Mahabharata: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Luckas-bot (bicara | kontrib)
k r2.7.1) (bot Menambah: yi:מאהאבהאראטא
M. Adiputra (bicara | kontrib)
 
(118 revisi perantara oleh 60 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{italic title}}{{Infobox religious text
{{Hindu sastra}}
| subheader = '''महाभारतम्'''
'''Mahabharata''' ([[bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: '''महाभारत''') adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan [[Byasa]] atau Vyasa dari [[India]]. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan [[Astadasaparwa]] (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.
| image = Kurukshetra.jpg
| alt = Mahabharata
| caption = Ilustrasi perang Kurukshetra
| author = [[Byasa|Kresna Dwaipayana Byasa]] ([[Byasa]])
| religion = [[Hindu]]
| language = [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]
| verses = 200.000
| writer=Dewa [[Ganesa]] (mitologis)}}{{Hindu sastra}}
'''''Mahabharata''''' {{Sanskerta|महाभारतम्|Mahābhāratam}} adalah salah satu dari dua [[wiracarita]] besar [[India Kuno]] yang ditulis dalam [[bahasa Sanskerta]], yang satunya lagi adalah ''[[Ramayana]]''.<ref name="encindlit">{{Cite book|last1=Datta|first1=Amaresh|date=1 January 2006|url=https://books.google.com/books?id=zB4n3MVozbUC&pg=PA1755|title=The Encyclopaedia of Indian Literature (Volume Two) (Devraj to Jyoti)|isbn=978-81-260-1194-0}}</ref> ''Mahabharata'' menceritakan kisah [[Perang Kurukshetra|perang]] antara [[Pandawa]] dan [[Korawa]] (Kurawa) memperebutkan takhta [[Hastinapura]].
 
''Mahabharata'' banyak memuat [[Filsafat Hindu|filsafat]] dan peribadatan Hindu, dan membahas [[Caturpurusarta|Empat Tujuan Hidup Manusia]] (12.161). Di antara karya dan cerita yang termuat dalam ''Mahabharata'' adalah [[Bhagawadgita]], kisah [[Nala]] dan [[Damayanti]], kisah [[Satyawan dan Sawitri]], kisah [[Kaca (mitologi)|Kaca]] dan [[Dewayani]], kisah [[Resyasrengga]], dan rangkuman ''[[Ramayana|Rāmāyaṇa]]'', sering dianggap sebagai karya yang berdiri sendiri.
Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para [[Pandawa]] lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus [[Korawa]], mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara [[Astina]]. Puncaknya adalah [[perang]] [[Bharatayuddha]] di medan Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
 
Secara tradisional, ''Mahabharata'' dikarang oleh [[Byasa|Kresna Dwaipayana Byasa]]. Telah banyak upaya membongkar perkembangan sejarah dan komposisinya. Sebagian besar naskah ''Mahabharata'' kemungkinan disusun pada abad ke-3 sebelum Masehi hingga abad ke-3 Masehi, dan bagian tertua yang dilestarikan disusun tidak sampai 400 SM.<ref>{{cite book|last1=Austin|first1=Christopher R.|date=2019|url=https://books.google.com/books?id=4jCoDwAAQBAJ&pg=PA21|title=Pradyumna: Lover, Magician, and Son of the Avatara|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-005411-3|page=21|language=en}}</ref><ref name="BrockingtonA">Brockington (1998, p. 26)</ref> Peristiwa asli yang berhubungan dengan wiracarita tersebut kemungkinan terjadi antara abad ke-9 hingga ke-8 SM.<ref name="BrockingtonA" /> Bentuk final dari naskah tersebut diduga dibuat pada [[Kemaharajaan Gupta|periode Gupta]] (sekitar abad ke-4 M).<ref>{{Cite web|last=Pattanaik|first=Devdutt|title=How did the 'Ramayana' and 'Mahabharata' come to be (and what has 'dharma' got to do with it)?|url=https://scroll.in/article/905466/how-did-the-ramayana-and-mahabharata-come-to-be-and-what-has-dharma-got-to-do-with-it|website=Scroll.in}}</ref><ref>Van Buitenen; ''The Mahabharata'' – 1; The Book of the Beginning. Introduction (Authorship and Date)</ref>
== Pengaruh dalam budaya ==
[[Berkas:Kurukshetra.jpg|thumb|300px|Ilustrasi pada sebuah naskah bersungging mengenai perang [[Bharatayuddha]] di [[Kurusetra]].]]
Selain berisi cerita kepahlawanan ([[wiracarita]]), Mahabharata juga mengandung nilai-nilai [[Hindu]], [[mitologi]] dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini dianggap suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis dalam [[bahasa Sanskerta]] ini kemudian disalin dalam berbagai bahasa, terutama mengikuti perkembangan peradaban Hindu pada masa lampau di [[Asia]], termasuk di [[Asia Tenggara]].
 
Di [[Indonesia]], salinan berbagai bagian dari Mahabharata, seperti ''[[Adiparwa]]'', ''[[Wirataparwa]]'', ''[[Bhismaparwa]]'' dan mungkin juga beberapa parwa yang lain, diketahui telah digubah dalam bentuk [[prosa]] bahasa [[Kawi]] (Jawa Kuno) semenjak akhir abad ke-10 Masehi. Yakni pada masa pemerintahan raja [[Dharmawangsa Teguh Anantawikrama|Dharmawangsa Teguh]] (991-1016 M) dari Kadiri. Karena sifatnya itu, bentuk prosa ini dikenal juga sebagai sastra parwa.
 
Yang terlebih populer dalam masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita itu dalam bentuk [[kakawin]], yakni puisi lawas dengan [[metrum]] India berbahasa Jawa Kuno. Salah satu yang terkenal ialah ''[[kakawin Arjunawiwaha]]'' (''Arjunawiwāha'', perkawinan Arjuna) gubahan mpu [[Kanwa]]. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini (Zoetmulder, 1984) dipersembahkan untuk raja [[Airlangga]] dari kerajaan Medang Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.
 
Karya sastra lain yang juga terkenal adalah [[Kakawin Bharatayuddha]], yang digubah oleh mpu Sedah dan belakangan diselesaikan oleh mpu Panuluh (Panaluh). Kakawin ini dipersembahkan bagi Prabu [[Jayabhaya]] (1135-1157 M), ditulis pada sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut. Di luar itu, mpu Panuluh juga menulis kakawin ''[[kakawin Hariwangsa|Hariwangśa]]'' pada masa Jayabaya, dan diperkirakan pula menggubah [[kakawin Gatotkacasraya|Gaţotkacāśraya]] pada masa raja [[Kertajaya]] (1194-1222 M) dari Kediri.
 
Beberapa kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya adalah [[kakawin Kresnayana|Kŗşņāyana]] (karya mpu Triguna) dan ''[[kakawin Bhomakawya|Bhomāntaka]]'' (pengarang tak dikenal) keduanya dari zaman kerajaan Kediri, dan ''[[kakawin Parthayajna|Pārthayajña]]'' (mpu Tanakung) di akhir zaman Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-lembar daun [[lontar]] tersebut juga diketahui tersimpan di [[Bali]].
 
Di samping itu, mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di [[Jawa]] dan Bali, mulai dari seni [[patung]] dan seni [[ukir]] (relief) pada [[candi]]-candi, seni [[tari]], seni [[lukis]] hingga seni pertunjukan seperti [[wayang kulit]] dan [[wayang orang]]. Di dalam masa yang lebih belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula oleh pujangga kraton [[Surakarta]] [[Yasadipura]] ke dalam [[bahasa Jawa]] modern pada sekitar abad ke-18.
 
Dalam dunia sastera popular Indonesia, cerita Mahabharata juga disajikan melalui bentuk [[komik]] yang membuat cerita ini dikenal luas di kalangan awam. Salah satu yang terkenal adalah karya dari [[R.A. Kosasih]].
 
''Mahabharata'' menjadi salah satu wiracarita terpanjang di dunia dan juga disebut sebagai "puisi terpanjang yang pernah dibuat".<ref name="Lochtefeld2002">{{cite book|author=James G. Lochtefeld|year=2002|url=https://books.google.com/books?id=5kl0DYIjUPgC&pg=PA399|title=The Illustrated Encyclopedia of Hinduism: A-M|publisher=The Rosen Publishing Group|isbn=978-0-8239-3179-8|page=399}}</ref><ref name="SharmaGaur2000">{{cite book|author1=T. R. S. Sharma|author2=June Gaur|author3=Sahitya Akademi (New Delhi, Inde).|year=2000|url=https://books.google.com/books?id=IRp1PKX0BXoC&pg=PA137|title=Ancient Indian Literature: An Anthology|publisher=Sahitya Akademi|isbn=978-81-260-0794-3|page=137}}</ref> Versi terpanjangnya memiliki lebih dari 100.000 ''[[śloka]]'' atau lebih dari 200.000 baris (satu sloka sama dengan dua baris), dan prosa yang sangat panjang. Dengan sekitar 1,8 juta kata, naskah ''Mahabharata'' memiliki jumlah kata sekira sepuluh kali lipat gabungan antara ''[[Iliad]]'' dan ''[[Odisseia]]'', atau empat kali lipat lebih panjang daripada ''Ramayana''.<ref>[[Howard Spodek|Spodek, Howard]]. Richard Mason. The World's History. Pearson Education: 2006, New Jersey. 224, 0-13-177318-6</ref><ref>Amartya Sen, ''The Argumentative Indian. Writings on Indian Culture, History and Identity'', London: Penguin Books, 2005.</ref> W. J. Johnson telah membandingkan peranan ''Mahabharata'' dalam sejarah peradaban manusia dengan [[Alkitab]], karya [[William Shakespeare]], karya [[Homeros]], [[drama Yunani]], dan juga [[al-Qur'an]].<ref>{{cite book|author=W. J. Johnson|year=1998|url=https://books.google.com/books?id=d8sYSPhSBEAC&pg=PR9|title=The Sauptikaparvan of the Mahabharata: The Massacre at Night|publisher=[[Oxford University Press]]|isbn=978-0-19-282361-8|page=ix}}</ref> Dalam tradisi India, naskah ''Mahabharata'' sering disebut juga [[Weda kelima]].
<!--
== Versi-versi Mahabharata ==
Di India ditemukan dua versi utama Mahabharata dalam bahasa Sanskerta yang agak berbeda satu sama lain. Kedua versi ini disebut dengan istilah "Versi Utara" dan "Versi Selatan". Biasanya versi utara dianggap lebih dekat dengan versi yang tertua.
-->
 
== Sejarah dan struktur tekstual ==
== Daftar kitab ==
Referensi paling awal yang diketahui tentang bhārata dan kata majemuk mahābhārata berasal dari [[Aṣṭādhyāyī]] (sutra 6.2.38) dari [[Pāṇini]] (abad ke-4 SM) dan [[Aśvalāyana Gṛhyasūtra]] (3.4.4). [[Albrecht Weber]] sempat menyebutkan tentang suku Rgvedic dari Bharatas, di mana seorang yang ternama mungkin pernah ditunjuk sebagai Mahā-Bhārata.
 
== Suntingan teks ==
Mahābhārata merupakan kisah epik yang terbagi menjadi delapan belas kitab atau sering disebut [[Astadasaparwa]]. Rangkaian kitab menceritakan kronologi peristiwa dalam kisah Mahābhārata, yakni semenjak kisah para leluhur [[Pandawa]] dan [[Korawa]] ([[Yayati]], [[Yadu]], [[Puru]], [[Kuru (Mahabharata)|Kuru]], [[Duswanta]], [[Sakuntala]], [[Bharata]]) sampai kisah diterimanya [[Pandawa]] di [[surga]].
Antara tahun 1919 dan 1966, para pakar di ''[[Bhandarkar Oriental Research Institute]]'', [[Pune]], membandingkan banyak naskah dari wiracarita ini yang asalnya dari India dan luar India untuk menerbitkan suntingan teks kritis dari ''Mahabharata''. Suntingan teks ini terdiri dari 13.000 halaman yang dibagi menjadi 19 jilid. Lalu suntingan ini diikuti dengan ''Harivaṃsa'' dalam 2 jilid dan 6 jilid indeks. Suntingan teks inilah yang biasa dirujuk untuk telaah mengenai ''Mahabharata''.<ref>[http://www.virtualpune.com/html/channel/edu/institutes/html/bhandark.shtml Bhandarkar Institute, Pune] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20181019070605/http://www.virtualpune.com/html/channel/edu/institutes/html/bhandark.shtml |date=2018-10-19 }}—Virtual Pune</ref>
 
== Daftar parwa ==
{{main|Astadasaparwa}}
''Mahabharata'' merupakan kisah epik yang terbagi menjadi delapan belas kitab atau sering disebut [[Astadasaparwa]]. Rangkaian kitab menceritakan sejumlah [[cerita berbingkai]], terutama kisah kilas balik leluhur para tokoh utama ''Mahabharata'' ([[Yayati]], [[Yadu]], [[Puru (mitologi)|Puru]], [[Kuru (raja)|Kuru]], [[Duswanta]], [[Sakuntala]], [[Bharata (raja)|Bharata]]). Kemudian cerita utama tersusun secara kronologis, mulai dari kelahiran [[Pandawa]] dan [[Korawa]] (''[[Adiparwa]]''), sampai kisah diterimanya mereka di [[surga]] (''[[Swargarohanaparwa]]'').
 
