Budaya Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Riduwan philly (bicara | kontrib)
Nuguseo (bicara | kontrib)
 
(152 revisi perantara oleh 49 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{refimproveRefimprove}}
'''Budaya Minangkabau''' adalah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat [[Minangkabau]] dan berkembang di seluruh kawasan berikut daerah perantauan Minangkabau. Budaya ini merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di [[Nusantara]] yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis, dan sintetik, yang menjadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni [[Kebudayaan Jawa|budaya Jawa]] yang bersifat [[feodal]] dan sinkretik.<ref>{{Cite web|work=melayuonline.com|url=http://melayuonline.com/ind/news/read/11500|title=Minangkabau-Jawa: Dialektika Dua Kebudayaan dan Identitas Budaya|date=16 Juni 2010|archive-url=https://web.archive.org/web/20170627094749/http://melayuonline.com/ind/news/read/11500|archive-date=2017-06-27|access-date=24 September 2020|status-url=dead|dead-url=no}}</ref>
'''Budaya Minangkabau''' adalah sebuah budaya yang berkembang di [[Minangkabau]] serta daerah rantau Minang. Hal ini merujuk pada wilayah di [[Indonesia]] meliputi propinsi [[Sumatera Barat]], bagian timur propinsi [[Riau]], bagian selatan propinsi [[Sumatera Utara]], bagian timur propinsi [[Jambi]], bagian utara propinsi [[Bengkulu]], dan [[Negeri Sembilan]], [[Malaysia]]. Berbeda dengan kebanyakan budaya yang berkembang di dunia, budaya Minangkabau menganut sistem matrilineal baik dalam hal pernikahan, persukuan, warisan dan sebagainya.
 
Berbeda dengan kebanyakan budaya yang berkembang di dunia yang menganut sistem patrilineal, budaya Minangkabau justru menganut sistem [[matrilineal]] baik dalam hal pernikahan, persukuan, warisan, gelar adat dan sebagainya.
== Wilayah budaya ==
 
== Sejarah ==
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari ''Luhak Nan Tigo'', yang meliputi [[Kabupaten Tanah Datar]], [[Kabupaten Agam]], dan [[Kabupaten Lima Puluh Kota]] sekarang. Kemudian budaya tersebut menyebar ke wilayah rantau di sisi barat dan timur ''Luhak Nan Tigo''.<ref name="Kato">{{cite book |title=Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah |last= Kato |first=Tsuyoshi |authorlink= |coauthors= |year=2005 |publisher=PT Balai Pustaka |location= |isbn=979-690-360-1 |page=21 |pages= |url= |accessdate=}}</ref> Batas-batasnya biasa dinyatakan dalam ungkapan Minang berikut ini :
 
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari [[Luhak|Luhak Nan Tigo]], yang kemudian menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo.<ref name="Kato">{{cite book|title=Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah|last= Kato|first=Tsuyoshi|authorlink=|coauthors=|year=2005|publisher=PT Balai Pustaka|location=|isbn=979-690-360-1|page=21|pages=|url=|accessdate=}}</ref> Saat ini wilayah budaya Minangkabau meliputi [[Sumatera Barat]], bagian barat [[Riau]] ([[kabupaten Kampar|Kampar]], [[kabupaten Kuantan Singingi|Kuantan Singingi]], [[kabupaten Rokan Hulu|Rokan Hulu]]), pesisir barat [[Sumatera Utara]] ([[Natal, Mandailing Natal|Natal]], [[Sorkam, Tapanuli Tengah|Sorkam]], [[Kota Sibolga|Sibolga]], dan [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]]), bagian barat [[Jambi]] ([[Kabupaten Kerinci|Kerinci]], [[Bungo]]), bagian utara [[Bengkulu]] ([[Kabupaten Mukomuko|Mukomuko]]), bagian barat daya [[Aceh]] ([[Kabupaten Aceh Barat Daya|Aceh Barat Daya]], [[Aceh Selatan]], [[Aceh Barat]], [[Nagan Raya]], dan [[Kabupaten Aceh Tenggara]]).
<poem>
[[Berkas:Pengguna Bahasa Minang di Sumatra.png|jmpl|Peta wilayah penggunaan Bahasa Minangkabau]]
''Dari Sikilang Aia Bangih''
''hingga Taratak Aia Hitam''
''Dari Durian Ditakuak Rajo''
''hingga Sialang Balantak Basi''
</poem>
 
Budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya [[animisme]] dan [[Hindu]]-[[Budha]]. Kemudian sejak kedatangan para reformis [[Islam]] dari [[Timur Tengah]] pada akhir abad ke-18 (rujukan), adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan [[hukum Islam]] dihapuskan. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak [[Kaum Adat]] untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada [[syariat Islam]]. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang.
Jika merujuk pada ungkapan tersebut, maka wilayah budaya Minangkabau meliputi :
# Sumatera Barat
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah [[Perang Padri]] yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan ''cadiak pandai'' (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut tertuang dalam sebuah adagium yang berbunyi: ''Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai.'' (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada [[Al-Qur'an|Al-Quran]]). Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki [[masjid]], selain [[surau]] yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri [[Silat Minangkabau|pencak silat]].
# Bagian barat Riau : Kabupaten [[Kampar]], [[Kuantan Singingi]], [[Pelalawan]], [[Indragiri Hulu]]
# Bagian selatan Sumatera Utara : Natal, [[Kabupaten Mandailing Natal]]
# Bagian barat Jambi : Kabupaten [[Kerinci]], [[Bungo]]
# Bagian utara Bengkulu : [[Kabupaten Mukomuko]]
 
