Jati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Afitzone (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Menambah referensi penting
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(93 revisi perantara oleh 63 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{kegunaanlain}}
{{Speciesbox
{{Taxobox
| colorfill = lightgreenyes
| genus = '''''Tectona'''''
| name = Jati
| species = '''''T. grandis'''''
| image =Starr_010304-0485_Tectona_grandis.jpg
|authority=[[Carolus Linnaeus yang Muda|L.f.]]
| image_width = 240px
| image_caption = Pucuk jati dan buahnya
| regnum = [[Tumbuhan|Plantae]]
| divisio = [[Tumbuhan berbunga|Magnoliophyta]]
| classis = [[Magnoliopsida]]
| ordo = [[Lamiales]]
| familia = [[Lamiaceae]]
| genus = '''''Tectona'''''
| species = '''''T. grandis'''''
| binomial = ''Tectona grandis''
| binomial_authority = Linn. f.
}}
 
'''Jati''' adalah sejenis [[pohon]] penghasil [[kayu]] bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 3050-4070 [[meter|m]]. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama ''teak'' ([[bahasa Inggris]]). Nama ini berasal dari kata ''thekku'' (തേക്ക്) dalam [[bahasa Malayalam]], bahasa di negara bagian [[Kerala]] di [[India]] selatan. Nama ilmiah jati adalah ''Tectona grandis'' L.f.
 
Jati dapat tumbuh di daerah dengan [[curah hujan]] 1 500 – 2 000 &nbsp;mm/tahun dan [[suhu]] 27 – 36&nbsp;°C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.<ref name=akram>{{en}} Akram M, Aftab F. 2007. In vitro micropropagation and rhizogenesis of teak (Tectona grandis L.). ''Pak J Biochem Mol Biol'' 40(3): 125-128.</ref> Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan [[pH]] 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air.<ref>{{en}} BIOTROP. 2010. Services laboratory – SEAMEO BIOTROP. [terhubung berkala]. http://sl.biotrop.org {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20211211205612/http://sl.biotrop.org/ |date=2021-12-11 }} [5 Feb 2010].</ref> Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 &nbsp;cm saat dewasa.<ref name=akram/>
Jati dikenal dunia dengan nama ''teak'' ([[bahasa Inggris]]). Nama ini berasal dari kata ''thekku'' (തേക്ക്) dalam [[bahasa Malayalam]], bahasa di negara bagian [[Kerala]] di [[India]] selatan. Nama ilmiah jati adalah ''Tectona grandis'' L.f.
 
Jati dapat tumbuh di daerah dengan [[curah hujan]] 1 500 – 2 000 mm/tahun dan [[suhu]] 27 – 36&nbsp;°C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.<ref name=akram>{{en}} Akram M, Aftab F. 2007. In vitro micropropagation and rhizogenesis of teak (Tectona grandis L.). ''Pak J Biochem Mol Biol'' 40(3): 125-128.</ref> Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan [[pH]] 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air.<ref>{{en}} BIOTROP. 2010. Services laboratory – SEAMEO BIOTROP. [terhubung berkala]. http://sl.biotrop.org [5 Feb 2010].</ref> Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa.<ref name=akram/>
 
Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan [[germinasi]] rendah (biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami menjadi sulit sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati.<ref name=tiwari>{{en}} Tiwari SK, Tiwari KP, Siril EA. 2002. An improved micropropagation protocol for teak. ''Plant Cell Tissue Organ Cul'' 71: 1-6.</ref> Jati biasanya diproduksi secara [[konvensional]] dengan menggunakan [[biji]]. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras.<ref name=tiwari/> Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri.<ref name=ahuja>{{en}} Ahuja MR. 1993. Micropropagations of Woody Plants. Kluwer Academic Publishers: Netherlands.</ref> Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.<ref name=ahuja/>
 
