Astronomi di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Bot: +{{Authority control}} |
||
(4 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Bosscha 2003.jpg|
'''Astronomi Indonesia''' meliputi perkembangan ilmu [[astronomi]] di [[Indonesia]].
Baris 5:
Seperti kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah sejak lama menaruh perhatian pada langit. Keterbatasan pengetahuan membuat kebanyakan pengamatan dilakukan untuk keperluan [[astrologi]]. Pada tingkatan praktis, pengamatan langit digunakan dalam pertanian dan pelayaran. Dalam masyarakat [[Jawa]] misalnya dikenal ''[[pranatamangsa]]'', yaitu peramalan musim berdasarkan gejala-gejala alam, dan umumnya berhubungan dengan tata letak [[bintang]] di langit.
Nama-nama asli daerah untuk penyebutan
Pelaut-pelaut [[Belanda]] pertama yang mencapai Indonesia pada akhir abad-16 dan awal abad-17 adalah juga [[astronom]]-astronom ulung, seperti [[Pieter Dirkszoon Keyser]] dan [[Frederick de Houtman]]. Lebih 150 tahun kemudian setelah era penjelajahan tersebut, [[misionaris]] Belanda kelahiran [[Jerman]] yang menaruh perhatian pada bidang astronomi, [[Johan Maurits Mohr]], mendirikan [[observatorium]] pertamanya di [[Batavia]] pada [[1765]]. [[James Cook]], seorang penjelajah [[Inggris]], dan [[Louis Antoine de Bougainville]], seorang penjelajah
| author = J. Voute | year = 1933 | title = '''Description of the Observatory''' | journal = Annalen v. d. Bosscha-sterrenwacht | volume = 1 | pages = A 14 }}</ref>
Ilmu astronomi modern makin berkembang setelah pata tahun 1928, atas kebaikan [[Karel Albert Rudolf Bosscha]], seorang pengusaha perkebunan [[teh]] di daerah Malabar, dipasang beberapa [[teleskop]] besar di [[Lembang]], [[Jawa Barat]], yang menjadi cikal bakal [[Observatorium Bosscha]], sebagaimana dikenal pada masa kini.
Baris 28:
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Astronomi]]
|