Rumusan-rumusan Pancasila: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
-Muhammadh +Mohammad (sepertinya beda transliterasi atau typo; nama2 terkait lainnya juga disesuaikan sesuai nama halaman Wiki-nya) |
|||
(311 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''[[Pancasila]]''' sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan [[Republik Indonesia]] telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan [[MPR]] No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara
▲[[Pancasila]] sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan [[Republik Indonesia]] telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan [[MPR]] No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.
Namun
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari
== Rumusan I:
Selain Muh Yamin dan Soepomo, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara,
# Kebangsaan Indonesia (nasionalisme)▼
# Kesejahteraan sosial▼
# Ketuhanan yang berkebudayaan
# Sosio-nasionalisme
# Sosio-demokratis
# ke-Tuhanan▼
Pada tanggal 31 Mei 1945, Soepomo pun menyampaikan rumusan dasar negaranya, namun rumusan ini tidak disertai penyebutan nama dasar negara, yaitu:<ref>{{cite web|url=https://nasional.kompas.com/read/2018/06/01/09000021/para-tokoh-di-balik-lahirnya-pancasila|title=Para Tokoh di Balik Lahirnya Pancasila|author=Aswab Nanda Pratama|date=1 Juni 2018|publisher=Kompas.com|accessdate=11 Maret 2019|Editor=Inggried Dwi Wedhaswary}}</ref>
# Persatuan
# Kekeluargaan
# Keseimbangan lahir dan batin
# Musyawarah
# Keadilan rakyat
Pada sesi pertama persidangan [[BPUPKI]] yang dilaksanakan pada [[29 Mei]] – [[1 Juni]] [[1945]] beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal [[29 Mei]] [[1945]] Mr. [[Mohammad Yamin]] menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
=== Rumusan Pidato ===
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar negara yaitu:<ref>Saafroedin Bahar (ed). (1992) ''Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945''. Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RIselanjutnya disebut Risalah 2</ref>
# Peri Kebangsaan
# Peri Kemanusiaan
# Peri ke-Tuhanan
# Peri Kerakyatan
# Kesejahteraan
=== Rumusan ===
Selain usulan lisan, Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu
▲=== Rumusan Tertulis ===
▲Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu<ref>Risalah 2</ref>:
# Ketuhanan Yang Maha Esa
# Kebangsaan Persatuan Indonesia
# Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
# Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
# Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
=== Kontroversi Rumusan
Rumusan Yamin ini dianggap kontroversial karena menurut kesaksian lima pendiri bangsa Dr. M. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. AA Maramis, Prof. Mr. AG Pringgodigdo, dan Prof. Mr. Sunario yang diberi tugas Presiden Suharto pada tahun 1975 untuk merumuskan pengertian Pancasila menyatakan menolak kebenaran pidato Yamin pada 29 Mei dan sekaligus menyatakan bahwa Sukarno adalah satu-satunya orang yang mengemukakan usulan lima dasar tersebut.<ref>https://www.republika.co.id/berita/selarung/suluh/16/06/22/o94x4u318-bermula-dari-fragmentasi-pengaburan-pancasila-yamin-dan-desukarnoisasi-orba 2</ref>
▲Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, diantaranya adalah Ir [[Sukarno]]<ref>Sidang Sesi I BPUPKI tidak hanya membahas mengenai calon dasar negara namun juga membahas hal yang lain. Tercatat dua anggota Moh. Hatta, Drs. dan [[Supomo]], Mr. mendapat kesempatan berpidato yang agak panjang. [[Hatta]] berpidato mengenai perekonomian Indonesia sedangkan Supomo yang kelak menjadi arsitek UUD berbicara mengenai corak Negara Integralistik</ref>. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila<ref>Risalah 2</ref>.
