Tjingal: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Melengkapi silsilah Aji Raden
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(33 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Manuscript map of the Banjarmasin region.jpg|jmpl|ka|500px|Peta Zuid en Ooster Afdeeling van Borneo, Lansdchap Cengal dan Manunggul berbatasan di utara dengan Kesultanan Paser dan di selatan dengan Landschap Sampanahan]]
'''Cengal (Tjingal)''' atau '''Pamukan''' adalah suatu wilayah pemerintahan swaparaja yang dikepalai seorang bumiputera bagian dari [[Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe]] dalam pemerintahan kolonial [[Hindia Belanda]] di bawah kekuasaan [[Asisten Residen]] GH Dahmen yang berkedudukan di [[Samarinda]].<ref>[http://www.indonesianhistory.info/map/borneozelfb1900.htm Native states (zelfbesturen) in Dutch Borneo, 1900]</ref> Pemerintah swapraja daerah tersebut dikuasakan kepada seorang kepala bumiputera adalah Pangeran Muda Muhammad Arifillah. Wilayahnya meliputi Daerah Aliran [[Sungai Cengal]], [[Pamukan Utara, Kotabaru]], [[Kalimantan Selatan]]. Sekarang wilayah ini menjadi sebuah kecamatan di [[Kabupaten Kotabaru]] yaitu kecamatan [[Pamukan Utara, Kotabaru|Pamukan Utara]]. Di Desa Bepara, Bakau, Pamukan Utara terdapat Makam [[Ratu Intan]] puteri Sultan Banjar yang menderita lumpuh merupakan pendiri kerajaan di daerah ini pada periode sebelumnya. Kedatangan Ratu Intan ke daerah ini diutus oleh Sultan Banjar untuk memenuhi permintaan suku Dayak setempat yang meminta untuk ditempatkan seorang penguasa agar daerah tersebut untuk menghindari menjadi sarang perompak dan aman dari gangguan bajak laut yang datang dari daerah lain.
 
'''Kepangeranan Tjingal (Cengal)''' (d/h Kerajaan Pamukan), setelah bergabung dengan Hindia Belanda disebut ''' Landschap Tjingal (Cengal)''' adalah sebuah [[Landschap]] atau suatu wilayah pemerintahan swaparaja yang dikepalai seorang bumiputera bagian dari [[Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe]] dalam pemerintahan kolonial [[Hindia Belanda]] di bawah kekuasaan [[Asisten Residen]] GH Dahmen yang berkedudukan di [[Samarinda]].<ref>[http://www.indonesianhistory.info/map/borneozelfb1900.htm Native states (zelfbesturen) in Dutch Borneo, 1900]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Pemerintah swapraja daerah tersebut dikuasakan kepada seorang kepala bumiputera adalah Pangeran Muda Muhammad Arifillah.
== Kepala Pemerintahan ==
 
== Wilayah ==
Wilayahnya meliputi Daerah Aliran [[Sungai Cengal]], terlepas dari cekungan Sungai Cengal yang mengalir ke Teluk Pamoekan, membentang di sepanjang pantai dari Tandjong Merah (seberang Samalantakkan di pintu masuk Teluk Pamoekan) ke Tandjong Ares ([[Tanjung Aru, Tanjung Harapan, Paser|Tanjung Aru]]), di mana perbatasan dengan kerajaan Pasir dimulai.
 
Sekarang wilayah ini menjadi sebuah kecamatan di [[Kabupaten Kotabaru]] yaitu kecamatan [[Pamukan Barat, Kotabaru|Pamukan Barat]] dan [[Pamukan Utara, Kotabaru|Pamukan Utara]] serta [[Pamukan Selatan, Kotabaru|Pamukan Selatan]]
 
Di Desa Bepara, Bakau, Pamukan Utara terdapat Makam [[Ratu Intan]] keturunan [[Sultan Banjar]] yang menderita lumpuh merupakan pendiri kerajaan di daerah ini pada periode sebelumnya. Kedatangan Ratu Intan ke daerah ini diutus oleh Sultan Banjar untuk memenuhi permintaan suku Dayak setempat yang meminta untuk ditempatkan seorang penguasa agar daerah tersebut untuk menghindari menjadi sarang perompak dan aman dari gangguan bajak laut yang datang dari daerah lain.
 