== Produk kebudayaan ==
Ditambah daerah rantau yang menerapakan budaya Minangkabau, yaitu :
=== Persukuan/klan ===
# Negeri Sembilan, Malaysia
# Bagian barat Dan Tenggara Aceh : Kabupaten [[Aceh Barat Daya]], [[Aceh Selatan]], [[Nagan Raya]] Dan [[Kabupaten Aceh Tenggara]]
 
== Sistem Adat ==
Semenjak zaman [[kerajaan Pagaruyung]], ada tiga sistem [[Adat Minangkabau|adat]] yang dianut oleh [[suku Minangkabau]] yaitu :
# Sistem Kelarasan Koto Piliang
# Sistem Kelarasan Bodi Caniago
# Sistem Kelarasan Panjang
 
{{utama|Daftar suku Minangkabau}}
 
Persukuan atau suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan suatu kesatuan kelompok kekerabatan secara genealogis, di mana para anggotanya terikat oleh suatu garis keturunan yang sama dari satu leluhur. Suku juga menjadi basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata ''suku'' dalam [[Bahasa Minangkabau|Bahasa Minang]] dapat bermaksud ''satu perempat''. Hal ini dikaitkan dengan pendirian suatu [[nagari]] di [[Minangkabau]]. Suatu nagari dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Jika dibandingkan dengan kebudayaan lain, sistem persukuan hampir serupa dengan sistem marga dalam kebudayaan Batak. Perbedaannya adalah setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu ([[Matrilineal Minangkabau|matilineal]]), dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama. Sementara marga dalam tradisi [[Suku Batak|Batak]], diurut dari garis keturunan ayah ([[patrilineal]]).<ref name="Datuk">{{cite book|last=Batuah|first=A. Dt.|last2=Madjoindo|first2=A. Dt.|year=1959|title=Tambo Minangkabau dan Adatnya|location=Jakarta|publisher=Balai Pustaka}}</ref>
Dalam pola pewarisan [[Adat Minangkabau|adat]] dan harta, suku Minang menganut pola [[matrilineal]] yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia yang menganut pola [[patrilineal]]. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh [[agama Islam]] yang menjadi anutan orang Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenalah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan [[ibu]], sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam.
 
Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.<ref name="Datuk">{{cite book|last=Batuah|first=A. Dt.|last2=Madjoindo|first2=A. Dt.|year=1959|title=Tambo Minangkabau dan Adatnya|location=Jakarta|publisher=Balai Pustaka}}</ref>
=== Sistem Kelarasan Koto Piliang ===
 
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut ''payuang'' (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah ''sapayuang'' disebut ''saparuik''. Sebuah ''paruik'' (perut) biasanya tinggal pada sebuah [[Rumah Gadang]] secara bersama-sama.<ref name="De Jong">{{cite book|last=De Jong|first=P.E de Josselin|year=1960|url=|title=Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political Structure in Indonesia|location=Jakarta|publisher=Bhartara|isbn=|doi=|authorlink=P. E. de Josselin de Jong|coauthors=}}</ref>
Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh [[Datuk Ketumanggungan]]. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang adalah otokrasi atau kepemimpinan menurut garis keturunan yang dalam istilah adat disebut sebagai "menetes dari langit, bertangga naik, berjenjang turun"
Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah [[Kabupaten Tanah Datar|Tanah Datar]] dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah gadangnya adalah berlantai dengan ketinggian bertingkat-tingkat.
 
=== SistemKemasyarakatan Kelarasandan Bodi Caniagofilosofi ===
 
==== Kepemimpinan ====
Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh [[Datuk Perpatih Nan Sebatang]]. Sistem adatnya merupakan antitesis terhadap sistem adat Koto Piliang dengan menganut paham demokrasi yang dalam istilah adat disebut sebagai "yang membersit dari bumi, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi".
Masyarakat Minangkabau memiliki filosofi bahwa "pemimpin itu hanyalah ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah." Artinya seorang pemimpin haruslah dekat dengan masyarakat yang ia pimpin, dan seorang pemimpin harus siap untuk dikritik jika ia berbuat salah.<ref>Syamdani, PRRI, Pemberontakan atau Bukan?, Media Pressindo, 2008</ref> Dalam konsep seperti ini, Minangkabau tidak mengenal jenis pemimpin yang bersifat diktator dan totaliter. Selain itu konsep budaya Minangkabau yang terdiri dari republik-republik mini, dimana nagari-nagari sebagai sebuah wilayah otonom, memiliki kepala-kepala kaum yang merdeka. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama, serta dipandang sejajar di tengah-tengah masyarakat.
Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]]. Cirinya tampak pada lantai rumah gadang yang rata.
 
