Warna (Hindu): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ~
 
(53 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''''Warna''''' ({{lang-sa|वर्ण|varṇa}}), dalam konteks [[agama Hindu]],<ref name="Doniger 1999 186"/> mengacu pada kelas sosial dalam hirarki<ref>{{cite book |last1=Tenhunen |first1=Sirpa |last2=Säävälä |first2=Minna |title=An Introduction to Changing India: Culture, Politics and Development |date=2012 |publisher=Anthem Press |isbn=978-0-85728-805-9 |page=34 |url=https://books.google.com/books?id=6hIHJEJxnVcC |access-date=20 August 2022 |language=en}}</ref> [[Kasta|sistem kasta]].<ref>{{Cite q |Q108732338 |url=https://www.hindutvaharassmentfieldmanual.org/glossary#varna |chapter=Glossary |access-date=2021-09-28}}</ref><ref>{{Cite Q |Q55879169 |title=varṇa (‘ class’, lit. ‘ colour’) |url=https://www.oxfordreference.com/view/10.1093/acref/9780198610250.001.0001/acref-9780198610250-e-2620 |last=Johnson |first=W. J. |isbn=9780198610250}}{{ODNBsub}}</ref> Ideologi dilambangkan dalam teks-teks seperti ''[[Manusmerti]]'',<ref name="Doniger 1999 186"/><ref name="Monier-Williams 2005 924"/><ref name="Malik 2005 p.48"/> yang menjelaskan dan mengurutkan empat ''Warna'', dan menentukan pekerjaan dan tugas mereka, atau ''[[Dharma]]''.<ref name="Doniger 1999 186">{{cite book |last=Doniger |first=Wendy |title=Merriam-Webster's encyclopedia of world religions|url=https://archive.org/details/isbn_9780877790440 |url-access=registration | publisher=Merriam-Webster |location=Springfield, MA, USA |year=1999 |isbn=978-0-87779-044-0 |page=[https://archive.org/details/isbn_9780877790440/page/186 186]}}</ref><ref>{{cite book |last=Ingold |first=Tim |title=Companion Encyclopedia of Anthropology |publisher=Routledge |location=London New York |year=1994 |isbn=978-0-415-28604-6 |page=1026}}</ref>
{{Hindu}}
*''[[Brahmana]]'': sarjana [[Weda]] atau [[pendeta]] atau guru.
Dalam [[agama Hindu]], istilah [[Kasta]] disebut dengan '''Warna''' ([[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: वर्ण; ''varṇa''). Akar kata Warna berasal dari [[bahasa Sanskerta]] ''vrn'' yang berarti "memilih (sebuah kelompok)". Dalam ajaran agama Hindu, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir dalam keluarga [[Sudra]] (budak) ataupun [[Waisya]] (pedagang), apabila ia menekuni bidang kerohanian sehingga menjadi [[pendeta]], maka ia berhak menyandang status [[Brahmana]] ([[rohaniwan]]). Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu<ref>"Manawa Dharmasastra".</ref>.
*''[[Kesatria]]'': administrator atau penguasa atau [[prajurit]].
*''[[Waisya]]'': [[petani]] atau [[pedagang]].<ref name="Kumar2002">{{cite book|last=Kumar|first=Arun|url=https://books.google.com/books?id=fhWZNMlzHewC&pg=PA411|title=Encyclopaedia of Teaching of Agriculture|publisher=Anmol Publications|year=2002|isbn=978-81-261-1316-3|page=411}}{{Pranala mati|date=Maret 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
*''[[Sudra]]'': pengrajin atau [[buruh]] atau penyedia jasa.
 
Komunitas yang termasuk dalam salah satu dari empat ''Warna'' atau kelas disebut S''awarna'' Hindu. [[Dalit]] dan [[Etnisitas|suku]] yang tidak termasuk dalam warna mana pun disebut ''Awarna''.<ref>{{cite book |title=The Hindu Sociology |page=92 |publisher=Surabhi Publications |year=2011 |author=DR Jatava |isbn=9788186599396 |url=https://books.google.com/books?id=AF7XAAAAMAAJ}}</ref><ref>Chandra, Bipan (1989. [https://books.google.com/books?id=UUn_FQ_I5voC&pg=PA231 ''India's Struggle for Independence, 1857-1947''], pp. 230-231. Penguin Books India</ref><ref>Yājñika, Acyuta and Sheth, Suchitra (2005). [https://books.google.com/books?id=wmKIiAPgnF0C&pg=PA260 ''The Shaping of Modern Gujarat: Plurality, Hindutva, and Beyond''], p. 260. Penguin Books India</ref>
Dalam tradisi [[Hindu]], Jika seseorang ahli dalam bidang kerohanian maka ia menyandang status Brāhmana. Jika seseorang ahli atau menekuni bidang administrasi pemerintahan ataupun menyandang gelar sebagai pegawai atau prajurit negara, maka ia menyandang status [[Ksatriya]]. Apabila seseorang ahli dalam perdagangan, pertanian, serta profesi lainnya yang berhubungan dengan niaga, uang dan harta benda, maka ia menyandang status [[Waisya]]. Apabila seseorang menekuni profesi sebagai pembantu dari ketiga status tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya), maka ia menyandang gelar sebagai [[Sudra]].
 
Pembagian segi empat ini merupakan bentuk [[Stratifikasi sosial|stratifikasi]] sosial, cukup berbeda dengan sistem yang lebih bernuansa ''Jāti'' yang sesuai dengan istilah [[Eropa]] "[[kasta]]".<ref>{{cite book|first=Mark |last=Juergensmeyer |author-link=Mark Juergensmeyer |title=The Oxford Handbook of Global Religions|url=https://books.google.com/books?id=SwXz4uFWiRgC&pg=PA54 |year=2006 |publisher=Oxford University Press, USA |isbn=978-0-19-972761-2 |page=54}}</ref>
== Warna yang utama ==
=== Brahmana ===
 
Sistem ''Warna'' dibahas dalam teks-teks Hindu, dan dipahami sebagai panggilan manusia yang diidealkan.<ref>{{harvp |Bayly, Caste, Society and Politics |2001|p=8}}</ref><ref name="Thapar">{{citation |title=Early India: From the Origins to AD 1300 |first=Romila |last=Thapar |author-link=Romila Thapar |publisher=University of California Press |year=2004 |isbn=978-0-520-24225-8 |page=[https://archive.org/details/earlyindiafromor00thap/page/63 63] |url=https://archive.org/details/earlyindiafromor00thap/page/63 }}</ref> Konsep ini secara umum ditelusuri pada ayat ''Purusha Sukta'' dari [[Regweda]].
[[Brahmana]] merupakan golongan [[pendeta]] dan [[rohaniwan]] dalam suatu masyarakat, sehingga golongan tersebut merupakan golongan yang paling dihormati. Dalam ajaran Warna, Seseorang dikatakan menyandang gelar Brahmana karena keahliannya dalam bidang pengetahuan keagamaan. Jadi, status sebagai Brahmana tidak dapat diperoleh sejak lahir. Status Brahmana diperoleh dengan menekuni ajaran [[agama]] sampai seseorang layak dan diakui sebagai rohaniwan.
 