Penduduk Cengal terdiri: 154 (Melayu), 327 (Bugis) dan 292 (Dayak) total 773 jiwa.
 
== Raja Tanah Bumbu<ref>Truhart P., Regents of Nations. Systematic Chronology of States and Their Political Representatives in Past and Present. A Biographical Reference Book, Part 3: Asia & Pacific Oceania, München 2003, s. 1245-1257, ISBN 3-598-21545-2.</ref><ref>{{Cite web |url=http://www.indonesianhistory.info/map/borneo1879.html |title=Administrative sub-divisions in Dutch Borneo, ca 1879 |access-date=2011-07-24 |archive-date=2012-05-24 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120524181610/http://www.indonesianhistory.info/map/borneo1879.html |dead-url=yes }}</ref><ref>{{Cite web |url=http://www.indonesianhistory.info/map/borneozelfb1900.html?zoomview=1 |title=Native states (zelfbesturen) in Dutch Borneo, 1900 |access-date=2012-07-25 |archive-date=2011-12-11 |archive-url=https://web.archive.org/web/20111211070421/http://www.indonesianhistory.info/map/borneozelfb1900.html?zoomview=1 |dead-url=yes }}</ref> ==
 
[[Berkas:Kerajaan Tanah Bumbu.PNG|jmpl|200px|ka|Wilayah Kerajaan Tanah Bumbu]]
 
