Prasasti Raja Sankhara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(25 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Prasasti Raja Sankhara''' adalah [[prasasti]] yang berasal dari abad ke-8 masehi yang ditemukan di [[Sragen]], [[Jawa Tengah]]. Prasasti ini kini hilang tidak diketahui di mana keberadaannya.<ref name="Bambang Budi Utomo">[{{Cite web |url=http://www.perspektifbaru.com/wawancara/674 |title=Bambang Budi Utomo: Menghargai Cagar Budaya] |access-date=2012-02-02 |archive-date=2020-12-01 |archive-url=https://web.archive.org/web/20201201221508/http://www.perspektifbaru.com/wawancara/674 |dead-url=yes }}</ref> Prasasti ini pernah disimpan oleh museum pribadi, [[Museum Adam Malik]], namuntetapi diduga ketika museum ini ditutup dan bangkrut pada tahun 2005 atau 2006, koleksi-koleksi museum ini dijual begitu saja tanpa sepengetahuan pemerintah dan Direktorat Permuseuman, termasuk prasasti ini. Foto prasasti ini ditampilkan di buku Sejarah Nasional jilid 2.
 
=== Asal Usul ===
 
Prasasti Sankhara sebenarnya ditulis di atas dua batu. Namun batu pertama yang memuat permulaan prasasti belum ditemukan.Dengan demikian tidak diketahui dengan pasti kapan prasasti itu dikeluarkan. Dari segi paleografi (ilmu yang mempelajari perbandingan huruf), diperkirakan Prasasti Sankhara berasal dari pertengahan abad ke-8 Masehi.
 
Melihat bagian belakang prasasti yang tidak rata dan ada bagian yang merupakan tonjolan, diduga kuat dulu prasasti ini ditempatkan dalam sebuah bangunan.
 
== Isi prasasti ==
 
Dalam prasasti itu disebutkan seorang tokoh bernama Raja Sankhara berpindah agama karena agama Siwa yang dianut adalah agama yang ditakuti banyak orang. Raja Sankhara pindah agama ke Buddha karena di situ disebutkan sebagai agama yang welas asih. Ayah Raja Sankhara, [[raja Sanjaya]], wafat karena sakit selama 8 hari. Anaknya yang bernama Sankhara karena takut akan ‘Sang Guru’ yang tidak benar, kemudian meninggalkan agama Siwa, menjadi pemeluk agama Buddha Mahayana, dan memindahkan pusat kerajaannya ke arah timur.<ref>Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (1984:109)</ref>
1. twam widitwā swakam api dadataḥ saṭsuwarnaṃ vyayā rtham dharmyaṃ
yan māttha vakyan tad iha sa karavāniti kṛtvā pratijnaṃ prityā
pratyagrahit tad gatakapatmanās tātadattam pṛahsṭaḥ aitvā
 
2. tuṣṭo pi śṛnvan vacanam iti gurus satyabhāvaṃ vijānan kālenai
vācirena glapitatanuvalas tivradāhajvarena duḥkḥaṃ so sto
dināni jvarakṛtam avaśas sodavān svarggato ait tāte yaś ca prana
ṣṭe punar api vimanā dhairyya ruddhāśrunetraḥ
 
3. so yan tyaktānya bhaktir jagadasivaharāc chaṃkarāc chaṃkarākhyaḥ*dhātuḥ putryāḥ pra
sādan tuṭivad anutamaṃ svalpapunyo dhigamya sancintyātma
pratijnam anrtagurubhayas satyatān netum icchan prāsādaṃ svā
tmabuddes susadṛsam akarot sarddham ebhih pravandhaiḥ
śreyo mokṣan na param adhikan kathyate jnanavidohir mokṣā
s so pi vratibhir anaghair labhyate jnanahetoḥ tac ca jna
naṃ vratibhir amalaṃ labhyate yat praśādād dhātuh putri janaya
tutarāṃ vanditā -ah kavitvam
 
4. iha sudṛdayaśostu bhiksu
saṃghaḥ kulapatir agryasukhi cinotu dharmam jagad apaga
damāyi dasyu rakṣanṛpatir arātir ihāciraṃ sa jivyāt
 
Terjemahan sementara
 
{{cquote| ''... Setelah mengetahui....(?), ia memberi untuk dikeluarkan juga "emas yang enam" kepunyaannya sendiri; setelah berjanji "saya harus mengerjakan kata-kata yang benar yang telah dikatakan kepada saya itu" Ia menerima dengan senang hati apa yang telah diberikan oleh ayahnya, dengan hati yang bersih dari pikiran-pikiran yang jahat. Sang guru pergi dengan puas, mendengar perkataan itu, (karena) mengetahui sifatnya yang benar. dalam waktu yang lama karena sakit panas, badannya lemah, lemas dan kehabisan tenaga, setelah menderita karena sakit panas dengan sedih selama delapan hari, ia masuk surga Dan ia, setelah ayahnya meninggal, lagi-lagi tidak sadarkan diri, (sambil) dengan ketabahan hati membendung air mata di matanya. Ia, yang bernama Sankara, setelah meninggalkan kebaktian kepada (dewa) yang lain, dari Sankara yang melenyapkan ketidaktentraman di dunia,(dan) dari Putri Dhatr (?), menjadi puas, setelah menyadari jasanya sendiri yang sedikit, yang tidak berarti sebagai buah cardamom yang kecil,setelah merenungkan janjinya sendiri, karena takut akan gurunya yang tidak benar, bermaksud hendak melaksanakannya,Dengan kemauannya sendiri ia membuat prasada (candi) yang indah disertai dengan syair ini.Tiada kebahagiaan yang lebih tinggi daripada moksa, demikian dikatakan oleh mereka yang tahu akan jnana (kennis (pengetahuan)) moksa diperoleh oleh para vratin yang suci berdasarkan ilmunya, semoga Putri Dhatri, yang dipuja-puja, dengan perkenan siapa ilmu yang suci itu diperoleh oleh para vratin, amat memperkembangkan 'kesusasteraan'. Semoga samgha para Bhiksu tetap teguh berjasa, semoga kulapati dengan kebahagiaan tertinggi mengumpulkan kebajikan (dharma),semoga musuh, raja pelindung para Dasyu, yang merupakan bukan rintangan (?) di dunia ini, tidak panjang hidupnya...''}}
 