Dengan filosofi tersebut, maka Minangkabau banyak melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah di berbagai bidang, baik itu politik, ekonomi, kebudayaan, dan keagamaan. Sepanjang abad ke-20, etnis Minangkabau merupakan salah satu kelompok masyarakat di Indonesia yang paling banyak melahirkan pemimpin dan tokoh pelopor.<ref>Audrey R. Kahin, Rebellion to Integration, West Sumatra and the Indonesian Polity 1926-1998, 2005</ref> Mereka antara lain: [[Tan Malaka]], [[Mohammad Hatta]], [[Yusof Ishak]], [[Tuanku Abdul Rahman]], [[Sutan Sjahrir]], [[Agus Salim]], [[Assaat]], [[Hamka]], [[Mohammad Natsir]], [[Muhammad Yamin]], [[Abdul Halim]] dan lain-lain.
=== Sistem Kelarasan Panjang ===
 
==== Pendidikan ====
Sistem ini digagas oleh adik laki-laki dari dua tokoh diatas yang bernama Mambang Sutan Datuk Suri Dirajo nan Bamego-mego. Dalam adatnya dipantangkang pernikahan dalam negara yang sama. Sistem ini banyak dianut oleh luhak [[Kabupaten Agam|Agam]] dan sekitarnya.
Budaya Minangkabau mendorong masyarakatnya untuk mencintai pendidikan dan ilmu pengetahuan. Sehingga sejak kecil, para pemuda Minangkabau telah dituntut untuk mencari ilmu. Filosofi Minangkabau yang mengatakan bahwa ''"alam takambang manjadi guru''", merupakan suatu adagium yang mengajak masyarakat Minangkabau untuk selalu menuntut ilmu. Pada masa kedatangan Islam, pemuda-pemuda Minangkabau selain dituntut untuk mempelajari adat istiadat juga ditekankan untuk mempelajari ilmu agama. Hal ini mendorong setiap kaum keluarga, untuk mendirikan surau sebagai lembaga pendidikan para pemuda kampung.<ref>A.M.Z. Tuanku Kayo Khadimullah, Menuju Tegaknya Syariat Islam di Minangkabau: Peranan Ulama Sufi dalam Pembaruan Adat, Marja, 2007</ref>
 
Setelah kedatangan imperium Belanda, masyarakat Minangkabau mulai dikenalkan dengan sekolah-sekolah umum yang mengajarkan ilmu sosial dan ilmu alam. Pada masa [[Hindia Belanda]], kaum Minangkabau merupakan salah satu kelompok masyarakat yang paling bersemangat dalam mengikuti pendidikan Barat. Oleh karenanya, di Sumatera Barat banyak didirikan sekolah-sekolah baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta.
Namun dewasa ini semua sistem [[Adat Minangkabau|adat]] diatas sudah diterapkan secara bersamaan dan tidak dikotomis lagi.
 
Semangat pendidikan masyarakat Minangkabau tidak terbatas di kampung halaman saja. Untuk mengejar pendidikan tinggi, banyak di antara mereka yang pergi merantau. Selain ke negeri [[Belanda]], [[Pulau Jawa|Jawa]] juga merupakan tujuan mereka untuk bersekolah. Sekolah kedokteran [[STOVIA]] di Jakarta, merupakan salah satu tempat yang banyak melahirkan dokter-dokter Minang. Data yang sangat konservatif menyebutkan, pada periode 1900 – 1914, ada sekitar 18% lulusan STOVIA merupakan orang-orang Minang.<ref>Elizabeth E. Graves, The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule in the Nineteenth Century, 1981</ref>
== Reformasi Budaya ==
Kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, telah menghapus adat budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Tuanku Nan Renceh mendesak kaum adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada syariat Islam.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah [[perang Paderi]] yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cerdik pandai. Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariah Islam. Hal ini tertuang dalam adagium ''Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai'' (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al Quran). Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki mesjid, disamping surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri [[pencak silat]].
 
==== Harta PusakaKewirausahaan ====
{{Utama|Saudagar Minangkabau}}
Dalam budaya Minangkabau terdapat dua jenis harta pusaka, yakni harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan warisan turun-temurun yang dimiliki oleh suatu keluarga atau kaum, sedangkan harta pusaka rendah merupakan hasil pencaharian seseorang yang diwariskan menurut hukum Islam.
 
Orang Minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang memiliki etos kewirausahaan yang tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya perusahaan serta bisnis yang dijalankan oleh pengusaha Minangkabau di seluruh Indonesia. Selain itu banyak pula bisnis orang-orang Minang yang dijalankan dari Malaysia dan Singapura. Wirausaha Minangkabau telah melakukan perdagangan di Sumatra dan Selat Malaka, sekurangnya sejak abad ke-7. Hingga abad ke-18, para pedagang Minangkabau hanya terbatas berdagang emas dan rempah-rempah. Meskipun ada pula yang menjual senjata ke [[Kerajaan Malaka]], tetapi jumlahnya tidak terlalu besar.<ref>Christine E. Dobbin, Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy: Central Sumatra, 1784-1847, Curzon Press, 1983</ref> Pada awal abad ke-18, banyak pengusaha-pengusaha Minangkabau yang sukses berdagang rempah-rempah. Di Selat Malaka, Nakhoda Bayan, Nakhoda Intan, dan Nakhoda Kecil, merupakan pedagang-pedagang lintas selat yang kaya. Kini jaringan perantauan Minangkabau dengan aneka jenis usahanya, merupakan salah satu bentuk kewirausahaan yang sukses di Nusantara. Mereka merupakan salah satu kelompok pengusaha yang memiliki jumlah aset cukup besar.<ref>Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia</ref> Pada masa-masa selanjutnya budaya wirausaha Minangkabau juga melahirkan pengusaha-pengusaha besar diantaranya [[Hasyim Ning]], [[Rukmini Zainal Abidin]], [[Anwar Sutan Saidi]], [[Abdul Latief (pengusaha)|Abdul Latief]], [[Fahmi Idris]], dan [[Basrizal Koto]]. Pada masa Orde Baru pengusaha-pengusaha dari Minangkabau mengalami situasi yang tidak menguntungkan karena tiadanya keberpihakan penguasa Orde Baru kepada pengusaha pribumi.
=== Harta Pusaka Tinggi ===
 