Pendapat tentang sistem ''Warna'' dalam ''[[Manusmerti]]'' sering dikutip.<ref>{{cite book |author=David Lorenzen |author-link=David Lorenzen |title=Who invented Hinduism: Essays on religion in history |publisher=Yoda Press |year=2006 |isbn=978-81-902272-6-1 |pages=147–149}}</ref> Berlawanan dengan klasifikasi tekstual ini, banyak teks dan [[doktrin]] Hindu mempertanyakan dan tidak setuju dengan sistem klasifikasi sosial ''Warna''.<ref>{{harvp|Bayly, Caste, Society and Politics|2001|p=9}}</ref>
=== Ksatriya ===
 
== Etimologi dan asal muasal ==
[[Ksatriya]] merupakan golongan para bangsawan yang menekuni bidang pemerintahan atau administrasi negara. Ksatriya juga merupakan golongan para kesatria ataupun para [[monarki|Raja]] yang ahli dalam bidang [[militer]] dan mahir menggunakan [[senjata]]. Kewajiban golongan Ksatriya adalah melindungi golongan [[Brahmana]], [[Waisya]], dan [[Sudra]]. Apabila golongan Ksatriya melakukan kewajibannya dengan baik, maka mereka mendapat balas jasa secara tidak langsung dari golongan Brāhmana, Waisya, dan Sudra.
Istilah ''Warna'' berasal dari akar kata [[bahasa Sanskerta]] yaitu ''{{IAST|[[:wikt:वृणोति|varṇa]]}}'', artinya "menutupi, menyelubungi, menghitung, mengklasifikasikan mempertimbangkan, menggambarkan atau memilih".<ref>Krishna Charitra by [[Bankim Chandra Chattopadhyay]]. V&S Publishers</ref>
 
Kata tersebut muncul dalam ''[[Regweda]]'', yang berarti "warna, penampilan luar, bagian luar, bentuk, figur atau bentuk".<ref name="Monier-Williams 2005 924">{{cite book |url=https://books.google.com/books?id=zUezTfym7CAC&pg=PA924 |page=924 |title=A Sanskrit-English Dictionary: Etymologically and Philologically Arranged with Special Reference to Cognate Indo-European Languages |first=Monier |last=Monier-Williams |author-link=Monier-Williams |edition=Reprinted |publisher=Motilal Banarsidass |year=2005 |orig-year=1899 |isbn=978-81-208-3105-6}}</ref> Kata ini juga bermaksud "warna, tinta, pewarna atau pigmen" di cerita ''[[Mahabharata]]''.<ref name="Monier-Williams 2005 924"/> ''Warna'' secara kontekstual berarti "warna, ras, suku, spesies, jenis, jenis, sifat, karakter, kualitas, properti" dari suatu objek atau orang dalam beberapa teks [[Weda]] dan [[Abad Pertengahan|abad pertengahan]].<ref name="Monier-Williams 2005 924"/> ''Warna'' mengacu pada empat kelas sosial di ''[[Manusmerti]]''.<ref name="Monier-Williams 2005 924"/><ref name="Malik 2005 p.48">{{cite book |last=Malik |first=Jamal |title=Religious Pluralism in South Asia and Europe |publisher=Oxford University Press |location=Oxford UK |year=2005 |isbn=978-0-19-566975-6 |page=48}}</ref>
=== Waisya ===
 
== Weda ==
[[Waisya]] merupakan golongan para [[pedagang]], [[petani]], [[nelayan]], dan profesi lainnya yang termasuk bidang perniagaan atau pekerjaan yang menangani segala sesuatu yang bersifat [[material]], seperti misalnya [[makanan]], [[pakaian]], harta benda, dan sebagainya. Kewajiban mereka adalah memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra.
Sejarah paling awal untuk pembagian kasta menjadi empat kelas sosial (tanpa menggunakan istilah ''Warna'') muncul di ''[[Regweda]]'' pada akhir ''[[Purusa|Purusha Sukta]]'' ([[Mandala|Man. 10]] bab 90; 11–12), yang memiliki kelas ''[[Brahmana]]'', ''Rajanya'' (bukan ''[[Kesatria]]''), ''[[Waisya]]'', dan ''[[Sudra]]'' yang masing-masing membentuk mulut, lengan, paha, dan kaki pada pengorbanan ''Purusha [[Primordialisme|primordial]]'':<ref name=Basham>{{cite book |title=The Origin and Development of Classical Hinduism |first=Arthur Llewellyn |last=Basham |author-link=Arthur Basham |edition=Reprinted |publisher=Oxford University Press |year=1989 |isbn=978-0-19-507349-2 |url=https://books.google.com/books?id=2aqgTYlhLikC |page=25}}</ref>
 
{{poemquote|11. Ketika mereka membagi ''[[Purusa|Purusha]]'', berapa bagian yang mereka buat?
=== Sudra ===
Apa yang mereka sebut mulutnya, lengannya? Apa yang mereka sebut paha dan kakinya?
12. ''[[Brahmana]]'' adalah mulutnya, dari kedua tangannya dibuat ''Rajanya''.
Pahanya menjadi ''[[Waisya]]'', dari kakinya dihasilkan ''[[Sudra]]''.<ref name=Basham/>}}
 
Beberapa ahli [[indologi]] modern percaya ''[[Purusa|Purusha Suktam]]'' menjadi tambahan kemudian, mungkin sebagai [[mitos]] piagam.<ref name="Jamison 2014 57–58">{{cite book |last=Jamison| first=Stephanie |title=The Rigveda: The earliest religious poetry of India |publisher=Oxford University Press |year=2014 |isbn=978-0-19-937018-4 |pages=57–58|display-authors=etal}}</ref> Stephanie Jamison dan Joel Brereton, seorang profesor studi [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]] dan agama, menyatakan, "tidak ada bukti dalam ''[[Regweda]]'' untuk [[Kasta|sistem kasta]] yang rumit, terbagi-bagi, dan menyeluruh", dan "sistem ''Warna'' tampaknya merupakan embrionik dalam ''Regweda'' dan, baik kemudian maupun sesudahnya, merupakan cita-cita sosial daripada realitas sosial."<ref name="Jamison 2014 57–58"/>
[[Sudra]] merupakan golongan para pelayan yang membantu golongan [[Brāhmana]], [[Kshatriya]], dan [[Waisya]] agar pekerjaan mereka dapat terpenuhi. Dalam [[filsafat Hindu]], tanpa adanya golongan Sudra, maka kewajiban ketiga kasta tidak dapat terwujud. Jadi dengan adanya golongan Sudra, maka ketiga kasta dapat melaksanakan kewajibannya secara seimbang dan saling memberikan kontribusi.
 
Ram Sharan Sharma menyatakan bahwa:
== Sistem kerja ==
{{poemquote|Masyarakat ''[[Regweda]]'' tidak diorganisir atas dasar pembagian kasta sosial atau perbedaan kekayaan.&nbsp; Itu terutama diatur atas dasar kerabat, [[Etnisitas|suku bangsa]] dan garis keturunan''.<ref>{{harvp|Sharma, Śūdras in Ancient India|1990|p=10}}</ref>}}
 
Pada periode pasca-[[Weda]], pembagian ''warna'' dijelaskan dalam literatur ''[[Dharmasastra]]'', ''[[Mahabharata]]'' dan ''[[Purana]]''.<ref name="Hiltebeitel 2011 529–531">{{harvp|Hiltebeitel, Dharma|2011|pp=529–531}}</ref>
Caturwarna menekan seseorang agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Golongan [[Brahmana]] diwajibkan untuk memberi pengetahuan rohani kepada golongan Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Golongan [[Ksatriya]] diwajibkan agar melindungi golongan Brahmana, Waisya, dan Sudra. Golongan [[Waisya]] diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan material golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra. Sedangkan golongan [[Sudra]] diwajibkan untuk membantu golongan Brahmana, Ksatriya, dan Waisya agar kewajiban mereka dapat dipenuhi dengan lebih baik.
 
