Mahāyāna: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k -Kebudhan +Kebuddhaan |
|||
(92 revisi perantara oleh 38 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Astasahasrika_Prajnaparamita_Maitreya_Detail.jpeg|jmpl|289x289px| Ilustrasi dalam manuskrip ''[[Aṣṭasāhasrikā Prajñāpāramitā Sūtra]]'' dari [[Nalanda]], menggambarkan Bodhisatwa [[Metteyya|Maitreya]], tokoh penting dalam Mahāyāna.]]
{{Buddhisme Mahayana}}{{Buddhisme|aliran}}
[[Berkas:Shishoin_temple_shibamata_Five_Tathagatas_2020.jpg|jmpl|260x260px| [[Lima Buddha Kebijaksanaan|Lima Tathāgata]] di Kuil Shishoin (Tokyo). Ciri unik Mahāyāna adalah kepercayaan bahwa ada banyak Buddha yang saat ini mengajarkan Dharma.]]
'''Mahāyāna''' ({{IPAc-en|ˌ|m|ɑː|h|ə|ˈ|j|ɑː|n|ə}} {{Respell|MAH|hə|YAH|nə}}; {{Lang-sa|महायान}}, {{Terjemahan harfiah|Kendaraan Besar}}) adalah istilah untuk sekelompok besar tradisi, [[Kitab Buddhis|teks]], [[Filsafat Buddhis|filsafat]], dan praktik [[Buddhisme]] yang dikembangkan di [[Sejarah India|India kuno]] ({{Kira-kira|abad ke-1 SM}} dan seterusnya). Mahāyāna dianggap sebagai salah satu dari tiga aliran utama Buddhisme yang ada, yang lainnya adalah [[Theravāda]] dan [[Vajrayana|Vajrayāna]].<ref name="Harvey-2013a">Harvey (2013), p. 189.</ref> Mahāyāna menerima kitab suci dan ajaran utama [[Aliran Buddhis awal|Buddhisme awal]], tetapi juga mengakui berbagai ajaran dan kitab yang tidak dianggap asli oleh Buddhisme Theravāda. Kitab-kitab tersebut termasuk [[Sutra Mahayana|sutra Mahāyāna]] dan penekanannya pada jalan [[Bodhisatwa]] dan [[Pradnyaparamita|Prajñāpāramitā]].<ref>Harvey (2013), pp. 108-109.</ref> Aliran Vajrayāna atau tradisi Mantra merupakan bagian dari aliran Mahāyāna yang menggunakan sejumlah metode [[Tantrisme|tantra]] yang diyakini oleh para penganut Vajrayāna untuk membantu mencapai [[Kebuddhaan]].<ref name="Harvey-2013a" />
Mahāyāna juga merujuk pada jalan [[Bodhisatwa]] yang berjuang untuk menjadi seorang Buddha yang sepenuhnya tercerahkan demi manfaat semua makhluk hidup, dan dengan demikian juga disebut "Kendaraan Bodhisatwa" (''Bodhisattvayāna'').<ref name="autogenerated38">[[Damien Keown]] (2003), ''[https://books.google.com/books?id=985a1M7L1NcC&pg=PA38 A Dictionary of Buddhism]'', [[Oxford University Press]], p. 38</ref>{{refn|"Mahayana, 'Kendaraan Agung' atau 'Kereta Agung' (untuk membawa semua makhluk menuju nirwana), juga, dan mungkin lebih tepat dan akurat, dikenal sebagai Bodhisattvayana, 'Kendaraan Bodhisatwa'." Warder, A.K. (edisi ke-3, 1999). ''Buddhisme India'': hlm. 338|group=note}} Buddhisme Mahāyāna secara umum memandang tujuan menjadi seorang Buddha melalui jalan Bodhisatwa sebagai sesuatu yang dapat dicapai oleh semua orang dan memandang tingkat [[arahat]] sebagai sesuatu yang tidak lengkap.<ref>Harvey (2013), p. 111.</ref> Mahāyāna juga meyakini banyak sosok Buddha dan Bodhisatwa yang tidak ditemukan dalam aliran Theravāda (seperti [[Amitābha]] dan [[Vairocana]]).<ref name="Williams-2008f">Williams, Paul, ''Mahayana Buddhism: The Doctrinal Foundations,'' Routledge, 2008, p. 21.</ref> Filosofi Buddhisme Mahāyāna juga mengenalkan teori-teori khas, seperti teori kekosongan [[Madhyamaka]] (''[[śūnyatā]]''), ''[[Yogacara|Vijñānavāda]]'' ("ajaran kesadaran" yang juga disebut "hanya pikiran"), dan ajaran [[Tathāgatagarbha|benih Kebuddhaan]] (keyakinan bahwa semua makhluk hidup sudah memiliki hakikat Kebuddhaan yang murni di dalam diri mereka).
Meskipun awalnya merupakan gerakan kecil di India, Mahāyāna akhirnya tumbuh menjadi kekuatan berpengaruh dalam [[Sejarah Buddhisme di India|Buddhisme India]].<ref name="Woodhead">{{Cite book|date=2016|title=Religions in the modern world: traditions and transformations|location=Abingdon, Oxon|publisher=Routledge|isbn=978-0-415-85880-9|editor-last=Woodhead|editor-first=Linda|edition=Third|oclc=916409066|editor-last2=Partridge|editor-first2=Christopher Hugh|editor-last3=Kawanami|editor-first3=Hiroko}}</ref> Pusat-pusat akademis besar yang berhubungan dengan Mahāyāna, seperti [[Nalanda]] dan Vikramashila. berkembang pesat antara abad ke-7 dan ke-12.<ref name="Woodhead" /> Dalam perjalanan sejarahnya, Buddhisme Mahāyāna menyebar dari [[Asia Selatan]] ke [[Asia Timur]], [[Asia Tenggara]], dan [[Pegunungan Himalaya|wilayah Himalaya]]. Berbagai tradisi dari aliran Mahāyāna merupakan bentuk dominan dari Buddhisme yang ditemukan di [[Tiongkok]], [[Korea]], [[Jepang]], [[Taiwan]], [[Singapura]], [[Vietnam]], [[Filipina]], dan [[Malaysia]].<ref>{{Cite book|last=Foltz|first=Richard|date=2013|url=https://books.google.com/books?id=sZRGAQAAQBAJ&q=buddhist+viharas+found+in+modern+day+iran&pg=PA95|title=Religions of Iran:From Prehistory to the Present|publisher=Oneworld Publications|isbn=978-1-78074-309-7|page=95|quote=In the centuries before the Arab conquests Buddhism was spread throughout the eastern Iranian world. Buddhist sites have been found in Afghanistan, Turkmenistan, Uzbekistan, and Tajikistan, as well as within Iran itself.|access-date=2017-12-18}}</ref> Oleh karena [[Vajrayana|Vajrayāna]] adalah bentuk [[Tantrisme|tantra]] dari Mahāyāna, Buddhisme Mahāyāna juga dominan di [[Tibet]], [[Mongolia]], [[Bhutan]], dan wilayah Himalaya lainnya. Aliran ini juga secara tradisional hadir di tempat lain di Asia sebagai agama minoritas di antara komunitas Buddhis di [[Nepal]], [[Malaysia]], [[Indonesia]], dan wilayah-wilayah dengan komunitas diaspora Asia.