Harta pusaka tinggi adalah harta milik seluruh anggota keluarga yang diperoleh secara turun temurun melalui pihak perempuan. Harta ini berupa rumah, sawah, ladang, kolam, dan hutan. Anggota kaum memiliki hak pakai dan biasanya pengelolaan diatur oleh datuk kepala kaum. Hak pakai dari harta pusaka tinggi ini antara lain; hak membuka tanah, memungut hasil, mendirikan rumah, menangkap ikan hasil kolam, dan hak menggembala.
==== Demokrasi ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Produk budaya Minangkabau yang juga menonjol ialah sikap demokratis pada masyarakatnya. Sikap demokratis pada masyarakat Minang disebabkan karena sistem pemerintahan Minangkabau terdiri dari banyak nagari yang otonom, dimana pengambilan keputusan haruslah berdasarkan pada musyawarah mufakat. Hal ini terdapat dalam pernyataan adat yang mengatakan bahwa "bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat". [[Abdurrahman Wahid]] dan [[Nurcholish Madjid]] pernah mengafirmasi adanya demokrasi Minang dalam budaya politik Indonesia. Sila keempat Pancasila yang berbunyi ''Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan'' ditengarai berasal dari semangat demokrasi Minangkabau, yang mana rakyat/masyarakatnya hidup di tengah-tengah permusyawaratan yang terwakilkan.
 
==== Harta pusaka ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Dalam budaya Minangkabau terdapat dua jenis harta pusaka, yakni harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan warisan turun-temurun dari leluhur yang dimiliki oleh suatu keluarga atau kaum, sedangkan harta pusaka rendah merupakan hasil pencaharian seseorang yang diwariskan menurut [[hukum Islam]].
 
Harta pusaka tinggi adalah harta milik seluruh anggota keluarga yang diperoleh secara turun temurun melalui pihak perempuan. Harta ini berupa [[rumah]], [[sawah]], ladang, kolam, dan [[hutan]]. Anggota kaum memiliki hak pakai dan biasanya pengelolaan diatur oleh datuk kepala kaum. Hak pakai dari harta pusaka tinggi ini antara lain; hak membuka tanah, memungut hasil, mendirikan rumah, menangkap ikan hasil kolam, dan hak menggembala.
 
Harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan dan hanya boleh digadaikan. Menggadaikan harta pusaka tinggi hanya dapat dilakukan setelah dimusyawarahkan di antara petinggi kaum, diutamakan di gadaikan kepada suku yang sama tetapi dapat juga di gadaikan kepada suku lain.
Baris 73 ⟶ 67:
Jika tidak ada biaya untuk pesta pengangkatan penghulu ([[datuk]]) atau biaya untuk menyekolahkan seorang anggota kaum ke tingkat yang lebih tinggi.
 
==== Kontroversi Hukumhukum Islam (syariah) ====
Menurut hukum Islam, harta haruslah diturunkan sesuai dengan ''faraidh'' yang sudah diatur pembagiannya antara pihak perempuan dan laki-laki. Namun di Minangkabau, seluruh harta pusaka tinggi diturunkan kepada anggota keluarga perempuan dari [[Matrilineal|garis keturunan ibu]]. Hal ini menimbulkan kontoversi dari sebagian [[ulama]].
 
Ulama Minangkabau yang paling keras menentang pengaturan harta pusaka tinggi yang tidak mengikuti hukum waris Islam adalah [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]], [[Syeikh Tahir Jalaluddin Al-Azhari]], dan [[Agus Salim]].<ref name="HAMKA_p23">{{cite book | last =Hamka | first = | authorlink = | coauthors = | title =Islam dan Adat Minangkabau | publisher =Pustaka Panjimas|year =1985| datemonth =Agustus 1985 | location =Jakarta | url = | doi = | isbn = | page =23}}</ref> Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, imam dan khatib [[Masjidil Haram]] [[Mekkah]], menyatakan bahwa harta pusaka tinggi termasuk harta [[syubhat]] sehingga haram untuk dimanfaatkan. BeliauDia konsisten dengan pendapatnya itu dan oleh sebab itulah ia tidak mau kembali ke [[ranah Minang]].<ref>Hamka (1985), p. 103.</ref> Sikap [[Abdul Karim Amrullah]] berbeda dengan ulama-ulama diatasdi atas. BeliauDia mengambil jalan tengah dengan memfatwakan bahwa harta pusaka tinggi termasuk kategori wakaf, yang boleh dimanfaatkan oleh pihak keluarga namun tidak boleh diperjualbelikan.Namun bagaimanapun juga,bentuk wakaf yang seperti ini tentu tidaklah sama dengan wakaf yang disyari'atkan islam. Karena dalam pemanfaatannya hanya diperuntukkan bagi orang tertentu dengan aturan-aturan adat (bukan aturan islam). Lagipula adakalanya pusaka tinggi ini bisa digadaikan dalam situasi tertentu.
 