{|class=wikitable width=100%
|-<!--
|align=left bgcolor=#ffc569|'''Nama kitab'''
|align=left bgcolor=#ffc569|'''Keterangan'''-->
|align=left bgcolor=#ffc569|'''1. ''[[Adiparwa]]'' (आदिपर्व)''' – Kitab Tentang Permulaan
|-
|Kitab ''Adiparwa'' berisi sejumlah cerita sisipan ([[interpolasi (sastra)|interpolasi]]) yang mengandung [[mitologi Hindu]]. Beberapa di antaranya meliputi: kisah pemutaran [[Mandaragiri]] (''[[Samudramantana]]''), kisah Bagawan [[Domya]] yang menguji ketiga muridnya, kisah [[Kaca (mitologi)|Kaca]] dan [[Dewayani]], serta kisah [[Jaratkaru]] dan [[Manasa]]. Kisah sisipan yang berkaitan dengan plot utama meliputi: cerita tentang para leluhur [[Pandawa]] dan [[Korawa]] ([[Yayati]], [[Puru]], [[Pratipa]]), kisah kelahiran Resi [[Byasa]], serta kisah [[Santanu]] dan kedua istrinya ([[Gangga (Hindu)|Gangga]] dan [[Satyawati]]). Cerita utama dimulai dengan kisah kelahiran [[Dretarastra]] (ayah para Korawa), [[Pandu]] (ayah lima Pandawa), dan [[Widura]] (perdana menteri), yang berlanjut dengan kelahiran para Pandawa dan Korawa, kisah masa kanak-kanak dan pendidikan mereka, kisah percobaan pembunuhan kepada Pandawa, kisah pernikahan Pandawa dengan [[Dropadi]], kisah petualangan [[Arjuna]] (Pandawa ketiga), dan kisah pembakaran hutan Kandawa.
|align=center bgcolor=silver|'''Nama kitab'''
|align=center bgcolor=silver|'''Keterangan'''
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''2. ''[[Sabhaparwa]]'' (सभापर्व)''' – Kitab Tentang Pertemuan Akbar
|align=center|'''[[Adiparwa]]'''
|Kitab Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan [[Hindu]], seperti misalnya kisah pemutaran [[Mandaragiri]], kisah Bagawan [[Dhomya]] yang menguji ketiga muridnya, kisah para leluhur [[Pandawa]] dan [[Korawa]], kisah kelahiran Rsi [[Byasa]], kisah masa kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah tewasnya [[rakshasa]] [[Hidimba]] di tangan [[Bhimasena]], dan kisah [[Arjuna]] mendapatkan [[Dropadi]].
|-
|Kitab ''Sabhaparwa'' berisi kisah utama tentang pertemuan para [[Pandawa]] dan [[Korawa]] di sebuah balairung untuk bermain judi, yang digagas oleh [[Duryodana]] (Korawa sulung) dan [[Sangkuni]] (paman para Korawa). Perjudian tersebut dilakukan agar harta dan istana [[Yudistira]] (Pandawa sulung) jatuh ke tangan Duryodana. Karena usaha licik Sangkuni, permainan dimenangkan oleh Korawa, tetapi [[Dretarastra]] membatalkan seluruh taruhan. Atas desakan Duryodana, permainan diselenggarakan lagi dengan taruhan menjalani pengasingan selama 12 tahun, disusul masa penyamaran selama setahun. Apabila penyamaran terbongkar sebelum genap setahun, maka masa pengasingan diulangi lagi. Sebagaimana permainan sebelumnya, Pandawa pun kalah.
|align=center|'''[[Sabhaparwa]]'''
|Kitab Sabhaparwa berisi kisah pertemuan [[Pandawa]] dan [[Korawa]] di sebuah balairung untuk main judi, atas rencana [[Duryodana]]. Karena usaha licik [[Sangkuni]], permainan dimenangkan selama dua kali oleh Korawa sehingga sesuai perjanjian, Pandawa harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu melalui masa penyamaran selama 1 tahun.
|-
|align=centerleft bgcolor=#ffc569|'''3. ''[[Wanaparwa]]'' (वनपर्व)''' – Kitab Tentang di Hutan
|Kitab Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah [[Arjuna]] yang bertapa di gunung [[Himalaya]] untuk memperoleh senjata sakti. Kisah Arjuna tersebut menjadi bahan cerita [[Arjunawiwaha]].
|-
|Kitab ''Wanaparwa'' berisi kisah utama tentang bagaimana para Pandawa menjalani kehidupan di hutan selama masa 12 tahun. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah [[Arjuna]] yang bertapa di gunung [[Himalaya]] untuk memperoleh senjata sakti [[pasupati]] dari Dewa [[Siwa]]. Kisah tersebut menjadi bahan cerita ''[[Kakawin Arjunawiwaha]]'' dalam kesusastraan [[Indonesia]].
|align=center|'''[[Wirataparwa]]'''
|Kitab Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di [[Kerajaan Wirata]] setelah mengalami pengasingan selama 12 tahun. [[Yudistira]] menyamar sebagai ahli agama, [[Bhima]] sebagai juru masak, [[Arjuna]] sebagai guru tari, [[Nakula]] sebagai penjinak kuda, [[Sahadewa]] sebagai pengembala, dan [[Dropadi]] sebagai penata rias.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''4. ''[[Wirataparwa]]'' (विराटपर्व)''' – Kitab Tentang [Keraton] Wirata
|align=center|'''[[Udyogaparwa]]'''
|Kitab Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang keluarga [[Bharata]] ([[Bharatayuddha]]). [[Kresna]] yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan perdamaian dengan Korawa. [[Pandawa]] dan [[Korawa]] mencari sekutu sebanyak-banyaknya di penjuru [[Bharatawarsha]], dan hampir seluruh [[Kerajaan India Kuno]] terbagi menjadi dua kelompok.
|-
|Kitab ''Wirataparwa'' berisi kisah utama tentang penyamaran Pandawa selama satu tahun di keraton [[Wirata]], [[Kerajaan Matsya]] setelah selesai menjalani pengasingan di hutan selama 12 tahun. Adapun rincian penyamaran para Pandawa sebagai berikut: [[Yudistira]] menyamar sebagai ahli agama bernama Kangka, [[Bhima|Bima]] menyamar sebagai juru masak bernama Balawa, [[Arjuna]] menyamar sebagai guru tari bernama Wrehanala, [[Nakula]] menyamar sebagai pegurus kuda bernama Grantika, [[Sadewa]] menyamar sebagai penggembala sapi bernama Aristanemi atau Tantripala. Sementara itu, istri mereka yaitu [[Dropadi]] menyamar sebagai pelayan (''sairandri'') bernama Malini.
|align=center|'''[[Bhismaparwa]]'''
|Kitab Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan tentang pertempuran di [[Kurukshetra]]. Dalam beberapa bagiannya terselip suatu percakapan suci antara [[Kresna]] dan [[Arjuna]] menjelang perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal sebagai kitab [[Bhagavad Gītā]]. Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan gugurnya [[Resi Bhisma]] pada hari kesepuluh karena usaha Arjuna yang dibantu oleh [[Srikandi]].
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''5. ''[[Udyogaparwa]]'' (उद्योगपर्व)''' – Kitab Tentang Ikhtiar
|align=center|'''[[Dronaparwa]]'''
|Kitab Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan Bagawan [[Drona]] sebagai panglima perang Korawa. Drona berusaha menangkap [[Yudistira]], namun gagal. Drona gugur di medan perang karena dipenggal oleh [[Drestadyumna]] ketika ia sedang tertunduk lemas mendengar kabar yang menceritakan kematian anaknya, [[Aswatama]]. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya [[Abimanyu]] dan [[Gatotkaca]].
|-
|Kitab ''Udyogaparwa'' berisi kisah utama tentang upaya untuk mendamaikan para Pandawa dengan Korawa. Setelah menjalani penyamaran selama setahun, para Pandawa kembali ke [[Hastinapura]], dan Yudistira sebagai putra sulung menuntut haknya sebagai pewaris takhta. Tuntutan Yudistira ditolak oleh Duryodana. [[Kresna]] yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan perdamaian dengan Korawa. Sebelumnya, para Pandawa dan Korawa telah mencari sekutu sebanyak-banyaknya di penjuru ''[[Bharatawarsha]]'' ("Tanah India"), dan hampir seluruh [[kerajaan pada zaman India kuno]] terbagi menjadi dua kelompok. Bagian akhir dari ''Udyogaparwa'' berisi dialog antara Destarata dan Kumara Sanatasugata, lebih dikenal sebagai [[Sānatasugātiya|Sanatasugatya]], yang berisi ajaran tentang keabadian dan brahmacarya.
|align=center|'''[[Karnaparwa]]'''
|Kitab Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan [[Karna]] sebagai panglima perang oleh Duryodana setelah gugurnya [[Bhisma]], [[Drona]], dan sekutunya yang lain. Dalam kitab tersebut diceritakan gugurnya [[Dursasana]] oleh [[Bhima]]. [[Salya]] menjadi kusir kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna gugur di tangan [[Arjuna]] dengan senjata [[Pasupati]] pada hari ke-17.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''6. ''[[Bhismaparwa]]'' (भीष्मपर्व)''' – Kitab Tentang Bisma
|align=center|'''[[Salyaparwa]]'''
|Kitab Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang [[Salya]] sebagai panglima perang [[Korawa]] pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya gugur di medan perang. Setelah ditinggal sekutu dan saudaranya, [[Duryodana]] menyesali perbuatannya dan hendak menghentikan pertikaian dengan para [[Pandawa]]. Hal itu menjadi ejekan para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi dengan Bhima. Dalam perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi ia sempat mengangkat [[Aswatama]] sebagai panglima.
|-
|Kitab ''Bhismaparwa'' merupakan kitab yang menceritakan tentang bermulanya [[perang Kurukshetra|pertempuran]] di [[Kurukshetra]] akibat kegagalan perundingan damai antara Pandawa dan Korawa. Pada beberapa bagian awalnya terselip suatu [[interpolasi (sastra)|interpolasi]] tentang percakapan antara Kresna dan Arjuna menjelang perang berlangsung. Oleh [[umat Hindu]], percakapan tersebut dirangkum menjadi sebuah kitab tersendiri, yang dikenal sebagai kitab ''[[Bhagawadgita]]'' ("[[Bhagawadgita|Bhagavad-Gītā]]"). Cerita dalam kitab ''Bhismaparwa'' diakhiri dengan tumbangnya [[Bisma]] pada pertempuran di hari kesepuluh, karena serangan bertubi-tubi dari Arjuna yang dibantu oleh [[Srikandi]].
|align=center|'''[[Sauptikaparwa]]'''
|Kitab Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama kepada tentara Pandawa. Pada malam hari, ia bersama [[Kripa]] dan [[Kertawarma]] menyusup ke dalam kemah pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para Pandawa. Setelah itu ia melarikan diri ke pertapaan [[Byasa]]. Keesokan harinya ia disusul oleh Pandawa dan terjadi perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa dan [[Kresna]] dapat menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali perbuatannya dan menjadi pertapa.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''7. ''[[Dronaparwa]]'' (द्रोणपर्व)''' – Kitab Tentang Drona
|align=center|'''[[Striparwa]]'''
|Kitab Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami mereka di medan pertempuran. [[Yudistira]] menyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu pula Dewi [[Kunti]] menceritakan kelahiran [[Karna]] yang menjadi rahasia pribadinya.
|-
|Kitab ''Dronaparwa'' menceritakan kisah pengangkatan Bagawan [[Drona]] sebagai panglima perang tentara Korawa. Diceritakan bahwa untuk mengakhiri perang secepat mungkin, maka Drona berusaha menangkap [[Yudistira]] selaku pemimpin tertinggi laskar Pandawa, tetapi usahanya selalu gagal. Akhirnya Drona gugur di medan perang karena dipenggal oleh [[Drestadyumna]], ketika sedang tertunduk lemas setelah mendengar [[berita palsu]] tentang kematian anaknya, [[Aswatama]]. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya dua kesatria unggulan pihak Pandawa: [[Abimanyu]] dan [[Gatotkaca]].
|align=center|'''[[Santiparwa]]'''
|Kitab Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah membunuh saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci oleh Rsi [[Byasa]] dan Sri [[Kresna]]. Mereka menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran [[Hindu]] agar Yudistira dapat melaksanakan kewajibannya sebagai Raja.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''8. ''[[Karnaparwa]]'' (कर्णपर्व)''' – Kitab Tentang Karna
|align=center|'''[[Anusasanaparwa]]'''
|Kitab Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri [[Yudistira]] kepada [[Resi Bhisma]] untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran [[Dharma]], [[Artha]], aturan tentang berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya. Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang.
|-
|Kitab ''Karnaparwa'' menceritakan kisah pengangkatan [[Karna]] sebagai panglima perang setelah gugurnya [[Drona]]. Dalam kitab tersebut diceritakan gugurnya [[Dursasana]] di tangan Bima. Saat menjabat sebagai panglima, [[Salya]] menjadi kusir kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran di antara mereka. Akhirnya, Karna gugur di tangan Arjuna—dengan menggunakan senjata [[Pasupati]]—pada pertempuran di hari ke-17.
|align=center|'''[[Aswamedhikaparwa]]'''
|Kitab Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara [[Aswamedha]] oleh Raja [[Yudistira]]. Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran [[Arjuna]] dengan para Raja di dunia, kisah kelahiran [[Parikesit]] yang semula tewas dalam kandungan karena senjata sakti Aswatama, namun dihidupkan kembali oleh Sri Kresna.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''9. ''[[Salyaparwa]]'' (शल्यपर्व)''' – Kitab Tentang Salya
|align=center|'''[[Asramawasikaparwa]]'''
|Kitab Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian [[Drestarastra]], [[Gandari]], [[Kunti]], [[Widura]], dan [[Sanjaya (mahabharata)|Sanjaya]] ke tengah hutan, untuk meninggalkan dunia ramai. Mereka menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira. Akhirnya Resi [[Narada]] datang membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh api sucinya sendiri.
|-
|Kitab ''Salyaparwa'' berisi kisah pengangkatan Salya sebagai panglima perang Korawa pada hari ke-18, menggantikan Karna yang telah gugur. Pada hari itu juga, Salya gugur di medan perang. Setelah ditinggal sekutu dan saudaranya, Duryodana menyesali perbuatannya dan hendak menghentikan pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi ejekan para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi dengan Bima. Dalam perkelahian tersebut, Duryodana kalah sehingga perang pun berakhir. Namun ia sempat mengangkat Aswatama sebagai panglima untuk membalaskan dendamnya.
|align=center|'''[[Mosalaparwa]]'''
|Kitab Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa [[Wresni]]. Sri Kresna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. [[Arjuna]] mengunjungi [[Dwarawati]] dan mendapati bahwa kota tersebut telah kosong. Atas nasihat Rsi Byasa, [[Pandawa]] dan [[Dropadi]] menempuh hidup “sanyasin” atau mengasingkan diri dan meninggalkan dunia fana.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''10. ''[[Sauptikaparwa]]'' (सौप्तिकपर्व)''' – Kitab Tentang Serangan Malam
|align=center|'''[[Mahaprastanikaparwa]]'''
|Kitab Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan Pandawa dan Dropadi ke puncak gunung [[Himalaya]], sementara tahta kerajaan diserahkan kepada [[Parikesit]], cucu [[Arjuna]]. Dalam pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali Yudistira), meninggal dalam perjalanan.
|-
|Kitab ''Sauptikaparwa'' berisi kisah utama tentang pembalasan dendam Aswatama kepada tentara Pandawa. Pada malam hari, ia bersama [[Krepa]] dan [[Kertawarma]] menyusup ke dalam kemah pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para Pandawa yang sedang tidak berada di sana. Setelah itu Aswatama melarikan diri ke pertapaan [[Byasa]]. Keesokan harinya ia disusul oleh Pandawa dan terjadi perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa dan Kresna dapat menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Kresna mengutuk Aswatama.
|align=center|'''[[Swargarohanaparwa]]'''
|-
|Kitab Swargarohanaparwa menceritakan kisah [[Yudistira]] yang mencapai puncak gunung [[Himalaya]] dan dijemput untuk mencapai [[surga]] oleh Dewa [[Indra]]. Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang sangat setia. Ia menolak masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si anjing menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa [[Dharma]].
|align=left bgcolor=#ffc569|'''11. ''[[Striparwa]]'' (स्त्रीपर्व)''' – Kitab Tentang Para Wanita
|-
|Kitab ''Striparwa'' berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami mereka di medan pertempuran. Yudistira menyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu pula, [[Kunti]] menceritakan kelahiran [[Karna]] yang menjadi rahasia pribadinya. Diceritakan pula bahwa [[Gandari]] mengutuk keluarga Kresna (bangsa [[Yadawa]]) agar binasa dalam perang saudara.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''12. ''[[Santiparwa]]'' (शांन्तिपर्व)''' – Kitab Tentang Kedamaian
|-
|Kitab ''Santiparwa'' berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah membunuh saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci oleh Byasa dan Kresna. Mereka menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran [[Hindu]] agar Yudistira dapat melaksanakan kewajibannya sebagai raja. Kitab ini merupakan salah satu kitab ''Mahabharata'' yang mengalami banyak [[interpolasi (sastra)|interpolasi]] sehingga [[sloka]] (ayat-ayat) yang terkandung di dalamnya sangat banyak. Berbagai ajaran India Kuno terkandung dalam interpolasi tersebut, mulai dari ilmu sosial, ritual, ekonomi, hingga politik.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''13. ''[[Anusasanaparwa]]'' (अनुशासनपर्व)''' – Kitab Tentang Wejangan
|-
|Kitab ''Anusasanaparwa'' berisi kisah utama tentang penyerahan diri Yudistira kepada [[Bisma]] untuk menerima ajarannya (''anusasana''). Bisma mengajarkan tentang ajaran [[darma]], [[arta]], aturan tentang berbagai upacara, kewajiban seorang raja, dan sebagainya. Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang. Sebagaimana ''Santiparwa'', kitab ini juga mengandung banyak interpolasi dan merupakan salah satu kitab ''Mahabharata'' yang jumlah slokanya sangat banyak.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''14. ''[[Aswamedhikaparwa]]'' (अश्वमेधिकापर्व)''' – Kitab Tentang Upacara ''[[Aswamedha]]''
|-
|Kitab ''Aswamedhikaparwa'' berisi kisah utama tentang pelaksanaan upacara ''[[Aswamedha]]'' oleh Yudistira yang telah menjabat sebagai raja. Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan para raja di dunia, selama ia menuntun jalannya kuda yang dipakai sebagai sarana upacara tersebut. Dalam kitab ini dikisahkan pula kelahiran [[Parikesit]] yang semula tewas dalam kandungan karena senjata sakti Aswatama, tetapi dihidupkan kembali oleh Sri Kresna. Kemudian terdapat pula kisah pertemuan Arjuna dengan [[Babruwahana]], putranya dengan [[Citrānggadā]] dari [[Manipur]].
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''15.&nbsp;''[[Asramawasikaparwa]]'' (आश्रमवासिकापर्व)''' – Kitab Tentang Khalwat
|-
|Kitab ''Asramawasikaparwa'' berisi kisah kepergian [[Dretarastra]], [[Gandari]], [[Kunti]], [[Widura]], dan [[Sanjaya (Mahabharata)|Sanjaya]] ke tengah hutan untuk menjalani masa pensiun mereka. Bertahun-tahun setelah menjalani kehidupan di hutan, Resi [[Narada]] datang ke istana Hastinapura untuk membawa kabar bahwa Dretarastra dan yang lainnya telah pergi ke surga tewas terbakar oleh api ritual yang melalap asrama mereka.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''16. ''[[Mosalaparwa]]'' (मौसलपर्व)''' – Kitab Tentang Senjata [[Gada|''Mosala'']]
|-
|Kitab ''Mosalaparwa'' menceritakan perang saudara yang terjadi di antara klan-klan bangsa [[Yadawa]], yaitu keluarga besar Kresna. Setelah keluarganya binasa, Kresna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna mengunjungi [[Dwaraka]], kediaman Kresna dan mendapati bahwa kota tersebut telah kosong. Atas nasihat Byasa, Pandawa dan [[Dropadi]] menempuh hidup sebagai "sanyasin", atau menjalani pensiun dengan meninggalkan kesibukan duniawi.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''17.&nbsp;''[[Prasthanikaparwa]]'' (प्रस्थानिकपर्व)''' – Kitab Tentang Perjalanan
|-
|Kitab ''Prasthanikaparwa'' atau ''Mahaprasthanikaparwa'' menceritakan kisah perjalanan Pandawa dan Dropadi ke puncak gunung [[Himalaya]] sebagai tujuan akhir kehidupan mereka, sementara takhta kerajaan telah diserahkan kepada [[Parikesit]], cucu Arjuna. Dalam pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali Yudistira), meninggal dalam perjalanan.
|-
|align=left bgcolor=#ffc569|'''18. ''[[Swargarohanaparwa]]'' (स्वर्गारोहणपर्व)''' – Kitab Tentang Pengangkatan ke Surga
|-
|Kitab ''Swargarohanaparwa'' menceritakan kisah [[Yudistira]] yang telah mencapai puncak gunung [[Himalaya]] dan dijemput oleh Dewa [[Indra]] untuk memasuki [[surga]]. Sebelum memasuki surga, sang dewa menguji Yudistira, dan akhirnya ia mampu melewati ujian tersebut. Kisah diakhiri dengan berkumpulnya kembali para tokoh utama di surga.
|}
 