* '''Pangeran Dipati Tuha (Pangeran Dipati Mangkubumi)''' bin Sultan Saidullah (1660-1700).<ref>{{nl icon}} {{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=HBEDAAAAYAAJ&dq=aji%20tenggal&pg=PA245#v=onepage&q&f=false |pages=245 |title=Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde |volume= 6 |author=Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia |publisher=Lange & Co.|year= 1857}}</ref> Ia diutus Sultan Banjar mengamankan wilayah tenggara Kalimantan dari para pendatang atas permintaan penduduk lokal yaitu orang Dayak Samihim (Dusun Tumbang) yang tinggal dahulu tinggal di Tanjung Kersik hitam di muara sungai Cengal yang telah dihancurkan oleh para penyerang dari laut. Kemudian kedatangan rombongan Pangeran Dipati Tuha melalui jalan darat yang berasal dari [[Kelua]] (utara Kalsel) dan menetap di Sampanahan pada sebuah sungai kecil bernama sungai Bumbu (anak sungai Sampanahan) sehingga wilayah ini kemudian dinamakan Kerajaan Tanah Bumbu berdasarkan nama [[sungai Bumbu]] tersebut dengan wilayah kekuasaan membentang dari Tanjung Aru hingga Tanjung Silat. Pangeran Dipati Tuha (Pangeran Dipati Mangkubumi) memiliki dua putera yaitu Pangeran Mangu (Mangun Kesuma) dan Pangeran Citra (Citra Yuda). Setelah berhasil mengamankan Tanah Bumbu dari pendatang, Pangeran Citra kembali ke tanah pelungguh milik ayahnya Pangeran Dipati Tuha yaitu negeri Kalua dan menjadi sultan [[Distrik Kelua|negorij Kloeak]]. Sedangkan Pangeran Mangu dipersiapkan sebagai Raja Tanah Bumbu berikutnya.<ref name="tijdschrift">[http://books.google.co.id/books?id=exRJAAAAMAAJ&dq=pangeran%20praboe%20tanah%20boemboe&pg=PA339#v=onepage&q=pangeran%20praboe%20tanah%20boemboe&f=true Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia, Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Jilid 1, Lange & Co., 1853]</ref>
Menurut Lontara Bilang Ri [[Kesultanan Gowa|Gowa]], pada [[28 Juli]] [[1699]] atau 1 [[Safar]] 1111 [[Hijriyah]], Pangeran-Aria (Pangeran Pamukan) [[1707]]/16 [[Rabiul akhir]] 1119 [[Hijriyah]] Pangeran Arija pergi bersama istrinya (Daëng-Nisajoe, putri Karaeng-Mandallé) ke negaranya (Pamoekan). Pada 1 Januari 1707 Karaeng-Balassari (Zainab Saëná, putri Aru Teko oleh Daeng-Nisayu) menikahi raja (masa depan) (Siradjoe-d-din). Pada [[30 Desember]] /6 [[Syawal]] 1119 [[Hijriyah]] Karaeng-Balassari (saudara perempuan Aroe-Kadjoe dan istri calon raja Tello dan Gowa Siradju-d-din) melahirkan seorang putri bernama Karaeng-Tana-Sanga Mahbulaah Mamunja-ragi. Pada [[9 Juli]] [[1715]]/ 7 [[Rajab]] 1127 [[Hijriyah]] . Daëng - Mamunooli Aroe-Kadjoe kembali dari Laut-poelo (pulau di selatan Kalimantan, biasa disebut Poelolaut).<ref name="The Makassar Annals">{{cite book|last=|author=|first=|year=2011|url=https://books.google.co.id/books?id=9a9gAAAAQBAJ&pg=PA155&dq=sultan+sumbawa+gowa+bantan&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiIneWpzajeAhXDvo8KHSKrAiIQ6AEILzAB#v=onepage&q=sultan%20sumbawa%20gowa%20bantan&f=false|title=The Makassar Annals|location=Indonesia|publisher=BRILL|isbn=9004253629|editor=William Cummings|volume=35|page=162|translator=William Cummings|issn=0067-8023|lang=en}}ISBN 9789004253629</ref><ref name="Nijhoff 1880"> {{cite book
| pages= 163
| url= https://books.google.co.id/books?id=_RVCAQAAMAAJ&pg=PA163&dq=Datoe-Taliwang&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjrxI2uttrtAhWBguYKHawhAUUQ6AEwAXoECAAQAg#v=onepage&q=Datoe-Taliwang&f=false
| contribution= Koninklijk Instituut voor de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië
| title= Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië
| volume= 28
| publisher= [[Martinus Nijhoff]]
| year= 1880
| language= nl
}}</ref>
 
* '''Pangeran Mangu (Pangeran Mangun Kesuma) bin Pangeran Dipati Tuha''' (1700-1740); memiliki anak bernama Ratu Mas. Ratu Mas bersaudara dengan Ratu Sepuh.<ref name="tijdschrift"/>
 
* '''[[Ratu Mas dari Tanah Bumbu|Ratu Mas binti Pangeran Mangu]]''' (1740-1780); Ratu Mas menikah dengan seorang pedagang dari Gowa bernama Daeng Malewa yang bergelar [[Pangeran]] [[Dipati]]; pasangan ini memperoleh anak bernama Ratu Intan I. Dari dua istri orang bawahan, Daeng Malewa memiliki putra yaitu Pangeran Prabu dan Pangeran Layah. Ratu Intan I menikahi Aji Dipati yang bergelar Sultan Dipati Anom Alamsyah (Sultan Pasir III tahun 1768-1799).<ref>http://www.guide2womenleaders.com/indonesia_substates.htm#T</ref> Pernikahan Ratu Intan I dengan Sultan Anom tidak memiliki keturunan, tetapi dari istri selir Sultan Anom memiliki anak bernama: Pangeran Muhammad, Andin Kedot, Andin Girok, dan Andin Proah. Pangeran Layah memiliki anak bernama: Gusti Cita (putri) dan Gusti Tahora (putra). Sepeninggal Ratu Mas, maka sejak 1780, kerajaan Tanah Bumbu dibagi menjadi beberapa divisi (negeri bahagian). Ratu Intan I memperoleh negeri Cantung dan Batulicin.<ref name="tijdschrift"/> Ratu Intan I masih dikenang dalam ingatan suku Dayak Meratus.<ref>{{id}} [http://books.google.co.id/books?id=qcsdcQk35EUC&lpg=PA408&dq=ratu%20intan&pg=PA408#v=onepage&q&f=true Anna Lowenhaupt Tsing, Di Bawah Bayang-Bayang Ratu Intan: Proses Marjinalisasi pada Masyarakat, Yayasan Obor Indonesia ISBN 979-461-306-1, 9789794613061]</ref> Pangeran Layah memperoleh negeri [[Kelumpang Selatan, Kotabaru|Buntar Laut]]. Sedangkan Pangeran Prabu bergelar Sultan Sepuh sebagai Raja Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal.<ref name="tijdschrift"/>
 