Pada tahun 2010, aliran Mahāyāna merupakan aliran [[Buddhisme]] dengan penganut terbanyak, dengan 53% Buddhis menganut [[Buddhisme di Asia Timur|Mahāyāna Asia Timur]] dan 6% menganut [[Vajrayana|Vajrayāna]], dibandingkan dengan 36% yang menganut [[Theravāda|Theravada]].<ref>{{Cite book|last=Johnson|first=Todd M.|last2=Grim|first2=Brian J.|year=2013|url=http://media.johnwiley.com.au/product_data/excerpt/47/04706745/0470674547-196.pdf|title=The World's Religions in Figures: An Introduction to International Religious Demography|location=Hoboken, NJ|publisher=Wiley-Blackwell|page=36|access-date=2 September 2013|archive-url=https://web.archive.org/web/20131020100448/http://media.johnwiley.com.au/product_data/excerpt/47/04706745/0470674547-196.pdf|archive-date=20 October 2013}}</ref>
== Sejarah ==
[[Berkas:Seated_Avalokiteshvara._Gandharan,_from_Loriyan_Tangai._Kushan_period,_1st_-_3d_century_AD._Indian_Museum,_Calcutta_ei05-31.jpg|jmpl| Bodhisatwa [[Awalokiteswara]] yang sedang duduk. [[Buddhisme Gandhāra|Gandharan]], dari Loriyan Tangai. Periode [[Kekaisaran Kushan|Kushan]], abad ke-1 – ke-3 Masehi. Museum India, [[Kolkata|Kalkuta]]]]
[[Berkas:Karla_chaitya_stupa.JPG|jmpl| Kompleks gua yang terkait dengan aliran [[Mahāsāṁghika|Mahāsāṃghika]]. Gua Karla, [[Maharashtra|Mahārāṣtra]], India,]]
=== Asal-usul ===
Asal-usul Mahāyāna masih belum sepenuhnya dipahami dan terdapat banyak teori yang saling bersaing.<ref name="Hirakawa Akira 1993, p. 260">Akira, Hirakawa (translated and edited by Paul Groner) (1993. ''A History of Indian Buddhism''. Delhi: Motilal Banarsidass: p. 260.</ref> Pandangan Barat yang paling awal tentang Mahāyāna berasumsi bahwa ia ada sebagai aliran terpisah yang bersaing dengan apa yang disebut aliran "[[Hinayana|Hīnayāna]]" ("Kendaraan Hina"; "Kendaraan Kecil"). Beberapa teori utama tentang asal usul Mahāyāna meliputi hal berikut:
'''Teori asal usul umat awam''' pertama kali dikemukakan oleh Jean Przyluski dan kemudian dipertahankan oleh Étienne Lamotte dan Akira Hirakawa. Pandangan ini menyatakan bahwa [[Upasaka-upasika|umat awam]] sangat penting dalam pengembangan Mahāyāna dan sebagian didasarkan pada beberapa teks seperti Vimalakirti Sūtra, yang memuji umat awam dengan mengorbankan kaum biksu.{{Sfn|Hirakawa|1990|p=271}} Teori ini tidak lagi diterima secara luas karena banyak karya Mahāyāna awal yang mempromosikan monastisisme dan asketisme.<ref name="Drewes-2010a">Drewes, David, ''Early Indian Mahayana Buddhism I: Recent Scholarship'', Religion Compass 4/2 (2010): 55–65, {{Doi|10.1111/j.1749-8171.2009.00195.x}}</ref><ref>"One of the most frequent assertions about the Mahayana is that it was a lay-influenced, or even lay-inspired and dominated, movement that arose in response to the increasingly closed, cold, and scholastic character of monastic Buddhism. This, however, now appears to be wrong on all counts...much of its [Hinayana's] program being in fact intended and designed to allow laymen and women and donors the opportunity and means to make religious merit." ''Macmillan Encyclopedia of Buddhism'' (2004): p. 494</ref>
'''Teori asal-usul Mahāsāṃghika''', yang menyatakan bahwa Mahāyāna berkembang dalam tradisi [[Mahāsāṁghika|Mahāsāṃghika]].<ref name="Drewes-2010a"/> Hal ini dibela oleh beberapa sarjana, seperti [[Johan Hendrik Caspar Kern|Hendrik Kern]], AK Warder, dan Paul Williams yang berpendapat bahwa setidaknya beberapa elemen Mahāyāna berkembang di antara komunitas Mahāsāṃghika (sejak abad ke-1 SM dan seterusnya), mungkin di daerah sepanjang [[Sungai Krishna|Sungai Kṛṣṇa]] di wilayah [[Andhra Pradesh|Āndhra]] di India selatan.<ref name="Xing65-66">Guang Xing. ''The Concept of the Buddha: Its Evolution from Early Buddhism to the Trikaya Theory.'' 2004. pp. 65–66 "Several scholars have suggested that the Prajñāpāramitā probably developed among the Mahasamghikas in Southern India, in the Andhra country, on the Krishna River."</ref><ref name="Williams-2009">Williams, Paul. ''Mahayana Buddhism: The Doctrinal Foundations 2nd edition.'' Routledge, 2009, p. 47.</ref><ref name="Hirakawa Akira 1993, p. 263">Akira, Hirakawa (translated and edited by Paul Groner) (1993. ''A History of Indian Buddhism''. Delhi: Motilal Banarsidass: pp. 253, 263, 268</ref><ref name="Warder-1999">"The south (of India) was then vigorously creative in producing Mahayana Sutras" – Warder, A.K. (3rd edn. 1999). ''Indian Buddhism'': p. 335.