Sampuraga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sugianto PS (bicara | kontrib)
 
k Cerita
 
(49 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Bukit Sampuraga.jpg|rightka|250px|thumbjmpl|Bukit yang mirip reruntuhan sisa kapal yang diyakini sebagai sebagai kapal Sampuraga yang telah membatu.]]
'''Sampuraga''' adalah tokoh dalamsebuah cerita rakyat dengan beberapa versi, versi pertama berasal dari kisah nama tokoh cerita dari suku Dayak Tomun yang berasal daridaerah Kabupaten [[Lamandau]] provinsiProvinsi [[Kalimantan Tengah]], [[Indonesia]]., di [[Lamandau]] [[Legenda]] [[Bukit Sampuraga]] bercerita tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi bukit batu. Sebuah bukit yang mirip reruntuhan kapal yang telah membatu terbentuk di sebuah desa terpencil[[Karang diBesi]], Kabupaten [[Lamandau]], tepatnya 2 kilometer dari tepian sungai [[Belantikan]], desadinamai Karangmenurut Besi,legenda atauini. Korang[[Bukit BesiSampuraga]], demikian nama objek wisata Pemerintah Kabupaten [[Lamandau]] tersebut, diyakini merupakanmemiliki bagian dek dan sisa-sisalayar kapal Sampuraga.
 
Cerita rakyat yang mirip dengan kisah [[Malin Kundang]] dari [[Padang]] tersebut mempunyai versi lainkedua yang jauh lebih terkenal di Indonesia, yaitu legenda [[Kolam Sampuraga]] dari daerah [[Mandailing Natal]], [[Sumatera Utara]]. Begitu juga dengan [[Legenda]] [[Batu Bangkai]] dari [[Kalimantan Selatan]].
 
== Legenda Kolam Sampuraga versi Mandailing Natal ==
== Cerita ==
 
[[Berkas:Sampuraga.jpg|jmpl|Prasasti Kolam Air Panas Sampuraga, Desa Sirambas, Panyabungan, Mandailing Natal]]
Alkisah, pada zaman dahulu kala di suatu daerah di pulau Sumatera, hiduplah seorang wanita tua dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Sampuraga. Meskipun hidup miskin, mereka sangat rajin bekerja dan jujur, sehingga banyak orang kaya yang suka kepada mereka. Namun hari terus berlalu dan tibalah saatnya Sampuraga menjadi dewasa dan harus merantau untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Atas desakan keadaan, Sampuraga merantau ke pulau Borneo dan akhirnya menjadi sukses di perantauan. Sampuraga juga akhirnya berhasil memperisteri seorang puteri raja di sana.
 
[[en:=== Sampuraga]]/ ===
Pernikahan mereka diselenggarakan secara besar-besaran sesuai adat Dayak Tomun. Berita tentang pesta pernikahan yang meriah itu telah tersiar sampai ke pelosok nusantara. Bahkan sampai juga ke telinga ibu Sampuraga. Perempuan tua itu hampir tidak percaya jika anaknya akan menikah dengan seorang gadis bangsawan, putri seorang raja yang kaya-raya. Walaupun masih ada keraguan dalam hatinya, ibu tua itu ingin memastikan berita yang telah diterimanya. Setelah mempersiapkan bekal secukupnya, berangkatlah ia ke tempat anaknya untuk menyaksikan pernikahan itu. Setibanya di tujuannya, alangkah terkejutnya, ketika ia melihat seorang pemuda yang sangat dikenalnya sedang duduk bersanding dengan seorang putri yang cantik jelita. Pemuda itu adalah Sampuraga, anak kandungnya sendiri.Oleh karena rindu yang sangat mendalam, ia tidak bisa menahan diri. Tiba-tiba ia berteriak memanggil nama anaknya.
Salah satu cerita yang diwariskan secara turun temurun di [[Mandailing]] adalah cerita ataupun “Legenda Sampuraga”. Dahulu, Sampuraga dan ibunya tinggal di tempat daerah [[desa Sirambas, kec. Panyabungan Barat, Mandailing Natal]]. Keadaan sangat miskin di tempat ini, sehingga menyebabkan Sampuraga berkeinginan untuk mengubah kehidupannya. Dia tidak ingin pekerjaannya hanya mencari kayu bakar setiap harinya. Ia ingin menjadi pemuda yang membayangkan masa depan yang cerah. Kemudian ia berniat untuk merantau dan mohon izin pada ibunya yang sudah sangat tua. Sampuraga meninggalkan orang tuanya dengan linangan air mata. Dia berjanji akan membantu keadaan ibunya apabila telah berhasil kelak. Ibunya kelihatan begitu sedih, karena Sampuraga adalah putra satu-satunya yang dimilikinya. Ia melepas kepergian putranya dengan tetesan air mata.
 