Yang perlu digaris bawahi sebenarnya dari penilaian tokoh agama yang menentang pusaka tinggi ini adalah bahwa adat sebagai ketentuan dari manusia bisa saja dihapus,namun ketetapan agama yang bersumber dari Allah adalah mutlak. Maka bentuk syubhat itu harus dihindari. Penghapusan adat itu dianggap mudah bagi kaum agamais karena adat itu sendiri menyatakan tunduk pada kitabullah.
== Produk Budaya ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Landschap met moskee in Minangkabause bouwstijl te Kamp Taboe Sumatra`s Westkust TMnr 60003551.jpg|thumb|300px|Masjid khas Minangkabau di tahun 1895]]
 
"Adat basandi syarak,syarak basandi kitabullah"
=== Demokratis ===
Produk budaya Minangkabau yang cukup menonjol ialah sikap demokratis pada masyarakatnya. Sikap demokratis pada masyarakat Minang disebabkan karena sistem pemerintahan Minangkabau terdiri dari banyak nagari, dimana pengambilan keputusan haruslah berdasarkan pada musyawarah mufakat. Selain itu tidak adanya jarak antara pemimpin dan rakyat, menjadi faktor lain tumbuh suburnya budaya demokratis ditengah masyarakat Minang. Hal ini terdapat dalam pernyataan adat bahwa "pemimpin itu didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting". [[Abdurrahman Wahid]] dan [[Nurcholish Madjid]] pernah mengafirmasi adanya demokrasi Minang dalam budaya politik Indonesia. Sila keempat Pancasila yang berbunyi ''Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan'' ditengarai berasal dari semangat demokrasi Minangkabau, yang mana rakyat/masyarakatnya hidup ditengah-tengah permusyawaratan yang terwakilkan.
 
Asal muasal pusaka tinggi ini secara umum adalah hasil dari pembagian lahan saat membuka lahan sebagai tempat hunian baru. Dimana lahan tersebut belum ada pemiliknya.
=== Novel ===
Novel yang beredar luas serta menjadi pengajaran bagi pelajar di seluruh Indonesia dan Malaysia, merupakan novel-novel berlatarbelakang budaya Minangkabau. Seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Merantau ke Deli dan Dibawah Lindungan Ka'bah karya [[Hamka]], Salah Asuhan karya [[Abdul Muis]], Siti Nurbaya karya [[Marah Rusli]], dan Robohnya Surau Kami karya [[Ali Akbar Navis]].
 
Pada hakikatnya, harta pusaka tinggi merupakan amanah dari leluhur yang tidak diketahui siapa pemilik aslinya, dan diwasiatkan berdasarkan garis keturunan ibu. Jika harta ini diwariskan layaknya harta pusaka rendah atau warisan biasa, tentu harus jelas siapa yang mewariskannya. Itulah alasan logis harta pusaka tinggi tidak diperbolehkan untuk diwarisi oleh ayah.
Disamping itu terdapat pula produk budaya Minangkabau seperti upacara, festival, kesenian, tambo, pepatah-petitih, hingga makanan.
 
=== Upacara dan FestivalSeni ===
{{Bagian tanpa referensi}}
==== Arsitektur ====
[[Berkas:Pagaruyung Istana.jpg|jmpl|Istano Basa Pagaruyung sebuah replika istana asli Kerajaan Minangkabau yang sudah terbakar]]
Arsitektur Minangkabau merupakan bagian dari seni arsitektur khas Nusantara, yang wilayahnya merupakan kawasan rawan gempa. Sehingga banyak rumah-rumah tradisionalnya yang berbentuk panggung, menggunakan kayu dan pasak, serta tiang penyangga yang diletakkan di atas batu tertanam. Namun ada beberapa kekhasan arsitektur Minangkabau yang tak dapat dijumpai di wilayah lain, seperti atap bergonjong. Model ini digunakan sebagai bentuk atap rumah, balai pertemuan, dan kini juga digunakan sebagai bentuk atap kantor-kantor di seluruh Sumatera Barat. Di luar Sumatera Barat, atap bergonjong juga terdapat pada kantor perwakilan Pemda Sumatera Barat di [[Jakarta]], serta pada salah satu bangunan di halaman [[Istana Lama Seri Menanti|Istana Seri Menanti]], [[Negeri Sembilan]]. Bentuk gonjong diyakini berasal dari bentuk tanduk kerbau, yang sekaligus merupakan ciri khas etnik Minangkabau.
 
==== Masakan ====
* ''[[Tabuik]]''
{{Lihatpula|Masakan Minangkabau|Masakan Padang}}
* ''Turun mandi''
* ''Batagak pangulu''
* ''Turun ka sawah''
* ''Manyabik''
* ''Hari Rayo''
 
