# Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.<ref name="pengertian"/>
# Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.<ref name="pengertian"/>
# Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.<ref name="pengertian"/>
 
== Sumber-Sumber Hukum Pidana ==
Menurut Prof. [[Moeljatno]], S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan [[hukum]] yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk <ref name="pengertian"> Asas Asas Hukum Pidana, Prof. Moeljatno, S.H, Hal. 1</ref>:
# Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.<ref name="pengertian"/>
# Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.<ref name="pengertian"/>
# Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.<ref name="pengertian"/>
 
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.<ref name="Sudarsono">Pengantar Ilmu Hukum, Titik Triwulan Tutik, S.H, M.H, Hal. 216-217</ref>
 
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis.<ref name="PHI">Pengantar Hukum Indonesia, Fully Handayani, S.H., M.knKn, Hal. 59-61</ref> Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.<ref name="Sudarsono"/>
 
Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain:<ref name="PHI"/> :
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan [[norma]] hukum sendiri, melaikan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.<ref name="Sudarsono"/>
 
 
== Sumber-Sumber Hukum Pidana ==
 
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis.<ref name="PHI">Pengantar Hukum Indonesia, Fully Handayani, S.H, M.kn, Hal. 59-61</ref>Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab [[Undang-Undang]] Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.<ref name="Sudarsono"/>
Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain<ref name="PHI"/> :
 
# Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).<ref name="PHI"/>
Baris 25 ⟶ 21:
# Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).<ref name="PHI"/>
 
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:<ref name="Sudarsono"/> :
# UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentangtentang tindakTindak Pidana [[Imigrasi]].<ref name="Sudarsono"/>
# UU No. 9 Tahun 1967 Tentangtentang NorkobaNarkoba.<ref name="Sudarsono"/>
# UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentangtentang Anti Terorisme.<ref name="Sudarsono"/> dll
 
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang PerindunganPerlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.<ref name="Sudarsono"/> Hal tersebut dimungkinkan karena adanya pasal jembatan yakni Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain<ref name="Sudarsono"/> :
 
=== Asas-Asas Hukum Pidana ===
# UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana [[Imigrasi]].<ref name="Sudarsono"/>
# Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam PerturanPeraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP)<ref>https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/asas-teritorial-dalam-pemberlakuan-hukum-pidana/#:~:text=Mengenai%20keberlakuan%20suatu%20hukum%20pidana,dan%20asas%20universalitas%20(persamaan).</ref>.{{fact}} Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP) Dan Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.<ref name="PHI"/>
# UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.<ref name="Sudarsono"/>
# Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan ''(Geen Straf Zonder Schuld)''. Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.<ref name="PHI"/>
# UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme.<ref name="Sudarsono"/> dll
# Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
# Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
# Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
 
=== Macam-Macam Pembagian Delik ===
 
Dalam hukum pidana dikenal macam-macam pembagian delik ke dalam:<ref name="delik">Pengantar Ilmu hukum, Subandi AL Marsudi, S.H., M.H., Hal. 146-154</ref> :
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.<ref name="Sudarsono"/>
<br />
=== Teks judul ===
 
== Asas-Asas Hukum Pidana ==
 
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Perturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).{{fact}} Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP) Dan Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.<ref name="PHI"/>
 
== Macam-Macam Pembagian Delik ==
 
Dalam hukum pidana dikenal macam-macam pembagian delik ke dalam<ref name="delik">Pengantar Ilmu hukum, Subandi AL Marsudi, S.H, M.H, Hal. 146-154</ref> :
# Delik yang dilakukan dengan sengaja, misalnya, sengaja merampas jiwa orang lain (Pasal 338 KUHP) dan delik yang disebabkan karena kurang hati-hati, misalnya, karena kesalahannya telah menimbulkan matinya orang lain dalam lalu lintas di jalan.(Pasal 359 KUHP).<ref name="delik"/>
# Menjalankan hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya, melakukan pencurian atau penipuan (Pasal 362 dan378 KUHP) dan tidak menjalankan hal-hal yang seharusnya dilakukan menurut Undang-undang, misalnya tidak melapor adanya komplotan yang merencanakan makar.<ref name="delik"/>
Baris 49 ⟶ 42:
# pelanggaran (Buku III KUHP), merupakan perbuatan yang dianggap salah satu justru karena adanya larangan dalam Undang-undang. Karena itu juga disebut delik Undang-undang.<ref name="delik"/>
 
=== Macam-Macam Pidana ===
Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut :
 
== Hukuman-Hukuman Pokok ==
Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut :
 
Hukuman-# [[Hukuman Pokokmati]]
# Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalamke dalam [[hukuman penjara seumur hidup]] dan penjara sementara.<ref name="delik" /> Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.<ref name="PHI" />
# Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran<ref>http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/viewFile/1485/1400#:~:text=Pidana%20Pokok%3A%201.%20Pidana%20Mati,%3B%203.%20Pengumuman%20Keputusan%20Hakim {{factWebarchive|url=https://web.archive.org/web/20220923130023/http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/viewFile/1485/1400#:~:text=Pidana%20Pokok%3A%201.%20Pidana%20Mati,%3B%203.%20Pengumuman%20Keputusan%20Hakim |date=2022-09-23 }}.</ref>. Biasanya terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda<ref>https://nasional.kompas.com/read/2022/06/01/05000031/hukuman-pokok-dan-hukuman-tambahan-dalam-kuhp</ref>.{{fact}} Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan diluardi luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan dimanadi mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.<ref name="delik"/>
# Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. <ref name="delik"/> Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.<ref name="PHI"/>
# Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.<ref name="delik"/> Hukuman tutupan ini merupakan penambahan pidana ke dalam KUHP berdasarkan ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan.<ref>{{Cite web|url=https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c2ee2cbcf46/mengenai-hukuman-tutupan/|title=Mengenai Hukuman Tutupan|website=hukumonline.com/klinik|language=Indonesia|access-date=2019-02-10}}</ref>
 
=== Hukuman Tambahan ===
# Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih di berlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.<ref name="delik"/>
# Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara.<ref name="delik"/> Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.<ref name="PHI"/>
# Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.{{fact}} Biasanya terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.{{fact}} Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan diluar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan dimana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.<ref name="delik"/>
# Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. <ref name="delik"/> Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.<ref name="PHI"/>
# Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-asalan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.<ref name="delik"/>
 
 
Hukuman Tambahan
 
Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain :
 
Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain :
# Pencabutan hak-hak tertentu.<ref name="delik"/>
# Penyitaan barang-barang tertentu.<ref name="delik"/>
Baris 71 ⟶ 61:
 
== Referensi ==
 
{{reflist}}
 
== Lihat pula ==
* [[Hukum pidana Indonesia]]
* [[KUHP|KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia)]]
* [[Aturan pengecualian]]
 
[[Kategori:Hukum]]