Umumnya, Jati yang sedang dalam proses pembibitan rentan terhadap beberapa penyakit antara lain ''leaf spot disease'' yang disebabkan oleh ''Phomopsis'' sp., ''Colletotrichum gloeosporioides'', ''Alternaria'' sp., dan ''Curvularia'' sp., ''leaf rust'' yang disebabkan oleh ''[[Olivea tectonea]]'', dan ''powdery mildew'' yang disebabkan oleh ''[[Uncinula tectonae]]''.<ref name=bala>{{en}} Balasundaran M, Sharma JK, Florence EJM, Mohanan C. 1995. Leaf spot diseases of teak and their impact on seedling production in nurseries. [terhubung berkala]. http://www.metla.fi/iufro/iufro95abs/d2pap88.htm {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20050222234323/http://www.metla.fi/iufro/iufro95abs/d2pap88.htm |date=2005-02-22 }} [5 Feb 2010].</ref> Phomopsis sp. merupakan penginfeksi paling banyak, tercatat 95% bibit terkena infeksi pada tahun 1993-1994.<ref name=bala/> [[Infeksi]] tersebut terjadi pada bibit yang berumur 2 – 8 bulan.<ref name=bala/> Karakterisasi dari infeksi ini adalah adanya [[necrosis]] berwarna coklat muda pada pinggir daun yang kemudian secara bertahap menyebar ke pelepah, infeksi kemudian menyebar ke bagian atas daun, [[petiol]], dan ujung batang yang mengakibatkan bagian daun dari batang tersebut mengalami kekeringan.<ref name=bala/> Jika tidak disadari dan tidak dikontrol, infeksi dari Phomopsis sp. akan menyebar sampai ke seluruh bibit sehingga proses penanaman jati tidak bisa dilakukan. <ref name=bala/>
 
== Habitus ==
Pohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (''clear bole'') dapat mencapai 18-2018–20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati ''blimbing'' memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati ''pring'' ([[bahasa Jawa|Jw.]], bambu) nampaktampak seolah berbuku-buku seperti [[bambu]]. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang.dan sering kali masyarakat indonesia salah mengartikan jati dengan tanaman [[jabon]]( antocephalus cadamba ) padahal mereka dari jenis yang berbeda.
 
Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter.
 
Pohon jati yang dianggapdikatakan baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
 
Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 60–70&nbsp;cm × 80-100 80–100&nbsp;cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 &nbsp;cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah [[darah]] apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.
 
Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 &nbsp;cm × 40 &nbsp;cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 &nbsp;mm. Berumah satu.
 
Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 &nbsp;cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai [[balon]] kecil. Nilai Rf pada daun jati sendiri sebesar 0,58-0,63.
 
== Sifat ekologis dan penyebaran ==
[[Berkas:Tectona grandis Blanco1.114.png|thumbjmpl|leftkiri|250px|''Tectona grandis'']]
Jati menyebar luas mulai dari [[India]], [[Myanmar]], [[Laos]], [[Kamboja]], [[Thailand]], [[Indochina]], sampai ke [[Jawa]]. Jati tumbuh di [[hutan gugur|hutan-hutan gugur]], yang menggugurkan daun di musimdimusim [[kemarau]].
 
Menurut sejumlah ahli botani, jati merupakan spesies asli di Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, MuangthaiThailand, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos.
 
Sekitar 70% kebutuhan jati dunia pada saat ini dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh [[India]], [[Thailand]], [[Jawa]], [[Srilangka]], dan [[Vietnam]]. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. LainnyaDi berasal[[Afrika]] daridan hasil[[Karibia]] hutanjuga tanamanbanyak jatidipelihara.
 
Jati paling banyak tersebar di Asia. Selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati dikembangkan sebagai hutan tanaman di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), dan Malaysia (1909).
 
Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan [[curah hujan]] antara 1200-3000 1200–3000&nbsp;mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl.
 
Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon.
 
Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.
Baris 60 ⟶ 48:
Tanah yang sesuai adalah yang agak [[basa]], dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki [[aerasi]] yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, ''calcium'') dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air.
 
Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa; ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. NamunMenurut pengujianT.Altona, variasipenanaman ''isozyme''jati yang pertama dilakukan oleh Kertadikaraorang (1994)hindu menunjukkanyang datang ke Jawa. Sehingga terkesan, jati didatangkan oleh orang hindu atau negeri hindulah tempat asli dari jati. Pendapat ini diperkuat oleh seorang ahli botani, Charceus yang mengatakan bahwa jati di Pulau Jawa telahberasal berevolusidari sejakIndia puluhanyang hinggadibawa ratusan ribusejak tahun yang1500 silamSM (Mahfudzsampai dkk.,abad ''t.t.ke- 7 '')Masehi.
Kontroversi ini kemudian terjawab dengan penelitian marker genetik menggunakan teknik isoenzyme/pengujian variasi ''isozyme'' yang dilakukan oleh Kertadikara pada tahun 1994. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa jati yang tumbuh di Indonesia (Jawa) merupakan jenis asli. Jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam (Mahfudz dkk., ''t.t. ''). Jati ini mengalami mekanisme adaptasi khusus sesuai dengan keadaan iklim dan edaphis yang berkembang puluhan hingga ratusan ribu tahun sejak zaman quarternary dan pleistocene di asia Tenggara.
 