Memasak makanan yang lezat merupakan salah satu budaya dan kebiasaan masyarakat Minangkabau. Hal ini dikarenakan seringnya penyelenggaraan pesta adat, yang mengharuskan penyajian makanan yang nikmat. Masakan Minangkabau tidak hanya disajikan untuk masyarakat Minangkabau saja, tetapi juga telah dikonsumsi oleh masyarakat di seluruh [[Nusantara]]. Orang-orang Minang biasa menjual makanan khas mereka seperti [[rendang]], [[asam pedas]], [[soto padang]], [[sate padang]], dan [[dendeng balado]] di rumah makan yang biasa dikenal dengan [[Restoran Padang]]. Restoran Padang tidak hanya tersebar di seluruh Indonesia, tetapi juga banyak terdapat di [[Malaysia]], [[Singapura]], [[Australia]], [[Belanda]], dan [[Amerika Serikat]].<ref>http://www.okefood.com [http://www.okefood.com/read/2011/08/22/299/494820/nasi-padang-yang-lezat-dicari-hingga-singapura Nasi Padang yang Lezat Dicari hingga Singapura]</ref> Rendang salah satu masakan khas Minangkabau, telah dinobatkan sebagai masakan terlezat di dunia.<ref>{{cite book|first=Sri|last=Owen|title=Indonesian Regional Food and Cookery Doubleday|location=London dan Sydney|year=1994|publisher=Frances Lincoln Ltd|ISBN=978-1862056787}}</ref><ref>{{cite web|url=http://www.cnngo.com/explorations/eat/readers-choice-worlds-50-most-delicious-foods-012321|title=World’s 50 Most Delicious Foods by CNN GO|date=2011-09-07|accessdate=2012-05-18}}</ref>
Foto foto bisa dilihat di www.West-Sumatra.com [http://hadi.West-Sumatra.com]
[[Berkas:Rendang 3.JPG|jmpl|Rendang, masakan khas Minangkabau yang dinobatkan sebagai makanan terlezat di dunia]]
ET Hadi Saputra Katik Sati 13:17, 27 Februari 2010 (UTC)
 
Masakan Minangkabau merupakan masakan yang kaya akan variasi bumbu. Oleh karenanya banyak dimasak menggunakan rempah-rempah seperti cabai, serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, dan bawang merah. Kelapa merupakan salah satu unsur pembentuk cita rasa masakan Minang. Bahan utama masakan Minang antara lain daging sapi, daging kambing, ayam, ikan, dan belut. Orang Minangkabau hanya menyajikan makanan-makanan yang halal, sehingga mereka menghindari alkohol dan lemak babi. Selain itu masakan Minangkabau juga tidak menggunakan bahan-bahan kimia untuk pewarna, pengawet, dan penyedap rasa. Teknik memasaknya yang agak rumit serta memerlukan waktu cukup lama, menjadikannya sebagai makanan yang nikmat dan tahan lama.
=== Kesenian ===
 
==== Literasi ====
* ''[[Randai]]''
{{Bagian tanpa referensi}}Masyarakat Minangkabau telah memiliki budaya literasi sejak abad ke-12. Hal ini ditandai dengan ditemukannya aksara Minangkabau. [[Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah]] merupakan salah satu literatur masyarakat Minangkabau yang pertama. [[Tambo Minangkabau]] yang ditulis dalam [[Bahasa Melayu]], merupakan literatur Minangkabau berupa historiografi tradisional. Pada abad pertengahan, sastra Minangkabau banyak ditulis menggunakan [[Huruf Jawi]]. Pada masa ini, sastra Minangkabau banyak yang berupa dongeng-dongeng jenaka dan nasihat. Selain itu ada pula kitab-kitab keagamaan yang ditulis oleh ulama-ulama tarekat. Di akhir abad ke-19, cerita-cerita tradisional yang bersumber dari mulut ke mulut, seperti ''[[Kaba Cindua Mato|Cindua Mato]]'', ''[[Kaba Anggun Nan Tongga|Anggun Nan Tongga]]'', dan ''[[Malin Kundang]]'' mulai dibukukan.
* ''[[Rabab Pasisie]]''
* ''[[Silek]] (Silat Minangkabau)''
* ''[[Saluang]]''
* ''[[Talempong]]''
* ''Tari Piring''
* ''Tari Payung''
* ''Tari Pasambahan''
* ''Tari Indang''
* ''Sambah Manyambah''
 
Pada abad ke-20, sastrawan Minangkabau merupakan tokoh-tokoh utama dalam pembentukan bahasa dan sastra Indonesia. Lewat karya-karya mereka berupa novel, roman, dan puisi, [[sastra Indonesia]] mulai tumbuh dan berkembang. Sehingga novel yang beredar luas dan menjadi bahan pengajaran penting bagi pelajar di seluruh [[Indonesia]] dan [[Malaysia]], adalah novel-novel berlatarbelakang budaya Minangkabau. Seperti ''[[Tenggelamnya Kapal Van der Wijck]], Merantau ke Deli'' dan ''[[Di Bawah Lindungan Ka'bah (novel)|Di Bawah Lindungan Ka'bah]]'' karya [[Hamka]], ''[[Salah Asuhan]]'' karya [[Abdul Muis]], ''[[Sitti Nurbaya]]'' karya [[Marah Rusli]], dan ''[[Robohnya Surau Kami]]'' karya [[Ali Akbar Navis]]. Budaya literasi Minangkabau juga melahirkan tokoh penyair seperti [[Chairil Anwar]], [[Taufiq Ismail]] dan tokoh sastra lainnya [[Sutan Takdir Alisjahbana]].
=== Ukiran ===
Seni ukir dahulunya dimiliki oleh banyak Nagari di Minangkabau, namun saat ini seni ukir ini berkembang di Pandai Sikek (Pandai Sikat). Nagari Pandai Sikek terletak di antara Kota Padang Panjang dan Bukittingi, tepatnya di kaki Gunung [[Singgalang]], termasuk ke dalam wilayah Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Data.
 