== Kepala Pemerintahan Tjingal==
# Pangeran Prabu (Sultan Sepuh, 1780-1800) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal. Ia memiliki anak: Pangeran Nata (Ratu Agung), Pangeran Seria, Pangeran Muda (Gusti Kemir), Gusti Mas Alim, Gusti Besar, Gusti Lanjong, Gusti Alif, Gusti Redja dan Gusti Ali (Pangeran Mangku Bumi/Gusti Bajau).
# Pangeran Nata (Ratu Agung) bin Pangeran Prabu (1800-1820), sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan dan Manunggul. Pada saat itu Cengal diserahkan kepada Pangeran Seria.
# Pangeran Seria bin Pangeran Prabu (1800-?), sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal.
# Gusti Besar binti Pangeran Prabu (1820-1830) atau (18xx-1825) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung, Batulicin. Gusti Besar berkedudukan di Cengal. Cantung dan Batulicin diserahkan sepeninggal Ratu Intan. Gusti Besar menikahi Aji Raden yangbin Pangeran Prabu bin Aji Duwo bergelar SultanPanembahan AnomAdam dari Kesultanan Pasir. Sultan Sulaiman dari Pasir menyerbu dan mengambil Cengal, Manunggul, Bangkalaan, dan Cantung, tetapi kemudian dapat direbut kembali.
# Kepala Cengal, Manunggul, Sampanahan yang diangkat Sultan Pasir.
# Aji Jawi (1840) (putera Gusti Besar)(1825-1840): Pangeran Aji Jawi/Aji Djawa (1840-1841) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung dan Batulicin. Pada mulanya Cengal adalah daerah pertama yang berhasil direbut kembali, kemudian Manunggul dan Sampanahan. Cantung diperolehnya ketika ia menikahi Gusti Katapi puteri Gusti Muso, penguasa Cantung sebelumnya yang ditunjuk ibunyaRatu Intan 1. Bangkalaan diperolehnya ketika ia menikahi Gusti Kamil puteri dari Pangeran Muda (Gusti Kamir) penguasa Bangkalaan sebelumnya yang ditunjuk ibunyaRatu Intan 1. Belakangan Sampanahan diserahkan kepada pamannya Pangeran Mangku (Gusti Ali) yang memiliki pewaris laki-laki bernama Gusti Hina.
# Aji Tukul (Ratu Intan II/Ratu Agung) bin Aji Jawi(1845). Sekitar tahun [[1846]] sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul dan Cengal. Aji Jawi dan Gusti KatapiKamil Bt Gusti Kamir memiliki anak bernama Aji Tukul dan Aji Landasan. Sedangkan Aji Jawi dan Gusti KamilKatapi Bt Gusti Muso memiliki anak bernama Aji ManduraMadura, yang menjadi Raja Cantung. Ratu Intan II menikahi Aji Pati bergelar Pangeran Agung berasal dari Pasir, yang mendampinginya memegang tampuk pemerintahan sampai meninggalnya tahun 1846. Ratu Intan II kemudian menikahi Abdul[[Pangeran Abdoel Kadir]] yang menjadi Raja Kusan, Batulicin dan Pulau Laut.
# Aji Pati (Pangeran Agung) bin Sultan Sulaiman dari Pasir(1845-1846) sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul dan Cengal.
# Aji Samarang (Pangeran Muda Muhammad Arifbillah) bin Aji Pati (1846) [http://books.google.co.id/books?id=j8kZAQAAIAAJ&dq=adji%20mandoera&pg=RA1-PA353#v=onepage&q&f=true Pangeran Muda] atau lengkapnya Pangeran Muda [[Mohammad Arifillah Aji Samarang]] sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul, Cengal.
# Pangeran Syarif Hasyim al-Qudsi, (''Besluit dd. 24 Maret 1864 no. 15 en als no.104.''<ref>[http://books.google.co.id/books?id=E9P7gKz8Ca4C&dq=soeria%20winata&pg=RA1-PA217#v=onepage&q=soeria%20winata&f=false {{nl}} Lembaga Kebudajaan Indonesia, Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Volume 15, Lange & Co., 1866]</ref>
# Aji Mas Rawan (Raja Arga Kasuma) bin Aji Samarang(1884-1905) sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul, dan Cengal.
 