== Dharmasastra ==
Keempat golongan tersebut ([[Brahmana]], [[Ksatriya]], [[Waisya]], [[Sudra]]) saling membantu dan saling memenuhi jika mereka mampu melaksanakan kewajibannya dengan baik. Dalam sistem Caturwarna, ketentuan mengenai hak tidak diuraikan karena hak diperoleh secara otomatis. Hak tidak akan dapat diperoleh apabila keempat golongan tidak dapat bekerja sama. Keempat golongan sangat dianjurkan untuk saling membantu agar mereka dapat memperoleh hak. Dalam sistem Caturwarna terjadi suatu siklus "memberi dan diberi" jika keempat golongan saling memenuhi kewajibannya.
Sistem ''Warna'' dibahas secara luas dalam ''[[Dharmasastra]]''.<ref name="Olivelle 1998 189–216">{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|1998|pp=189–216}}</ref> Sistem ''Warna'' dalam ''Dharmasastra'' membagi masyarakat menjadi empat ''Warna'' (''[[Brahmana]]'', ''[[Kesatria]]'', ''[[Waisya]]'', dan ''[[Sudra]]''). Mereka yang tersingkir dari sistem ini karena dosa mereka yang berat dikucilkan sebagai ''orang buangan'' (tak tersentuh) dan dianggap di luar sistem ''Warna''.<ref>{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|1998|pp=199–216}}</ref><ref>{{citation |last=Bayly |first=Susan |title=Caste, Society and Politics in India from the Eighteenth Century to the Modern Age |publisher=Cambridge University Press |year=2001 |isbn=978-0-521-26434-1 |pages=9–11}}</ref> [[Orang barbar]] dan mereka yang tidak benar atau tidak etis juga dianggap ''orang buangan''.<ref>{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|1998|pp=199–203}}</ref>
 
Kesarjanaan baru-baru ini menunjukkan bahwa diskusi tentang ''Warna'' serta orang-orang buangan yang tak tersentuh dalam teks-teks ini tidak mirip dengan [[Kasta|sistem kasta]] era modern di [[India]]. Patrick Olivelle, seorang profesor agama [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]] dan [[India]] dan dikreditkan dengan terjemahan modern dari literatur [[Weda]], ''Dharmasutra'' dan ''[[Dharmasastra]]'', menyatakan bahwa teks-teks India kuno dan abad pertengahan tidak mendukung ritual pencemaran, kemurnian-ketidakmurnian sebagai dasar sistem ''Warna''.<ref name="Olivelle 2008 240–241">{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|2008|pp=240–241}}</ref> Menurut Olivelle, kemurnian-ketidakmurnian dibahas dalam teks-teks ''Dharmasastra'', tetapi hanya dalam konteks moral individu, polusi ritual dan biologis (makan jenis makanan tertentu seperti daging, [[buang air kecil]] dan [[buang air besar]]).<ref name="Olivelle 1998 189–216"/>
Karena status seseorang tidak didapat semenjak lahir, maka statusnya dapat diubah. Hal tersebut terjadi jika seseorang tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana status yang disandangnya. Seseorang yang lahir dalam keluarga [[Brāhmana]] dapat menjadi seorang [[Sudra]] jika orang tersebut tidak memiliki wawasan rohani yang luas, dan juga tidak layak sebagai seorang pendeta. Begitu pula seseorang yang lahir dalam golongan [[Sudra]] dapat menjadi seorang [[Brāhmana]] karena memiliki pengetahuan luas di bidang kerohanian dan layak untuk menjadi seorang [[pendeta]].
 
Dalam ulasannya tentang ''Dharmasastra'', Olivelle menulis,
== Penyimpangan ==
{{poemquote|Kita tidak melihat contoh ketika istilah murni/kotor digunakan sehubungan dengan sekelompok individu sistem ''Warna'' atau [[kasta]].<ref name="Olivelle 2008 240–241" /> Satu-satunya penyebutan [[Najis|kenajisan]] dalam teks [[Sastra]] dari [[milenium]] pertama adalah tentang orang-orang yang melakukan dosa berat dan dengan demikian jatuh dari ''Warna'' mereka.}} Olivelle juga menyebutkan orang yang jatuh dan tidak murni, menyatakan bahwa mereka dikucilkan.<ref>{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|2008|p=240}}</ref>
 
Olivelle menambahkan bahwa fokus utama dalam hal-hal yang berkaitan dengan kemurnian/kekotoran dalam teks-teks ''Dharmasastra'' berkaitan dengan "individu terlepas dari afiliasi ''Warna'' (kasta) mereka".<ref>{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|2008|pp=240–245}}</ref>
Banyak orang yang menganggap Caturwarna sama dengan [[Kasta]] yang memberikan seseorang sebuah status dalam masyarakat semenjak ia lahir. Namun dalam kenyataannya, status dalam sistem Warna didapat setelah seseorang menekuni suatu bidang/profesi tertentu. Sistem Warna juga dianggap membeda-bedakan kedudukan seseorang. Namun dalam ajarannya, sistem Warna menginginkan agar seseorang melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya.
 
Olivelle menyatakan:
Kadangkala seseorang lahir dalam keluarga yang memiliki status sosial yang tinggi dan membuat anaknya lebih bangga dengan status sosial daripada pelaksanaan kewajibannya. Sistem Warna mengajarkan seseorang agar tidak membanggakan ataupun memikirkan status sosialnya, melainkan diharapkan mereka melakukan kewajiban sesuai dengan status yang disandang karena status tersebut tidak didapat sejak lahir, melainkan berdasarkan keahlian mereka. Jadi, mereka dituntut untuk lebih bertanggung jawab dengan status yang disandang daripada membanggakannya.
{{quote|Dumont benar dalam penilaiannya bahwa ideologi ''Warna'' tidak didasarkan pada kemurnian. Jika demikian, kita akan menemukan setidaknya beberapa komentar tentang kemurnian dan ketidakmurnian relatif dari berbagai ''Warna''. Yang lebih penting lagi adalah bahwa ideologi kemurnian dan ketidakmurnian yang muncul dari literatur ''[[Dharmasastra]]'' berkaitan dengan individu dan bukan dengan kelompok, dengan pemurnian dan bukan dengan kemurnian, kemudian memberikan sedikit dukungan pada teori yang menjadikan kemurnian relatif sebagai dasar stratifikasi sosial.<ref>{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|2008|p=210}}</ref>}}
 