</ref> Ajaran Mahāsāṃghika mengenai hakikat adiduniawi (''lokottara'') Buddha terkadang dianggap sebagai cikal bakal pandangan Mahāyāna mengenai Buddha.<ref name="Williams-2008f">Williams, Paul, ''Mahayana Buddhism: The Doctrinal Foundations,'' Routledge, 2008, p. 21.</ref> Beberapa sarjana juga melihat tokoh-tokoh Mahāyāna, seperti [[Nagarjuna|Nāgārjuna]], Dignaga, [[Candrakirti|Candrakīrti]], Āryadeva, dan [[Bhavaviveka]] memiliki hubungan dengan aliran Mahāsāṃghika dari Āndhra.<ref>Padma, Sree. Barber, Anthony W. ''Buddhism in the Krishna River Valley of Andhra.'' SUNY Press 2008, p. 1.</ref> Namun, beberapa ilmuwan lain juga menyebutkan beberapa wilayah penting, seperti [[Gandhara]] dan India barat laut.<ref name="Karashima-2013">Karashima, 2013.</ref>{{Refn|Warder: "The sudden appearance of large numbers of (Mahayana) teachers and texts (in North India in the second century AD) would seem to require some previous preparation and development, and this we can look for in the South." Warder, A.K. (3rd edn. 1999). ''Indian Buddhism'': p. 335.}}<ref>Walser, Joseph, ''Nagarjuna in Context: Mahayana Buddhism and Early Indian Culture,'' Columbia University Press, 2005, p. 25.</ref>
Seiring berjalannya waktu, teori asal usul Mahāsāṃghika juga terbukti bermasalah oleh para ilmuwan yang mengungkapkan bagaimana sutra-sutra Mahāyāna tertentu menunjukkan jejak-jejak yang berkembang di antara ''[[Sekolah Nikaya|nikāya-nikāya]]'' atau aliran monastik lain (seperti [[Dharmaguptaka]]).<ref>Williams, Paul, ''Mahayana Buddhism: The Doctrinal Foundations,'' Routledge, 2008, p. 6.</ref> Oleh karena bukti-bukti tersebut, para sarjana, seperti Paul Harrison dan Paul Williams, berpendapat bahwa gerakan ini bukan gerakan sektarian dan mungkin bersifat pan-Buddhis.<ref name="Drewes-2010a"/><ref>Williams, Paul, ''Mahayana Buddhism: The Doctrinal Foundations,'' Routledge, 2008, p. 16.</ref> Tidak ada bukti bahwa Mahāyāna pernah merujuk pada sebuah aliran atau sekte formal Buddhisme yang terpisah, namun lebih tepatnya bahwa aliran ini ada sebagai sekumpulan cita-cita tertentu, dan ajaran-ajaran selanjutnya, dengan penekanan pada jalan Bodhisatwa.<ref name="Nattier, Jan 2003 p. 193-1942">Nattier, Jan (2003), ''A few good men: the Bodhisattva path according to the Inquiry of Ugra'': pp. 193–194</ref>
Sementara itu, '''"hipotesis hutan"''' menyatakan bahwa Mahāyāna muncul terutama di kalangan "[[Asketisisme|para petapa]] garis keras, anggota sayap penganut ajaran Buddha yang tinggal di hutan (''aranyavasin'')", yang berusaha meniru kehidupan Buddha di hutan.<ref>Drewes, David, The Forest Hypothesis in Paul Harrison, ed., ''Setting Out on the Great Way''. Equinox, 2018.</ref> Hal ini telah dipertahankan oleh Paul Harrison, Jan Nattier, dan Reginald Ray. Teori ini didasarkan pada sutra-sutra tertentu seperti Ugraparipṛcchā Sūtra dan Mahāyāna Rāṣṭrapālapaṛiprcchā yang mempromosikan praktik pertapaan di alam liar sebagai jalan yang unggul dan elit. Teks-teks ini mengkritik para biksu yang tinggal di kota dan merendahkan kehidupan di hutan.<ref name="Nattier, Jan 2003 p. 193-1942" /><ref>Williams (2008), pp. 33-34.</ref>
Kajian Jan Nattier tentang Ugraparipṛcchā Sūtra'', A few good men'' (2003), menyatakan bahwa sutra ini merupakan bentuk paling awal dari Mahāyāna, yang menyajikan jalan [[Bodhisatwa]] sebagai 'usaha yang sangat sulit' dari asketisme hutan monastik elit.<ref name="Drewes-2010a" /> Penelitian Boucher tentang ''Rāṣṭrapālaparipṛcchā-sūtra'' (2008) adalah karya terbaru lainnya tentang subjek ini.<ref>Boucher, Daniel, Bodhisattvas of the Forest and the Formation of the Mahāyāna: A Study and Translation of the.Rāṣṭrapālaparipṛcchā-sūtra. University of Hawaii Press, 2008</ref>
'''Teori pemujaan kitab''', yang dibela oleh [[Gregory Schopen]], menyatakan bahwa Mahāyāna muncul di antara sejumlah kelompok biksu penyembah kitab yang saling terkait, yang mempelajari, menghafal, menyalin, dan memuja sutra-sutra Mahāyāna tertentu. Schopen berpendapat bahwa hal tersebut terinspirasi oleh tempat pemujaan yang menjadi tempat penyimpanan sutra Mahāyāna.<ref name="Drewes-2010a" /> Schopen juga berpendapat bahwa kelompok-kelompok ini sebagian besar menolak pemujaan [[stupa]], atau pemujaan relik suci.