== Suntingan teksPenokohan ==
=== Dinasti Kuru ===
Antara tahun 1919 dan 1966, para pakar di ''[[Bhandarkar Oriental Research Institute]]'', [[Pune]], membandingkan banyak naskah dari wiracarita ini yang asalnya dari India dan luar India untuk menerbitkan suntingan teks kritis dari ''Mahabharata''. Suntingan teks ini terdiri dari 13.000 halaman yang dibagi menjadi 19 jilid. Lalu suntingan ini diikuti dengan ''Harivaṃsa'' dalam 2 jilid dan 6 jilid indeks. Suntingan teks inilah yang biasa dirujuk untuk telaah mengenai ''Mahabharata''.<ref>[http://www.virtualpune.com/html/channel/edu/institutes/html/bhandark.shtml Bhandarkar Institute, Pune]—Virtual Pune</ref>
[[File:The five Pandavas with Draupadi.jpg|ka|jmpl|Lukisan imajinatif tentang sosok Pandawa bersama istri mereka. Keterangan: [[Yudistira]] dan [[Dropadi]] duduk di tengah, [[Arjuna]] dan [[Bhima|Bima]] bersimpuh bawah, serta [[Nakula]] dan [[Sadewa]] berdiri di samping kiri-kanan.]]
* '''[[Santanu]]''': Penguasa [[Kerajaan Kuru|Tanah Kuru]] yang bertakhta di [[Hastinapura]]. Ia memiliki 2 istri, [[Dewi Gangga]] dan [[Satyawati]]. Dari Dewa Gangga, ia berputra [[Bisma]], sedangkan dari Satyawati ia memiliki dua putra, [[Citrānggada]] dan [[Wicitrawirya]]. Ia berjanji untuk mewariskan takhta Hastinapura hanya kepada keturunan Satyawati.
* '''[[Bisma]]''': putra ke-8 Santanu dengan Dewi Gangga. Ia bersumpah tidak akan menjabat sebagai raja dan tidak mau memiliki keturunan, supaya tidak terjadi perebutan kekuasaan dengan keturunan Citrānggada dan Wicitrawirya, saudara tirinya. Ia merupakan seorang kesatria yang tangguh serta bijaksana, dan mengayomi keturunan saudara tirinya.
* '''[[Citrānggada]]''' dan '''[[Wicitrawirya]]''': putra Santanu dan Satyawati. Keduanya wafat tanpa memiliki keturunan. Sebelumnya, Wicitrawirya menikah dengan putri [[kerajaan Kasi|Kasi]] bernama [[Ambika (Mahabharata)|Ambika]] dan [[Ambalika]]. Kedua janda tersebut diserahkan kepada Resi [[Byasa]] agar memperoleh keturunan.
* '''[[Dretarastra]]''': putra Ambika yang terlahir buta. Kebutaan membuatnya tidak berhak mewarisi takhta, sehingga adiknya yang bernama [[Pandu]] mengambil alih kuasa. Setelah kematian Pandu, ia menjadi [[penjabat]] raja. Dretarastra menikah dengan [[Gandari]] dari [[Gandhara]].
* '''[[Pandu]]''': putra Ambalika. Ia mewarisi takhta karena kakaknya yang buta tidak berhak menjadi raja. Ia memiliki dua istri: [[Kunti]] dan [[Madri]]. Dari Kunti, Pandu memiliki 3 putra: Yudistira, Bima, dan Arjuna. Dari Madri, Pandu memiliki 2 putra kembar: Nakula dan Sadewa.
* '''[[Widura]]''': perdana menteri Hastinapura. Ia merupakan anak seorang pelayan yang diberi keturunan oleh [[Byasa]]. Ia berada dalam generasi yang sama dengan Dretarastra dan Pandu. Dikisahkan bahwa wataknya bijaksana, dan merupakan penitisan Dewa [[Darma]] ([[Yama (Hindu)|Yama]]).
* '''[[Pandawa]]''': sebutan untuk lima putra Pandu, yaitu [[Yudistira]] (berperilaku adil dan jujur), [[Bima (Mahabharata)|Bima]] (sangar dan bertenaga paling kuat), [[Arjuna]] (pemanah ulung), [[Nakula]] (berwajah sangat tampan), dan [[Sadewa]] (cerdas dan mampu meramal). Di antara keturunan Dretarastra dan Pandu, Yudistira merupakan yang tertua dan dicalonkan untuk mewarisi takhta ayahnya. Menurut ''Mahabharata'', kelima Pandawa menikah dengan [[Dropadi]], putri [[Drupada]] dari [[Panchala]].
* '''[[Korawa]]''': sebutan untuk anak-anak Dretarastra. Yang utama berjumlah seratus putra dan dilahirkan Gandari, dengan [[Duryodana]] sebagai putra sulung. Si bungsu merupakan perempuan bernama [[Dursala]] yang menjadi anak Gandari ke-101. Selain anak-anak Gandari, Dretarastra juga memiliki seorang putra yang lahir dari dayang berkasta [[waisya]], namanya [[Yuyutsu]]. Ia merupakan satu-satunya putra Dretarastra yang tidak berniat untuk memusuhi para Pandawa.
* '''[[Parikesit]]''': cucu Arjuna, salah satu Pandawa. Ia merupakan Raja Hastinapura setelah Yudistira turun takhta. Dikisahkan bahwa ia tewas akibat gigitan ular naga [[Taksaka]] setelah berbuat tidak sopan kepada seorang petapa bernama Samiti.
* '''[[Janamejaya]]''': putra Parikesit. Ia merupakan Raja Hastinapura setelah Parikesit mangkat. Setelah mengetahui latar belakang penyebab kematian ayahnya, Janamejaya pun melangsungkan upacara untuk membantai seluruh ular di dunia. Namun usahanya dicegah oleh brahmana bernama [[Astika (resi)|Astika]], putra dewi ular. Untuk menghibur duka sang raja, Resi Byasa meminta salah satu muridnya yang bernama [[Wesampayana]] untuk menceritakan kisah kejayaan para leluhur sang raja. Kisah tersebut adalah ''Mahabharata''.<ref>{{cite book|last1=Davis|first1=Richard H.|title=The "Bhagavad Gita": A Biography|date=2014|publisher=Princeton University Press|page=38|isbn=978-1-4008-5197-3|url=https://books.google.com/books?id=vQ3rAwAAQBAJ&pg=PA38}}</ref><ref>{{cite book|last1=Krishnan|first1=Bal|title=Kurukshetra: Political and Cultural History|date=1978|publisher=B.R. Publishing Corporation|page=50|isbn=9788170180333|url=https://books.google.com/books?id=_pUBAAAAMAAJ&q=Vaishampayana+related}}</ref>
 
=== RingkasanBangsa ceritaYadawa ===
[[Berkas:Popular print, album (BM 2003,1022,0.71).jpg|ka|jmpl|Lukisan [[Baladewa]] (alias Balarama) dan [[Kresna]] (berkulit biru).]]
[[Berkas:EpicIndia.jpg|right|300px|thumb|Peta "[[Bharatawarsha]]" (India Kuno) atau wilayah kekuasaan Maharaja [[Bharata (raja)|Bharata]]]]
* '''[[Basudewa]]''': ayah bagi Baladewa dan Kresna. Ia memiliki beberapa istri, yang terkemuka ialah [[Dewaki]] dan [[Rohini (istri Basudewa)|Rohini]].
=== Latar belakang ===
* '''[[Baladewa]]''': putra Basudewa dan Rohini. Kesatria perkasa bersenjata [[bajak|luku]] (alat bajak sawah). Ia merupakan kakak Kresna, dan guru bela diri bagi Duryodana dan Bima. Dikisahkan bahwa Baladewa sangat kuat dan disegani oleh pihak Korawa maupun Pandawa. Pada saat konflik antara Pandawa dan Korawa memuncak menjadi [[perang di Kurukshetra]], Baladewa memilih untuk bersikap netral sebab kasih sayangnya setara untuk kedua belah pihak.
* '''[[Kresna]]''': putra Basudewa dan Dewaki. Menurut [[sastra Hindu]], ia merupakan [[awatara]] [[Wisnu]]. Dengan kesaktiannya, ia sering memberi pertolongan secara gaib kepada Pandawa. Sejumlah jalan cerita dalam ''Mahabharata'' melibatkan Kresna sebagai pemecah masalah dan ahli siasat. Dalam Perang Kurukshetra, ia tidak bertarung secara langsung, melainkan menjadi pengatur siasat agar kemenangan bisa diraih oleh Pandawa.
* '''[[Samba (Mahabharata)|Samba]]''': putra Kresna dan [[Jembawati]]. Karena kejahilannya dan para pemuda Yadawa lainnya, maka para resi mengutuk agar kaum Yadawa hancur dalam suatu bentrokan antarsesama.
* '''[[Satyaki]]''': kesatria bangsa Yadawa yang memimpin satu divisi tentara khusus yang disebut Laskar Narayana. Ilmu perangnya sangat tangguh. Meskipun laskar Narayana seharusnya memihak Korawa, tetapi Satyaki setia kepada para Pandawa sehingga divisi pimpinannya bertarung demi Pandawa pada saat Perang Kurukshetra.
* '''[[Kertawarma]]''': kesatria bangsa Yadawa yang memimpin satu divisi tentara khusus yang disebut Laskar Narayana. Sebagai hasil dari misi diplomatis Duryodana, tentara Narayana memihak Korawa pada saat Perang Kurukshetra. Sebagaimana kaum Yadawa lainnya, Kertawarma sangat tangguh.
 