Tiga yang pertama<ref>{{cite book|first=Mark |last=Juergensmeyer |author-link=Mark Juergensmeyer |title=The Oxford Handbook of Global Religions|url=https://books.google.com/books?id=SwXz4uFWiRgC&pg=PA27 |year=2006 |publisher=Oxford University Press, USA |isbn=978-0-19-972761-2 |page=27}}</ref> ''Warna'' dijelaskan dalam ''[[Dharmasastra]]'' sebagai "dua kali lahir" dan mereka diizinkan untuk mempelajari [[Weda]]. Pembatasan tentang siapa yang dapat mempelajari Weda tidak ditemukan dalam literatur zaman Weda.
Di [[Indonesia]] (khususnya di [[Bali]]) sendiri pun terjadi kesalahpahaman terhadap sistem Catur Warna. Catur Warna harus secara tegas dipisahkan dari pengertian kasta. Pandangan tersebut dikemukakan oleh Drs. I Gusti Agung Gde Putera, waktu itu Dekan Fakultas Agama dan Kebudayaan Institut Hindu Dharma Denpasar pada rapat Desa Adat se-kabupaten Badung tahun 1974. Gde Putera yang kini Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama mengemukakan<ref>Sebuah Kutipan dari buku "Kasta dalam Hindu – kesalahpahaman berabad-abad". Oleh: Ketut Wiana dan Raka Santeri</ref>:
{{cquote|Kasta-kasta dengan segala macam ''titel''-nya yang kita jumpai sekarang di Bali adalah suatu anugerah kehormatan yang diberikan oleh Dalem (Penguasa daerah Bali), oleh karena jasa-jasa dan kedudukannya dalam bidang pemerintahan atau negara maupun di masyarakat. Dan hal ini diwarisi secara turun temurun oleh anak cucunya yang dianggap sebagai hak, walaupun ia tidak lagi memegang jabatan itu. Marilah jangan dicampur-adukkan soal titel ini dengan agama, karena titel ini adalah persoalan masyarakat, persoalan jasa, persoalan jabatan yang dianugerahkan oleh raja pada zaman dahulu. Dalam agama, bukan kasta yang dikenal, melainkan "warna" dimana ada empat warna atau Caturwarna yang membagi manusia atas tugas-tugas (fungsi) yang sesuai dengan bakatnya. Pembagian empat warna ini ada sepanjang zaman.}}
 
''[[Manusmerti]]'' menugaskan pemeliharaan ternak sebagai pekerjaan ''[[Waisya]]'' tetapi bukti sejarah menunjukkan bahwa para ''[[Brahmana]]'', ''[[Kesatria]]'', dan ''[[Sudra]]'' juga memiliki dan memelihara ternak dan bahwa kekayaan ternak adalah andalan rumah tangga mereka. Ramnarayan Rawat, seorang profesor sejarah dan berspesialisasi dalam pengucilan sosial di [[anak benua India]], menyatakan bahwa catatan Inggris abad ke-19 menunjukkan bahwa Chamars, terdaftar sebagai tak tersentuh, juga memiliki tanah dan ternak dan aktif bertani.<ref>{{cite book |last=Rawat |first=Ramnarayan |title=Reconsidering untouchability : Chamars and Dalit history in North India |publisher=Indiana University Press |location=Bloomington |year=2011 |isbn=978-0-253-22262-6 |pages=53–63}}</ref> Kaisar dari [[Kosala]] dan pangeran Kasi adalah contoh lainnya.<ref name="Kumar2002" />
Menurut I Gusti Agung Gede Putera, kebanggaan terhadap sebuah gelar walaupun jabatan tersebut sudah tidak dipegang lagi merupakan kesalahpahaman masyarakat Bali turun-temurun. Menurutnya, agama Hindu tidak pernah mengajarkan sistem kasta melainkan yang dipakai adalah sistem Warna.
 
Tim Ingold, seorang [[Antropologi|antropolog]], menulis bahwa ''[[Manusmerti]]'' adalah komentar yang sangat skematis pada sistem ''Warna'', tetapi juga memberikan "model daripada deskripsi".<ref>{{cite book |last=Ingold |first=Tim |title=Companion Encyclopedia of Anthropology |publisher=Routledge |year=1994 |isbn=978-0-415-28604-6 |page=1026}}</ref> Susan Bayly menyatakan bahwa ''Manusmerti'' dan kitab suci lainnya membantu mengangkat [[Brahmana]] dalam hierarki sosial, kemudian ini adalah faktor dalam pembuatan sistem ''warna'', tetapi teks-teks kuno dalam beberapa hal tidak "menciptakan fenomena kasta" di [[India]].<ref>{{citation |last=Bayly |first=Susan |title=Caste, Society and Politics in India from the Eighteenth Century to the Modern Age |publisher=Cambridge University Press |year=2001 |isbn=978-0-521-26434-1 |page=29}}</ref>
== Catatan ==
Catur warna tidak sama dengan empat kasta,Kalau kita amati sejarah Hindu baik zaman Mahabarata maupun sampai Majapahit, Agama Hindu tidak mengenal istilah kasta,yang ada adalah Catur Warna. Bukti-bukti bahwa kasta yang kaku tidak pernah ada dalam Masyarakat Hindu zaman Mahabarata misalnya : Bambang Ekalaya, seorang rakyat biasa, bukan ksatrya bisa menjadi Ksatrya. Radeya, anak kusir kereta(sudra) bisa menjadi adipati(ksatrya) dengan proses belajar. Kresna,anak gembala sapi(Wesya),bisa menjadi Raja, Krisna juga disebut Govinda/Gopala yang artinya anak gembala sapi. Narada Muni, anak seorang pembantu rumah tangga/babu(sudra) bisa menjadi Brahmana, bahkan Narada diangkat menjadi penghulu di sorga dengan sebutan Betara Narada, berkat baktinya kepada Narayana. Bahkan,Bagawan Wiyasa (di Jawa disebut Abiyoso), berkulit hitam,hidung lebar,bibir tebal, jelas bukan Ras Arya. Maharesi Wiyasa dianggap "nabi" oleh umat Hindu karena beliaulah yang mengkodifikasi Weda. Setyawati anak nelayan, bisa menjadi permaisuri Raja Hastina.
 
== Upanisad ==
Jaman sampai sebelum Majapahit Runtuh, juga tidak ada kasta yang kaku diJawa contohnya :Ken Arok, seorang tidak berkasta, seorang penyamun, bisa menjadi Raja di Singosari. Damar Wulan, seorang pengangon/penggembala kuda bisa menjadi raja di Majapahit dengan gelar Brawijaya.
Chandogya Upanisad menunjukkan bahwa ''Warna'' dialokasikan berdasarkan kelahiran seseorang dan kelahiran sebelumnya:<ref>{{Cite web |last=www.wisdomlib.org |date=2019-01-04 |title=Chandogya Upanishad, Verse 5.10.7 (English and Sanskrit) |url=https://www.wisdomlib.org/hinduism/book/chandogya-upanishad-english/d/doc239196.html |access-date=2022-07-13 |website=www.wisdomlib.org |language=en}}</ref>
 
{{Blockquote|text=Di antara mereka, mereka yang melakukan perbuatan baik di dunia ini [di kehidupan lampau mereka] mencapai kelahiran yang baik sesuai dengan itu. Mereka terlahir sebagai seorang ''[[brahmana]]'', seorang ''[[kesatria]]'', atau seorang ''[[waisya]]''. Tetapi mereka yang melakukan pekerjaan buruk di dunia ini [di kehidupan lampau mereka] akan mengalami kelahiran yang buruk, terlahir sebagai anjing, babi, atau orang tanpa kasta.|title=[[:en:Chandogya Upanishad|Chandogya Upanisad]]|source=Versi 5.10.7}}
Jadi kesimpulannya: kasta yang kaku tidak pernah ada dalam masyarakat Hindu di India maupun di Nusantara, baik zaman Mahabarata sampai jatuhnya kerajaan Majapahit.
 