David Drewes belakangan juga mengemukakan argumen yang menentang semua teori utama yang diuraikan di atas. Dia menunjukkan bahwa tidak ada bukti nyata atas keberadaan tempat pemujaan kitab, bahwa praktik pemujaan sutra bersifat pan-Buddhis dan tidak khas Mahāyāna. Lebih jauh, Drewes berpendapat bahwa "sutra-sutra Mahāyāna lebih sering menganjurkan praktik-praktik mnemik/lisan/pendengaran daripada yang tertulis."<ref name="Drewes-2010a" /> Mengenai hipotesis hutan, ia menunjukkan bahwa hanya sedikit sutra Mahāyāna yang secara langsung menganjurkan tinggal di hutan, sementara yang lain tidak menyebutkannya atau melihatnya sebagai hal yang tidak membantu, mempromosikan praktik-praktik yang lebih mudah seperti "hanya mendengarkan sutra, atau memikirkan Buddha-Buddha tertentu, yang mereka klaim dapat memungkinkan seseorang untuk terlahir kembali di '[[Buddhisme Tanah Murni|tanah suci]]' yang istimewa dan mewah di mana seseorang akan mampu membuat kemajuan yang mudah dan cepat di jalan Bodhisatwa dan mencapai Kebuddhaan setelah hanya satu kehidupan."<ref name="Drewes-2010a" />
Drewes menyatakan bahwa bukti-bukti yang ada hanya menunjukkan bahwa "Mahāyāna pada dasarnya adalah sebuah gerakan tekstual, yang berfokus pada pewahyuan, pengajaran, dan penyebaran [[Sutra Mahayana|sutra-sutra Mahāyāna]], yang berkembang dalam, dan tidak pernah benar-benar meninggalkan, struktur sosial dan kelembagaan Buddhis tradisional."<ref name="Drewes-2010">Drewes, David, Early Indian Mahayana Buddhism II: New Perspectives, ''Religion Compass'' 4/2 (2010): 66–74, {{Doi|10.1111/j.1749-8171.2009.00193.x}}</ref> Drewes menunjukkan pentingnya ''dharmabhanaka'' (ahli dharma, pembaca sutra-sutra ini) dalam sutra-sutra Mahāyāna awal. Tokoh ini banyak dipuji sebagai sosok yang harus dihormati, dipatuhi ('bagaikan seorang hamba melayani tuannya'), dan diberi sumbangan, sehingga mungkin saja orang-orang ini merupakan agen utama gerakan Mahāyāna.<ref name="Drewes-2010" />
== Pandangan dunia ==
[[Berkas:Ming_Bronze_Vairocana_Buddha.jpg|jmpl| Patung perunggu Buddha [[Vairocana|Mahāvairocana]] dari Dinasti Ming yang menggambarkan tubuhnya tersusun dari banyak Buddha lainnya.]]
[[Berkas:Prajnaparamita_with_Devotees,_Folio_from_a_Shatasahasrika_Prajnaparamita_(The_Perfection_of_Wisdom_in_100,000_Verses)_LACMA_M.81.90.6_(3_of_6).jpg|jmpl| Bodhisatwa wanita bernama Prajñaparamita Devi.]]
=== Benih Kebuddhaan ===
[[Berkas:Reliquary,_Kamakura_period,_13th-14th_century,_cintamani_(sacred_jewel)_in_flame_type,_gilt_bronze_-_Tokyo_National_Museum_-_DSC05173.JPG|jmpl| Sebuah relikui dari periode Kamakura yang dihiasi dengan [[cintamani]] (permata pengabul keinginan). Teks tentang benih Kebuddhaan sering kali menggunakan metafora tentang permata (yakni benih Kebuddhaan) yang dimiliki oleh semua makhluk, namun tidak mereka sadari.]]
Ajaran ''embrio [[Tathāgata]]'' atau ''rahim Tathāgata ([[Tathāgatagarbha]]),'' juga dikenal sebagai ''benih Kebuddhaan'' dan ''matriks atau prinsip Kebuddhaan'' ([[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]] : ''Buddha-dhātu''), merupakan suatu ajaran penting dalam semua aliran Mahāyāna modern, meskipun ditafsirkan dalam banyak cara yang berbeda. Secara umum, hakikat Kebuddhaan berkaitan dengan penjelasan terkait sesuatu yang menjadikan makhluk-makhluk hidup menjadi seorang Buddha.<ref name="Williams and Tribe 2002, p. 160">Williams and Tribe (2002), p. 160.</ref> Sumber paling awal untuk gagasan ini mungkin termasuk [[Sūtra Tathāgatagarbha|Tathāgatagarbha Sūtra]] dan [[Mahāyāna Mahāparinirvāṇa Sūtra]].<ref>Paul Williams, ''Mahayana Buddhism: The Doctrinal Foundations'', Second Edition, Routledge, Oxford, 2009, p. 317</ref><ref name="Williams and Tribe 2002, p. 160" /> Teks Mahāparinirvāṇa Mahāyāna mengacu pada "benih suci yang menjadi dasar bagi [makhluk] untuk menjadi Buddha",<ref>Kevin Trainor, ''Buddhism: The Illustrated Guide'', Oxford University Press, 2004, p. 207</ref> dan juga menggambarkannya sebagai 'Diri' (''[[Atman (Buddhisme)|ātman]]'').<ref name="web.archive.org">Zimmermann, Michael (2002), [https://web.archive.org/web/20131111023508/http://iriab.soka.ac.jp/orc/Publications/BPPB/pdf/BPPB-06.pdf ''A Buddha Within: The Tathāgatagarbhasūtra''], Biblotheca Philologica et Philosophica Buddhica VI, The International Research Institute for Advanced Buddhology, Soka University, pp. 82–83</ref>
David Seyfort Ruegg menjelaskan konsep ini sebagai dasar atau pendukung bagi praktik sang Jalan, dan dengan demikian merupakan "penyebab" (''hetu'') bagi buah Kebuddhaan.<ref name="Williams and Tribe 2002, p. 160" /> Sutra Tathāgatagarbha menyatakan bahwa di dalam kekotoran-kekotoran ditemukan "kebijaksanaan Sang ''[[Tathāgata]]'', penglihatan Sang ''Tathāgata'', dan tubuh Sang ''Tathāgata''...yang tidak pernah ternoda, dan...penuh dengan kebajikan-kebajikan yang tidak berbeda dengan milikku...para ''tathagatagarbha'' dari semua makhluk adalah abadi dan tidak berubah".<ref name="Williams and Tribe 2002, p. 162">Williams and Tribe (2002), p. 162.</ref>