 
<div align="center">'''KESULTANAN BANJAR'''</div>
<div align="center">'''(Kerajaan Pamukan)'''</div>
<div align="center">'''(Cengal)'''
</div>
 
 
<div align="center">'''KEPANGERANAN TANAH BUMBU'''</div>
<div align="center">'''(Sampanahan, Bangkalaan, Cengal, Manunggul, Buntar Laut, Cantung, Batulicin)'''</div>
<div align="left">
:::::::::::* '''Raja Tanah Bumbu I''': ♂ Pangeran Dipati Tuha 2 (ipar Sultan Saidullah - raja Banjar)
:::::::::::* '''Raja Tanah Bumbu II''': ♂ Pangeran Mangu (anak Pangeran Dipati Tuha)
:::::::::::* '''Raja Tanah Bumbu III''': ♀ [[Ratu Mas dari Tanah Bumbu|Ratu Mas]] (anak Pangeran Mangu)
</div>
 
<div align="center">'''KEPANGERANAN CENGAL'''</div>
:::::::::::* '''Raja Sampanahan, Bangkalaan, Cengal I, Manunggul''': Pangeran Prabu (anak tiri Ratu Mas)
:::::::::::* '''Raja Cengal II''': Pangeran Seria (anak Pangeran Prabu)
:::::::::::* '''Raja Cantung II/Batulicin II/Bangkalaan IV/Cengal III/Manunggul''': ♀ Raja Gusti Besar (keponakan Ratu Intan I)
:::::::::::* '''Raja Cantung IV/Bangkalaan VII/Cengal IV/Manunggul/Sampanahan''': (1825-1841) ♂ Pangeran Adji Djawa (anak Gusti Besar)
:::::::::::* '''Raja Bangkalaan, Cengal, dan Manunggul: Aji Tukul (Ratu Intan II/Ratu Agung)'''
:::::::::::* '''Raja Bangkalaan, Cengal, dan Manunggul: Aji Pati (Pangeran Agung)''' bin Sultan Sulaiman dari Pasir(1845-1846)
:::::::::::* '''Raja Bangkalaan, Cengal, dan Manunggul: Aji Samarang (Pangeran Muda Muhammad Arifbillah)''' bin Aji Pati (1846)
:::::::::::* '''Raja Bangkalaan, Cengal, dan Manunggul: Pangeran Syarif Hasyim al-Qudsi'''
:::::::::::* '''Raja Bangkalaan, Cengal, dan Manunggul: Aji Mas Rawan (Raja Arga Kasuma)''' bin Aji Samarang(1884-1905)
 
== Kampung-kampung==
Chengal memiliki luas 69 persegi. geogr. untuk mil dan berbatasan dengan utara ke Pasir, barat ke Banjarmasin, selatan ke Menoenggoel dan Teluk Pamukan, timur ke Selat Makassar.
Kekaisaran berada di bawah administrasi yang sama dengan Bangkalaan yaitu Adji Pati.
Tanahnya subur, tetapi sedikit ditanami, dan keuntungan terbesar yang diambil Adji Pati dari tanah itu berasal dari perdagangan yang dilakukan oleh para pemukim Bugis yang didirikan di sana.
Tol dan pajak diatur di sini, seperti di Tjantung.
Kampung-kampung:
# Cengal
# Lawau
 
Semua orang Bugis adalah pedagang. Orang-orang Melayu sebagian besar dari Pasir.
 