Dalam prasasti itu disebutkan seorang tokoh bernama Raja Sankhara berpindah agama karena agama Siwa yang dianut adalah agama yang ditakuti banyak orang. Raja Sankhara pindah agama ke Buddha karena di situ disebutkan sebagai agama yang welas asih. AyahSebelumnya disebutkan ayah Raja Sankhara, [[raja Sanjaya]], wafat karena sakit selama 8 hari. Anaknya yangKarena bernamaitulah Sankhara karena takut akan ‘Sang Guru’ yang tidak benar, kemudian meninggalkan agama Siwa, menjadi pemeluk agama Buddha Mahayana, dan memindahkan pusat kerajaannya ke arah timur.<ref>Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (1984:109)</ref>
 
== Penafsiran ==
Di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia disebutkan bahwa raja Sankhara disamakan dengan [[Rakai Panangkaran]]., Olehsedangkan [[Poerbatjaraka]]ayah PanamkaranRaja disamakanSankhara dengan Panarabanyang dalam [[Carita Parahyangan]]. Isi prasasti Raja Sankhara ini secaratidak garisdisebutkan besarnamanya, sesuai benardisamakan dengan kisah[[raja dalamSanjaya]]. Carita Parahyangan di mana disebutkanDitafsirkan bahwa Rajaraja Sanjaya menyuruhmenjalankan anaknyaritual Rakaiyang Panarabansangat (Rakaiberat Temperan)atas untuksaran berpindahsang agamaguru, karenaresi agamabrahmana yangpemuja dianutnyaSiwa. ditakutiAkibat olehritual semuaini orang.dalam Menurut8 Poerbatjaraka,hari raja Sanjaya dansakit keturunannyakeras ituyang ialahberakibat raja-rajapada darikematiannya. [[wangsa Sailendra]]Putranya, asliRakai Nusantara,Panangkaran yang semulakhawatir menganutakan agamaajaran guru Siwa, tetapiyang sejakdianggapnya Panamkarantidak benar ini, kemudian berpindah agamakeyakinan menjadi penganut agama Buddha Mahayana.<ref>Poerbatjaraka (1975:25-38)</ref>
 
Oleh [[Poerbatjaraka]] Panangkaran disamakan dengan Panaraban dalam [[Carita Parahyangan]]. Isi prasasti Raja Sankhara ini secara garis besar sesuai benar dengan kisah dalam Carita Parahyangan di mana disebutkan bahwa Raja Sanjaya menyuruh anaknya Rakai Panaraban (Rakai Tamperan) untuk berpindah agama, karena agama Siwa yang dianutnya ditakuti oleh semua orang. Menurut Poerbatjaraka, Sanjaya dan keturunannya itu ialah raja-raja dari [[wangsa Sailendra]], asli Nusantara, yang semula menganut agama Siwa, tetapi sejak Panangkaran berpindah agama menjadi penganut agama Buddha Mahayana.<ref>Poerbatjaraka (1975:25-38)</ref>
 
Namun pendapat berbeda di kemukakan oleh [[Arlo Griffiths]], menurutnya Sankhara bukanlah raja, tapi kemungkinan adalah rohaniawan yg memelihara tempat ibadah atau bangunan suci, yang menuliskan sajak, syair, atau ajaran dan nasihat pada tempat ibadah. Griffiths berpendapat Prasasti Sankhara merupakan prasasti non kerajaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan kerajaan maupun dengan [[wangsa sailendra]].
Isi prasasti Raja Sankhara juga sesuai dengan [[Prasasti Sojomerto]] yang kini disimpan di lokasi penemuannya di [[Pekalongan]] menyebutkan tentang Dapunta Sailendra yang dianggap sebagai cikal bakalnya dinasti Sailendra. Baik prasasti Sojomerto ataupun prasasti Raja Sankhara, ditambah penafsiran atas naskah Carita Parahyangan, mendukung teori bahwa Sailendra adalah wangsa tunggal yang merupakan keluarga penguasa asli Nusantara yang menggunakan bahasa Melayu kuno sebagai bahasa seharí-harinya seperti tertulis dalam prasasti-prasasti Sailendra. Temuan-temuan ini sekaligus membantah teori populer mengenai dua wangsa beda agama; wangsa Sailendra yang Buddha dan [[wangsa Sanjaya]] yang Hindu,<ref name="Bambang Budi Utomo"/> yang diajukan Bosch dan de Casparis. Karena menurut prasasti Sojomerto dan Raja Sankhara, Sanjaya dan keturunannya adalah anggota wangsa Sailendra, dan wangsa ini sebelumnya adalah pemuja Siwa, sebelum akhirnya Panangkaran berpindah keyakinan menjadi Buddha Mahayana.
 
== Lihat juga ==
* [[Prasasti Sojomerto]]
* [[Prasasti Canggal]]
 
== Referensi ==
{{Reflist|2}}
 
[[Kategori:Prasasti di IndonesiaJawa Tengah|Raja Sankhara]]
[[Kategori:Kabupaten Sragen]]