==== KainPantun Songketdan pepatah-petitih ====
Dalam masyarakat Minangkabau, pantun dan pepatah-petitih merupakan salah satu bentuk seni persembahan dan diplomasi yang khas. Pada umumnya pantun dan pepatah-petitih menggunakan bahasa kiasan dalam penyampaiannya.<ref>Idrus Hakimy Dt Rajo Penghulu, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau, Remaja Rosdakarya, 1994</ref> Sehingga di Minangkabau, seseorang bisa dikatakan tidak beradat jika tidak menguasai seni persembahan. Meski disampaikan dengan sindiran, pantun dan pepatah-petitih bersifat lugas. Di dalamnya tak ada kata-kata yang ambigu dan bersifat mendua. Budaya pepatah-petitih, juga digunakan dalam sambah-manyambah untuk menghormati tamu yang datang. Sambah-manyambah ini biasa digunakan ketika tuan rumah (''si pangka'') hendak mengajak tamunya makan. Atau dalam suatu acara pernikahan, ketika pihak penganten wanita (''anak daro'') menjemput penganten laki-laki (''marapulai'').
[[Songket|Kain songket]] dahulunya sama dengan seni ukir, kerajinan ini dimiliki oleh beberapa nagari di Minangkabau, namun sekarang yang masih bertahan adalah Nagari [[Pandai Sikek, Sepuluh Koto, Tanah Datar|Pandai Sikek]], [[Silungkang, Sawahlunto|Silungkang]] dan [[Kubang, Guguk, Lima Puluh Kota|Kubang]].
 
Selain berkembang di Sumatera Barat, pantun dan pepatah-petitih Minangkabau juga mempengaruhi corak sastra lisan di [[Riau]] dan [[Malaysia]].<ref>http://www.harianhaluan.com [http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=14174:merajut-kebersamaan-dalam-sastra-alam-melayu&catid=41:kultur&Itemid=155 Merajut Kebersamaan Dalam Sastra Alam Melayu]</ref>
== Referensi ==
* A.A Navis, Alam terkembang jadi Guru, Bandung, 1982
* http://www.west-sumatra.com Thousands pictures of West Sumatra.
 
Contoh:<ref>Edwar Jamaris, Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau, Yayasan Obor Indonesia, 2001</ref>
ET Hadi Saputra Katik Sati 13:02, 27 Februari 2010 (UTC)
[[Berkas:Ukiranminang.jpg|jmpl|ka|200px|Ukiran Minangkabau di dinding luar bagian depan Rumah Gadang]]
{{periksaterjemahan|date=2010}}
 
# ''Anak dipangku, kamanakan dibimbiang'' (Artinya: anak diberikan nafkah dan disekolahkan, serta kemenakan dibimbing untuk menjalani kehidupannya)
== Catatan kaki ==
# ''Duduak marauk ranjau, tagak meninjau jarak'' (Artinya: hendaklah mengerjakan hal-hal yang bermanfaat, dan jangan menyia-nyiakan waktu)
# ''Dima rantiang dipatah, disinan sumua digali'' (Artinya: dimana kita tinggal, hendaklah menjunjung adat daerah setempat)
# ''Gadang jan malendo, cadiak jan manjua'' (Artinya: seorang pemimpin jangan menginjak anggotanya, sedangkan seorang yang cerdik jangan menipu orang yang bodoh)
# ''Satinggi-tinggi tabang bangau, babaliaknyo ka kubangan juo'' (Artinya: sejauh-jauh pergi merantau, pada hari tua akan kembali ke kampung asalnya)
# ''Solok salayo cawan pinggan,barih batatah batang Padi,harok kironyo ditarang bulan,palito nyalo denai padami'' (Artinya: Karena mengharapkan sesuatu yang belum pasti,yang sudah nyata dalam genggaman diabaikan/disia-siakan)
 
==== Ukiran ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Masyarakat Minangkabau sejak lama telah mengembangkan seni budaya berupa ukiran, pakaian, dan perhiasan. Seni ukir dahulunya dimiliki oleh banyak [[nagari]] di Minangkabau. Namun saat ini seni ukir hanya berkembang di nagari-nagari tertentu, seperti [[Pandai Sikek, Sepuluh Koto, Tanah Datar|Pandai Sikek]]. Kain merupakan media [[ukiran]] yang sering digunakan oleh masyarakat Minang. Selain itu ukiran juga banyak digunakan sebagai hiasan [[Rumah Gadang]]. Ukiran Rumah Gadang biasanya berbentuk garis melingkar atau persegi, dengan motif seperti tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Disamping itu motif lain yang dijumpai dalam ukiran Rumah Gadang adalah motif geometri bersegi tiga, empat, dan genjang. Jenis-jenis ukiran Rumah Gadang antara lain ''kaluak paku, pucuak tabuang, saluak aka, jalo, jarek, [[itiak pulang patang]], saik galamai'', dan ''sikambang manis''.
 
==== Tarian ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Tari-tarian merupakan salah satu corak budaya Minangkabau yang sering digunakan dalam pesta adat ataupun perayaan pernikahan. Tari Minangkabau tidak hanya dimainkan oleh kaum perempuan tapi juga oleh laki-laki. Ciri khas tari Minangkabau adalah cepat, keras, menghentak, dan dinamis. Adapula tarian yang memasukkan gerakan silat ke dalamnya, yang disebut [[randai]]. Tari-tarian Minangkabau lahir dari kehidupan masyarakat Minangkabau yang egaliter dan saling menghormati. Dalam pesta adat ataupun perkawinan, masyarakat Minangkabau memberikan persembahan dan hormat kepada para tamu dan menyambutnya dengan tarian galombang. Jenis tari Minangkabau antara lain: [[Tari Piring]], [[Tari Payung]], [[Tari Pasambahan]], dan [[Tari Indang]].
[[Berkas:Tari Piring.jpg|jmpl|Tari piring]]
 
==== Bela diri ====
{{Utama|Silat Minangkabau}}
 
Pencak Silat adalah seni bela diri khas masyarakat Minangkabau yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Pada mulanya silat merupakan bekal bagi perantau untuk menjaga diri dari hal-hal terburuk selama di perjalanan atau di perantauan. Selain untuk menjaga diri, silat juga merupakan sistem pertahanan nagari (''parik paga dalam nagari'').
 