== Wiracarita ==
Lantas kenapa di India dan di Bali ada kasta ?,Kalau tidak ada di jaman Mahabarata maupun kerajaan Hindu sampai runtuhnya Majapahit, lalu kapan kasta yang dilekatkan pada agama Hindu mulai ada ?
Cerita ''[[Mahabharata]]'', yang diperkirakan selesai sekitar abad ke-4 M, membahas sistem ''Warna'' di bagian 12.181.<ref name="Hiltebeitel 2011 529–531"/>
 
''[[Wiracarita]]'' menawarkan dua model di ''Warna''. Model pertama menggambarkan ''Warna'' sebagai sistem kode warna, melalui seorang bijak bernama [[Bregu]];
Penulis mencoba meneluisuri kepustakaan maupun mengamati nama-nama orang Bali saat ini.Kesimpulan sementara penulis adalah sebagai berikut:
 
{{Blockquote|text="''[[Brahmana|Warna Brahmana]]'' berwarna putih, ''[[Kesatria]]'' berwarna merah, ''[[Waisya]]'' berwarna kuning, dan ''[[sudra]]'' berwarna hitam".<ref name="Hiltebeitel 2011 529–531"/>|title=[[Bregu]]|source=Versi Hiltebeitel 2011 529–531}} Deskripsi ini dipertanyakan oleh orang bijak terkemuka lainnya [[Bharadwaja]] yang mengatakan bahwa:
Kasta di India diperkenalkan oleh penakluk-penakluk Arab dan Portugis dan Inggris,karena kebiasaan perbudakan masyarakat Arab maupun perbudakan dalam kitab suci Injil.Orang Arab<Portugis maupun Inggris ingin menerapkan apa yang menjadi kebiasaan di Negerinya, yaitu menerapkan perbudakan kedalam rakyat India yang di Jajahnya.
 
{{Blockquote|text=Sistem kode warna terlihat di antara semua ''Warna'', bahwa keinginan, kemarahan, ketakutan, keserakahan, kesedihan, kecemasan, kelaparan, dan kerja keras menguasai semua manusia, bahwa empedu dan darah mengalir dari seluruh tubuh manusia, jadi apa yang membedakan ''Warna'' – tanyanya|title=[[Bharadwaja]]|source=Versi Wiracarita}}
Kasta dilekatkan kedalam Agama Hindu, berkat jasa Max Muller, William Jones dan Herbeith Hope Resley dkk. Max Muller dibayar sangat tinggi untuk setiap lembar terjemahan Weda, sedang Jones mengusulkan pertama kali penggunaan kasta dalam masyarakat India, sementara Risley, administrator Inggris di India mengusulkan untuk menerapkannya dalam bentuk undang-undang kolonial di Inggris.
 
''Mahabharata'' kemudian menyatakan, menurut Alf Hiltebeitel, seorang profesor agama,
Sedangkan Kasta di Bali ada sekitar abad ke 15, saat majapahit sudah Runtuh. Kasta di Bali seperti yang ada sekarang dibuat oleh Nirarta, seorang pengungsi dari Majapahit yang diangkat menjadi penasehat Dalem Waturenggong. Sebelum kedatangan Nirarta tidak ada nama-nama Ida Bagus,Anak Agung, I Dewa, Cokorde. Bangsawan Bali cukup memakai nama Sri seperti Sri Udayana, Sri Kesari Warmadewa, Sri Ugrasena, Sri Kresna Kepakisan dll. Nirarta mungkin terpengaruh dinamika politik global saat itu, dimana Islam dan Kristen sedang giatnya menyebarkan ajarannya keseluruh dunia. Atas usul Nirarta rakyat Bali di restrukturisasi menjadi kasta-kasta yang disahkan dengan Awig-awig(semacam undang-undang kerajaan oleh Dalem Waturenggong
 
{{Blockquote|text=Tidak ada perbedaan ''Warna''. Seluruh alam semesta ini adalah ''[[Brahmana]]''. Itu diciptakan sebelumnya oleh ''[[Brahma]]'', kemudian diklasifikasikan berdasarkan tindakan."<ref name="Hiltebeitel 2011 529–531"/>|title=[[:en:Alf Hiltebeitel|Alf Hiltebeitel]]|source=Versi Mahabharata}}
Empat Kasta tidak sama dengan Catur Warna. Catur Warna merupakan empat Tipe pola perilaku,pikiran dan kognisi yang terjadi karena interaksi dinamis triguna( tiga sifat bawaan lahir )dan karma (perilaku/perbuatan)Bagawag (Gita IV.13). Catur Warna lebih tepat diterjemahkan empat Tipe Kepribadian(personality) yang terjadi karena interaksi dinamis satwam,rajas, tamas dan karma.
 
''Mahabharata'' kemudian membacakan model perilaku untuk ''Warna'', bahwa mereka yang cenderung marah, senang, dan berani mencapai ''[[Kesatria|Warna Kesatria]]''; mereka yang cenderung beternak dan hidup dari membajak mencapai tingkat ''[[Waisya]]''; mereka yang menyukai kekerasan, ketamakan dan kenajisan mencapai ''[[Sudra]]''. Kelas ''[[Brahmana]]'' dimodelkan dalam ''[[Wiracarita]]'', sebagai keadaan default pola dasar manusia yang didedikasikan untuk kebenaran, penghematan dan perilaku murni.<ref>{{harvp|Hiltebeitel, Dharma|2011|p=532}}</ref> Memang selanjutnya menegaskan bahwa semua manusia adalah anak-anak ''Brahmana'', yang tidak masuk akal, kecuali dipahami dengan cara ini. Dalam teks-teks [[Agama Hindu|Hindu]] era ''Mahabharata'' dan pra-abad pertengahan, menurut Hiltebeitel,
Satwam merupakan sumber kecerdasan, moral dan cahaya, Rajas suber realitas fisik dan sosial, tamas sumber kegelapan, merupakan insting tiap mahluk dan Karma, perbuatan dan perilaku sehari-hari yang ditunjukkan oleh seseorang(BG.6-8/12-14).
 
{{Blockquote|text=Penting untuk mengenali, secara teori, ''Warna'' tidak silsilah. Empat ''Warna'' bukanlah garis keturunan, tetapi kategori."<ref>{{harvp|Hiltebeitel, Dharma|2011|p=594}}</ref>}}
Bagawan Gita telah memberikan arahan bagi tiap tiap kepribadian untuk memilih profesi yang sesuai. Seseorang yang memiliki tipe kepribadian Brahmana, di sarankan untuk bekerja yang berkaitan dengan pencerahan, seperti Rohaniawan/pendeta atau menjdi Guru/Acarya. Yang punya tipe kepribadian Ksatrya disarankan bekerja kepada yang memberikan perlindungan masyarakat seperti politisi,Tentara,Bupati/Pemerintahan. Seseorang dengan tipe Kepribadian Wesya disarankan bekerja sebagai pedagang/pengusaha,peternak,pertanian. Sedang tipe Kepribadian Sudra, berprofesi kepada bidang pelayanan (mungkin termasuk dokter,arsitek,artis dan seniman)
 
[[Bhagawadgita]] menggambarkan profesi, tugas, dan kualitas anggota ''Warna'' yang berbeda.<ref>{{cite web|last1=Swarupananda|title=Srimad-Bhagavad-Gita|url=http://www.sacred-texts.com/hin/sbg/sbg23.htm|website=Internet Sacred Text Archive|publisher=John Bruno Hare|access-date=28 November 2017}}</ref>
Bayangkan saja kalau seorang dengan tipe Wesya menjdi pendeta, pasti harga Banten jadi mahal,diundang ceramah agama memasang tarf mahal. atau seorang Wesya menjadi Politisi, ya akibatnya, terjadi jual beli suara,korupsi dan memperjual belikan jabatannya.Buat KTP jadi mahal, ngurus akte mahal dls.
 
