Riba: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Turmadan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(87 revisi perantara oleh 53 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{riset asli}}
'''Riba''' berarti menetapkan [[bunga (keuangan)|bunga]]/melebihkan jumlah [[pinjaman]] saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam.
'''Riba''' ({{lang-ar|الربا|Ar-Ribā}}) adalah penetapan [[bunga (keuangan)|bunga]] atau melebihkan jumlah [[pinjaman]] saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ''ziyadah'' (tambahan). Dalam pengertian lain, secara [[linguistik]] riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau [[modal]] secara bathilbatil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namuntetapi secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara [[bathilbatil]] atau bertentangan dengan [[prinsip muamalat]] dalam Islam.
 
== Riba dalam pandangan agama ==
Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapitetapi berbagai kalangan di luar [[Islam]] pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan [[Yahudi]], [[Yunani]], demikian juga [[Romawi]]. Kalangan [[Kristen]] dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
 
=== Riba dalam agama Islam ===
{{Utama|Riba (Islam)}}
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah [[haram]]. Ini dipertegas dalam [[Al-Qur'an]] [[Surah Al-Baqarah]] ayat 275 : ''...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...''. Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk [[Majelis Ulama Indonesia]]), bunga [[bank]] termasuk ke dalam riba.
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah [[haram]]. Ini dipertegas dalam [[Alquran|Al-Quran]] [[Surah Al-Baqarah]] ayat 275: ''...padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba...''. Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah yang konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk [[Majelis Ulama Indonesia]]), bunga [[bank]] termasuk ke dalam riba.
bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba?
hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam.
berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak ban.
 
==== Jenis-Jenisjenis Riba ====
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu, yaitu riba hutangutang-piutang dan riba jual-beli. Riba hutangutang-piutang terbagi lagi menjadi riba ''qardh'' dan riba jahiliyyah.jahiliah, Sedangkansedangkan riba jual-beli terbagi atas riba ''fadhl'' dan riba ''nasi’ah''. Ada beberapa macam Riba, yaitu:
;* Riba Qardh
** :Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang[[kreditur]] ''(muqtaridh)''.
;* Riba Jahiliyyah
**: HutangUtang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjamkreditur tidak mampu membayar hutangnyautangnya pada waktu yangjatuh ditetapkantempo.
;* Riba Fadhl
**: Pertukaran antarbarangantar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
;* Riba Nasi’ah
**: Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam ''nasi’ah'' muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian. Yaitu jika seseorang meminjamkan sejumlah uang kepada orang lain, ia mensyaratkan agar orang yang meminjam uang tersebut harus memberikan sejumlah uang kepada pemilik uang tiap bulan, yang mana uang tambahan itu tidak mengurangi jumlah dari utang pokok, dan setelah jatuh tempo pemilik akan meminta utang pokoknya. Jika orang yang berhutang belum bisa membayar hutangnya, maka ia harus menambah sejumlah uang tertentu sebanding dengan lama waktu keterlambatannya, inilah model limbah yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.<ref>{{Cite book|title=Ruh Seorang Mukmin Tergantung pada Utangnya hingga Dilunasi|last=Jawas|first=Yazid bin Abdul Qodir|date=2018|publisher=Pustaka At-Taqwa|isbn=9789791661218|edition=7|location=Bogor|page=88}}</ref>
=== Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang ===
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing, yaitu:
# Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya ''(return)'' tidak pasti dan tidak tetap.
# Membungakan [[uang]] adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.
 
Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya ''(return)'' dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai ''mudharib'' atau pengelola dana.
Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau ''return of investment'' sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.
 
=== Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil ===
Sekali lagi, Islam mendorong praktik [[bagi hasil]] serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, tetapi keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
{| class="wikitable" above="Tabel Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil" width="500px"
|-
! Bunga
! Bagi Hasil
|-
| Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
| Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
|-
| Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
| Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
|-
| Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
| Tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
|-
| Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”
| Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
|-
| Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan
| Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
|}
 
=== Riba dalam agama Yahudi ===
Agama Yahudi melarang praktik pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci agama Yahudi, baik dalam [[Perjanjian Lama]] maupun undang-undang [[Talmud]]. [[Kitab Keluaran]] 22:25 menyatakan:{{br}}
“Jika engkau meminjamkan uang kapada salah seorang ummatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.”
[[Kitab Ulangan]] 23:19 menyatakan:{{br}}
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan.”
[[Kitab Ulangan]] 23:20 menyatakan:{{br}}“'''Dari orang asing boleh engkau memungut bunga''', tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga … supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya."[[Kitab Imamat]] 35:7 menyatakan:{{br}}
“Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudara-mu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uang-mu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.”
 