Gagasan-gagasan yang ditemukan dalam literatur tentang benih-benih Kebuddhaan merupakan sumber dari banyak perdebatan dan perselisihan di antara para filsuf Buddhisme Mahāyāna serta akademisi modern.<ref>Williams, Paul, Buddhist Thought: A Complete Introduction to the Indian Tradition, 2002, pp. 103, 108.</ref> Beberapa cendekiawan melihat hal ini sebagai pengaruh dari tradisi Brahmana [[Agama Hindu|Hinduisme]], dan beberapa sutra ini mengakui bahwa penggunaan istilah 'Diri' (''ātman'') sebagian dilakukan untuk memenangkan hati para prtapa non-Buddhis (dengan kata lain, ini adalah ''upaya-kausalya'' atau ''cara yang terampil'').<ref>Williams, Paul, Buddhist Thought: A Complete Introduction to the Indian Tradition, 2002, p. 109.</ref><ref>Shiro Matsumoto, Critiques of Tathagatagarbha Thought and Critical Buddhism</ref> Menurut beberapa cendekiawan, hakikat Kebuddhaan yang dibahas dalam beberapa sutra Mahāyāna tidak mewakili suatu diri substansial (''[[Atman|ātman]]'') yang dikritik oleh Sang Buddha; sebaliknya, hakikat Buddha merupakan suatu ekspresi positif dari [[Śūnyatā|kekosongan]] (''śūnyatā'') dan mewakili potensi untuk mencapai Kebuddhaan melalui praktik-praktik Buddhis.<ref>{{Cite web|date=October 23, 2007|title=The Significance Of 'Tathagatagarbha' --|url=http://zencomp.com/greatwisdom/ebud/ebdha191.htm|archive-url=https://web.archive.org/web/20071023073728/http://zencomp.com/greatwisdom/ebud/ebdha191.htm|archive-date=2007-10-23}}</ref> Williams juga berpendapat bahwa ajaran ini pada awalnya tidak membahas masalah ontologis, tetapi membahas "masalah keagamaan tentang realisasi potensi spiritual seseorang, dorongan, dan semangat."<ref name="Williams and Tribe 2002, p. 162" />
Genre sutra yang mengulas "benih Kebuddhaan" dapat dilihat sebagai usaha untuk menyatakan ajaran Buddha dengan menggunakan bahasa positif, namun tetap mempertahankan jalan tengah, untuk mencegah orang menjauh dari Buddhisme karena kesan keliru tentang nihilisme.<ref>King, Sallie B. [https://web.archive.org/web/20070927131119/http://www.nanzan-u.ac.jp/SHUBUNKEN/publications/nlarc/pdf/Pruning%20the%20bodhi%20tree/Pruning%209.pdf ''The Doctrine of Buddha-Nature is impeccably Buddhist'']. In: Jamie Hubbard (ed.), Pruning the Bodhi Tree: The Storm Over Critical Buddhism, Univ of Hawaii Press 1997, pp. 174–179. {{ISBN|0-8248-1949-7}}</ref> Inilah posisi yang dianut di [[Sutra Lankawatara|Sūtra Laṅkāvatāra]], yang menyatakan bahwa para Buddha mengajarkan ajaran ''tathāgatagarbha'' (yang terdengar mirip dengan ''ātman'') untuk membantu makhluk-makhluk yang terikat pada gagasan ''anātman''. Namun, sutra tersebut melanjutkan dengan mengatakan bahwa ''tathāgatagarbha'' adalah kosong dan sebenarnya bukan suatu diri yang substansial.<ref>Daisetz T. Suzuki, tr. ''The 'Lankavatara Sutra','' Parajna Press, Boulder, 1978, pp.69.</ref><ref>Williams and Tribe (2002), p. 164.</ref>
Pandangan berbeda dipertahankan oleh berbagai sarjana modern seperti Michael Zimmermann. Pandangan ini adalah gagasan bahwa sutra-sutra dengan penjelasan terkait benih-benih Kebuddhaan, seperti Sūtra [[Mahāyāna Mahāparinirvāṇa Sūtra|Mahāparinirvāṇa]] dan Tathāgatagarbha, mengajarkan visi afirmatif tentang Diri Kebuddhaan yang kekal dan tidak dapat dihancurkan.<ref name="web.archive.org" /> Shenpen Hookham, seorang sarjana dan lama barat melihat benih Kebuddhaan sebagai Diri Sejati yang nyata dan permanen.<ref>Hookham, Shenpen (1991). ''The Buddha Within''. State University of New York Press: p. 104, p. 353</ref> Demikian pula, CD Sebastian memahami pandangan [[Ratnagotravibhāga]] tentang topik ini sebagai diri transendental yang merupakan "esensi unik dari alam semesta".<ref>Sebastian, C.D. (2005), ''Metaphysics and Mysticism in Mahayana Buddhism''. Delhi: Sri Satguru Publications: p. 151; cf. also p. 110</ref>
=== Argumen terhadap keaslian ===
Umat Buddha Mahāyāna India menghadapi berbagai kritik dari non-Mahāyānis mengenai keaslian ajaran mereka. Kritik utama yang mereka hadapi adalah bahwa ajaran Mahāyāna tidak diajarkan oleh Sang Buddha, tetapi diciptakan oleh tokoh-tokoh belakangan.<ref name="Sree Padma 2008. p. 68">Sree Padma. Barber, Anthony W. ''Buddhism in the Krishna River Valley of Andhra.'' 2008. p. 68.</ref><ref>Werner et al. (2013). ''The Bodhisattva Ideal: Essays on the Emergence of Mahayana.'' pp. 89, 93. Buddhist Publication Society.</ref> Banyak kitab Mahāyāna membahas masalah ini dan mencoba membela kebenaran dan keaslian Mahāyāna dengan berbagai cara.<ref name="Werner-2013">Werner et al. (2013). ''The Bodhisattva Ideal: Essays on the Emergence of Mahayana.'' pp. 89-90, 211-212, 227. Buddhist Publication Society.</ref>
Salah satu gagasan yang dikemukakan oleh kitab-kitab Mahāyāna adalah bahwa ajaran-ajaran Mahāyāna diajarkan kemudian karena kebanyakan orang tidak mampu memahami sutra-sutra Mahāyāna pada masa Sang Buddha dan bahwa orang-orang baru siap mendengarkan Mahāyāna pada masa-masa berikutnya.<ref>"Though the Buddha had taught [the Mahayana sutras] they were not in circulation in the world of men at all for many centuries, there being no competent teachers and no intelligent enough students: the sutras were however preserved in the Dragon World and other non-human circles, and when in the 2nd century AD adequate teachers suddenly appeared in India in large numbers the texts were fetched and circulated. ... However, it is clear that the historical tradition here recorded belongs to North India and for the most part to Nalanda (in Magadha)." AK Warder, ''Indian Buddhism'', 3rd edition, 1999</ref> Beberapa catatan tradisional menyatakan bahwa sutra Mahāyāna disembunyikan atau dijaga dengan aman oleh makhluk-makhluk suci seperti [[Naga (mitologi India)|Naga]] atau Bodhisatwa hingga tiba saatnya untuk disebarkan.<ref>{{Cite book|last=Li|first=Rongxi|year=2002|title=Lives of Great Monks and Nuns|location=Berkeley, California|publisher=BDK|pages=23–4}}</ref><ref>{{Cite book|last=Tārānātha|date=2010|title=Tāranātha's History of Buddhism in India.|publisher=Motilal Banarsidass Publ|isbn=978-81-208-0696-2|page=90|oclc=1073573698}}</ref>