{{quote|Tidak ada entitas di bumi, atau lagi di surga di antara para ''[[Dewa]]'', yang tidak memiliki ketiga ''Guna'' ini, lahir dari ''Prakriti''.
Konsep Catur Warna tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, perilakunya ditentukan oleh triguna karma. Martabatnya ditentuka oleh perilakunya sehari-hari, bukan karena profesi atau jabatannya. Mereka yang selalu berbakti kepada Hyang Widhi lah yang akan mencapai Hyang Widhi,mereka yang menyembah roh-roh alam akan mencapai roh alam,mereka yang memuja leluhur akan ada dikalangan leluhurnya, mereka yang menyembah Dewata hasil yang diperolah sementara,yang menyembah Hyang Widhi hasil yang diperolehnya bersifat Abadi.
 
Para ''[[Brahmana]]'', ''[[Kesatria]]'', dan ''[[Waisya]]'', seperti juga para ''[[Sudra]]'', wahai musuh yang menghanguskan, tugas-tugas dibagikan menurut ''Guna'' yang lahir dari sifat mereka sendiri.
 
Pengendalian pikiran dan indera, penghematan, kemurnian, kesabaran, dan juga kejujuran, pengetahuan, realisasi, kepercayaan pada akhirat – ini adalah tugas para ''[[Brahmana]]'', lahir dari (mereka sendiri).
 
{{reflist}}
Kecakapan, keberanian, ketabahan, ketangkasan, dan juga tidak terbang dari pertempuran, kemurahan hati dan kedaulatan adalah tugas para ''[[Kesatria]]'', lahir dari sifat (mereka sendiri).
 
[[Pertanian]], beternak, dan [[perdagangan]] adalah kewajiban para ''[[Waisya]]'', yang lahir dari sifat (mereka sendiri); dan tindakan yang terdiri dari pelayanan adalah tugas para ''[[Sudra]]'', yang lahir dari sifat (mereka sendiri).}}
 
== ''Warna'' di Teks Buddha ==
Teks [[Agama Buddha|Buddha]] kuno menyebutkan sistem ''Warna'' di [[Asia Selatan]], tetapi rinciannya menunjukkan bahwa itu tidak kaku, fleksibel dan dengan karakteristik tanpa fitur sistem [[stratifikasi sosial]].<ref name="masefield"/>
 
''[[Dīgha Nikāya]]'' memberikan diskusi antara [[Siddhartha Gautama|Buddha Gautama]] dan seorang [[Brahmana]] [[Agama Hindu|Hindu]] bernama Sonadanda yang sangat terpelajar di [[Weda]].<ref name="Walshe1995">{{cite book |last=Walshe |first=Maurice |title=The Long Discourses of the Buddha: A translation of the Dīgha Nikāya |url=https://archive.org/details/longdiscoursesof0000unse |publisher=Wisdom Publications |location=Boston |year=1995 |isbn=978-0-86171-103-1 |pages=[https://archive.org/details/longdiscoursesof0000unse/page/129 129]–131}}</ref><ref name="rhysdavids">{{cite book|url=http://www.sacred-texts.com/bud/dob/dob-04tx.htm|title=DN4: To Sonadanda, Digha Nikaya Verses 13-21, Translated from the Pâli|last=T. W. Rhys Davids|publisher=Oxford University Press}}</ref> Buddha Gautama bertanya,
 
{{Blockquote|text=Seberapa banyak kualitas para ''[[Brahmana]]'' mengenali ''Brahmana'' lain? Bagaimana seseorang menyatakan dengan jujur dan tanpa jatuh ke dalam kebohongan, apakah Saya adalah seorang Brahmana?<ref name="Walshe1995"/>}}
 
Sonadanda awalnya mencantumkan lima kualitas sebagai,
 
{{Blockquote|text=Dia adalah keturunan murni dari pihak ibu dan pihak ayah, dia fasih dalam membaca mantra, dia berkulit putih, tampan dan menyenangkan, dia berbudi luhur, terpelajar dan bijaksana, serta dia adalah orang pertama atau kedua yang memegang sendok kurban.<ref name="Walshe1995"/><ref name="rhysdavids"/>}}
Gautama kemudian bertanya kepada ''[[Brahmana]]'',
 
{{Blockquote|text=Jika kami menghilangkan salah satu dari kualitas yang baru saja Anda sebutkan, tidak bisakah seseorang tetap menjadi ''[[Brahmana]]'' sejati?}}
Sonadanda, satu per satu, menghilangkan warna dan penampilan yang cerah, lalu menghilangkan ''Warna'' di mana dia dilahirkan, dan kemudian menghilangkan kemampuan membaca mantra dan melakukan pengorbanan sebagai syarat menjadi seorang ''Brahmana''.<ref name="Walshe1995"/><ref name="rhysdavids"/> Sonadanda menegaskan bahwa hanya dua kualitas yang diperlukan untuk mengidentifikasi seorang ''Brahmana'' dengan jujur dan tanpa jatuh ke dalam kepalsuan; kemudian kedua kualitas ini,
 
{{Blockquote|text=Menjadi bajik dan terpelajar dan bijaksana.<ref name="Walshe1995"/><ref name="rhysdavids"/>}} Sonadanda menambahkan bahwa tidak mungkin lagi untuk mengurangi persyaratan menjadi seorang ''Brahmana'',
 
{{Blockquote|text=Karena kebijaksanaan dimurnikan dengan moralitas, dan moralitas dimurnikan dengan kebijaksanaan; di mana yang satu, yang lain, orang bermoral memiliki kebijaksanaan dan orang bijak memiliki moralitas, dan kombinasi antara moralitas dan kebijaksanaan disebut sebagai yang tertinggi di dunia.<ref name="Walshe1995"/>}} Brian Black dan Dean Patton menyatakan Sonadanda mengakui setelah ini,
 
{{Blockquote|text=Kami [Brahmana] hanya mengetahui sebanyak ini Gautama; baiklah jika Yang Mulia Gautama akan menjelaskan arti dari kedua [moralitas, kebijaksanaan].<ref name="Black2015">{{cite book |first1=Brian |last1=Black |first2=Dean Laurie |last2=Patton |title=Dialogue in Early South Asian Religions: Hindu, Buddhist, and Jain traditions |publisher=Ashgate |location=Burlington |year=2015 |isbn=978-1-4094-4013-0 |pages=245–246}}</ref>}}
 
Peter Masefield,<ref name="masefield">{{cite book |last=Masefield |first=Peter |title=Divine Revelation in Pali Buddhism |publisher=Routledge |year=2008 |isbn=978-0-415-46164-1 |pages=146–154}}</ref> seorang [[cendekiawan]] [[Agama Buddha|Buddhisme]] dan penerjemah teks [[Bahasa Pali|Pali]] kuno, menyatakan bahwa selama periode teks ''Nikāya'' (abad ke-3 SM hingga abad ke-5 M), ''Warna'' sebagai sistem kelas dibuktikan, tetapi ''Warna'' yang dijelaskan bukanlah [[Kasta|sistem kasta]]. Teks Pali menyebutkan empat ''Warna'' yaitu ''[[Brahmana]]'', ''[[Kesatria]]'', ''[[Waisya]]'', dan ''[[Sudra]]''.<ref name="masefield"/> Masefield mencatat bahwa orang-orang di ''Warna'' mana pun pada prinsipnya dapat menjalankan profesi apapun.
 