=== Tokoh lainnya ===
Mahabharata merupakan kisah kilas balik yang dituturkan oleh Resi [[Wesampayana]] untuk Maharaja [[Janamejaya]] yang gagal mengadakan upacara korban ular. Sesuai dengan permohonan Janamejaya, kisah tersebut merupakan kisah raja-raja besar yang berada di garis keturunan Maharaja [[Yayati]], [[Bharata (raja)|Bharata]], dan [[Kuru (raja)|Kuru]], yang tak lain merupakan kakek moyang Maharaja [[Janamejaya]]. Kemudian Kuru menurunkan raja-raja [[Hastinapura]] yang menjadi tokoh utama Mahabharata. Mereka adalah [[Santanu]], [[Chitrāngada]], [[Wicitrawirya]], [[Dretarastra]], [[Pandu]], [[Yudistira]], [[Parikesit]] dan [[Janamejaya]].
[[File:Ganesha write Mahabharata.jpg|ka|jmpl|Ilustrasi Byasa mendikte kisah ''Mahabharata'' agar dapat ditulis oleh Dewa [[Ganesa]] yang berkepala gajah.]]
; Resi dan brahmana
* '''[[Byasa]]''': seorang [[resi]], putra Satyawati dengan Parasara. Ia merupakan anak Satyawati sebelum menikah dengan Santanu. Byasa diceritakan sebagai seseorang yang suci, memiliki kesaktian, dan hidup abadi. Ia merupakan orang yang menyambung garis keturunan Dinasti Kuru. Perannya sangat signifikan dalam wiracarita ''Mahabharata'', mulai dari penasihat, penolong, hingga narator dalam kisah tersebut. Secara tradisional, kisah ''Mahabharata'' diyakini oleh [[umat Hindu]] sebagai catatan sejarah yang ditulis Resi Byasa.
* '''[[Krepa]]''': guru para pangeran Kuru di keraton Hastinapura. Ia berperan sebagai pembimbing dan pengatur upacara. Menurut kepercayaan Hindu, ia merupakan salah satu makhluk abadi.
* '''[[Drona]]''': guru militer para pangeran Kuru. Ia mengabdi kepada pemerintah Hastinapura, dan disegani oleh Korawa maupun Pandawa. Ia merupakan ahli bela diri dan pemakai berbagai senjata yang sangat tangguh.
* '''[[Aswatama]]''': putra Drona. Ia bersahabat dengan Duryodana, dan sering membantu Duryodana dalam rencana mengalahkan para Pandawa. Setelah [[Perang Kurukshetra]] berakhir, ia melakukan serangan malam, lalu berencana memusnahkan garis keturunan Kuru. Namun usaha tersebut digagalkan oleh Kresna. Sebagai akibatnya, ia dikutuk agar hidup abadi dan mengembara di Bumi, tetapi dalam kondisi berpenyakit.
* '''[[Narada]]''': seorang resi pengelana, memiliki kesaktian untuk terbang sesuka hati dan muncul secara tiba-tiba. Ia kerap memberi nasihat dan petuah bagi para Pandawa saat mereka menghadapi masa-masa sulit, ataupun saat merasakan kejayaan. Selain itu, Narada berperan sebagai pemberi kabar bagi para Pandawa tentang kejadian-kejadian penting di dunia yang harus mereka ketahui.
 
; Kesatria dan perwira
=== Para Raja India Kuno ===
* '''[[Sangkuni]]''': Raja [[Gandhara]]. Diceritakan bahwa karena dendamnya kepada Dinasti Kuru, ia bersumpah untuk menghancurkan para keturunan Kuru. Untuk melaksanakan sumpahnya, ia mengadu domba para Korawa dengan para Pandawa. Maka dari itu, Sangkuni sering diceritakan terlibat dalam sejumlah plot tentang usaha Korawa menyingkirkan para Pandawa.
Mahabharata banyak memunculkan nama raja-raja besar pada zaman India Kuno seperti [[Bharata (raja)|Bharata]], [[Kuru (raja)|Kuru]], [[Parikesit]] (''Parikshita''), dan [[Janamejaya]]. Mahabharata merupakan kisah besar keturunan Bharata, dan Bharata adalah salah satu raja yang menurunkan tokoh-tokoh utama dalam Mahabharata.
* '''[[Karna]]''': Raja [[kerajaan Angga|Anga]], yang merupakan putra Kunti. Saat lahir, ia dibuang oleh ibunya lalu dipungut oleh kusir bernama [[Adirata]]. Saat dewasa, ia menjalin persahabatan dengan Duryodana, lalu dinobatkan sebagai penguasa Anga. Dalam ''Mahabharata'' dikisahkan bahwa persahabatannya dengan Duryodana sangat erat; ia rela melakukan apa pun demi membahagiakan Duryodana, sehingga ia sering terlibat dalam usaha menyingkirkan para Pandawa.
* '''[[Drupada]]''': Raja [[Panchala]], ayah bagi [[Dropadi]], mertua bagi para Pandawa. Diceritakan bahwa ia memiliki dendam kesumat terhadap Drona, guru para Pandawa. Maka dari itu ia menyelenggarakan suatu upacara untuk memohon anak yang bakal menjadi pembunuh Drona. Dari upacara tersebut, lahirlah [[Drestadyumna]], yang di kemudian hari menjabat sebagai panglima tentara Pandawa dalam [[Perang Kurukshetra]]. Karena kekagumannya akan ketangkasan Arjuna, Drupada juga memohon anugerah seorang anak perempuan yang akan menjadi istri Arjuna, sehingga lahirlah [[Dropadi]].
* '''[[Salya]]''': Raja [[kerajaan Madra|Madra]]. Ia merupakan kakak Madri, istri Pandu. Sebelum perang Kurukshetra dimulai, Salya memutuskan untuk memihak kubu Pandawa sebab keponakannya ada di sana. Namun Salya merasa berhutang budi kepada Duryodana sehingga ia pun memihak Korawa. Menjelang pertempuran, hatinya tetap tertuju kepada Pandawa, dan ia berdoa agar kemenangan diraih oleh Pandawa.
* '''[[Wirata]]''': Raja [[kerajaan Matsya|Matsya]]. Ia menyediakan tempat bernaung bagi para Pandawa saat mereka menjalani masa penyamaran selama setahun. Wirata menikah dengan [[Sudesna]] dan memiliki sejumlah anak—[[Sweta]], [[Wratsangka]], [[Utara (Mahabharata)|Utara]], dan [[Utari]]. Utari dijodohkan kepada Abimanyu, putra Arjuna, lalu melahirkan putra bernama Parikesit yang melanjutkan garis Dinasti Kuru.
* '''[[Yayati]]''': Seorang raja keturunan Dewa [[Candra]], yang merupakan leluhur Pandawa dan Korawa. Ia memiliki dua istri bernama [[Dewayani]] dan [[Sarmista]]. Salah satu keturunan Dewayani merupakan bangsa [[Yadawa]], sementara salah satu keturunan Sarmista merupakan keluarga kesatria yang disebut ''[[Paurawa]]'', meliputi keluarga besar [[Dinasti Kuru]].
 
=== Silsilah ===
Kisah Sang [[Bharata (raja)|Bharata]] diawali dengan pertemuan Raja [[Duswanta]] dengan [[Sakuntala]]. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan [[Yayati]], menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang [[Bharata (raja)|Bharata]], raja legendaris. Sang Bharata lalu menaklukkan daratan India Kuno. Setelah ditaklukkan, wilayah kekuasaanya disebut [[Bharatawarsha]] yang berarti wilayah kekuasaan Maharaja Bharata (konon meliputi [[Asia Selatan]])<ref>[http://www.geocities.com/ifihhome/articles/bharatavarsha.html History of Bharatavarsha]</ref>.
 
<!-- Silsilah di bawah ini menggunakan templat -->
Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama [[Hastinapura]]. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang [[Kuru (raja)|Kuru]], yang menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut [[Kurukshetra]] (terletak di negara bagian [[Haryana]], [[India|India Utara]]). Sang Kuru menurunkan [[Dinasti Kuru]] atau [[Dinasti Kuru|Wangsa Kaurawa]]. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu [[Santanu]], leluhur [[Pandawa]] dan [[Korawa]].
<center>
{{Dinasti Yadu}}
</center>
{{br}}
----
{{br}}
<center>
{{Keluarga Bharata}}
</center>
 
== Ringkasan cerita ==
Kerabat Wangsa Kaurawa (Dinasti Kuru) adalah [[Yadawa|Wangsa Yadawa]], karena kedua Wangsa tersebut berasal dari leluhur yang sama, yakni Maharaja [[Yayati]], seorang kesatria dari Wangsa Chandra atau Dinasti Soma, keturunan Sang [[Pururawa]]. Dalam silsilah Wangsa Yadawa, lahirlah Prabu [[Basudewa]], Raja di [[Kerajaan Surasena]], yang kemudian berputera Sang [[Kresna]], yang mendirikan [[Kerajaan Dwaraka]]. Sang Kresna dari Wangsa Yadawa bersaudara sepupu dengan [[Pandawa]] dan [[Korawa]] dari Wangsa Kaurawa.
[[Berkas:EpicIndia.jpg|ka|jmpl|Peta "[[Bharatawarsha]]" (India Kuno) atau wilayah kekuasaan Maharaja [[Bharata (raja)|Bharata]].]]
 
Dalam naskah berbahasa [[Sanskerta]], ''Mahabharata'' disajikan sebagai [[cerita berbingkai]] (cerita di dalam cerita), dengan tiga narator: [[Ugrasrawa]], [[Wesampayana]], dan [[Sanjaya (Mahabharata)|Sanjaya]]. Dari narasi Ugrasrawa disampaikan bahwa kisah ''Mahabharata'' pernah dituturkan oleh Wesampayana kepada Maharaja [[Janamejaya]] dari [[Hastinapura]]. Pada awalnya, sang maharaja gagal mengadakan upacara pengorbanan ular. Untuk melipur duka sang maharaja, murid [[Byasa]] yang bernama [[Wesampayana]] diminta untuk menuturkan kisah kejayaan leluhur sang maharaja, yaitu raja-raja India Kuno yang berada dalam satu garis keturunan, di antaranya: [[Pururawa]], [[Yayati]], [[Puru (mitologi)|Puru]], [[Bharata (raja)|Bharata]], dan [[Kuru (raja)|Kuru]].
=== Prabu Santanu dan keturunannya ===
[[Berkas:Ravi Varma-Shantanu and Satyavati.jpg|left|200px|thumb|Prabu [[Santanu]] dan Dewi [[Satyawati]], leluhur para [[Pandawa]] dan [[Korawa]]]]
{{main|Santanu}}
 
Cerita utama ''Mahabharata'' berpusat pada riwayat seratus [[Korawa]] dan lima [[Pandawa]] yang merupakan keturunan raja-raja tersebut di atas, dengan konflik utama yaitu [[perang Kurukshetra|perang saudara]] di [[Kurukshetra]]. Baik Korawa maupun Pandawa merupakan dua kelompok pangeran dari [[Dinasti Kuru]] yang tinggal di keraton [[Hastinapura]], [[India Utara]]. Korawa merupakan putra-putra [[Dretarastra]], sedangkan Pandawa merupakan putra-putra [[Pandu]], adik Dretarastra. Meskipun Korawa merupakan putra-putra keturunan Kuru yang lebih tua, tetapi usia mereka semua—termasuk [[Duryodana]], Korawa sulung—lebih muda daripada [[Yudistira]], Pandawa sulung. Baik Duryodana maupun Yudistira mengeklaim sebagai pewaris takhta yang pertama. Pertikaian memuncak menjadi sebuah [[perang di Kurukshetra]], yang dimenangkan oleh pihak [[Pandawa]].
Prabu [[Santanu]] adalah seorang raja mahsyur dari garis keturunan [[Kuru (raja)|Sang Kuru]], berasal dari [[Hastinapura]]. Ia menikah dengan [[Dewi Gangga]] yang dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat membuahkan anak yang diberi nama [[Bisma|Dewabrata]] atau [[Bisma]]. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda.
 
Kisah ''Mahabharata'' diakhiri dengan wafatnya [[Kresna]], kehancuran klan-klan [[Yadawa]], dan diangkatnya para Pandawa ke surga. Peristiwa tersebut juga diyakini dalam kepercayaan [[Hindu]] sebagai permulaan zaman ''[[Kaliyuga]]'', yaitu zaman peradaban manusia yang keempat sekaligus terakhir; zaman ketika nilai-nilai yang mulia dan berharga mulai luntur, dan orang-orang cenderung berlaku dengan mengabaikan kebenaran, moralitas, dan kejujuran.
Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi [[Satyawati]], puteri nelayan. Dari hubungannya, Sang Prabu berputera Sang [[Citrānggada]] dan [[Wicitrawirya]]. Citrānggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat memiliki keturunan. Atas bantuan Resi [[Byasa]], kedua istri Wicitrawirya, yaitu [[Ambika]] dan [[Ambalika]], melahirkan masing-masing seorang putera, nama mereka [[Pandu]] (dari Ambalika) dan [[Dretarastra]] (dari Ambika).
 
=== Leluhur Pandawa dan Korawa ===
[[Dretarastra]] terlahir buta, maka tahta [[Hastinapura]] diserahkan kepada [[Pandu]], adiknya. Pandu menikahi [[Kunti]] kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan [[Madrim]], namun akibat kesalahan Pandu pada saat memanah seekor kijang yang sedang kasmaran, maka kijang tersebut mengeluarkan (Supata=Kutukan) bahwa Pandu tidak akan merasakan lagi hubungan suami istri, dan bila dilakukannya, maka Pandu akan mengalami ajal. Kijang tersebut kemudian mati dengan berubah menjadi wujud aslinya yaitu seorang pendeta.
[[File:Myths of the Hindus & Buddhists - Pururavas.jpg|jmpl|Lukisan imajinatif tentang [[Pururawa]], leluhur Pandawa dan Korawa, karya Kshitindranath Mazumdar (1914).]]
Narasi tentang leluhur Pandawa dan Korawa, tokoh utama ''Mahabharata'' dibawakan oleh seorang [[narator]] bernama [[Wesampayana]] dalam bentuk [[cerita berbingkai]], kadangkala tidak [[kronologi]]s karena berupa kilas balik. Apabila dirunut secara kronologis, kisah diawali dengan riwayat Raja [[Pururawa]], leluhur trah [[Candrawangsa]] yang diturunkan oleh [[Candra]] sang dewa bulan. Cicit Pururawa ialah [[Yayati]]. Yayati memiliki dua istri ([[Dewayani]] dan [[Sarmista]]) dan lima putra; dua di antaranya ([[Yadu]] dan [[Puru (mitologi)|Puru]]) menurunkan dua kaum [[kesatria]] termasyhur dalam legenda India, yaitu [[Yadawa]] (diturunkan oleh Yadu) dan [[Paurawa]] (diturunkan oleh Puru). Dalam garis keturunan Puru, lahirlah [[Duswanta]]. Ia menikah dengan [[Sakuntala]], putri angkat Resi [[Kanwa]]. Dari pernikahannya, Duswanta berputra [[Bharata (raja)|Bharata]]. Di kemudian hari, Bharata menaklukkan daratan India Kuno. Setelah ditaklukkan, wilayah kekuasaanya disebut [[Bharatawarsha]] yang berarti "wilayah kekuasaan Maharaja Bharata", meliputi [[Asia Selatan]].<ref>{{Cite web |url=http://www.geocities.com/ifihhome/articles/bharatavarsha.html |title=History of Bharatavarsha |access-date=2005-07-16 |archive-date=2005-07-16 |archive-url=https://web.archive.org/web/20050716091031/http://www.geocities.com/ifihhome/articles/bharatavarsha.html |dead-url=no }}</ref>
 
Bharata menurunkan [[Hasti]], yang kemudian mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama [[Hastinapura]]. Sang Hasti menurunkan para raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah [[Kuru (raja)|Kuru]], yang menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut [[Kurukshetra]] (terletak di negara bagian [[Haryana]], [[India|India Utara]]). Kuru menurunkan [[Dinasti Kuru]] atau [[Dinasti Kuru|Wangsa Kaurawa]]. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah [[Pratipa]], yang menjadi ayah Prabu [[Santanu]], kakek buyut [[Pandawa]] dan [[Korawa]].
Kemudian karena mengalami kejadian buruk seperti itu, Pandu lalu mengajak kedua istrinya untuk bermohon kepada Hyang Maha Kuasa agar dapat diberikan anak. Lalu Batara guru mengirimkan Batara Dharma untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahir anak yang pertama yaitu Yudistira Kemudian Batara Guru mengutus Batara Indra untuk membuahi Dewi Kunti shingga lahirlah Harjuna, lalu Batara Bayu dikirim juga untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Bima, dan yang terakhir, Batara Aswin dikirimkan untuk membuahi Dewi Madrim, dan lahirlah Nakula dan Sadewa.
 