Demikian pula, beberapa sumber juga menyatakan bahwa ajaran Mahāyāna diungkapkan oleh Buddha, Bodhisatwa, dan [[Dewa (Buddhisme)|dewa]] lain kepada sejumlah individu terpilih (sering kali melalui penglihatan atau mimpi).<ref name="Werner-2013" /> Beberapa ilmuwan melihat adanya hubungan antara gagasan ini dengan praktik meditasi Mahāyāna yang melibatkan visualisasi para Buddha dan tanah suci para Buddha.<ref>Williams, (2008), pp. 40–41.</ref>
Argumen lain yang digunakan Buddhis Mahāyāna India dalam mendukung Mahāyāna adalah bahwa ajarannya benar dan menuntun pada pencerahan karena sejalan dengan Dharma. Oleh karena itu, ucapan-ucapan tersebut dapat dikatakan “diucapkan dengan baik” (''subhasita)'', dan dengan demikian, ucapan-ucapan tersebut dapat dikatakan sebagai sabda Sang Buddha dalam pengertian ini. Gagasan bahwa apa pun yang “diucapkan dengan baik” adalah sabda Sang Buddha dapat ditelusuri kembali ke kitab-kitab Buddhis paling awal, namun gagasan ini ditafsirkan lebih luas dalam Mahāyāna.<ref>Williams, (2008), pp. 41-42.</ref> Dari sudut pandang Mahāyāna, sebuah ajaran adalah “sabda Sang Buddha” karena ajaran tersebut sesuai dengan [[Dharma]], bukan karena ajaran tersebut diucapkan oleh seorang individu tertentu (misalnya [[Siddhattha Gotama|Gautama]]).<ref>Hsuan Hua. ''The Buddha speaks of Amitabha Sutra: A General Explanation.'' 2003. p. 2</ref> Gagasan ini dapat dilihat dalam tulisan-tulisan [[Shantideva]] (abad ke-8), yang berpendapat bahwa sebuah “ucapan yang diilhami” adalah sabda Buddha jika ucapan tersebut “berhubungan dengan kebenaran”, “berhubungan dengan Dharma”, “menimbulkan pelepasan ''[[Kilesa|klesha]]'', bukan peningkatannya” dan “menunjukkan kualitas-kualitas terpuji dari [[nirwana]], bukan kualitas-kualitas [[samsara]]”.<ref>Williams, (2008), p. 41.</ref>
Sarjana Buddhis Zen Jepang modern, [[D.T. Suzuki|DT Suzuki]], berpendapat serupa bahwa, meskipun sutra Mahāyāna mungkin tidak diajarkan secara langsung oleh Buddha historis, "semangat dan gagasan utama" Mahāyāna berasal dari Buddha sendiri. Menurut Suzuki, Mahāyāna berkembang dan menyesuaikan diri dengan zaman dengan mengembangkan ajaran dan berbagai kitab baru, sambil mempertahankan semangat Sang Buddha.<ref>Daisetz Teitaro Suzuki (1907). ''Outlines of Mahaŷâna Buddhism'', pp. 13-16.</ref>
===
Mahāyāna sering melihat dirinya sebagai suatu aliran yang menembus lebih jauh dan lebih mendalam ke dalam [[Dharma]] dari Sang Buddha. Sebuah komentar India untuk Mahāyānasaṃgraha memberikan klasifikasi ajaran Buddha menurut kemampuan pendengarnya:<ref>Hamar, Imre. ''Reflecting Mirrors: Perspectives on Huayan Buddhism.'' 2007. p. 94</ref>
{{Blockquote|Menurut tingkatan murid, Dharma diklasifikasikan menjadi rendah dan tinggi. Misalnya, tingkat rendah diajarkan kepada para pedagang [[Trapusa dan Bahalika|Trapuṣa dan Ballika]] karena mereka adalah orang biasa; tingkat menengah diajarkan kepada kelompok lima karena mereka berada pada tahap orang suci; delapan ''Prajñāpāramitā'' diajarkan kepada para bodhisatwa, dan [''Prajñāpāramitā''] lebih tinggi dalam melenyapkan bentuk-bentuk yang dibayangkan secara konseptual.|source=Vivṛtaguhyārthapiṇḍavyākhyā}}
Ada pula kecenderungan dalam sutra-sutra Mahāyāna untuk menganggap kepatuhan terhadap sutra-sutra ini akan menghasilkan manfaat-manfaat spiritual yang lebih besar daripada manfaat-manfaat yang muncul karena menjadi pengikut pendekatan-pendekatan non-Mahāyāna. Demikian pula halnya dengan [[Śrīmālādevī Siṃhanāda Sūtra|Sutra Siṃhanāda Śrīmālādevī]] yang menyatakan bahwa Sang Buddha berkata bahwa pengabdian kepada Mahāyāna pada hakikatnya lebih unggul dalam hal kebajikan dibandingkan mengikuti jalan [[Sāvaka|''śrāvaka'']] atau ''pratyekabuddha''.<ref>Hookham, Dr. Shenpen, trans. (1998). ''The Shrimaladevi Sutra''. Oxford: Longchen Foundation: p. 27</ref>
Komentar atas kitab [[Abhidharmasamuccaya]] memberikan tujuh alasan berikut untuk "kebesaran" atau "keunggulan" Mahayana:<ref>Werner, Karel; Samuels, Jeffrey; Bhikkhu Bodhi; Skilling, Peter; Bhikkhu Anālayo, McMahan, David (2013) ''The Bodhisattva Ideal: Essays on the Emergence of Mahayana,'' p. 97. Buddhist Publication Society.</ref>
# Keagungan dukungan (''ālambana''): jalan Bodhisatwa didukung oleh ajaran tak terbatas dari ''Kesempurnaan Kebijaksanaan dalam Seratus Ribu Syair'' dan kitab lainnya;
# Keagungan praktik (''pratipatti''): praktik komprehensif untuk memberi manfaat bagi diri sendiri dan orang lain (''sva-para-artha'');
# Keagungan pemahaman (''jñāna''): dari pemahaman akan ketiadaan diri dalam diri orang dan fenomena (''pudgala-dharma-nairātmya'');
# Keagungan energi (''vīrya''): dari pengabdian kepada ratusan ribu tugas sulit selama tiga aeon besar yang tak terhitung (''mahākalpa'');
# Keagungan akal budi (''upāyakauśalya''): karena tidak mengambil pendirian dalam Saṃsāra atau Nirvāṇa;
# Keagungan pencapaian (''prāpti''): karena pencapaian kekuatan tak terukur dan tak terhitung (''bala''), keyakinan (''vaiśāradya''), dan dharma yang unik bagi para Buddha (''āveṇika-buddhadharma'');
# Keagungan perbuatan (''karma''): karena berkehendak melakukan perbuatan seorang Buddha hingga akhir samsara dengan memperlihatkan pencerahan, dsb.