=== Sampuraga Pergi Merantau ===
Sampuraga sangat terkejut mendengar suara yang sudah tidak asing di telinganya. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba seorang nenek tua berlari mendekatinya. Sampuraga yang sedang duduk bersanding dengan istrinya, bagai disambar petir. Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi merah membara, seakan terbakar api. Ia sangat malu kepada para undangan yang hadir, karena nenek tua itu tiba-tiba mengakuinya sebagai anak. Ia tidak mau mengakui wanita itu sebagai ibunya.
Sampuraga terus melanjutkan petualangannya dengan kelelahan yang terus menerus. Setelah beberapa lama sampailah ia ke Pidelhi (''sekarang pidoli''), dan berdiam di sana untuk beberapa waktu. Kemudian dilanjutkannya perjalanannya ke Desa [[Sirambas]]. Pada waktu itu, [[Sirambas]] dipimpin oleh seorang raja yang bernama [[Silanjang]] ([[Kerajaan Silancang]]). Di tempat ini, Sampuraga bekerja keras, yang merupakan kebiasaannya sejak masa kanak-kanak. Raja pun tertarik, dan ingin menjodohkannya pada putrinya. Tentu saja Sampuraga sangat senang setelah mengetahui hal ini. Raja bermaksud membuat pesta besar, semua raja di sekitar [[Mandailing]] diundang. Sementara ibunya sangat rindu pada putranya. Sampuraga telah tumbuh menjadi dewasa dengan begitu banyak perubahan. Dia tidak lagi seorang yang miskin seperti dahulu. Dia adalah lelaki yang kaya raya dan menjadi seorang raja.
 
=== Kedurhakaan Sampuraga ===
Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya, ibu Sampuraga menjadi sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Sampuraga mengutuk anaknya menjadi batu.
Ketika upacara perkawinan tiba, ibunya datang ke pesta itu berharap dapat berjumpa dengan putranya secepatnya. Tetapi yang terjadi kemudiian adalah Sampuraga tidak mengakui kalau itu adalah ibunya. Dia malu kepada istrinya karena ibunya kelihatan sangat tua renta dan miskin. Dia menyuruh ibunya untuk pergi dari tempat itu. Sampuraga berkata, “Hei orang tua, kamu bukan ibu kandungku! Ibuku telah lama meninggal dunia. Pergi!!!” Sampuraga tidak peduli dengan kesedihan dan penderitaan ibunya. Ibunya pun pergi sambil memohon dan berdo’a kepada Allah SWT. Sampuraga dikutuk oleh ibunya, dan kedurhakaannya tidak lain adalah disebabkan oleh kekayaannya. Ibunya memeras air susunya, Sampuraga lupa bahwa ia pernah disusui oleh ibunya. Atas kehendak Allah SWT, datanglah badai secara tiba-tiba. Di sekitar tempat istana, terjadi banjir, dan istana tersebut dihempas oleh air. Sampuraga tenggelam, dan tempat itu menjadi Sumur Air Panas. Itulah yang dikenal dengan Air Panas Sampuraga di Desa Sirambas.
 
''Sumber:
Tidak berapa lama kemudian Sampuraga kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Sampuraga. Teringat kutukan ibunya, Sampuraga insyaf dan menyesal. Tapi segalanya sudah terlambat, kapal Sampuraga menjelma menjadi sebuah bukit batu. Sampai saat ini Bukit Sampuraga di tengah hutan di desa Karang Besi, di tepian sungai Belantikan, Lamandau, Kalimantan Tengah.
* www.madina.go.id'' <ref name="madina">{{cite web | title = Sampuraga | publisher = www.madina.go.id | url = http://www.madina.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=27&Itemid=27 | accessdate = 2012-10-28 | archive-date = 2012-08-05 | archive-url = https://web.archive.org/web/20120805112958/http://madina.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=27&Itemid=27 | dead-url = yes }}</ref>
* www.depdagri.go.id <ref name="madinakab">{{cite web | title = Kabupaten Mandailing Natal | publisher = www.depdagri.go.id | url = http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/12/name/sumatera-utara/detail/1213/mandailing-natal | accessdate = 2012-10-28 | archive-date = 2012-11-05 | archive-url = https://web.archive.org/web/20121105144636/http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/12/name/sumatera-utara/detail/1213/mandailing-natal | dead-url = yes }}</ref>
 