Pada pertengahan 1950-an, Mohammad Yamin meminjam satu-satunya salinan risalah rapat BPUPKI di tanah air (salinan lain yang disimpan A.G. Pringgodigdo ada di negeri Belanda) yang disimpan A.K. Pringgodigdo untuk kepentingan riset tentang perumusan UUD 1945. Dari dokumen ini Yamin menulis 3 jilid buku Naskah Persiapan UUD 1945, Buku Yamin ini menjadi sangat strategis karena Yamin tidak mengembalikan salinan notulensi yang ia pinjam dari A.K. Pringgodigdo. Sampai pertengahan 1990-an, buku Yamin menjadi satu-satunya acuan. Dari sinilah muncul polemik Hari Lahir Pancasila. Nugroho Notosusanto, sejarawan pendiri Pusat Sejarah ABRI, menerbitkan buku Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik pada tahun 1978. Dari tiga jilid buku Yamin itulah Nugroho menyusun argumentasinya. Ia membantah Sukarno sebagai penemu Pancasila. Argumentasi inilah yang dibantah para pendiri bangsa, dengan [[Mohammad Hatta]] sebagai pembantah terkerasnya.<ref>https://tirto.id/dokumen-negara-yang-hilang-dan-manipulasi-sejarah-bYme</ref>
▲=== Rumusan Pancasila <ref>Risalah 2</ref> ===
▲# Kebangsaan Indonesia
▲# Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
▲# Mufakat,-atau demokrasi
▲# Kesejahteraan sosial
Pada tahun 2004, sejarawan AB Kusuma menuliskan buku setebal 671 halaman berjudul Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 yang di antaranya berusaha meluruskan kembali kontroversi ini.<ref>https://www.goodreads.com/book/show/13422350-lahirnya-undang-undang-dasar-1945</ref>
▲=== Rumusan Trisila <ref>Risalah 2</ref> ===
▲# ke-Tuhanan
Usulan-usulan ''blue print'' Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal [[1 Juni]] [[1945]]. Selama reses antara [[2 Juni]] – [[9 Juli]] [[1945]],
▲# Gotong-Royong
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan [[Islam]] yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara [[sekuler]]
▲== Rumusan III: Piagam Jakarta ==
▲Usulan-usulan ''blue print'' Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal [[1 Juni]] [[1945]]. Selama reses antara [[2 Juni]] – [[9 Juli]] [[1945]], delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada [[22 Juni]] [[1945]] panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
=== Rumusan kalimat ===
▲Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan [[Islam]] yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara [[sekuler]] dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut [[Piagam Jakarta]] (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".
▲=== Rumusan kalimat <ref>Risalah 2</ref> ===
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Baris 71 ⟶ 88:
=== Rumusan populer ===
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat adalah:
# Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
# Kemanusiaan yang adil dan beradab
# Persatuan Indonesia
Baris 77 ⟶ 94:
# Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
== Rumusan
Pada sesi kedua persidangan [[BPUPKI]] yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.<ref
=== Rumusan kalimat <ref
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Baris 90 ⟶ 107:
# Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
== Rumusan
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan [[Proklamasi]] Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI [[Jepang]]) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan),
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
=== Rumusan kalimat <ref
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
=== Rumusan dengan penomoran (utuh) ===
# ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
# Kemanusiaan yang adil dan beradab,
# Persatuan Indonesia
# Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
# Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
== Rumusan
Pendudukan wilayah Indonesia oleh [[NICA]] menjadikan wilayah Republik
=== Rumusan kalimat <ref>Konstitusi Republik Indonesia Serikat</ref> ===
Baris 118 ⟶ 135:
# dan keadilan sosial
== Rumusan
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT,<ref>Negara Indonesia Timur, wilayahnya meliputi Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya, Kepulauan Nusa Tenggara, dan seluruh kepulauan Maluku</ref>
=== Rumusan kalimat<ref>Undang-Undang Dasar Sementara</ref> ===
Baris 129 ⟶ 146:
# kebangsaan,
# kerakyatan
# dan keadilan sosial
== Rumusan
Kegagalan [[Konstituante]] untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya,
# Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
# Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
Baris 142 ⟶ 159:
=== Rumusan dengan penomoran (utuh) ===
# Ketuhanan Yang Maha Esa,
# Kemanusiaan yang adil dan beradab,
# Persatuan Indonesia
# Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
# Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
== Rumusan
Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
=== Rumusan ===
# Ketuhanan Yang Maha Esa,
# Kemanusiaan yang adil dan beradab,
# Persatuan Indonesia
# Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
# Keadilan sosial.
== Rumusan
Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat terakhir.
Baris 164 ⟶ 181:
=== Rumusan ===
# Ketuhanan Yang Maha Esa,
# Kemanusiaan yang adil dan beradab,
# Persatuan Indonesia
# Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
# Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
== Epilog ==
“Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara” (Pasal 1 Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 jo Pasal I Aturan Tambahan UUD 1945)..
== Catatan kaki ==
Baris 181 ⟶ 198:
# UUD Sementara (1950)
# Berbagai Ketetapan MPRS dan MPR RI
# [[Saafroedin Bahar]] (ed). (1992) ''Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945''. Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RI
# Tim Fakultas Filsafat UGM (2005) ''Pendidikan Pancasila''. Edisi 2. Jakarta: Universitas Terbuka
== Lihat pula ==
* [[Piagam Jakarta]]
* [[Garuda Pancasila]]
* [[Pancasila]] sebagai
{{Pancasila Indonesia}}
[[Kategori:Simbol nasional Indonesia]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
|