Kerabat Wangsa Kaurawa adalah [[Yadawa]], karena kedua wangsa tersebut berasal dari leluhur yang sama, yakni [[Yayati]]. Dalam silsilah Wangsa Yadawa, lahirlah [[Basudewa]], raja di [[Kerajaan Surasena]], yang kemudian berputra [[Kresna]], yang mendirikan [[Kerajaan Dwaraka]]. Kresna bersaudara sepupu dengan para [[Pandawa]].
Kelima putera Pandu tersebut dikenal sebagai [[Pandawa]]. Dretarastra yang buta menikahi [[Gandari]], dan memiliki seratus orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah [[Korawa]]. Pandu dan Dretarastra memiliki saudara bungsu bernama [[Widura]]. Widura memiliki seorang anak bernama [[Sanjaya (Mahabharata)|Sanjaya]], yang memiliki mata batin agar mampu melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
 
=== Santanu dan keturunannya ===
Keluarga [[Dretarastra]], [[Pandu]], dan [[Widura]] membangun jalan cerita Mahabharata.
[[Berkas:Raja Ravi Varma, Shantanu and Matsyagandhi (Oleograph).jpg|kiri|jmpl|Ilustrasi Prabu [[Santanu]] dan [[Satyawati]], leluhur para [[Pandawa]] dan [[Korawa]], dalam lukisan karya [[Raja Ravi Varma]].]]
 
Dalam ''Mahabharata'' dikisahkan bahwa [[Santanu]] adalah seorang raja mahsyur dari kalangan [[Kuru (raja)|Dinasti Kuru]], yang memerintah [[kerajaan Kuru]] dengan ibukota [[Hastinapura]]. Ia menikah dengan [[Dewi Gangga]], tetapi sang dewi meninggalkannya karena Santanu melanggar janji pernikahan. Hubungan Santanu dengan Dewi Gangga membuahkan anak yang diberi nama [[Bisma|Dewabrata]] atau [[Bisma]].
=== Pandawa dan Korawa ===
 
Beberapa tahun kemudian, saat Bisma telah dewasa, Santanu menikahi [[Satyawati]], putri nelayan. Dari hubungannya, Santanu berputra [[Citrānggada]] dan [[Wicitrawirya]]. Karena terikat akan janji pernikahan antara Santanu dengan Satyawati, Bisma tidak berhak menjadi raja; takhta diserahkan kepada keturunan Satyawati, bukan Bisma. Maka dari itu, setelah Santanu mangkat, Citrānggada diangkat menjadi raja, dengan Bisma sebagai pelindungnya. Akan tetapi Citrānggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, sehingga ia digantikan oleh adiknya, Wicitrawirya. Namun Wicitrawirya juga wafat di usia muda sebelum memiliki keturunan. Atas bantuan seorang petapa sakti bernama [[Byasa]], kedua istri Wicitrawirya yaitu [[Ambika (Mahabharata)|Ambika]] dan [[Ambalika]] dapat memperoleh keturunan, masing-masing seorang putra yang diberi nama [[Dretarastra]] (dari Ambika) dan [[Pandu]] (dari Ambalika). Selain mereka, ada seorang anak lagi bernama [[Widura]], terlahir dari seorang pelayan yang diberi keturunan oleh Resi Byasa.
[[Pandawa]] dan [[Korawa]] merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni [[Kuru (raja)|Kuru]] dan [[Bharata (raja)|Bharata]]. Korawa (khususnya [[Duryodana]]) bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Korawa, yaitu [[Dretarastra]], sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya yaitu [[Sangkuni]], beserta putera kesayangannya yaitu [[Duryodana]], agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
 
Karena Dretarastra terlahir buta, takhta kerajaan diserahkan kepada Pandu. Pandu memiliki dua istri: yang pertama ialah [[Kunti]] (putri dari kaum [[Yadawa]]); yang kedua ialah [[Madri]] (putri dari [[kerajaan Madra]]). Karena memanah seorang pendeta yang sedang [[senggama|bersenggama]], Pandu dikutuk agar mati apabila melakukan [[hubungan seksual]]. Kutukan tersebut telah memupus semangat Pandu untuk menjadi raja, sebab ia merasa tidak akan mampu memiliki keturunan tanpa melakukan hubungan seksual. Pandu pun memakzulkan diri, lalu mengajak kedua istrinya untuk menjalani kehidupan sebagai pertapa di hutan. Sebelum pergi, ia menyerahkan kekuasaan kepada Dretarastra.
Pada suatu ketika, [[Duryodana]] mengundang [[Kunti]] dan para [[Pandawa]] untuk liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh Duryodana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun para Pandawa diselamatkan oleh [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] sehingga mereka tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti masuk hutan. Di hutan tersebut Bima bertemu dengan [[rakshasa]] [[Hidimba]] dan membunuhnya, lalu menikahi adiknya, yaitu rakshasi [[Hidimbi]]. Dari pernikahan tersebut, lahirlah [[Gatotkaca]].
 
Di dalam hutan, Kunti teringat akan kemampuannya untuk memanggil dewa-dewa, lalu memperoleh keturunan dari dewa yang dipanggil. Dari pemanggilan Dewa [[Yama (Hindu)|Yama]] (Darma), [[Bayu]], dan [[Indra]], Kunti memperoleh tiga putra, masing-masing diberi nama: [[Yudistira]], [[Bima (Mahabharata)|Bima]], dan [[Arjuna]]. Kunti juga membantu Madri memanggil dewa tertentu agar memperoleh keturunan. Dari Dewa Aswin yang dipanggil Madri, lahirlah [[Nakula]] dan [[Sadewa]]. Kelima putra Pandu tersebut dikenal sebagai [[Pandawa]].
Setelah melewati hutan rimba, [[Pandawa]] melewati [[Kerajaan Panchala]]. Di sana tersiar kabar bahwa Raja [[Drupada]] menyelenggarakan [[sayembara]] memperebutkan Dewi [[Dropadi]]. [[Karna]] mengikuti sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Dropadi. Pandawa pun turut serta menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti kaum [[brahmana]].
 
Sementara itu, Dretarastra yang buta menikahi [[Gandari]]. Setelah Yudistira lahir, Gandari akhirnya mampu memiliki keturunan berkat bantuan Resi Byasa. Keturunan Gandari berjumlah seratus orang putra dan seorang putri yang dikenal dengan istilah [[Korawa]]; yang sulung bernama [[Duryodana]] (Suyodana), dan yang perempuan bernama [[Dursala]] atau [[Dursilawati]]. Selain keturunan dari Gandari, Dretaratra masih memiliki seorang putra lagi, hasil hubungannya dengan seorang wanita [[waisya]] yang menjadi dayang gandari. Putra tersebut bernama [[Yuyutsu]].
Pandawa ikut sayembara untuk memenangkan lima macam sayembara, Yudistira untuk memenangkan sayembara filsafat dan tatanegara, [[Arjuna]] untuk memenangkan sayembara senjata Panah, [[Bima]] memenangkan sayembara Gada dan [[Nakula]] - [[Sadewa]] untuk memenangkan sayembara senjata Pedang. Pandawa berhasil melakukannya dengan baik untuk memenangkan sayembara.
 
=== Perselisihan Pandawa dan Korawa ===
Dropadi harus menerima Pandawa sebagai suami-suaminya karena sesuai janjinya siapa yang dapat memenangkan sayembara yang dibuatnya itu akan jadi suaminya walau menyimpang dari keinginannya yaitu sebenarnya yang diinginkan hanya seorang Satriya.
[[Berkas:The Palace of the Pandava Brothers Set.jpg|ki|jmpl|Ilustrasi terbakarnya ''[[Laksagreha]]'' buatan [[Purocana]], yang dimaksudkan untuk membunuh para [[Pandawa]].]]
Dalam ''Mahabharata'' diceritakan bahwa pada suatu ketika, [[Pandu]] lupa akan kutukan yang menimpa dirinya, sehingga ia pun berhubungan badan dengan [[Madri]]. Akibatnya ia pun meregang nyawa. Saat upacara pembakaran jenazah Pandu, Madri melakukan ''[[sati (praktik)|sati]]'' (menceburkan diri ke api [[kremasi]]). Kemudian Kunti dan kelima Pandawa diajak kembali ke keraton [[Hastinapura]]. Mereka hidup di bawah perlindungan sesepuh [[Dinasti Kuru]]: [[Bisma]], [[Widura]] (perdana menteri), dan [[Krepa]] (guru keraton Hastinapura).
 
Sebagai pangeran Dinasti Kuru yang tertua, [[Yudistira]] hendak dicalonkan sebagai pewaris takhta. Namun, terjadi hubungan yang tidak baik antara kelima putra Pandu dengan seratus putra [[Dretarastra]]. Menurut kitab ''Mahabharata'', para [[Korawa]] (khususnya [[Duryodana]]) bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan bersabar ketika ditindas, kecuali [[Bhima|Bima]], Pandawa yang bertenaga paling kuat. Meskipun demikian, di antara para putra Dretarastra, hanya [[Yuyutsu]] yang tidak memusuhi Pandawa. Karena Dretarastra sangat memanjakan putra-putranya, ia sering dihasut oleh iparnya yaitu [[Sangkuni]] (saudara [[Gandari]]), dan kerap tidak menghentikan ambisi Duryodana yang berniat melakukan rencana jahat untuk menyingkirkan para Pandawa.
Setelah itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka datang membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang wanita. Tak pelak lagi, [[Dropadi]] menikahi kelima Pandawa.
 
Pada suatu ketika, Duryodana mengundang Kunti dan para Pandawa untuk berlibur di Waranawata. Di sana mereka menginap di sebuah istana ''[[Laksagreha]]'' yang sudah disediakan oleh Duryodana, dibangun oleh arsitek bernama [[Purocana]]. Duryodana memerintahkan Purocana untuk membakar ''Laksagreha'' tanpa diketahui oleh Pandawa. Namun rencana Purocana akhirnya terbongkar. Pada waktu yang telah ditentukan, Pandawa melumpuhkan Purocana, lalu Bima membakar ''Laksagreha'' dari dalam. Berita pun disampaikan ke Hastinapura, lalu Kunti dan para Pandawa dinyatakan telah tewas dalam kebakaran.<ref>{{cite web|url=http://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01144.htm |title=Book 1: Adi Parva: Jatugriha Parva |publisher=Sacred-texts.com |access-date=1 September 2010}}</ref> Secara diam-diam, para Pandawa berhasil selamat berkat terowongan yang digali oleh para [[penambang]], yang telah diutus oleh Widura. Dalam perjalanan menyelamatkan diri, para Pandawa dan Kunti masuk ke sebuah hutan. Di hutan tersebut, Bima bertemu dengan [[rakshasa|raksasa]] bernama [[Hidimba]] dan membunuhnya. Lalu ia menikahi adik raksasa tersebut yang bernama [[Hidimbi]]. Dari pernikahan itu, Bima memiliki putra yang diberi nama [[Gatotkaca]].
 
=== Pernikahan Pandawa ===
[[File:The wedding of Draupadi.jpg|ka|jmpl|[[Kartu pos]] dengan lukisan pernikahan Pandawa dengan [[Dropadi]].]]
Setelah melewati hutan rimba, para Pandawa menuju ke [[Kerajaan Panchala]]. Di sana tersiar kabar bahwa Raja [[Drupada]] menyelenggarakan [[sayembara]] memperebutkan [[Dropadi]]. [[Karna]], sahabat Duryodana mengikuti sayembara tersebut dan berhasil memenangkan sayembara, tetapi keberhasilannya ditolak oleh Dropadi sebab Karna merupakan anak kusir.<ref name="archive.org">{{cite web|url=https://archive.org/details/mahabharatha015693mbp|title=THE MAHABHARATHA|last=VISHNU S. SUKTHANKAR|date=11 March 2018|publisher=BHANDARKAR ORIENTAL RESEARCH INSTITUTE, POONA|via=Internet Archive}}</ref><ref name="bori.ac.in">{{cite web|url=http://www.bori.ac.in/mahabharata_project.html|title=The Bhandarkar Oriental Research Institute : Mahabharata Project|website=bori.ac.in|access-date=2021-07-04|archive-date=2017-12-20|archive-url=https://web.archive.org/web/20171220032420/http://www.bori.ac.in/mahabharata_project.html|dead-url=yes}}</ref> Tanpa diketahui oleh para Korawa, Pandawa pun turut serta menghadiri sayembara itu, tetapi mereka menyamar sebagai kaum [[brahmana]].
 