Teks [[Agama Buddha|Buddha]] awal, misalnya, mengidentifikasi beberapa ''Brahmana'' sebagai [[petani]] dan profesi lainnya. Teks tersebut menyatakan bahwa siapapun, dari kelahiran apa pun, dapat melakukan fungsi [[Imamat kudus|imamat]],<ref name="masefield" /> dan bahwa brahmana itu mengambil makanan dari siapapun, menunjukkan bahwa batasan kesepadanan belum diketahui. Teks ''Nikāya'' juga menyiratkan bahwa [[endogami]] tidak diamanatkan di [[India]] kuno. Pungkas Masefield,
 
{{Blockquote|text=Jika ada bentuk sistem kasta yang dikenal selama periode ''Nikāya'' –dan diragukan bahwa itu adalah– ini kemungkinan besar terbatas pada kelompok non-[[Arya]] tertentu.<ref name="masefield" />}}
 
== ''Warna'' di Teks Jain ==
 
''[[:en:Ādi purāṇa|Ādi purāṇa]]'', teks [[Jainisme]] abad ke-8 oleh Jinasena, adalah penyebutan paling awal tentang ''Warna'' dan ''Jāti'' dalam literatur Jainisme.<ref>{{harvp|Jaini, The Jaina Path of Purification|1998|pp=294, 285–295}}</ref> Jinasena tidak melacak asal usul sistem ''Warna'' ke ''[[Regweda]]'' atau ke ''[[Purusa|Purusha Sukta]]'', melainkan melacak ''Warna'' ke legenda ''[[Bharata (Ramayana)|Bharata]]''. Menurut legenda ini, ''Bharata'' melakukan "ujian ''[[ahimsa]]''" (ujian tanpa kekerasan), dan anggota komunitasnya yang menolak menyakiti atau menyakiti makhluk hidup mana pun disebut sebagai ''Warna'' [[pendeta]] di [[Bharatakhanda|India kuno]], dan ''Bharata'' menyebut mereka ''dvija'', lahir dua kali.<ref>{{harvp|Jaini, The Jaina Path of Purification|1998|p=289}}</ref> Jinasena menyatakan bahwa mereka yang berkomitmen pada ''[[ahimsa]]'' adalah dewa ''[[Brahmana]]'', para ''Brahmin'' yang agung.<ref>{{harvp|Jaini, The Jaina Path of Purification|1998|p=290}}</ref>
 
Teks ''Ādi purāṇa'' juga membahas hubungan antara ''Warna'' dan ''Jāti''. Menurut Padmanabh Jaini, seorang [[profesor]] studi asal [[India]], [[Jainisme]] dan [[Agama Buddha|Buddhisme]], teks ''Ādi purāṇa'' menyatakan "hanya ada satu ''Jāti'' disebut ''Manusyajāti'' atau [[kasta]] manusia, tetapi perpecahan muncul karena profesi mereka yang berbeda".<ref>{{harvp|Jaini, The Jaina Path of Purification|1998|p=340}}</ref> [[Kesatria|''Warna'' ''Kesatria'']] muncul ketika ''[[Rishabhanatha|Rishabh]]'' mendapatkan senjata untuk melayani masyarakat dan mengambil alih kekuasaan seorang raja, sementara ''[[Waisya|Warna Waisya]]'' dan ''[[Sudra]]'' muncul dari mata pencaharian yang berbeda di mana mereka mengkhususkan diri.<ref>{{harvp|Jaini, The Jaina Path of Purification|1998|pp=340–341}}</ref>
 
== ''Warna'' di Teks Sikh ==
[[Sikhisme]] adalah aliran agama akhir abad ke-15 yang berasal dari wilayah [[Suku Punjab|Punjab]] di [[anak benua India]]. Teks Sikh kuno menuliskan ''Warna'' sebagai ''Wārān'', dan ''Jāti'' sebagai ''Zāt'' atau ''Zāt-birādāri''. Eleanor Nesbitt, seorang [[profesor]] agama dan berspesialisasi dalam studi [[Kekristenan|Kristen]], [[Agama Hindu|Hindu]], dan [[Sikh]], menyatakan bahwa ''Wārān'' digambarkan sebagai sistem kelas dalam literatur Sikh abad ke-18 hingga ke-20, sementara ''Zāt'' mencerminkan kelompok pekerjaan [[endogami]] (kasta).<ref name="Nesbitt2005b">{{cite book |last=Nesbitt |first=Eleanor |title=Sikhism – A very short introduction |edition=1st |publisher=Oxford University Press |location=Oxford New York |year=2005 |isbn=978-0-19-280601-7 |pages=116–120}}</ref><ref>{{cite book|author=Harjot Oberoi|title=The Construction of Religious Boundaries: Culture, Identity, and Diversity in the Sikh Tradition|url=https://books.google.com/books?id=1NKC9g2ayJEC |year=1994|publisher=University of Chicago Press|isbn=978-0-226-61592-9|pages=83–84 with footnotes}}</ref>
 
Teks Sikh yang ditulis oleh Guru Sikh dan oleh [[Bhagat Singh|Bhagat]] non-Sikh seperti [[Namdev]], Rawida, dan [[Kabir]], kata Nesbitt, menyatakan tidak relevannya ''Wārān'' atau zat kelahiran seseorang dengan takdir [[spiritual]] seseorang. Mereka mengajarkan bahwa:
 
{{Blockquote|text=Seluruh umat manusia memiliki satu perlindungan, dan bahwa ajaran [[ilahi]] adalah untuk semua orang.<ref name="Nesbitt2005b"/> Sikhisme mengajarkan masyarakat tanpa apapun ''Vārān''.<ref name=singha42>{{cite book|author=H. S. Singha|title=The Encyclopedia of Sikhism (over 1000 Entries)|url=https://books.google.com/books?id=gqIbJz7vMn0C|year=2000|publisher=Hemkunt Press|isbn=978-81-7010-301-1|page=42}}</ref>}}
 
Dalam praktiknya, kata Harjot Oberoi, teks Sikh sekunder seperti ''Khālsā Dhārām Sāstār'' pada tahun [[1914]] berpendapat bahwa masuknya kasta Sikh tertentu ke tempat suci utama Sikh harus dilarang.<ref>{{cite book|author=Harjot Oberoi|title=The Construction of Religious Boundaries: Culture, Identity, and Diversity in the Sikh Tradition|url=https://books.google.com/books?id=1NKC9g2ayJEC |year=1994|publisher=University of Chicago Press|isbn=978-0-226-61592-9|pages=105–108 with footnotes}}</ref>
 