Pencak silat memiliki dua filosofi dalam satu gerakan. Pencak (mancak) yang berarti bunga silat merupakan gerakan tarian yang dipamerkan dalam acara adat atau seremoni lainnya. Gerakan-gerakan mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin karena untuk pertunjukkan.<ref>[http://www.youtube.com/watch?v=a_rS_qPvJfo video yang memperlihatkan gerakan mencak.]</ref> Sedangkan silat merupakan suatu seni pertempuran yang dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakannya diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan melumpuhkan lawan.<ref>[http://www.youtube.com/watch?v=4e45RhGgRgo&feature=fvw Contoh aplikasi gerakan silek]</ref>
 
Orang yang mahir bermain silat dinamakan pendekar (''pandeka''). Gelar pendekar ini pada zaman dahulunya dikukuhkan secara adat oleh ninik mamak dari nagari yang bersangkutan. Kini pencak silat tidak hanya diajarkan kepada generasi muda Minangkabau saja, tetapi juga telah menyebar ke seluruh Nusantara bahkan ke [[Eropa]] dan [[Amerika Serikat]].<ref>Ismail Hussein (Datuk), Aziz Deraman, Abd. Rahman al Ahmadi; Tamadun Melayu: Volume 5, 1995</ref>
 
==== Musik ====
{{utama|Musik Minang}}
Budaya Minangkabau juga melahirkan banyak jenis alat musik dan lagu. Di antara alat musik khas Minangkabau adalah [[saluang]], [[talempong]], rabab, serta bansi. Keempat alat musik ini biasanya dimainkan dalam pesta adat dan perkawinan. Kini musik Minang tidak terbatas dimainkan dengan menggunakan empat alat musik tersebut. Namun juga menggunakan istrumen musik modern seperti orgen, piano, gitar, dan drum. Lagu-lagu Minang kontemporer, juga banyak yang mengikuti aliran-aliran musik modern seperti pop, hip-hop, dan remix.
 
Sejak masa kemerdekaan Indonesia, lagu Minang tidak hanya dinyanyikan di Sumatera Barat saja, tetapi juga banyak didendangkan di perantauan. Bahkan adapula pagelaran Festival Lagu Minangkabau yang diselenggarakan di Jakarta. Era 1960-an merupakan masa kejayaan lagu Minang. Orkes Gumarang pimpinan [[Asbon Madjid]], merupakan salah satu kelompok musik yang banyak menyanyikan lagu-lagu khas Minangkabau. Selain Orkes Gumarang, penyanyi-penyanyi Minang seperti [[Elly Kasim]], [[Ernie Djohan]], [[Tiar Ramon]], dan [[Oslan Husein]], turut menyebarkan musik Minang ke seluruh Nusantara. Bahkan pada era ini penyanyi yang bukan berdarah minangpun turut andil melantunkan lagu-lagu minang yang memang cukup mudah diterima oleh pendengar dan pencinta musik tanah air. Terbukti dengan seringnya lagu-lagu minang ini diperdengarkan disaluran radio RRI jakarta dan lainnya.
 
Semaraknya industri musik Minang pada paruh kedua abad ke-20, disebabkan oleh banyaknya studio-studio musik milik pengusaha Minang. Selain itu, besarnya permintaan lagu-lagu Minang oleh masyarakat perantauan, dan menjadi faktor kesuksesan industri musik Minang.<ref>majalah.tempointeraktif.com [http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/09/SEL/mbm.20110509.SEL136656.id.html Gairah Rekaman Daerah, Geliat Superstar Desa] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111005203400/http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/09/SEL/mbm.20110509.SEL136656.id.html |date=2011-10-05 }}</ref>
[[Berkas:D2D 9786 wikimedia2020 deni dahniel festival Budaya Miangkabau.jpg|jmpl|Festival Budaya Miangkabau]]
 
==== Upacara dan festival ====
{{Bagian tanpa referensi}}
* ''[[Tabuik]]''
* ''[[Makan bajamba]]''
* ''Turun mandi''
* ''Batagak pangulu''
* ''Turun ka sawah''
* ''Manyabik''
* ''[[Hari raya Islam|Hari Rayo]]''
* ''[[Pacu jawi]]''
* ''[[Pacu itiak]]''
* ''Adu kabau (ditiadakan)''
* ''Sabuang ayam (ditiadakan)''
* ''[[Baroncah]]''{{fact}}
* ''[[Bakaua]]''
 
== Lihat pula ==
* [[Perantau Minang]]
* [[Rumah makan Padang]]
* [[Saudagar Minangkabau]]
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
* [[A.A. Navis]], Alam terkembang jadi Guru, Bandung, 1982
* [http://www.west-sumatra.com Thousands pictures of West Sumatra.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190309084148/http://www.west-sumatra.com/ |date=2019-03-09 }}
 
[[Kategori:Minangkabau]]
[[Kategori:Budaya Indonesia|Minangkabau]]