Pandawa yang diwakili oleh [[Arjuna]] mengikuti sayembara dan berhasil memenangkannya. Setelah itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka datang membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya. Namun ia tidak melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, tetapi juga seorang wanita. Akhirnya, [[Dropadi]] menikahi kelima Pandawa.<ref name="johnson-arjuna">{{cite encyclopedia|last=Johnson|first=W. J. |article=Arjuna |title=A Dictionary of Hinduism|publisher=Oxford University Press|year=2009|doi=10.1093/acref/9780198610250.001.0001|isbn=978-0-19861-025-0}}</ref>
 
=== Permainan dadu ===
[[File:Draupadi Vastra Haran.jpg|ka|jmpl|[[Dursasana]] menarik pakaian Dropadi, setelah para Pandawa kalah main dadu. Lukisan karya R.G. Chonker.]]
Setelah para [[Pandawa]] menikahi [[Dropadi]], para tetua [[Dinasti Kuru]] menyambut mereka kembali di keraton [[Hastinapura]]. Agar tidak terjadi lagi permusuhan di antara sesama saudara, [[Kerajaan Kuru]] dibagi dua kepada Pandawa dan [[Korawa]]. Korawa memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibu kota [[Hastinapura]], sementara Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibu kota [[Indraprastha]]. Istana Indraprastha dibangun oleh [[Mayasura]], dan dikenal sebagai "istana ilusi".<ref>{{cite web|url=http://www.sacred-texts.com/hin/m02/m02001.htm |title=Book 2: Sabha Parva: Sabhakriya Parva |publisher=Sacred-texts.com |access-date=1 September 2010}}</ref> Kemegahannya membuat Duryodana dan Sangkuni terkagum-kagum. Karena ilusinya, Duryodana tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi para Pandawa, kecuali [[Yudistira]].<ref name="Laughter at Duryodhana">{{cite web | url=http://www.sacred-texts.com/hin/m02/m02046.htm | title=Sabha parva|publisher=Sacred-texts.com | access-date=13 July 2015}}</ref>
 
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira, Duryodana mengundang [[Yudistira]] untuk main dadu. Pada saat permainan dadu, Duryodana diwakili oleh [[Sangkuni]] sebagai bandar dadu, yang memiliki kesaktian untuk mengatur angka dadu yang ia inginkan. Seiring kekalahan Yudistira, taruhan permainan terus meningkat, hingga akhirnya Yudistira mempertaruhkan kerajaannya sendiri. Kemudian Yudistira mempertaruhkan kebebasan saudara-saudaranya, hingga akhirnya ia mempertaruhkan kebebasan dirinya sendiri. Dalam kondisi tidak memiliki apa-apa lagi, pihak Korawa menghasut Yudistira untuk mempertaruhkan [[Dropadi]]. Sebagaimana permainan sebelumnya, taruhan itu pun dimenangkan oleh Korawa.
{{main|Sabhaparwa}}
Agar tidak terjadi pertempuran sengit, [[Kerajaan Kuru]] dibagi dua untuk dibagi kepada [[Pandawa]] dan [[Korawa]]. Korawa memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota [[Hastinapura]], sementara Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota [[Indraprastha]]. Baik Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah [[Duryodana]] tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi [[Dropadi]]. Hal tersebut membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa.
 
Dalam peristiwa tersebut, karena para Pandawa dan Dropadi sudah menjadi milik Duryodana, mereka diminta untuk melucuti pakaian. Dropadi tidak mau melakukannya sehingga pakaiannya ditarik paksa oleh [[Dursasana]]. Namun ia tidak berhasil membuka pakaian Dropadi berkat pertolongan gaib dari Sri [[Kresna]]. Melihat istrinya dihina, [[Bima (Mahabharata)|Bima]] bersumpah akan membunuh Dursasana dan membantai para Korawa. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, pertanda alam yang buruk muncul di Hastinapura. [[Dretarastra]] mendapat firasat bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, sehingga ia mengembalikan segala harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan [[Yudistira]], [[Duryodana]] mengundang [[Yudistira]] untuk main dadu ini atas ide [[Sangkuni]], hal ini dilakukan sebenarnya untuk menipu Pandawa mengundang Yudistira untuk main dadu dengan taruhan. Yudistira yang gemar main dadu tidak menolak undangan tersebut dan bersedia datang ke [[Hastinapura]].
 
Duryodana merasa kecewa karena Dretarastra telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya. Atas desakan Duryodana, permainan dadu diselenggarakan untuk yang kedua kali. Kali ini pihak yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi ke kerajaannya. Apabila penyamaran terbongkar sebelum genap setahun, maka pihak yang kalah harus mengulang kembali masa pengasingan selama 12 tahun. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti permainan tersebut dan tetap kalah. Sesuai perjanjian, Pandawa terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun.
Pada saat permainan dadu, Duryodana diwakili oleh [[Sangkuni]] sebagai bandar dadu yang memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Permulaan permainan taruhan senjata perang, taruhan pemainan terus meningkat menjadi taruhan harta kerajaan, selanjutnya prajurit dipertaruhkan, dan sampai pada puncak permainan Kerajaan menjadi taruhan, Pandawa kalah habislah semua harta dan kerajaan Pandawa termasuk saudara juga dipertaruhkan dan yang terakhir istrinya Dropadi dijadikan taruhan.
 
=== Pengasingan Pandawa ===
Dalam peristiwa tersebut, karena Dropadi sudah menjadi milik Duryodana, pakaian [[Dropadi]] ditarik oleh [[Dursasana]] karena sudah menjadi harta Duryodana sejak Yudistira kalah main dadu, namun usaha tersebut tidak berhasil membuka pakaian [[Dropadi]], karena setiap pakaian dibuka dibawah pakaian ada pakaian lagi begitu terus tak habisnya berkat pertolongan gaib dari Sri [[Kresna]].
Kisah pengasingan Pandawa dan istri mereka selama 12 tahun diceritakan dalam kitab ''[[Wanaparwa]]''. Selama menjalani masa pengasingan di hutan, ada banyak hal yang ditemui oleh para Pandawa dan Dropadi. Selama masa pengasingan itu, Arjuna pergi ke [[swargaloka]] dan memperoleh berbagai ilmu serta senjata sakti. Akhir masa pengasingan para Pandawa ditutup dengan cerita pertemuan Yudistira dengan [[yaksa]] yang membunuh keempat Pandawa dengan cara meracuni air yang mereka minum. Yaksa tersebut mengajukan banyak pertanyaan kepada Yudistira apabila ingin para Pandawa hidup kembali. Yudistira menjawab pertanyaan sang yaksa dengan benar sehingga saudara-saudaranya berhasil dihidupkan.
 
Setelah para Pandawa dan Dropadi menjalani masa pengasingan selama 12 tahun, mereka harus menjalani masa penyamaran selama setahun dan tidak boleh terbongkar sebelum genap setahun. Kisah penyamaran mereka tercatat dalam ''[[Wirataparwa]]''. Dikisahkan bahwa mereka memilih [[kerajaan Matsya]] yang dipimpin [[Wirata]] sebagai tempat penyamaran. Di sana, [[Yudistira]] menyamar sebagai seorang ahli agama dan permainan dadu yang bernama Kangka; [[Bhima|Bima]] menyamar sebagai juru masak yang bernama Balawa; [[Arjuna]] menyamar sebagai [[kasim]] pelatih tari di [[:wikt:keputren|keputren]] bernama Wrehanala; [[Nakula]] menyamar sebagai pengurus kuda yang bernama Grantika; [[Sadewa]] menyamar sebagai penggembala sapi bernama Tantipala alias Aristanemi; [[Dropadi]] menyamar sebagai seorang pelayan ''sairandri'' bernama Malini. Menjelang masa penyamaran tersebut berakhir, pasukan Kuru yang dipimpin [[Duryodana]] menginvasi kerajaan Matsya setelah [[Susarma]] dari [[kerajaan Trigarta|Trigarta]] memprediksi kehadiran para Pandawa di kerajaan tersebut. Pada hari saat berakhirnya masa penyamaran, Arjuna menampakkan diri di hadapan para prajurit Kuru. Ia pun berhasil menggagalkan invasi Kuru di Matsya.
Karena istrinya dihina, [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] bersumpah akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, [[Dretarastra]] merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
 
=== Perang Kurukshetra ===
[[Duryodana]] yang merasa kecewa karena [[Dretarastra]] telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya, menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini, siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, [[Yudistira]] mengikuti permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, [[Pandawa]] terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun.
[[Berkas:The Pandava and Kaurava armies face each other.JPG|ka|jmpl|Lukisan tentara [[Korawa]] (kiri) berhadapan dengan tentara Pandawa. Suatu ilustrasi dari naskah ''Mahabharata'' abad ke-18, dari [[Mewar]], [[India]].]]
[[File:The Battle of Kurukshetra.jpg|thumb|right|Lukisan [[abad ke-19]] yang menggambarkan [[Perang Kurukshetra]], berasal dari [[Kashmir]].]]
{{main|Perang Kurukshetra}}
 
Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah, para [[Pandawa]] kembali ke [[Hastinapura]] dan berusaha mengambil alih [[Indraprastha]] yang dikuasai sementara oleh [[Duryodana]] selama 13 tahun. Namun Duryodana menganggap bahwa penyamaran [[Arjuna]] telah terbongkar saat pasukan Kuru menyerang [[kerajaan Matsya]], sehingga para Pandawa seharusnya menjalani pengasingan lagi. Sedangkan menurut perhitungan [[Bisma]], penyamaran Arjuna terbongkar setelah masa penyamaran sudah genap setahun. Untuk menghindari perselisihan lebih lanjut, para sesepuh kerajaan menganjurkan agar Duryodana berdamai dengan para Pandawa. Misi damai dilakukan oleh [[Kresna]], yang mengusulkan agar Pandawa diberikan lima desa saja sebagai pengganti Indraprastha. Namun Duryodana kukuh akan pendiriannya, dan tidak mau menyerahkan sebidang tanah kepada Pandawa walaupun hanya seluas ujung [[:wikt:jarum|jarum]]. Karena perundingan damai tidak menemui mufakat, akhirnya kedua pihak bersepakat untuk menempuh jalur kekerasan, dengan lapangan [[Kurukshetra]] sebagai medan pertempuran.
Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah, [[Pandawa]] berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin [[Duryodana]]. Namun [[Duryodana]] bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran [[Pandawa]] habis. Misi damai dilakukan oleh Sri [[Kresna]], namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi.
 
Sebelum perang meletus, Pandawa telah berusaha mencari sekutu. Mereka mendapat bantuan pasukan dari [[Kerajaan Kekaya]], [[Kerajaan Matsya]], [[Kerajaan Pandya]], [[Kerajaan Chola]], [[Kerajaan Kerala]], [[Kerajaan Magadha]], [[Kerajaan Dwaraka]], dan laskar Narayana pimpinan [[Satyaki]] dari kaum [[Yadawa]]. Para kesatria besar dari [[Panchala]] memihak Pandawa, meliputi: [[Drupada]], [[Drestadyumna]], [[Srikandi]], [[Utamoja|Yudamanyu]], dan [[Utamoja]]. Pandawa juga memperoleh bantuan berupa pasukan [[rakshasa|raksasa]] yang dipimpin [[Gatotkaca]], serta pasukan [[naga (mitologi India)|naga]] yang dipimpin [[Irawan]].<ref name="bismaparwa">Ganguli, K.M. (1883-1896) "[http://www.sacred-texts.com/hin/m06/index.htm Bishma Parva]" in ''The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa'' (12 Volumes). Calcutta</ref> Pandawa memilih [[Drestadyumna]] sebagai panglima, sementara [[Kresna]] sebagai ahli strategi yang tidak terlibat langsung dalam pertempuran.
=== Pertempuran di Kurukshetra ===
{{main|Perang di Kurukshetra}}
 
Di pihak Korawa, Duryodana memohon [[Bisma]] untuk memimpin pasukannya, sementara [[Sangkuni]] ditunjuk sebagai ahli strategi yang terlibat langsung dalam pertempuran. Laskar Korawa dibantu oleh guru militer [[Drona]] beserta putranya [[Aswatama]]. Korawa juga mengajak saudara ipar mereka yaitu [[Jayadrata]] (Raja [[kerajaan Sindhu|Sindhu]]). Selain itu, kesatria yang turut membantu Korawa meliputi: guru [[Krepa]] (purohita Hastinapura), [[Kertawarma]] dari [[Yadawa]] (panglima laskar Narayana), [[Salya]] (Raja [[kerajaan Madra|Madra]]), [[Bahlika (Mahabharata)|Bahlika]] (Raja [[kerajaan Bahlika|Bahlika]]) dan [[Burisrawa]], [[Uluka]] dari [[Gandhara]], [[Susarma]] dari [[kerajaan Trigarta|Trigarta]], [[Wrehadbala]] dari [[kerajaan Kosala|Kosala]], [[Sudaksina]] dari [[kerajaan Kamboja|Kamboja]], [[Bagadata]] dari [[kerajaan Pragjyotisha|Pragjyotisha]], dan masih banyak lagi.<ref name="bismaparwa"/>
Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari [[Kerajaan Kekaya]], [[Kerajaan Matsya]], [[Kerajaan Pandya]], [[Kerajaan Chola]], [[Kerajaan Kerala]], [[Kerajaan Magadha]], [[Yadawa|Wangsa Yadawa]], [[Kerajaan Dwaraka]], dan masih banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di [[Bharatawarsha]] seperti misalnya [[Drupada]], [[Satyaki]], [[Drestadyumna]], [[Srikandi]], [[Wirata]], dan lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu [[Duryodana]] meminta [[Bisma]] untuk memimpin pasukan [[Korawa]] sekaligus mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Korawa dibantu oleh Resi [[Drona]] dan putranya [[Aswatama]], kakak ipar para Korawa yaitu [[Jayadrata]], serta guru [[Krepa]], [[Kretawarma]], [[Salya]], [[Sudaksina]], [[Burisrawas]], [[Bahlika]], [[Sangkuni]], [[Karna]], dan masih banyak lagi.
 
Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatriakesatria yang gugur, sepertidi misalnyakedua [[Abimanyu]],belah [[Drona]],pihak. [[Karna]],Perang [[Bisma]],diakhiri [[Gatotkaca]],dengan [[Irawanduel]], Rajaantara [[Wirata]]Duryodana danmelawan puteranyaBima, [[Bhagadatta]],yang [[Susharma]],dimenangkan [[Sangkuni]],oleh danBima. Namun Duryodana masih banyaksempat lagimengangkat Aswatama sebagai panglima pasukannya untuk membalas dendam. SelamaPada 18malam hari tersebutsetelah dipenuhiperang olehberakhir, pertumpahanAswatama darahmenyusup danke pembantaianperkemahan Pandawa untuk membunuh para kesatria yang mengenaskanmasih hidup. PadaSetelah akhirserangan harimalam kedelapan belastersebut, hanya sepuluh ksatriakesatria yang bertahan hidup daridi pertempurankedua belah pihak. Dari pihak Pandawa, merekakesatria adalahyang [[:wikt:sintas|sintas]] yaitu: [[PandawaYudistira]], [[Bhima|LimaBima]], Pandawa[[Arjuna]], [[Nakula]], [[Sadewa]], [[Yuyutsu]], dan [[Satyaki]]. Dari pihak Korawa, ada tiga kesatria yang sintas: [[Aswatama]], [[Krepa]], dan [[KretawarmaKertawarma]].
 