Kecuali Dayak, penduduk negara-negara yang disebutkan di atas adalah orang asing, terutama orang Bugis dan Melayu, atau keturunan mereka. Mereka mendiami pantai atau tepi sungai, sejauh mereka dapat dilayari. Penduduk asli telah mengungsi dan diserahkan ke pemukim asing selama bertahun-tahun. Beberapa yang tersisa tinggal tersebar, atau di kampung-kampung kecil, di pegunungan. Mereka lembut dalam karakter, pemalu dan takut dan bahkan karena penindasan besar mereka sering bertahan tidak memprovokasi perlawanan atau ketidaksukaan luar. Mereka hidup tenang di antara mereka sendiri, terpisah dari semua orang asing, yang pendekatan mereka dengan cepat meninggalkan gunung, meninggalkan barang-barang dan harta benda mereka di belakang. Mereka ramping dan bertubuh lemah, warnanya lebih rata daripada orang Melayu, dan sering kali dipenuhi dengan warna pucat yang sakit-sakitan. Mereka sangat menderita karena penyakit kulit yang menjijikkan, mungkin sebagai akibat dari banyak hal tidak wajar yang mereka gunakan untuk makanan, karena mereka memakan segala sesuatu yang disediakan oleh tumbuhan dan hewan dan tidak secara langsung berbahaya. Pakaian mereka sangat sederhana dan biasanya hanya terdiri dari potongan kulit yang terbuat dari kain, yang dililitkan di sekitar pinggang dan di antara kaki dan melalui (well what), selain jilbab. Hanya pada acara-acara khusus mereka mengenakan celana pendek Bugis dan tabung kapas. Tato tidak digunakan di sini. Para wanita mengenakan sarung dan kabajen/kebaya pendek, tetapi sering memiliki tubuh telanjang. Senjata mereka terdiri dari tombak, perisai, kemudi untuk racun punya panah dan klewang. Mereka juga membuat semacam penguatan untuk melindungi diri dari serangan
[[Dayak Pari]] liar dan biadab. Bahasa orang-orang ini memiliki sedikit kesamaan dengan bahasa Melayu.
Adapun agama mereka, mereka menyembah prinsip yang baik dan jahat.
Yang pertama, disebut Batara, adalah yang paling indah, dikaruniai semua sifat ilahi, sempurna, baik, dan adil
Itu menghakimi jiwa orang mati menurut perbuatan mereka dalam hidup mereka.
Kediaman Batara adalah puncak [[Gunung Halau-halau]] di [[Pegunungan Meratus]], di mana mereka juga menempatkan surga
Roh jahat, yang disebut Putut, yang mereka panggil dan kepada siapa mereka mempersembahkan korban, adalah agen dari semua kemalangan yang menimpa mereka.
Orang mati diselimuti kain putih dan dikubur di ruang bawah tanah alami yang cukup besar untuk menampung beberapa keluarga dalam satu keluarga. Mereka memberikan koin tembaga mereka (pitis) di sepanjang dan menutupi mata, hidung, telinga dan mulut dengan lempengan-lempengan emas. Hanya para pria yang disunat. Ini mengolah tanah, mengumpulkan damar, lilin, madu, rotan, sarang burung, lilin, emas, dan membuat busur kecil, sementara para wanita mengerjakan pekerjaan rumah, membuat pakaian, tikar lakukan kepang dan lakukan pekerjaan serupa. Mereka memiliki banyak tradisi luar biasa dan mereka suka pesta, permainan, tarian perang, dll.
 