[[Kitab Keluaran]] 22:25 menyatakan:{{br}}Jika engkau meminjamkan uang kapada salah seorang umatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.”
=== Konsep Bunga di Kalangan Kristen ===
Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam [[Lukas]] 6:34-5 sebagai ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan :
“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat.”
Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktikkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII - XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI - tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga.
[[Kitab Ulangan]] 23:20 menyatakan:{{br}}“Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga … supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.“
 
[[Kitab Ulangan]] 23:19 menyatakan:{{br}}“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan.”
==== Pandangan Para Pendeta Awal Kristen (Abad I - XII) ====
Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga diimani oleh orang Kristen.
[[St. Basil]] (329 - 379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperi-kemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin.
[[St. Gregory]] dari Nyssa (335 - 395) mengutuk praktik bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam.
[[St. John Chrysostom]] (344 - 407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga berlaku bagi penganut Perjanjian Baru.
[[St. Ambrose]] mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit (rentenir).
[[St. Augustine]] berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin.
[[St. Anselm]] dari Centerbury (1033 - 1109) menganggap bunga sama dengan perampokan.
Larangan praktik bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang (Canon):
[[Council of Elvira]] (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja gereja mem-praktikkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka pangkatnya akan diturunkan.
[[Council of Arles]] (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktikkan pengambilan bunga.
[[First Council of Nicaea]] (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat para pekerja gereja yang mempraktikkan bunga.
Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).
 
[[Kitab Ulangan]] 23:20 menyatakan:{{br}}“'''Dari orang asing boleh engkau memungut bunga''', tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga … supaya Tuhan, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya."
==== Pandangan Para Pendeta awal Kristen dapat disimpulkan sebagai berikut ====
 
[[Kitab Imamat]] 35:7 menyatakan:{{br}}“Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.”
 
=== Konsep bunga di kalangan Kristen ===
Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun demikian, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam [[Lukas]] 6:34-35 sebagai ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan: “Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Namun, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Maha Tinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat.”
Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktikkan pengambilan bunga.
 
Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para klerus Kekristenan awal (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII - XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Protestan (abad XVI - tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga.
 
[[Kitab Ulangan]] 23:20 menyatakan:{{br}}“Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga … supaya Tuhan, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.“
 
==== Pandangan para klerus awal Kristen (Abad I - XII) ====
Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga diimani oleh orang Kristen. Ada beberapa penjelasan, yaitu:
 
* St. [[Basilius Agung|Basilius]] (329 - 379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperi-kemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin.
 
* St. [[Gregorius dari Nyssa]] (335 - 395) mengutuk praktik bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam.
 
* St. [[Yohanes Krisostomus]] (344 - 407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga berlaku bagi penganut Perjanjian Baru.
 
* St. [[Ambrosius]] mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit (rentenir).
 
* St. [[Augustinus]] berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin.
 
* St. [[Anselmus dari Canterbury]] (1033 - 1109) menganggap bunga sama dengan perampokan. Larangan praktik bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang ([[hukum kanon]]): [[Konsili Elvira]] (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja gereja mempraktikkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka pangkatnya akan diturunkan.
 
* [[Konsili Arles]] (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktikkan pengambilan bunga.
 
* [[Konsili Nicea I]] (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat para pekerja gereja yang mempraktikkan bunga. Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).
 