Karena nilai kayunya, jati kini juga dikembangkan di luar daerah penyebaran alaminya. Di [[Afrika]] tropis, [[Benua Amerika|Amerika]] tengah, [[Australia]], [[NewSelandia ZealandBaru]], [[Pasifik]] dan [[Taiwan]].
 
=== Sebaran hutan jati di Indonesia ===
Di [[Indonesia]] sendiri, selain di Jawa dan [[Muna]], jati juga dikembangkan di [[Bali]] dan [[Nusa Tenggara]].
Baris 69 ⟶ 56:
Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya untuk mengembangkan jati di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Hasilnya kurang menggembirakan. Jati mati setelah berusia dua atau tiga tahun. Masalahnya, tanah di kedua tempat ini sangat asam. Jati sendiri adalah jenis yang membutuhkan zat kalsium dalam jumlah besar, juga zat fosfor. Selain itu, jati membutuhkan cahaya matahari yang berlimpah.
 
Sekarang, di luar Jawa, kita dapat menemukan hutan jati secara terbatas di beberapa tempat di Pulau Sulawesi, Pulau Muna, daerah Bima di Pulau Sumbawa, dan Pulau Buru. Jati berkembang juga di daerah Lampung di Pulau SumateraSumatra.
 
Pada 1817, Raffles mencatat jika hutan jati tidak ditemukan di Semenanjung Malaya atau SumateraSumatra atau pulau-pulau berdekatan. Jati hanya tumbuh subur di Jawa dan sejumlah pulau kecil di sebelah timurnya, yaitu Madura, Bali, dan Sumbawa. Perbukitan di bagian timur laut Bima di Sumbawa penuh tertutup oleh jati pada saat itu.
 
Heyne, pada 1671, mencatat keberadaan jati di Sulawesi, walau hanya di beberapa titik di bagian timur. Ada sekitar 7.000 ha di Pulau Muna dan 1.000 ha di pedalaman Pulau Butung di Teluk Sampolawa. Heyne menduga jati sesungguhnya terdapat pula di Pulau Kabaena, serta di Rumbia dan Poleang, di Sulawesi Tenggara. Analisis DNA mutakhir memperlihatkan bahwa jati di Sulawesi Tenggara merupakan cabang perkembangan jati jawa.
 
Jati yang tumbuh di Sulawesi Selatan baru ditanam pada masa 1960an dan 1970an. Ketika itu, banyak lahan di Billa, Soppeng, Bone, Sidrap, dan Enrekang sedang dihutankan kembali. Di Billa, pertumbuhan pohon jatinya saat ini tidak kalah dengan yang ada di Pulau Jawa. Garis tengah batangnya dapat melebihi 30 &nbsp;cm.
 
=== Penyebaran jati ke Jawa ===
Walaupun menyebar luas di Pulau Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil, mayoritas ahli sepakat bahwa jati bukan tumbuhan asli di Indonesia. Ada beberapa dugaan tentang asal mula budidaya jati di Indonesia. Raffles menunjukkan bahwa, pada abad ke-15 dan ke-16, hutan jati yang terdekat dengan Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil berada di Siam dan Pegu. Kedua negeri itu tercatat pernah mengekspor barang ke Jawa melalui kapal-kapal besar. Ia lantas menduga bahwa orang laut dulu mengimpor jati, entah dari Pegu, entah dari Malabar.
 