=== Penerus Wangsa KuruPascaperang ===
[[File:Asvamedha---Page-23---Chapter-IV---History-of-India-(1906).png|jmpl|ki|240px|Ilustrasi ritual ''[[Aswamedha]]'', dari buku ''History of India'' (1906) - Vol 1.]]
Setelah perang berakhir, [[Yudistira]] dinobatkan sebagai Raja [[Hastinapura]]. Setelah memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu [[Arjuna]], yaitu [[Parikesit]]. Kemudian, Yudistira bersama [[Pandawa]] dan [[Dropadi]] mendaki gunung [[Himalaya]] sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan mencapai surga. Parikesit memerintah [[Kerajaan Kuru]] dengan adil dan bijaksana. Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama [[Janamejaya]]. Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di [[Hastinapura]].
Setelah perang berakhir, upacara keagamaan segera dilangsungkan bagi mereka yang telah gugur di medan perang Kurukshetra. Janda-janda para kesatria yang gugur meratapi nasib suami dan anak-anak mereka yang berpartisipasi dalam perang tersebut. [[Gandari]] mengetahui bahwa [[Kresna]] dapat menghentikan perang, tetapi Kresna malah tidak melakukannya. Ia pun mengutuk agar keluarga Kresna binasa dalam pertikaian dengan sesama, sebab ia ingin Kresna merasakan bagaimana kehilangan keluarga dalam suatu perang saudara. Kresna menerima kutukan tersebut dengan lapang dada.<ref name="Doniger 263">{{cite book |last= Doniger| first=Wendy |title=The Origins of Evil in Hindu Mythology |publisher = University of California| page = 263 |url=https://books.google.com/books?id=Ug_9cVR4lW8C&q=mahabharatha+surviving+yadava+vajra&pg=PA263|access-date=17 October 2013| isbn=9780520040984 | date=1980-10-13 }}</ref>
 
Dalam ''Mahabharata'' dikisahkan bahwa era baru dimulai dengan penobatan [[Yudistira]] sebagai Raja [[Hastinapura]], sedangkan [[Yuyutsu]] diberi kuasa atas kota [[Indraprastha]]. Meskipun sudah menjabat sebagai raja, hatinya gundah gulana sebab jabatan yang diraihnya tersebut ditebus oleh pengorbanan nyawa yang sangat banyak. Untuk menghapuskan kegalauan sang raja, Resi [[Narada]] dan [[Byasa]] memberikan wejangan yang sangat panjang kepadanya. Wejangan tersebut merupakan bagian terpanjang dalam wiracarita ini.<ref name=snm>{{cite book |title=Public governance and decentralisation, Vol. 1|author=S. N. Mishra|publisher=Mittal Publications|year=2003|isbn=81-7099-918-9 |page=935 |url=https://books.google.com/books?id=Bu7UcHVE8NMC&q=Shanti+Parva&pg=PA935 }}</ref> Setelah menerima wejangan dari para resi, Yudistira menerima wejangan terakhir dari [[Bisma]], yang masih hidup dan berbaring sekarat di medang perang Kurukshetra berkat kesaktian yang dianugerahkan [[Santanu]] kepadanya. Akhirnya Bisma menghembuskan napas terakhir setelah ia memberikan petuah kepada Yudistira.<ref name="mnd">Dutt, M.N. (1903) ''The Mahabharata (Volume 13): Anushasana Parva''. Calcutta: Elysium Press</ref>
== Silsilah ==
=== Silsilah keturunan Maharaja Yayati ===
<!-- Silsilah di bawah ini menggunakan templat -->
<center>
{{Dinasti Yadu}}
</center>
 
Atas saran dari [[Kresna]], Yudistira menyelenggarakan upacara [[aswamedha]] demi menegakkan hegemoninya di [[Bharatawarsha]]. Dalam upacara tersebut, seekor kuda dilepas dan dibiarkan berlari bebas, sementara pasukan Kuru yang dipimpin [[Arjuna]] mengikuti kuda tersebut dari belakang. Apabila kuda tersebut ditangkap saat memasuki wilayah kerajaan tertentu, maka Arjuna akan menantang penguasa kerajaan tersebut. Apabila kuda tersebut tidak ditangkap, maka itu pertanda bahwa penguasa kerajaan telah mengakui wibawa Yudistira. Wilayah sejauh jangkauan kuda tersebut berlari akan diakui sebagai wilayah hegemoni kerajaan yang dipimpin Yudistira.<ref>Ganguli, K.M. (1883-1896) "[http://www.sacred-texts.com/hin/m14/index.htm Aswamedha Parva]" in ''The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa'' (12 Volumes). Calcutta</ref><ref>Dutt, M.N. (1905) ''The Mahabharata (Volume 14): Ashwamedha Parva''. Calcutta: Elysium Press</ref>
=== Silsilah keluarga Bharata ===
 
<center>
=== Pengunduran diri para sesepuh ===
{{Keluarga Bharata}}
[[File:Return of Heroes Slain in Battle, Kurukshetra War of Mahabharata, Aftermath.jpg|jmpl|ka|280px|"Kembalinya para kesatria yang telah gugur di Kurukshetra." Ilustrasi tentang suatu cerita ''Mahabharata'', dari buku ''Indian Myth and Legend'', 1913.]]
</center>
Lima belas tahun setelah [[Yudistira]] dinobatkan sebagai raja, [[Dretarastra]] memutuskan untuk meninggalkan istana [[Hastinapura]]. Sebelumnya, ia dan Yudistira hidup berdampingan secara damai sejak perang berakhir; Yudistira pun sering berkonsultasi kepada Dretarastra tentang masalah tata negara. Dretarastra memutuskan untuk pergi karena tidak tahan lagi dengan sindiran dan kata-kata yang menyelekit dari [[Bima (Mahabharata)|Bima]], yang dulu telah membunuh seluruh putranya dalam perang Kurukshetra. Atas nasihat dari Resi [[Byasa]], Yudistira pun memaklumi keputusan Dretarastra dan mengizinkannya pergi. [[Gandari]], [[Kunti]], [[Widura]], dan [[Sanjaya (Mahabharata)|Sanjaya]] memutuskan untuk mengikuti Dretarastra. Para sesepuh memutuskan untuk hidup di hutan sebagai petapa demi menuntaskan [[caturasrama|jenjang kehidupan]] mereka yang keempat (''[[caturasrama|sanyasin]]'').<ref name=jm>John Murdoch (1898), The Mahabharata - An English Abridgment, Christian Literature Society for India, London, pages 125-128</ref> Mereka menetap di hutan kediaman Resi Byasa. Yang pertama meninggal dunia adalah Widura; jenazahnya pertama kali ditemukan oleh Yudistira.
 
Mengetahui bahwa Dretarastra masih diliputi duka akan kematian putra-putranya, Resi Byasa menunjukkan sebuah mukjizat kepada anggota Dinasti Kuru yang masih hidup pada saat itu. Mula-mula ia menyuruh mereka berkumpul di tepi sungai Gangga, kemudian dengan kesaktiannya ia memanggil roh para kesatria yang gugur di medan perang [[Kurukshetra]], dan membuat mereka menampakkan wujud. Dretarastra yang buta pun diberi penglihatan pada saat itu agar dapat menyaksikan wajah putra-putranya untuk yang pertama kalinya. Pada kesempatan itu pula, roh para putra Dretarastra dan [[Karna]] berdamai dengan para Pandawa.<ref>Ganguli, K.M. (1883-1896) "[http://www.sacred-texts.com/hin/m15/index.htm Asramavasika Parva]" in ''The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa'' (12 Volumes). Calcutta</ref><ref>Dutt, M.N. (1905) ''The Mahabharata (Volume 15): Ashramavasika Parva''. Calcutta: Elysium Press</ref>
 
Bertahun-tahun kemudian, Resi [[Narada]] datang ke Hastinapura dan mengabarkan bahwa Dretarastra, Gandari, dan Kunti telah wafat karena terbakar oleh api suci yang melahap asrama kediaman mereka, dan [[atma]] mereka telah mencapai kondisi [[moksa]].<ref name="Tears of Gandhari">{{cite web|last1=Pattanaik|first1=Devdutt|title=Tears of Gandhari|url=http://devdutt.com/articles/indian-mythology/mahabharata/tears-of-gandhari.html|website=Devdutt}}</ref> [[Sanjaya (Mahabharata)|Sanjaya]] berhasil menyelamatkan diri atas permohonan mereka. Kemudian Yudistira menyelenggarakan upacara bagi mereka yang wafat dalam peristiwa kebakaran tersebut.
 
=== Kehancuran kaum Yadawa ===
[[File:Yadavas killing themselves.jpg|jmpl|Lukisan kehancuran kaum Yadawa, karya M.V. Dhurandhar (1922).]]
Diceritakan bahwa 36 tahun setelah Yudistira naik takhta, [[Kresna]] merasa bahwa kejayaan bangsanya akan berakhir, sebab ia melihat bahwa banyak pemuda klan [[Wresni]], [[Yadawa|Boja]], dan [[Yadawa|Andaka]] (semuanya kaum [[Yadawa]]) yang berkelakuan buruk. Pada suatu hari, [[Narada]] beserta beberapa resi berkunjung ke [[Dwaraka]], kediaman para Yadawa. Beberapa pemuda mempermainkan para resi dengan cara mengarak [[Samba (Mahabharata)|Samba]] yang menyamar menjadi wanita [[hamil]], lalu mereka memohon agar para resi memprediksi jenis kelamin bayi yang dikandung. Para resi tahu bahwa mereka sedang dipermainkan. Mereka pun mengutuk Samba bahwa ia akan melahirkan ''mosala'' ([[gada]]) yang akan memusnahkan kaum Yadawa.
 
Tak lama kemudian, Samba pun melahirkan gada besi. Atas perintah Raja [[Ugrasena]], senjata itu kemudian dihancurkan sampai menjadi serbuk, lalu dibuang ke laut.<ref>Ushasri (2001), Bharatam (Dviteeya Bhagam), Telugu Edition, Tirumala Tirupati Devasthanam's Religious Publication Series. No.: 111, Page 493</ref> Serbuk-serbuk tersebut kembali ke pantai, dan dari serbuk tersebut tumbuhlah tanaman ''eraka'', seperti rumput tetapi memiliki daun yang tajam bagai pedang.<ref>C Rajagopalachari (2008), Mahabharata, 52nd Edition, Bhavan's Book University. {{ISBN|81-7276-368-9}}, Page 436</ref> Atas saran Kresna, para Yadawa melakukan perjalanan suci menuju Prabhastirtha, dan mereka melangsungkan upacara di pinggir pantai. Di pantai, mereka minum arak sampai mabuk. Dalam kondisi mabuk, mereka bertikai sambil melempar benda apa pun yang ada di dekat mereka. Rumput ''eraka'' yang tumbuh di sekitar tempat itu mereka cabut untuk digunakan sebagai senjata.<ref>Monier Monier-Williams, {{Google books|1Hp1MX8d8osC|A Sanskrit-English Dictionary|page=186}}, see Column 1, entry for Eraka</ref> Akhirnya para Yadawa bertarung dengan sesamanya secara membabi buta. Setelah kekacauan berakhir, hanya beberapa Yadawa yang selamat, sebagian besar merupakan wanita.
 
Tak lama kemudian, [[Baladewa]] wafat. Kematiannya disusul oleh [[Kresna]], yang wafat setelah telapak kakinya dipanah seorang pemburu.<ref>{{cite web |url=http://www.vedabase.com/en/sb/11/31/6|title=Bhagvata Purana}}</ref><ref>{{cite web |url=http://www.sacred-texts.com/hin/m16/m16004.htm |title =Mahabharata}}</ref> [[Arjuna]] yang menerima kabar tersebut segera berangkat menuju Dwaraka untuk mengungsikan para wanita dan kesatria yang masih [[:wikt:sintas|sintas]]. Setelah wafatnya Kresna, Dwaraka ditelan oleh samudra. Para wanita yang diungsikan oleh Arjuna ditempatkan di sekitar [[Kurukshetra]].
 
=== Akhir kisah ===
Setelah kemusnahan klan Wresni dan Andaka, serta atas nasihat dari [[Byasa]], Yudistira memutuskan untuk makzul.<ref>John Murdoch (1898), The Mahabharata - An English Abridgment, Christian Literature Society for India, London, pages 132-137</ref> Ia menyerahkan takhta kepada cucu [[Arjuna]], yaitu [[Parikesit]], dengan [[Yuyutsu]] menjabat sebagai penasihat raja. Sementara itu, [[Bajra (Mahabharata)|Bajra]] putra [[Aniruda]] dari kaum [[Yadawa]] diberi kuasa atas kota [[Indraprastha]]. Kemudian, Yudistira bersama [[Pandawa]] dan [[Dropadi]] mengembara ke berbagai tempat-tempat suci di penjuru [[India]], lalu mendaki gunung [[Himalaya]] sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Dalam perjalanan, satu per satu meninggal dunia, diawali dari Dropadi, disusul oleh para Pandawa, mulai dari yang bungsu ([[Sadewa]]). Hanya [[Yudistira]] yang sintas dan mampu mencapai puncak gunung. Dewa [[Indra]] menjemputnya ke [[surga]] dengan kereta kencana. Sebelum mencapai surga, sang dewa memberikan ujian terakhir bagi Yudistira. Yudistira berhasil lolos dalam ujian tersebut, dan akhirnya mendapatkan kebahagiaan.<ref>Ganguli, K.M. (1883-1896) "[http://www.sacred-texts.com/hin/m18/index.htm Svargarohanika Parva]" in ''The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa'' (12 Volumes). Calcutta</ref><ref>Dutt, M.N. (1905) ''The Mahabharata (Volume 18): Swargarohanika Parv''a. Calcutta: Elysium Press</ref>
 
Kitab ''Mahabharata'' terjemahan naskah [[Sanskerta]] ditutup dengan akhir yang bahagia bagi pihak Pandawa dan Korawa.<ref>{{cite book |title=Mahabharata of Krishna Dvaipayana Vyasa |chapter-url=https://www.sacred-texts.com/hin/m18/m18005.htm |chapter=Svargarohanika Parva|publisher=Sacred-Text.com |first=K.M. |last=Ganguli |author-link=Kisari Mohan Ganguli |location=Calcutta}}</ref> Dalam narasi yang dituturkan [[Wesampayana]], disebutkan bahwa [[Pandawa]], [[Dropadi]], [[Karna]], para putra [[Dretarastra]], para sesepuh [[Dinasti Kuru]], serta para kesatria yang gugur di [[Kurukshetra]] telah mencapai [[surga]] dan kediaman para dewa, berkumpul bersama-sama, damai dan bebas dari segala angkara murka.<ref>{{cite book |title=Mahabharata |chapter-url=https://archive.org/details/mahabharata0000raja |chapter-url-access=registration |chapter=Yudhishthira's final trial |publisher=Bharatiya Vidya Bhavan |year=2005 |edition=45th |first=Chakravarti |last=Rajagopalachari |author-link=C. Rajagopalachari |location=Mumbai |isbn=978-81-7276-368-8}}</ref>
 
== Konteks sejarah ==
{{Further|Bharatakhanda}}
Tidak jelas mengenai kapan terjadinya [[Perang Kurukshetra]]. Banyak sejarawan memperkirakan perang ini terjadi pada [[India Zaman Besi|Zaman Besi di India]] pada abad ke-10 SM.<ref>In discussing the dating question, historian A. L. Basham says: "According to the most popular later tradition the Mahabharata War took place in 3102&nbsp;(BCE, which in the light of all evidence, is quite impossible. More reasonable is another tradition, placing it in the 15th century BCE, but this is also several centuries too early in the light of our archaeological knowledge. Probably the war took place around the beginning of the 9th century BCE; such a date seems to fit well with the scanty archaeological remains of the period, and there is some evidence in the Brahmana literature itself to show that it cannot have been much earlier." Basham, p. 40, citing HC Raychaudhuri, ''Political History of Ancient India'', pp.27ff.</ref> Latar wiracarita tersebut memiliki perkiraan historis pada Zaman Besi ([[Periode Weda|Weda]]) di India, yakni saat [[Kerajaan Kuru]] menjadi pusat kekuasaan politik selama kurang lebih 1200 hingga 800 SM.<ref>M Witzel, ''Early Sanskritization: Origin and Development of the Kuru state'', EJVS vol.1 no.4 (1995); also in B. Kölver (ed.), ''Recht, Staat und Verwaltung im klassischen Indien. The state, the Law, and Administration in Classical India'', München, R. Oldenbourg, 1997, p.27-52</ref> Konflik internal dinasti Kuru pada masa itu kemudian menjadi sumber inspirasi ''Jaya'', yang menjadi peletak dasar naskah ''Mahabharata'', dengan klimaksnya berupa perang yang akhirnya dipandang sebagai peristiwa penting.
 