== Legenda Bukit Sampuraga versi Dayak Tomun ==
{{Untuk|tokoh dalam cerita rakyat Dayak Tomun (nama lainnya)|Cenaka Burai}}
=== Patih Sebatang menikahi Mayang Ilung ===
 
Konon, menurut cerita yang diwariskan turun temurun dalam keluarga suku [[Dayak Tomun]], seorang [[bangsawan]] dari sebuah kerajaan di Sumatra berlayar sampai ke kerajaan [[Petarikan]], di hulu Sungai Belantikan, pedalaman [[Kalimantan]]. Namanya Patih Sebatang. Tidak jelas, apakah Patih Sebatang ini sama dengan [[Datuk Perpatih Nan Sebatang]], tokoh legendaris masyarakat Minangkabau.
 
Di kerajaan yang bersahaja ini, Patih Sebatang dikisahkan berjumpa dengan seorang putri Kerajaan Petarikan yang cantik jelita. Namanya [[Mayang Ilung]], yang digambarkan memiliki keindahan tubuh yang sangat mempesona, kulitnya lembut bagai sutra, wajahnya elok berseri bagaikan bulan purnama, bibirnya merah bagai delima, alis matanyanya bagai semut beriring, rambutnya yang panjang dan ikal terurai bagai mayang. Singkat cerita, Patih Sebatang jatuh cinta, dan akhirnya menikahi sang putri.
== Pranala luar ==
 
=== Sampuraga di cari ibunya ===
* {{id}} [http://tabloidrakyatmadani.wordpress.com/asal-mula-kolam-sampuraga-di-mandailing-natal/]
 
* {{en}} [http://www.st.rim.or.jp/~cycle/MYmalinE.HTML Versi lain dari kisah Malin Kundang]
Tidak lama kemudian, Mayang Ilung melahirkan seorang putra, yang dinamai Cenaka Burai. Entah bagaimana kisahnya, Patih Sebatang akhirnya berpisah dengan istri tercintanya. Selain buah cintanya yaitu Cenaka Burai, satu-satunya kenang-kenangan yang mempersatukan cinta mereka adalah cincin pernikahan yang selalu disimpan baik oleh Patih Sebatang.
 
Cenaka Burai dibesarkan ayahnya sebagai seorang pemuda yang berharkat dan bermartabat tinggi. Dan entah bagaimana asal-usulnya, Cenaka Burai juga kelak dipanggil sebagai Sampuraga. Kemudian ketika sudah dewasa, Sampuraga diceritakan ayahnya bahwa ibunya ada di sebuah kerajaan nun jauh di hulu Sungai Belantikan. Sampuraga berkeras ingin menjumpai ibu kandungnya tersebut, dan meminta apa ciri-ciri ibunya. Sang ayah pun menceritakan kecantikan ibu kandung Sampuraga, dan menunjukkan sebuah cincin pernikahan mereka.
 
Dibekali dengan cincin pernikahan ayahnya, Sampuraga pergi berlayar sampai ke kerajaan Petarikan. Sesampainya di sana, masyarakat membawanya menemui sang ibu yang sudah tua. Mayang Ilung ternyata telah bertahun-tahun menantikan kembalinya anak kandungnya. Bukan main senangnya Dayang Ilung mengetahui buah hatinya menjumpainya langsung. Hampir saja ia memeluk Sampuraga, tetapi Sampuraga menolak. Sampuraga tidak percaya bahwa wanita asing di depannya tersebut adalah ibunya sendiri. Ayahnya telah menceritakan kecantikan sang ibu. Bagaimana mungkin wanita yang tua renta tersebut adalah putri cantik yang diceritakan sang ayah?
 
Sampuraga masih ingin membuktikan lagi. Dikenakannya cincin pernikahan ayahnya kepada wanita tua itu. Karena usia telah membuat tubuh Mayang Ilung lebih kurus, cincin tersebut menjadi terlalu besar untuk melingkari jari-jarinya. Sampuraga semakin yakin bahwa wanita itu bukan ibunya. Sampuraga memutuskan untuk pulang.
 