== Hubungannya dengan Theravāda ==
=== Peran Bodhisatwa ===
Dalam [[Kitab Buddhis awal|kitab-kitab Buddhis awal]], dan seperti diajarkan oleh aliran [[Theravāda|Theravada]] modern, tujuan menjadi seorang Buddha yang mengajar di kehidupan mendatang dipandang sebagai tujuan sekelompok kecil individu yang berusaha memberi manfaat bagi generasi mendatang setelah ajaran Buddha saat ini telah hilang, tetapi di masa sekarang ini tidak ada kebutuhan bagi sebagian besar praktisi untuk bercita-cita mencapai tujuan ini. Namun, kitab-kitab Theravada menyatakan bahwa tujuan tersebut juga merupakan tujuan yang lebih berbudi luhur.<ref>Harvey, Peter (2000). ''An Introduction to Buddhist Ethics''. Cambridge University Press: p. 123.</ref>
Paul Williams menulis bahwa beberapa guru meditasi Theravada modern di [[Thailand]] secara populer dianggap sebagai Bodhisatwa oleh masyarakat awam.<ref>Paul Williams, ''Mahāyāna Buddhism: The Doctrinal Foundations.'' Taylor & Francis, 1989, p. 328.</ref>
{{Blockquote|Cholvijarn mengamati bahwa tokoh-tokoh terkemuka yang terkait dengan [[Gerakan Dhammakaya|gerakan Dhammakaya]] di Thailand sering kali terkenal di luar kalangan akademis, di antara masyarakat luas, sebagai guru meditasi Buddhis dan sumber keajaiban, serta [[jimat]] suci. Seperti mungkin beberapa biksu pertapa hutan Mahāyāna awal, atau Tantra Buddha kemudian, mereka telah menjadi orang-orang yang berkuasa melalui pencapaian meditasi mereka. Mereka sangat dihormati, dipuja, dan dianggap sebagai arahat atau (perlu dicatat!) bodhisatwa.}}
=== Theravāda dan Hīnayāna ===
Pada abad ke-7, biksu Buddhis Tiongkok, [[Xuanzang]], menjelaskan keberadaan tradisi Mahāvihara dan Abhayagiri Vihara yang hadir bersama-sama di [[Sri Lanka]]. Ia menyebut para biksu Mahāvihara sebagai "Hīnayāna Sthavira" (''Thera''), dan para biksu Abhayagiri Vihara sebagai "Mahāyāna Sthavira".<ref>{{Cite book|last=Baruah|first=Bibhuti|date=2000|url=https://archive.org/details/bub_gb_s1PZAMD13SMC|title=Buddhist Sects and Sectarianism|publisher=Sarup & Sons|isbn=978-81-7625-152-5|page=[https://archive.org/details/bub_gb_s1PZAMD13SMC/page/n61 53]}}</ref> Xuanzang lebih lanjut menulis:<ref>Hirakawa, Akira. Groner, Paul. ''A History of Indian Buddhism: From Śākyamuni to Early Mahāyāna.'' 2007. p. 121</ref>
{{Blockquote|Penganut tradisi Mahāvihāravāsin menolak ajaran Mahāyāna dan mempraktikkan ajaran Hīnayāna, sedangkan penganut tradisi Abhayagirivihāravāsin mempelajari ajaran Hīnayāna dan Mahāyāna serta menyebarkan ''[[Tripiṭaka]]''.}}
Aliran Theravāda modern biasanya digambarkan sebagai Hīnayāna.<ref>{{Cite book|last=Monier-Williams|first=Sir Monier|year=1889|url=https://books.google.com/books?id=uiUVAAAAYAAJ&q=Buddhism|title=Buddhism in Its Connexion with Brāhmanism and Hindūism: And in Its Contrast with Christianity|publisher=John Murray}}</ref><ref name="gombrich">{{Cite book|last=Gombrich|first=Richard Francis|year=2006|url=https://books.google.com/books?id=n44jqZP8y7wC&pg=PA83|title=Theravāda Buddhism: A Social History from Ancient Benares to Modern Colombo|publisher=Psychology Press|isbn=978-0-415-07585-5|page=83}}</ref><ref>Collins, Steven. 1990. ''Selfless Persons: Imagery and Thought in Theravāda Buddhism''. p. 21</ref><ref name="gellner">{{Cite book|last=LeVine|first=Sarah|last2=Gellner|first2=David N.|date=2005|title=Rebuilding Buddhism: The Theravada Movement in Twentieth-Century Nepal|publisher=Harvard University Press|isbn=978-0-674-04012-0|page=14}}</ref><ref>Swearer, Donald (2006). Theravada Buddhist Societies. In: Juergensmeyer, Mark (ed.) ''The Oxford Handbook of Global Religions'': p. 83</ref> Beberapa penulis berpendapat bahwa Theravāda seharusnya tidak dianggap sebagai Hīnayāna dari sudut pandang Mahāyāna. Pandangan mereka didasarkan pada pemahaman yang berbeda tentang konsep Hīnayāna. Daripada menganggap istilah ini merujuk pada aliran Buddhisme yang tidak menerima kanon dan ajaran Mahāyāna, seperti yang berkaitan dengan peran Bodhisatwa,<ref name="gombrich" /><ref name="gellner" /> para penulis ini berpendapat bahwa penggolongan aliran "Hīnayāna" harus bergantung pada kepatuhan pada posisi fenomenologis tertentu. Mereka menunjukkan bahwa, tidak seperti aliran [[Sarvāstivāda]] yang sekarang sudah punah yang merupakan objek utama kritik oleh Mahāyāna, Theravāda tidak mengklaim keberadaan [[Dharma|entitas]] independen (''dharma''); dalam hal ini, Theravāda mempertahankan sikap Buddhisme awal.<ref>Hoffman, Frank J. and Mahinda, Deegalle (1996). ''Pali Buddhism.'' Routledge Press: p. 192.</ref><ref>King, Richard (1999). ''Indian Philosophy: An Introduction to Hindu and Buddhist Thought.'' Edinburgh University Press: p. 86.</ref><ref>Nyanaponika, Nyaponika Thera, Nyanaponika, Bhikkhu Bodhi (1998). ''Abhidhamma Studies: Buddhist Explorations of Consciousness and Time.'' Wisdom Publications: p. 42.</ref>