Oleh karena jarak antarpohon cenderung beraturan, Altma (1922) memperkirakan bahwa hutan jati di Jawa mungkin merupakan hasil penanaman di akhir era Hindu (abad ke-14 hingga ke-16). Ia menduga jika penguasa Jawa masa itu telah menganggap jati sebagai suatu pohon suci. Mereka lantas mengimpor jenis pohon itu dari Kelinga di pantai timur India Selatan sejak abad kedua.
Jati memang banyak ditemukan di sekitar candi-candi untuk menghormati Dewa Syiwa. Namun, Simatupang (2000) melihat jika jati telah menyebar jauh lebih luas. Ia menduga penyebaran yang lebih luas ini berkat keterlibatan para petani sekitar candi. Para petani itu sudah melihat kegunaan jati dan budidayanya yang mudah.
 
Simatupang menduga bahwa, di tempat-tempat tertentu di Jawa yang tidak cocok untuk persawahan, perladangan berpindah dipraktikkan. Perladangan berpindah adalah cara bertani yang biasa dilakukan semasa itu di banyak daerah lain di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Sebelum berpindah ladang, petani-petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur mungkin telah menanam pohon jati. Oleh karena sesuai dengan iklim kering setempat yang kerap menimbulkan kebakaran, jati kemudian menjadi spesies dominan.
 
=== Daerah sebaran hutan jati di Jawa ===
[[Berkas:Hutan Bojonegoro.jpg|jmpl|Kebun jati di Bojonegoro]]
Sedini 1927, hutan jati tercatat banyak menyebar di pantai[[Pegunungan utaraKapur JawaUtara]] dan [[Pegunungan Kendeng]] dan [[Gunung Muria]], mulai dari Kerawang[[kabupaten Jepara]] hingga ke ujung timur pulau[[Kabupaten iniProbolinggo]]. Namun, hutan jati paling banyak menyebar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu sampai ketinggian 650 meter di atas permukaan laut. Hanya di daerah Besuki jati tumbuh tidak lebih daripada 200 meter di atas permukaan laut.
 
Di kedua provinsi ini, hutan jati sering terbentuk secara alami akibat iklim muson yang menimbulkan kebakaran hutan secara berkala. Hutan jati yang cukup luas di Jawa terpusat dan terbesar di daerah alashutan roban[[Kabupaten RembangBojonegoro]], Blora,dan Groboragan,hutan dan[[Kabupaten PatiBlora]]. Bahkan, jati jawa dengan mutu terbaik dan sudah diakui dunia furniture internasional dihasilkan didari daerah tanahKabupaten perkapuranBojonegoro Cepudan Blora. Kedua daerah tersebut memiliki keunggulan masing-masing. Jati dari daerah Blora disukai para perajin furniture karna serat jati lurus terutama untuk bahan flooring kualitas export, sedangkan Jati dari Kabupaten Bojonegoro disukai para perajin rumah kayu jati untuk bahan joglo atau rumah penduduk karna paling kuat dan memiliki berat jenis paling tinggi dibanding jati dari daerah lainya serta serat mahkota yang variatif. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya penemuan kayu jati purbalaka (kayu pendem) yang berusia ribuan tahun dari hutan sekitaran Bojonegoro dan Blora. Kayu jati Jawa, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur paling disukai dunia internasional terutama negara-negara 4 musim di Eropa dan Amerika karena hanya jati kualitas terbaik yang bisa bertahan di 4 musim yang berbeda.
 
Saat ini, sebagian besar lahan hutan jati di Jawa dikelola oleh Perhutani, sebuah perusahaan umum milik negara di bidang kehutanan. Pada 2003, luas lahan hutan Perhutani mencapai hampir seperempat luas Pulau Jawa. Luas lahan hutan jati Perhutani di Jawa mencapai sekitar 1,5 juta hektarhektare. Ini nyaris setara dengan setengah luas lahan hutan Perhutani atau sekitar 11% luas Pulau Jawa Dwipa.
 
== Sifat-sifat kayu dan pengerjaan ==
Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan III dan kelas keawetan I-II. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan [[rayap]].
 
[[Kayu teras]] jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. [[Kayu gubal]], di bagian luar, berwarna putih dan kelabu kekuningan.
 
Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat [[furniture]]/[http://jeparagallery.com mebel] dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampaktampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah.
 
Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu yang mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi [http://jeparagallery.com mebel taman], [http://jeparagallery.com mebel interior], [http://furniture-jepara.com kerajinan], panel, dan anak tangga yang berkelas.
 
Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati digunakan juga sebagai bahan dok pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga, dan kapal perang.
Baris 118 ⟶ 98:
 
== Kegunaan kayu jati ==
[[Berkas:Book-rose-and-candle-on-teak.jpg|thumbjmpl|240px|Permukaan mebel jati.]]
Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis; apalagi bila dipakai di bawah naungan atap.
 
Jati sejak lama digunakan sebagai bahan baku pembuatan [[kapal laut]], termasuk kapal-kapal [[VOC]] yang melayari samudera dipada abad ke-17. Juga dalam konstruksi berat seperti jembatan dan bantalan rel.
 
Di dalam rumah, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku furniture, kayu jati digunakan pula dalam struktur bangunan. Rumah-rumah tradisional Jawa, seperti rumah [[joglo]] [[Jawa Tengah]], menggunakan kayu jati di hampir semua bagiannya: tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir.
 
Dalam industri kayu sekarang, jati diolah menjadi [[venir]] (''veneer'') untuk melapisi wajah [[kayu lapis]] mahal; serta dijadikan keping-keping [[parket]] (''parquet'') penutup lantai. Selain itu juga diekspor ke mancanegara dalam bentuk [http://jeparagallery.com furniture] luar-rumah.
 
Ranting-ranting jati yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk mebel, dimanfaatkan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu jati menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar [[lokomotif]] uap.
 
Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh [http://indofw.com Indonesia] dan Myanmar.
 
=== Fungsi ekonomis hutan jati jawa: hasil hutan kayu ===
Baris 140 ⟶ 120:
VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, Kompeni Hindia Timur Belanda) bahkan sedemikian tertarik pada “emas hijau” ini hingga berkeras mendirikan loji pertama mereka di Pulau Jawa —tepatnya di Jepara— pada 1651. VOC juga memperjuangkan izin berdagang jati melalui Semarang, Jepara, dan Surabaya. Ini karena mereka menganggap perdagangan jati akan jauh lebih menguntungkan daripada perdagangan rempah-rempah dunia yang saat itu sedang mencapai puncak keemasannya.
 
Di pertengahan abad ke-18, VOC telah mampu menebang jati secara lebih modern. Dan, sebagai imbalan bantuan militer mereka kepada Kerajaan Mataram di awal abad ke-19, VOC juga diberikan izin untuk menebang lahan hutan jati yang luas.
 
VOC lantas mewajibkan para pemuka bumiputera untuk menyerahkan kayu jati kepada VOC dalam jumlah tertentu yang besar. Melalui sistem blandong, para pemuka bumiputera ini membebankan penebangan kepada rakyat di sekitar hutan. Sebagai imbalannya, rakyat dibebaskan dari kewajiban pajak lain. Jadi, sistem blandong tersebut merupakan sebentuk kerja paksa.
Baris 157 ⟶ 137:
Daun jati juga banyak digunakan di [[Yogyakarta]], Jawa Tengah dan [[Jawa Timur]] sebagai pembungkus [[tempe]].
 
Berbagai jenis serangga [[hama]] jati juga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan orang [[desa]]. Dua di antaranya adalah [[belalang]] jati ([[bahasa Jawa|Jw.]] ''walang kayu''), yang besar berwarna kecoklatan, dan [[Entung jati|ulat- jati]] (''EndoclitaHyblaea puera''). [[Kupu-kupu dan ngengat|Ulat]] jati bahkan kerap dianggap makanan istimewa karena lezatnya. Ulat ini dikumpulkan menjelang musim hujan, di pagi hari ketika ulat-ulat itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong (Jw. ''ungkrung''). Kepompong ulat jati pun turut dikumpulkan dan dimakan.
 
=== Fungsi ekonomis lain dari hutan jati jawaJawa ===
Jika berkunjung ke hutan-hutan jati di Jawa, kita akan melihat bahwa kawasan-kawasan itu memiliki fungsi ekonomis lain di samping menghasilkan kayu jati.
 
Baris 166 ⟶ 146:
Hutan jati terutama menyediakan lahan garapan. Di sela-sela pepohonan jati, para petani menanam palawija berbanjar-banjar. Dari hutan jati sendiri, mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan berupa madu, sejumlah sumber makanan berkarbohidrat, dan obat-obatan.
 