==== Kesimpulan pandangan para klerus Kekristenan awal ====
Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan.
Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang, baik dalam [[Perjanjian Lama]] maupun [[Perjanjian Baru]].
Baris 58 ⟶ 96:
Harga barang yang ditinggikan untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung.
==== Pandangan Parapara Sarjanaakademisi Kristen (Abadabad XII - XVI) ====
Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut, uang dan kredit menjadi unsur yang penting dalam masyarakat. Pinjaman untuk memberi modal kerja kepada para pedagang mulai digulirkan pada awal Abad XII. Pasar uang perlahan-lahan mulai terbentuk. Proses tersebut mendorong terwujudnya suku bunga pasar secara meluas.
Para sarjana Kristen pada masa ini tidak saja membahas permasalahan bunga dari segi moral semata yang merujuk kepada ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka juga mengaitkannya dengan aspek-aspek lain. Di antaranyaDiantaranya, menyangkut jenis dan bentuk undang-undang, hak seseorang terhadap harta, ciri-ciri dan makna keadilan, bentuk-bentuk keuntungan, niat dan perbuatan manusia, serta per-bedaanperbedaan antara dosa individu dan kelompok.
Mereka dianggap telah melakukan terobosan baru sehubungan dengan pendefinisian bunga. Dari hasil bahasan mereka untuk tujuan memperhalus dan melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi ''interest'' dan ''usury''. Menurut mereka, ''interest'' adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan ''usury'' adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh sarjanaakademisi Kristen yang memberikan kontribusi pendapat yang sangat besar sehubungan dengan bunga ini adalah [[Robert ofdari CourconCourçon]] (1152-1218), [[William ofdari Auxxerre]] (1160-1220), [[St. Raymond[[Raymundus ofdari PennafortePeñafort]] (1180-1278), [[St. Bonaventure[[Bonaventura]] (1221-1274), dan [[St. Thomas Aquinas]] (1225-1274).
Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut sehubungan dengan bunga adalah sebagai berikut :
'''Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan.'''
Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namuntetapi haram atau tidaknya tergantung dari niat si pemberi hutang.'''
==== Pandangan Para Reformis KristenProtestan (Abad XVI - Tahun 1836) ====
Pendapat para reformis Protestan telah mengubah dan membentuk pandangan baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain adalah [[John Calvin]] (1509-1564), [[Charles du Moulin]] (1500 - 1566), [[Claude Saumaise]] (1588-1653), [[Martin Luther]] (1483-1546), [[Melanchthon]] (1497-1560), dan [[Zwingli]] (1484-1531).
 
Beberapa pendapat [[John Calvin|Calvin]] sehubungan dengan bunga antara lain:
Baris 79 ⟶ 117:
 
===== Pandangan Gereja Katolik =====
Menurut Gereja katolikKatolik pandangan mengenai Ribariba tidaklah berubah dengan pendapat para pendiri gereja seperti [[St.Gregory [[Gregorius]] dan [[St. John[[Yohanes ChrysostomKrisostomus]]. tetapiTetapi prinsip dari riba (bunga) itulah yang berubah, karena bila zaman dahulu uang tidak bisa memberikan hasil kalau tidak dijalankan seperti yang disebutkan oleh kitabKitab matiusMatius 2725:27 menyatakan:{{br}}"Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.”
 
Namun,Akan tetapi pada jamanzaman sekarang, uang dapat memberikan hasil, karena uang dapat dibungakan atau di investasikandiinvestasikan. Dengan demikian, meminjamkan uang dengan “bunga yang pantas” bukanlah tindakan yang tidak adil. Namun demikian, kalau memberikan pinjaman dengan bunga yang terlalu tinggi, maka telah dianggap berdosa karena melawan keadilan.
 
NamunAkan tetapi, prinsip ini pun harus di laksanakandilaksanakan dengan bijaksana.Misal Misalnya, seseorang mempunyai uang 1 milyarmiliar dan seseorang meminjam dari orang tersebut 1 juta rupiah, maka janganlah menarik bunga, apalagi kalau orang yang meminjam benar-benar miskin. Bahkan kalau perlu, pemilik uang itu harus memberikannya dengan relasukarela. namunNamun bila berada dalam situasi bisnis, maka adalah pantas, kalau menarik bunga dari pinjaman yang diberikan sebab sudah adanya persetujuan dari kedua pihak mengenai akan adanya bunga dari pinjaman tersebut., seperti yang dilalukandilakukan oleh pihak perbankan dan nasabahnya.
 
=== Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang ===
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.
# Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.
# Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.
 
Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.
Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.
 
=== Perbedaan Hutang Uang dan Hutang Barang ===
Ada dua jenis hutang yang berbeda satu sama lainnya, yakni hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan hutang yang terjadi karena pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan.
Hutang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang.
 
=== Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil ===
Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
* Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung {{br}} Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
* Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan {{br}} Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
* Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi {{br}} Bagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
* Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming” {{br}} Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
* Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan {{br}} Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
 
== Lihat pula ==
* [[Perbankan syariah]]
{{Authority control}}
{{islam-stub}}
 
[[Kategori:Istilah Islam]]
[[Kategori:Hukum Islam]]
[[Kategori:KeuanganIstilah ekonomi Islam]]
 
[[ar:ربا]]
[[de:Riba (Schari'a)]]
[[en:Riba]]
[[fa:ربا]]
[[ja:リバー]]
[[ms:Riba]]
[[nl:Riba]]
[[sv:Riba (Islamisk rättslära)]]
[[ur:سود]]