Penganut Buddhisme Mahāyāna tidak setuju dengan pemikiran substansialis dari para Sarvāstivādin dan Sautrāntika, dan dalam menekankan ajaran [[Śūnyatā|kekosongan]], Kalupahana berpendapat bahwa mereka berusaha untuk melestarikan ajaran awal.<ref>Kalupahana, David (2006). ''Mulamadhyamakakarika of Nagarjuna.'' Motilal Banarsidass: p. 6.</ref> Kaum Theravādin pun membantah kaum Sarvāstivādin dan Sautrāntika (serta aliran-aliran lain) dengan alasan bahwa teori-teori mereka bertentangan dengan non-substansialisme dari Kanon. Argumen Theravāda dipertahankan dalam kitab [[Kathāvatthu]].<ref>Kalupahana, David (2006). ''Mulamadhyamakakarika of Nagarjuna.'' Motilal Banarsidass: p. 24.</ref>
Beberapa tokoh Theravādin kontemporer telah menunjukkan sikap simpatik terhadap filsafat Mahāyāna yang ditemukan dalam teks-teks seperti [[Sutra Hati]] (Sanskerta: ''Prajñāpāramitā Hṛdaya'') dan ''[[Mulamadhyamakakarika|Bait-Bait Dasar Nāgārjuna tentang Jalan Tengah]]'' (Sanskerta: ''Mūlamadhyamakakārikā'').<ref>Lopez, Donald S. and Dge-ʼdun-chos-ʼphel (2006). ''The Madman's Middle Way: Reflections on Reality of the Tibetan Monk Gendun Chopel.'' University of Chicago Press: p. 24.</ref><ref>{{Cite web|last=Fronsdal|first=Gil|date=8 November 2007|title=Tricycle Q & A: Gil Fronsdal|url=http://www.tricycle.com/issues/web_exclusive/4218-1.html|website=Tricycle|archive-url=https://web.archive.org/web/20080225132521/http://www.tricycle.com/issues/web_exclusive/4218-1.html|archive-date=25 February 2008|access-date=10 October 2008}}</ref>
== Lihat pula ==
* [[Kebuddhaan]]
* [[Sutra Teratai]]
* [[Awalokiteswara]]
* [[Amitabha]]
== Catatan ==
<references group="note" responsive="1"></references>
== Referensi ==
<references />
== Daftar pustaka ==
{{refbegin}}
* {{Citation|last1=Hirakawa|first1=Akira|title=A History of Indian Buddhism: From Śākyamuni to Early Mahāyāna|date=1990|publisher=[[University of Hawaii Press]]|hdl=10125/23030|others=Edited and translated by Paul Groner|url=https://scholarspace.manoa.hawaii.edu/handle/10125/23030|isbn=0-8248-1203-4|access-date=17 January 2021|archive-date=8 March 2021|archive-url=https://web.archive.org/web/20210308145824/https://scholarspace.manoa.hawaii.edu/handle/10125/23030|url-status=live}}
* {{cite encyclopedia|encyclopedia=Encyclopædia Britannica|year=2002|title=Mahayana}}
* Beal (1871). ''Catena of Buddhist Scriptures from the Chinese''China, Trübner
* Harvey, Peter (2013). ''An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices''
* Karashima, Seishi, "[http://iriab.soka.ac.jp/content/pdf/aririab/Vol.%20XVI%20(2013).pdf Was the ''Așțasāhasrikā Prajñāparamitā'' Compiled in Gandhāra in Gandhārī?] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20180903182947/http://iriab.soka.ac.jp/content/pdf/aririab/Vol.%20XVI%20(2013).pdf|date=2018-09-03}}" ''Annual Report of the International Research Institute for Advanced Buddhology'', Soka University, vol. XVI (2013).
* Lowenstein, Tom (1996). ''The Vision of the Buddha'', Boston: Little Brown, {{ISBN|1-903296-91-9}}
* Schopen, G. "The inscription on the Kusan image of Amitabha and the character of the early Mahayana in India", ''Journal of the International Association of Buddhist Studies 10'', 1990
* Suzuki, D.T. (1918). [https://archive.org/details/the-development-of-mahayana-buddhism-the-monist-1914-10 "The Development of Mahayana Buddhism"], ''[[The Monist]]'' Volume 24, Issue 4, 1914, pp. 565–581
* Suzuki, D.T. (1999). [https://archive.org/details/outlinesmahayan00suzugoog ''Outline of Mahayana Buddhism''], Open Court, Chicago
* Walser, Joseph (2025). ''Nagarjuna in Context: Mahayana Buddhism and Early Indian Culture'', Columbia University Press.
* Williams, Paul (2009). ''Mahayana Buddhism: The Doctrinal Foundation'', Routledge.
* Williams, Paul (with Anthony Tribe) (2002)'' Buddhist Thought: A Complete Introduction to the Indian Tradition.'' Routledge.
* {{cite book|author1=Karel Werner|author2=Jeffrey Samuels|author3=Bhikkhu Bodhi|author4=Peter Skilling|author5=Bhikkhu Anālayo|author6=David McMahan|date=2013|url=https://bps.lk/olib/bp/bp625s_The-Bodhisatva-Ideal.pdf|title=The Bodhisattva Ideal: Essays on the Emergence of Mahayana|publisher=Buddhist Publication Society|isbn=978-955-24-0396-5|access-date=2023-03-21|archive-url=https://web.archiveorg/web/20230401201516/https://www.bps.lk/olib/bp/bp625s_The-Bodhisatva-Ideal.pdf|archive-date=2023-04-01|url-status=live}}
{{refend}}
== Pranala luar ==
* [http://www.buddhism-dict.net/ddb/ Kamus Digital Agama Buddha]
* [http://studybuddhism.com/web/x/nav/n.html_505172737.html Perbandingan Tradisi Buddha (Mahayana – Therevada – Tibet)]
* [https://www.samyeling.org/buddhism-and-meditation/mahayana/ Pengantar Mahayana] di situs web Kagyu Samye Ling
* [https://nirvanasutranet.com/ Sutra Mahayana Mahaparinirvana: teks lengkap dan analisis]
* [http://www.cttbusa.org/buddhas_bodhisattvas.asp Buddha dan Bodhisattva dalam Buddhisme Mahayana]
* [http://info-buddhism.com/Arahants-Buddhas-Bodhisattvas_Bhikkhu_Bodhi.html Arahat, Buddha dan Bodhisattva] oleh Bhikkhu Bodhi
* [http://info-buddhism.com/Bodhisattva-Ideal-Theravada_JeffreySamuels.html Cita-cita Bodhisattva dalam Teori dan Praktik Theravāda] oleh Jeffrey Samuel
{{Topik Buddhisme}}
[[Kategori:Budaya India]]
[[Kategori:Konsep filosofi Buddha]]
[[
[[Kategori:Webarchive template wayback links]]
[[Kategori:Halaman dengan terjemahan tak tertinjau]]
|