Makanan pengganti nasi yang tumbuh di hutan jati misalnya adalah [[gadung]] (''Dioscorea hispida'') dan [[uwi]] (''Dioscorea alata''). Bahkan, masyarakat desa hutan jati juga memanfaatkan [[iles-iles]] (''AmmorphophallusAmorphophallus'') pada saat [[paceklik]]. Tumbuhan obat-obatan tradisional seperti [[kencur]] (''Alpina longa''), [[kunyit]] (''Curcuma domestica''), [[jahe]] (''Zingiber officinale''), dan [[temu lawak]] (''Curcuma longa'') tumbuh di kawasan hutan ini.
 
Pohon jati juga menghasilkan bergugus-gugus bunga keputihan yang merekah tak lama setelah fajar. Masa penyerbukan bunga jati yang terbaik terjadi di sekitar tengah hati —setiap bunga hidup hanya sepanjang satu hari. Penyerbukan bunga dilakukan oleh banyak serangga, tetapi terutama oleh jenis-jenis lebah. Oleh karena itu, penduduk juga sering dapat memanen madu lebah dari hutan-hutan jati.
Baris 172 ⟶ 152:
Masyarakat desa hutan jati di Jawa juga biasa memelihara ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing. Jenis ternak tersebut memerlukan rumput-rumputan sebagai pakan. Walaupun para petani kadang akan mudah mendapatkan rerumputan di sawah atau tegal, mereka lebih banyak memanfaatkan lahan hutan sebagai sumber penghasil makanan ternak. Dengan melepaskan begitu saja ternak ke dalam hutan, ternak akan mendapatkan beragam jenis pakan yang diperlukan. Waktu yang tidak dipergunakan oleh keluarga petani untuk mengumpulkan rerumputan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya.
 
=== Fungsi non-ekonomis hutan jati jawaJawa ===
Pada 2003, sekitar 76% lahan hutan jati Perhutani di Jawa dikukuhkan sebagai hutan produksi, yaitu kawasan hutan dengan fungsi pokok memproduksi hasil hutan (terutama kayu). Hanya kurang dari 24% hutan jati Perhutani dikukuhkan sebagai hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, dan cagar alam.
 
Baris 185 ⟶ 165:
Jika hutan jati berbentuk hutan murni —sehingga lebih seperti ‘kebun’ jati— erosi tanah justru akan lebih besar terjadi. Tajuk jati rakus cahaya matahari sehingga cabang-cabangnya tidak semestinya bersentuhan. Perakaran jati juga tidak tahan bersaing dengan perakaran tanaman lain. Dengan demikian, serasah tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan, lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin.
 
Untunglah, hutan jati berkembang dengan sejumlah tanaman yang lebih beragam. Di dalam hutan jati, kita dapat menemukan bungur (''Lagerstroemia speciosa''), dlingsem (''Homalium tomentosum''), dluwak (''Grewia paniculata''), katamaka (''Kleinhovia hospita''), kemloko (''Phyllanthus emblica''), [[Kepuh]] (''Sterculia foetida''), kesambi (''Schleichera oleosa''), laban (''Vitex pubscens''), ploso (''Butea monosperma''), serut (''Streblus asper''), trengguli (''Cassia fistula''), winong (''Tetrameles nudflora''), dan lain-lain. Lamtoro (''Leucenia leucocephalla'') dan akasia (''Acacia villosa'') pun ditanam sebagai tanaman sela untuk menahan erosi tanah dan menambah kesuburan tanah.
 
Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, yang gersang dan rusak parah sebelum 1978, ternyata berhasil diselamatkan dengan pola penanaman campuran jati dan jenis-jenis lain ini. Dalam selang waktu hampir 30 tahun, lebih dari 60% lahan rusak dapat diubah menjadi lahan yang menghasilkan.
Penduduk setempat paling banyak memilih menanam jati di lahan mereka karena melihat nilai manfaatnya, cara tanamnya yang mudah, dan harga jual kayunya yang tinggi. Mereka mencampurkan penanaman jati di kebun dan pekarangan mereka dengan mahoni (''Swietenia mahogany''), akasia (''Acacia villosa''), dan sonokeling (''Dalbergia latifolia'').
 