Demikian pula, dalam praktik dan teks-teksnya, para Guru Sikh tidak mengutuk atau melanggar konvensi [[perkawinan]] (dan menikahkan anak-anak mereka) dalam ''Jāti'' dan semua Guru Sikh adalah Khatri, memiliki istri Khatri dan mempraktikkan perjodohan dalam diri mereka ''Zāt''.<ref name="Nesbitt2005b" /><ref>{{cite book|author=W. H. McLeod|title=The A to Z of Sikhism|url=https://books.google.com/books?id=vgixwfeCyDAC&pg=PA42|year=2009|publisher=Scarecrow Press|isbn=978-0-8108-6344-6|page=42}};<br>{{cite book|author=W. H. McLeod|title=Sikhs and Sikhism|url=https://books.google.com/books?id=kXTXAAAAMAAJ |year=1999|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-564745-7|pages=36, 87–88}}</ref><ref>{{cite book|author=William Owen Cole|title=Sikhism|url=https://archive.org/details/sikhism0000cole|url-access=registration|year=1994|publisher=NTC|isbn=978-0-8442-3747-3|pages=[https://archive.org/details/sikhism0000cole/page/92 92]–93}}</ref> Menurut Dhavan, Rahit-namas dan teks-teks Sikh [[Preskriptivisme (linguistik)|preskriptif]] lainnya sejak pertengahan abad ke-18 mengakomodasi dan menegaskan
 
{{Blockquote|text=Tradisi kelahiran dan pernikahan kelompok [[kasta]] yang berbeda dalam komunitas Sikh.<ref>{{cite book|author=P Dhavan|editor=Pashaura Singh and Louis E. Fenech|title=The Oxford Handbook of Sikh Studies|url=https://books.google.com/books?id=7YwNAwAAQBAJ&pg=PA54|year=2014|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-100411-7|page=54}}</ref>}}
 
Aliran Rāwidāssi dan Rāmgārhiā mengikuti tradisi tekstual dan perayaan mereka sendiri, berkumpul di [[tempat ibadah]] mereka sendiri.<ref name="Nesbitt2005b" /><ref name="ravidassiareligion1">{{cite journal |url=http://www.global.ucsb.edu/punjab/journal/v16_1/articles/RonkiRam16_1.pdf |journal=Journal of Punjab Studies |year=2009 |volume=16 |issue=1 |title=Ravidass, Dera Sachkhand Ballan and the Question of Dalit Identity in Punjab |publisher=Panjab University, Chandigarh |author=Ronki Ram |access-date=2022-11-27 |archive-date=2016-03-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160304025335/http://www.global.ucsb.edu/punjab/journal/v16_1/articles/RonkiRam16_1.pdf |dead-url=yes }}</ref><ref name="paramjitjudge181">{{citation |first=Paramjit |last=Judge |year=2014 |title=Mapping Social Exclusion in India: Caste, Religion and Borderlands |publisher=Cambridge University Press |pages=179–182|isbn=978-1107056091 }}</ref> Ini adalah kongregasi religius berbasis ''Wārān'' (berbasis kasta) yang muncul dari [[Sikhisme]], kata Nesbitt.<ref>{{cite book |last=Nesbitt |first=Eleanor |title=Sikhism – A very short introduction |url=https://archive.org/details/sikhismveryshort0000nesb_d7x4 |edition=2nd |publisher=Oxford University Press |location=Oxford New York |year=2016 |isbn=978-0198745570 |pages=[https://archive.org/details/sikhismveryshort0000nesb_d7x4/page/112 112]–113}}</ref> Kelompok Rāwidāssi, misalnya, menekankan ajaran Bhāgāt Rāwidā – seorang penyair-santo yang lahir dalam keluarga yang pekerjaan tradisionalnya tak tersentuh terkait dengan hewan mati dan kulit hewan.<ref name="ravidassiareligion1" /><ref>{{cite web|url=http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1350770/Ravidas |title= Ravidas (Indian mystic and poet) |publisher= Britannica Online Encyclopedia |year= 2014}}</ref>
 
Mereka menganggap ajaran Guru Bhāgāt Rāwidā yang hidup dan teks ''Rāwidā Derā'' sebagai sakral dan spiritual sama pentingnya dengan Guru Sikh yang bersejarah. Ini ditolak oleh Khālsā Sikh. Ketidaksepakatan telah menyebabkan aliran Rawidassi meluncurkan [[gerakan agama baru]] yang antara lain berusaha untuk mengganti Guru Grānth Sāhib di [[Gurdwara]] mereka dengan teks ''Rāwidā Derā''.<ref name="ravidassiareligion1" /><ref name="JacobsenMyrvold2011">{{cite book|author1=Knut A. Jacobsen|author2=Kristina Myrvold|title=Sikhs in Europe: Migration, Identities and Representations|url=https://books.google.com/books?id=Y3v3t9bjPAcC&pg=PA290|year=2011|publisher=Ashgate Publishing, Ltd.|isbn=978-1-4094-2434-5|pages=290–291}}</ref>
 
== ''Warna'' dan ''Jāti'' ==
Istilah ''Warna'' (klasifikasi [[Teori|teoretis]] berdasarkan pekerjaan) dan ''Jāti'' (kasta) adalah dua konsep yang berbeda. Komunitas ''Jāti'' mengacu pada ribuan kelompok [[endogami]] yang lazim di seluruh [[anak benua India]]. ''Jāti'' dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok [[eksogami]] berdasarkan gotra yang sama. Para penulis klasik hampir tidak membicarakan apa pun selain ''Warna''; bahkan ahli [[Indologi]] terkadang membingungkan keduanya.<ref>{{citation |last=Dumont |first=Louis |author-link=Louis Dumont |title=Homo Hierarchicus: The caste system and its implications |publisher=University of Chicago Press |year=1980 |pages=66–67 |isbn=0-226-16963-4}}</ref>
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
* Ketut Wiana dan Raka Santeri, '''Kasta dalam Hindu – kesalahpahaman selama berabad-abad'''. Penerbit: Yayasan Dharma Naradha. ISBN 979-8357-03-5
* I Gusti Agung Oka, '''Slokantara'''. Penerbit: Hanumān Sakti, Jakarta.
Baris 78 ⟶ 148:
[[Kategori:Warna dalam agama Hindu| ]]
[[Kategori:Konsep Hindu]]
 
[[bg:Варна (кастов ред)]]
[[ca:Varna (hinduisme)]]
[[de:Varna (Kaste)]]
[[en:Varna (Hinduism)]]
[[eo:Varno]]
[[es:Casta (hinduismo)]]
[[et:Varna (India)]]
[[gl:Castas (hinduísmo)]]
[[he:ארבע הווארנות]]
[[ja:ヴァルナ (種姓)]]
[[ka:ვარნა (ინდუიზმი)]]
[[kn:ವರ್ಣಾಶ್ರಮ ಪದ್ಧತಿ]]
[[lt:Varna (luomas)]]
[[mdf:Варна]]
[[ml:ചാതുർവർണ്ണ്യം]]
[[mr:वर्णाश्रम धर्म]]
[[nl:Varna (kaste)]]
[[pl:Warna (hinduizm)]]
[[ru:Варны]]
[[sa:वर्ण्यव्यवस्था]]
[[sk:Varna (kasta)]]
[[su:Catur Warna]]
[[sv:Varna (kast)]]
[[ta:வர்ணம் (இந்து மதம்)]]
[[th:วรรณะ]]
[[tr:Hint kast sistemi]]
[[uk:Варна (стан)]]
[[zh:瓦爾那]]