Sarip Tambak Oso: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k +rapikan |
k Cerita |
||
(11 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 2:
'''Sarip Tambak Oso''' adalah sebuah legenda populer di [[Jawa Timur]] yang sering dipentaskan dalam pertunjukan [[Ludruk]], terutama di daerah [[Surabaya]] dan [[Sidoarjo]]. Kisahnya tentang seorang pencuri budiman bernama Sarip yang berani menentang pemerintahan kolonial [[Hindia Belanda]] di daerahnya.
Dalam budaya ludruk, Sarip Tambak Oso sebenarnya adalah cerita rakyat yang mengisahkan perjuangan pemuda asal Madura dalam melawan kesewenangan penjajah Belanda yang dibumbui konflik sosial masyarakat. Meski secara garis besar cerita Sarip Tambak Oso selalu sama, yakni perjuangan sang pendekar kampung yang pada akhirnya mati diterjang peluru serdadu Belanda, Sarip justru masih hidup dan berhasil menikam tewas serdadu Belanda dengan belatinya
== Kisah ==
Dusun Tambak Oso dibagi menjadi 2 wilayah yang dibatasi oleh sebuah sungai, wilayah tersebut biasa disebut Wetan kali dan Kulon Kali. Masing-masing wilayah mempunyai Jagoan (orang yang disegani karena kesaktiannya). Wilayah Kulon kali di kuasai oleh seorang jagoan bernama Paidi, dan Wetan kali dikuasai oleh Sarip.▼
▲Dusun [[Tambak Oso]] dibagi menjadi 2 wilayah yang dibatasi oleh sebuah sungai, wilayah tersebut biasa disebut Wetan kali dan Kulon Kali. Masing-masing wilayah mempunyai Jagoan (orang yang disegani karena kesaktiannya). Wilayah Kulon kali di kuasai oleh seorang jagoan bernama Paidi, dan Wetan kali dikuasai oleh Sarip.
Paidi adalah seorang pendekar yang berprofesi sebagai Kusir Dokar yang mempunyai senjata andalan berupa Jagang yang terkenal dengan sebutan Jagang Baceman.▼
▲Paidi adalah seorang pendekar yang berprofesi sebagai [[Kusir]] [[Dokar]] yang mempunyai senjata andalan berupa Jagang yang terkenal dengan sebutan Jagang Baceman.
Sarip adalah pemuda jagoan dari desa Tambak Oso yang berhati keras, mudah marah, namun sangat menyayangi kaum miskin, terutama kepada ibunya yang seorang janda. Di tengah kemiskinan dan kebodohan, Sarip bertindak sebagai maling budiman yang mencuri di rumah-rumah orang Belanda, saudagar kikir, dan para lintah darat, untuk dibagi-bagikan kepada warga miskin.
Sarip selalu menjadi Target Operasi Government [[Belanda]], karena perbuatannya yang dianggap membuat keonaran dan memprovokasi masyarakat untuk menentang kebijakan Belanda.
Suatu hari, sarip mendapati Ibunya sedang dihajar oleh [[Lurah]] [[Gedangan]] karena ibunya tidak dapat membayar pajak tanah garapan berupa tambak. Melihat hal tersebut Sarip marah dan langsung menghabisi nyawa Lurah Gedangan dengan sebilah pisau dapur yang menjadi senjata andalannya.
Setelah terjadi perang mulut antara Sarip dan Paidi, terjadilah [[duel]] antara dua pendekar tersebut. Sebilah [[pisau]] [[dapur]] ternyata tidak lebih
Dibagian [[hilir]] [[sungai]] Sedati, Ibunda Sarip "Mbok e Sarip" tengah mencuci pakaian, entah kenapa pikirannya gundah gulana memikirkan anak keduanya itu. Dia berhenti mencuci karena ada warna merah darah yang mengalir
Kemudian ibunya bercerita, ketika Sarip masih dalam kandungan, Ayahnya bertapa di Goa Tapa (daerah Sumber Manjing)selama beberapa waktu, dan ayahnya kembali pada saat anak keduanya telah lahir dengan membawa sebongkah kecil tanah merah "Lemah Abang". Selanjutnya tanah tersebut dibelah dan diberikan pada Sarip dan Ibunya untuk dimakan. Dikatakan oleh ayah Sarip, bahwa Sarip akan dapat bangkit dari kematian
{{Dongeng}}
{{Indonesia|navbar=plain|prefix=:Kategori:
umur gemulingCerita rakyat dari|title=Daftar cerita rakyat di Indonesia menurut provinsi (kategori)|image=}} [[Kategori:Cerita rakyat
|