Daerah Gunung Kidul kini berubah menjadi lahan hijau yang berhawa lebih sejuk dan memiliki keragaman hayati yang lebih tinggi. Perubahan lingkungan itu telah mengundang banyak satwa untuk singgah, terutama burung —satwa yang kerap dijadikan penanda kesehatan suatu lingkungan. Selain itu, kekayaan lahan ini sekaligus menjadi cadangan sumberdaya untuk masa depan.
Baris 209 ⟶ 189:
* [[Jati putih]] (''Gmelina arborea'')
* [[Jati pasir]] (''Guettarda speciosa'')
* [[jabon]] (''antocephalus cadamba'')01:58, 1 Mei 2011 (UTC)
 
== Lihat pula ==
* [[Hutan jati]].
* [[Furniture Jepara]].
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== RujukanReferensi ==
* Awang, S.A. dkk., 2002, ''Etnoekologi Manusia di Hutan Rakyat''. Sinergi Press. Jogyakarta.
 
* Mahfudz dkk., ''t.t.'', ''Sekilas Jati''. Puslitbang Biotek dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Jogyakarta.
 
* Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid IV. Badan Litbang Kehutanan (penerj.). Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
 
* Lincoln, William dkk. 1989. The Encyclopedia of Wood. A Directory of Timbers and Their Special Uses. Oxford: Facts on File.
 
* Lombard, Denys. 1996. Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian II: Jaringan Asia (Le Carrefour Javanais. Essai d’histoire globale. II. Les réseaux asiatiques). Winarsih Arifin dkk. (penerj.). Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama.
 
* Nandika, Dodi. 2005. Hutan bagi Ketahanan Nasional. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
 
* Salim, H S. 2003. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika.
 
* Simon, Hasanu. 2004. Membangun Desa Hutan. Kasus Dusun Sambiroto. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
 
* Dah, U Saw Eh & U Shwe Baw. 2000. “Regional Teak Marketing and Trade”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
* Kertadikara, A.W.S. 1992. Variabilité génétique de quelques provenances de teck (Tectona grandis L.F.) et leur aptitude à la multiplication végétative. Thèse Université Nancy I.
 
* Lugt, Ch. S. ---. “Sejarah Penataan Hutan di Indonesia”. Dalam: Hardjosoediro, Soedarsono (penerj.). Cuplikan Het Boschbeheer in Nederlands Indie. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM.
 
* Perum Perhutani. 2000. “Marketing and Trade Policy of Perum Perhutani”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
 
* Simon, Hasanu. 2000. “The Evolvement of Teak Forest Management in Java, Indonesia”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
 
* Simatupang, Maruli H. 2000. “Some Notes on the Origin and Establishment of Teak Forest (Tectona grandis Lf.) in Java, Indonesia”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
 
* Somaiya, RT. 2000. “Marketing & Trading of Plantation Teakwood in India”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
 
* Suharisno. 2000. “Role and Prospect: Teak Plantation in Rural Areas of Gunung Kidul, Yogyakarta”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
 
* Suseno, Oemi Hani’in. 2000. “The History of Teak Silviculture in Indonesia”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
{{Taxonbar|from=Q156938}}
 
[[Kategori:Verbenaceae]]
[[Kategori:Pohon kayu]]
[[Kategori:Pohon]]
 
[[caKategori:TecaTectona]]
[[Kategori:Tumbuhan industri]]
[[cs:Teak]]
[[da:Teaktræ-slægten]]
[[de:Teakbaum]]
[[en:Teak]]
[[eo:Tektono (genro)]]
[[es:Tectona grandis]]
[[fa:ساج (درخت)]]
[[fi:Tiikki]]
[[fr:Teck]]
[[gu:સાગ]]
[[hi:सागौन]]
[[hsb:Teakowc]]
[[io:Teko]]
[[it:Tectona]]
[[ja:チーク]]
[[jv:Jati (tanduran)]]
[[kn:ಸಾಗುವಾನಿ]]
[[lt:Tikmedis]]
[[ml:തേക്ക്]]
[[mr:साग]]
[[my:ကျွန်း(အပင်)]]
[[nl:Teak]]
[[nn:Teak]]
[[no:Teak]]
[[pl:Teczyna]]
[[pnb:ٹیک]]
[[pt:Tectona]]
[[ru:Тик (дерево)]]
[[sk:Tík]]
[[sl:Tikovec]]
[[sv:Teaksläktet]]
[[te:టేకు]]
[[th:สัก (ต้นไม้)]]
[[vi:Tếch]]
[[zh:柚木]]