Bagian dari populasi yang diturunkan dari orang asing meniru kebiasaan dan kebiasaan Bugis dalam pakaian, permainan, pesta, kewajiban kelahiran, perkawinan dan kematian, taruhan dan umumnya dalam seluruh jalan hidup. Karena percampuran orang Bugis dengan Melayu, dan sebelumnya juga dengan Dayak, dialek telah dibuat yang sesuai dengan bahasa tiga bangsa, dan khas di pantai timur Kalimantan. Dapat dimengerti hanya bagi mereka yang telah menghabiskan waktu lama di sana. Orang asing berbicara sebagian besar bahasa Bugis atau Melayu, meskipun banyak, bahkan orang-orang yang paling penting, tidak mengerti yang terakhir. Orang Bugis, yang sementara menetap di negara-negara ini, adalah pedagang utama. Mereka mengimpor hampir semua barang dan penjualan dan barang-barang ke pangeran, atau bagi para pedagang pedalaman, yang kebanyakan adalah keturunan orang Bugis bercampur dengan orang Melayu. Karakter dari ras campuran itu melestarikannya di tengah-tengah antara orang Bugis dan orang Dayak; mereka tidak memiliki keberanian dan semangat untuk berbisnis dengan yang pertama, maupun memiliki sifat baik dan kesabaran yang baik; mereka tidak beradab, pengecut, berhati keras dan kasar terhadap bawahan mereka, merayap dan rendah di depan atasan mereka. Bersatu dalam kelompok, mereka melakukan perampokan untuk menyerang kapal-kapal dagang kecil yang tak berdaya, seringkali membunuh mereka yang ada di kapal atau membawanya sebagai budak. Mereka sangat tidak bermoral dan menggunakannya secara tidak tepat candu memiliki di antara mereka semua konsekuensi destruktif yang terkait dengannya. Secara umum, Tanah Bumbu kaya akan produk dari berbagai bidang alam dan dapat diasumsikan dengan kepastian bahwa dapat dibuat sesuai, di bawah budaya biasa, untuk menghasilkan semua produk yang diproduksi di Jawa dan lainnya. pulau yang dibangun dengan baik ditemukan
<ref>{{cite book
| lg= nl
| pages= 6
| url= https://books.google.co.id/books?id=LeU4eJn8ruwC&pg=PT3&dq=Igah+tanah-boemboe&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwi-_6qho4nqAhVeILcAHZq_BikQ6AEwAnoECAEQAg#v=onepage&q=Igah%20tanah-boemboe&f=false
| title=Historische, geografische en statistieke aanteekeningen betreffende Tanah Boemboe: aangetroffen onder de bij het Gouvernement van Nederlandsch-Indië berustende papieren van C.A.L.M. Schwaner
| volume= 1
| author= C.A.L.M. Schwaner
| publisher=
| year= 1851
}}</ref>
 
== Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe ==
Baris 26 ⟶ 116:
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://mahmuddimyati.multiply.com/photos/album/27 Makam Ratu Intan] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160305120845/http://mahmuddimyati.multiply.com/photos/album/27 |date=2016-03-05 }}
 
[[Kategori:Hindia- Belanda]]
[[Kategori:Sejarah Kalimantan]]
[[Kategori:Kerajaan di Kalimantan Selatan|Tjingal]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Tjingal]]
[[Kategori:Bekas negara di Borneo]]
[[Kategori:Muara Samu, Paser]]
[[Kategori:Tanjung Harapan, Paser]]
[[Kategori:Batu Engau, Paser]]
[[Kategori:Pamukan Barat, Kotabaru]]
[[Kategori:Pamukan Utara, Kotabaru]]
[[Kategori:Pamukan Selatan, Kotabaru]]
[[Kategori:Muara Samu, Paser]]
[[Kategori:Tanjung Harapan, Paser]]
[[Kategori:Batu Engau, Paser]]