Mayang Ilung kecewa. Ia berkata kepada Sampuraga, "Nak, kamu sudah meminum susu dari tubuhku. Kalau kamu tidak mau mengakuinya, kamu akan terkena malapetaka!"
 
=== Sampuraga dikutuk ===
 
Dengan amarah di dalam dada, Sampuraga berlayar pulang. Dia tidak habis pikir, kenapa ada wanita tua yang bersikeras meyakinkan Sampuraga bahwa dia adalah ibunya, padahal ayahnya sudah jelas memberikan ciri-ciri sang ibu.
 
Di tengah jalan, tiba-tiba badai menghadang. Kapalnya oleng diombang-ambingkan ombak besar. Ketika kapalnya hampir karam, Sampuraga teringat kutukan wanita tua tersebut. Hati kecilnya tiba-tiba disadarkan bahwa dia baru saja durhaka pada ibunya sendiri.
 
"Ibu, ibu, kamu memang ibuku!" demikian Sampuraga memohon ampun. Tiba-tiba terdengar suara ibunya, "Nak, sudah jatuh telampai. Tidak mungkin keputusan ditarik kembali. Kutukan sudah terjadi." Demikianlah Sampuraga membatu bersama kapalnya.
 
== Dayak Tomun dan Pengaruh budaya Minangkabau ==
 
Dayak Tomun sebagai pewaris cerita Sampuraga merupakan nama suku besar Dayak yang bermukim di daerah aliran Sungai Lamandau, tepatnya di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Istilah "Tomun” dipakai untuk menunjuk sekelompok suku Dayak yang saling mengerti dan memahami dalam hal bahasa, walaupun terdiri dari berbagai macam sub-suku yang ada di sana, baik dari segi dialek, daerah permukiman (dukuh dan sungai), dan tradisi. Kata "Tomun” memiliki makna yang dalam bahasa Indonesia berarti “berbicara”, “bermusyawarah”, “bertemu”, atau “adanya perjumpaan untuk saling memahami”. Bisa saling mengerti dalam berbahasa, walau mereka berasal dari sub-suku, daerah, dan bahasa yang berbeda satu sama lain, adalah ciri khas dan keunikan suku Dayak Tomun.
 
Mengherankan bahwa asal usul Dayak Tomun berkaitan erat dengan suku [[Minangkabau]] di Sumatera Barat. Dayak Tomun mengklaim bahwa mereka adalah keturunan dari Datuk Perpatih Nan Sebatang dari Pagaruyung, Sumatera Barat. Khususnya di Kudangan, desa di Kabupaten Lamandau yang berbatasan langsung dengan [[Kalimantan Barat]], banyak kosakata setempat mirip dengan kosakata dalam bahasa Minangkabau. Juga terdapat rumah adat yang mirip dengan rumah adat suku Minangkabau.
 
== Lihat pula ==
* [[Cenaka Burai]]
* [[Malin Kundang]]
* [http://anas-simanjuntak.blogspot.com/2012/01/studi-bandingan-legenda-asal-mula-kolam.html STUDI BANDINGAN LEGENDA ASAL MULA KOLAM SAMPURAGA DARI MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA DENGAN LEGENDA GUNUNG BATU BANGKAI DARI KALIMANTAN SELATAN]
 
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
 
* {{en}} [http://www.thefreelibrary.com/A+Tumon+Dayak+burial+ritual+%28Ayah+Besar%29%3a+description+and...-a093533241/ A Tumon Dayak burial ritual (Ayah Besar): description and interpretation of its masks, disguises, and ritual practices. (Research Notes).]
[[Kategori:Cerita rakyat dari Kalimantan Tengah]]
* {{en}} [http://ceritarakyatnusantara.com/en/folklore/11-Legenda-Batu-Rantai-Temasik-Dilanda-Todak The Origin Of Pond Sampuraga - ceritarakyatnusantara.com]
* {{id}} [http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/13-Legenda-Gunung-Batu-Bangkai Legenda Gunung Batu Bangkai - ceritarakyatnusantara.com]
 
[[Kategori:Cerita rakyat dari Kalimantan Tengah]]
[[en:Sampuraga]]/
[[Kategori:Cerita rakyat dari Mandailing Natal]]
[[ms:Sampuraga]]