Naskah [[Purana]] menyebutkan genealogi tokoh-tokoh ''Mahabharata''. Bukti keberadaannya pada Purana memiliki dua versi. Versi pertama, ada pernyataan bahwa pengangkatan [[Mahapadma Nanda]] (400-329 SM) terjadi 1.015 (atau 1.050) tahun setelah kelahiran [[Parikesit]] (cucu Arjuna), sehingga Baratayuda diperkirakan terjadi pada 1400 SM.<ref>A.D. Pusalker, ''History and Culture of the Indian People'', Vol I, Chapter XIV, p.273</ref> Namun, tersirat bahwa periode raja-raja memerintah berdasarkan genealogi tersebut sangat singkat.<ref>FE Pargiter, ''Ancient Indian Historical Tradition'', p.180. He shows estimates of the average as 47, 50, 31 and 35 for various versions of the lists.</ref> Versi kedua, adalah analisis genealogis paralel dalam Purana antara masa pemerintahan Adisimakresna (cicit Parikesit) dan [[Mahapadma Nanda]]. Pargiter memperkirakan 26 generasi dengan merata-rata daftar sepuluh dinasti yang berbeda dan, berasumsi 18 tahun masa pemerintahan raja-raja itu. Hasilnya Adisimakresna diperkirakan memerintah pada 850 SM dan Baratayuda kira-kira terjadi pada 950 SM.<ref>Pargiter, ''op.cit.'' p.180-182</ref>
[[Berkas:Painted_Grey_Ware_Culture_(1200-600_BCE).png|jmpl|Peta situs ''[[Painted Grey Ware]]'' (PGW)]]
[[B. B. Lal]] menggunakan pendekatan yang sama, dengan asumsi lebih konservatif terkait masa pemerintahan rata-rata dengan perkiraan hingga 836 SM, dan mengaitkannya dengan bukti arkeologis situs ''[[Painted Grey Ware]]'', yang menjadi keterkaitan kuat antara artefak PGW dan tempat yang disebut dalam wiracarita.<ref>B. B. Lal, ''Mahabharata and Archaeology'' in Gupta and Ramachandran (1976), p.57-58</ref> [[John Keay]] mengonfirmasinya dan memberikan tanggal 950 SM untuk Baratayuda.<ref>{{Cite book|last=Keay|first=John|year=2000|url=https://books.google.com/books?id=3aeQqmcXBhoC|title=India: A History|location=New York City|publisher=Grove Press|isbn=978-0-8021-3797-5|pages=42|authorlink=John Keay}}</ref>
 
Upaya penentuan tanggal menggunakan metode [[arkeoastronomi]] menghasilkan perkiraan antara akhir milenium ke-4 hingga ke-2 SM, bergantung bagian mana yang dipilih dan bagaimana interpretasinya.<ref>Gupta and Ramachandran (1976), p.246, who summarize as follows: "Astronomical calculations favor 15th century BCE as the date of the war while the Puranic data place it in the 10th/9th century BCE. Archaeological evidence points towards the latter." (p.254)</ref> Akhir milenium ke-4 SM ditentukan berdasarkan perhitungan zaman Kaliyuga, berdasarkan konjungsi planet, oleh [[Aryabhata]] (abad ke-6). Tanggal perang Mahabharata menurut Aryabhata, 18 Februari 3102&nbsp;(SM, dikenal luas dalam tradisi India. Sejumlah sumber menandakan ini sebagai menghilangnya [[Kresna]] dari Bumi.<ref>{{Cite web|title=Lord Krishna lived for 125 years &#124; India News - Times of India|url=https://timesofindia.indiatimes.com/india/Lord-Krishna-lived-for-125-years/articleshow/844211.cms|website=The Times of India}}</ref> [[Prasasti Aihole]] dari zaman [[Pulikeshi II]], tertanggal 556 Saka (634 M), mengeklaim bahwa Perang Baratayuda dimulai pada 3.735 tahun lalu, sehingga perang tersebut diperkirakan terjadi pada 3137&nbsp;(SM.<ref>{{cite web|date=19 January 2014|title=5151 years of Gita|url=http://www.mid-day.com/articles/5151-years-of-gita/15033045}}</ref><ref>Gupta and Ramachandran (1976), p.55; AD Pusalker, HCIP, Vol I, p.272</ref> Sejumlah mazhab astronom dan sejarawan tradisional, diwakili oleh Vriddha-Garga, [[Varāhamihira|Varahamihira]] (pengarang [[Brihat-Samhita|''Brhatsamhita'']]), dan [[Kalhana]] (pengarang ''[[Rajatarangini]]''), menyatakan bahwa Baratayuda terjadi 653 tahun setelah zaman Kaliyuga, atau sekitar 2449&nbsp;(SM.<ref>AD Pusalker, ''op.cit.'' p.272</ref>
 
== Pengaruh dalam budaya ==
[[Berkas:Kurukshetra.jpg|jmpl|300px|Ilustrasi pada sebuah naskah bersungging mengenai perang [[Bharatayuddha]] di [[Kurusetra]].]]
Selain berisi cerita kepahlawanan ([[wiracarita]]), Mahabharata juga mengandung nilai-nilai [[Hindu]], [[mitologi]] dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini dianggap suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis dalam [[bahasa Sanskerta]] ini kemudian disalin dalam berbagai bahasa, terutama mengikuti perkembangan peradaban Hindu pada masa lampau di [[Asia]], termasuk di [[Asia Tenggara]].
 
Di [[Indonesia]], salinan berbagai bagian dari Mahabharata, seperti ''[[Adiparwa]]'', ''[[Wirataparwa]]'', ''[[Bhismaparwa]]'' dan mungkin juga beberapa parwa yang lain, diketahui telah digubah dalam bentuk [[prosa]] bahasa [[Kawi]] (Jawa Kuno) semenjak akhir abad ke-10 Masehi. Yakni pada masa pemerintahan raja [[Dharmawangsa Teguh Anantawikrama|Dharmawangsa Teguh]] (991-1016 M) dari Kadiri. Karena sifatnya itu, bentuk prosa ini dikenal juga sebagai sastra parwa.
 
Yang terlebih populer dalam masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita itu dalam bentuk [[kakawin]], yakni puisi lawas dengan [[metrum]] India berbahasa Jawa Kuno. Salah satu yang terkenal ialah ''[[kakawin Arjunawiwaha]]'' (''Arjunawiwāha'', perkawinan Arjuna) gubahan mpu [[Kanwa]]. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini (Zoetmulder, 1984) dipersembahkan untuk raja [[Airlangga]] dari kerajaan Medang Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.
 
Karya sastra lain yang juga terkenal adalah [[Kakawin Bharatayuddha]], yang digubah oleh mpu Sedah dan belakangan diselesaikan oleh mpu Panuluh (Panaluh). Kakawin ini dipersembahkan bagi Prabu [[Jayabhaya]] (1135-1157 M), ditulis pada sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut. Di luar itu, mpu Panuluh juga menulis kakawin ''[[kakawin Hariwangsa|Hariwangśa]]'' pada masa Jayabaya, dan diperkirakan pula menggubah [[kakawin Gatotkacasraya|Gaţotkacāśraya]] pada masa raja [[Kertajaya]] (1194-1222 M) dari Kediri.
 
Beberapa kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya adalah [[kakawin Kresnayana|Kŗşņāyana]] (karya mpu Triguna) dan ''[[kakawin Bhomakawya|Bhomāntaka]]'' (pengarang tak dikenal) keduanya dari zaman kerajaan Kediri, dan ''[[kakawin Parthayajna|Pārthayajña]]'' (mpu Tanakung) di akhir zaman Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-lembar daun [[lontar]] tersebut juga diketahui tersimpan di [[Bali]].
 
Di samping itu, mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di [[Jawa]] dan Bali, mulai dari seni [[patung]] dan seni [[ukir]] (relief) pada [[candi]]-candi, seni [[tari]], seni [[lukis]] hingga seni pertunjukan seperti [[wayang kulit]] dan [[wayang orang]]. Di dalam masa yang lebih belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula oleh pujangga kraton [[Surakarta]] [[Yasadipura]] ke dalam [[bahasa Jawa]] modern pada sekitar abad ke-18.
 
Dalam dunia sastra populer Indonesia, cerita Mahabharata juga disajikan melalui bentuk [[komik]] yang membuat cerita ini dikenal luas di kalangan awam. Salah satu yang terkenal adalah karya dari [[R.A. Kosasih]]. Pada era [[budaya populer]] khususnya di bidang [[televisi|pertelevisian]], kisah ''Mahabharata'' ditayangkan oleh [[STAR Plus]] dan [[antv]] dengan judul ''[[Mahabharat]]''.
 
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
 
== BahanDaftar bacaanpustaka ==
* {{Harvard reference|Surname1 = S Pendit|Given1 = Nyoman|Year = 2003|Title = Mahabharata|Publisher = PT Gramedia Pustaka Utama|ID = ISBN 979-22-0352-4}}.
* {{Harvard reference|Surname1 = Haryanto|Given1 = S.|Year = 1988|Title = Pratiwimba Adiluhung, sejarah dan perkembangan wayang.|Publisher = Jakarta: Penerbit Djambatan, Jakarta.|ID = ISBN}}.
* {{Harvard reference|Surname1 = [[Petrus Josephus Zoetmulder|Zoetmulder P.J.]]|Given1 = |Year = 1983|Title = Kalangwan, sastra Jawa Kuno selayang pandang|Publisher = Penerbit Djambatan|ID = ISBN}}
 
== Pranala luar ==
{{Commonscat|Mahabharata}}
{{wikisourcelang|sa|महाभारतम्|''Mahabharata''}}
* [http://www.mahabharataonline.com/ Kitab Mahabharata menurut versi India] - situs tentang Mahabharata
{{Mahabharata}}{{Karya yang berdasarkan pada Mahabharata}}{{Authority control}}
{{Mahabharata}}
{{Tokoh Mahabharata}}
 
[[Kategori:Mahabharata|Mahabharata ]]
[[Kategori:Sastra Hindu|Mahabharata]]
[[Kategori:Mitologi Hindu|Mahabharata]]
[[Kategori:Wiracarita]]
 
{{Link FA|kn}}
{{Link FA|ml}}
 
[[an:Mahābhārata]]
[[ar:مهابهاراتا]]
[[arz:ماهابهاراتا]]
[[as:মহাভাৰত]]
[[az:Mahabharata]]
[[bat-smg:Mahabharata]]
[[be:Махабхарата]]
[[be-x-old:Магабгарата]]
[[bg:Махабхарата]]
[[bn:মহাভারত]]
[[bo:༼མ་ཧ་བ་ར་ཏ།༽]]
[[bpy:মহাভারত]]
[[br:Mahābhārata]]
[[bs:Mahabharata]]
[[ca:Mahabharata]]
[[cs:Mahábhárata]]
[[cy:Mahabharata]]
[[da:Mahabharata]]
[[de:Mahabharata]]
[[el:Μαχαμπχαράτα]]
[[en:Mahabharata]]
[[eo:Mahabharato]]
[[es:Mahábharata]]
[[et:Mahābhārata]]
[[eu:Mahābhārata]]
[[fa:مهاباراتا]]
[[fi:Mahabharata]]
[[fr:Mahâbhârata]]
[[gl:Mahabharata]]
[[gu:મહાભારત]]
[[he:מהאבהארטה]]
[[hi:महाभारत]]
[[hif:Mahabharata]]
[[hr:Mahabharata]]
[[hu:Mahábhárata]]
[[hy:Մահաբհարաթա]]
[[io:Mahabharata]]
[[is:Mahabarata]]
[[it:Mahābhārata]]
[[ja:マハーバーラタ]]
[[jv:Mahabharata]]
[[ka:მაჰაბჰარატა]]
[[kaa:Maxabxarata]]
[[kk:Махабхарата]]
[[km:រឿងមហាភារតយុទ្ធ]]
[[kn:ಮಹಾಭಾರತ]]
[[ko:마하바라타]]
[[la:Mahabharatum]]
[[lt:Mahabharata]]
[[lv:Mahābhārata]]
[[map-bms:Mahabharata]]
[[mk:Махабхарата]]
[[ml:മഹാഭാരതം]]
[[mn:Махабхарата]]
[[mr:महाभारत]]
[[ms:Mahabharata]]
[[my:မဟာဘာရတ]]
[[ne:महाभारत]]
[[new:महाभारत गा बि स]]
[[nl:Mahabharata]]
[[nn:Mahabharata]]
[[no:Mahabharata]]
[[oc:Mahabharata]]
[[or:ମହାଭାରତ]]
[[pl:Mahabharata]]
[[pnb:مہا بھارت]]
[[pt:Mahabharata]]
[[ro:Mahābhārata]]
[[ru:Махабхарата]]
[[sa:महाभारतम्]]
[[sh:Mahabharata]]
[[simple:Mahabharata]]
[[sk:Mahábhárata]]
[[sl:Mahabharata]]
[[sr:Махабхарата]]
[[su:Mahabarata]]
[[sv:Mahabharata]]
[[sw:Mahabharata]]
[[ta:மகாபாரதம்]]
[[te:మహా భారతము]]
[[th:มหาภารตะ]]
[[tl:Mahabharata]]
[[tr:Mahabharata]]
[[uk:Махабхарата]]
[[ur:مہا بھارت]]
[[vi:Mahabharata]]
[[war:Mahabharata]]
[[yi:מאהאבהאראטא]]
[[zh:摩诃婆罗多]]
[[zh-min-nan:Mahabharata]]