Bharatayuddha: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib) k →top |
|||
(49 revisi perantara oleh 29 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{lihatpula|Mahabharata|Perang Kurukshetra}}
{{Infobox Military Conflict
|conflict=
|image= [[File:Wayang_Painting_of_Bharatayudha_Battle.jpg|300px]]
|image= [[Berkas:Duryudana lawan Bima.JPG|right|300px|Pertarungan terakhir dalam Baratayuda antara [[Duryudana]] melawan [[Bima]]]]▼
|partof= ''[[Kakawin Bharatayuddha]]''
|caption=Pertarungan
|date=
|place=[[Kurukshetra|Kurusetra]] (''Kurukshetra'')
|territory=
|result=dimenangkan pihak [[Pandawa]]
|combatant1=Lima putra Pandu ([[Pandawa]]) dan sekutunya, dipimpin oleh [[Yudistira]]
|combatant2=Seratus putra Dretarastra ([[Korawa]]) dan sekutunya, dipimpin oleh [[Duryodana]]
|commander1=[[Yudistira]]{{br}}[[Drestadyumna|Trustajumena]] (Drestadyumna){{KIA}} {{br}} [[Arya Seta|Resi Seta]] (Sweta){{KIA}} {{br}} [[
|commander2=[[Bisma]]{{KIA}}{{br}}[[Drona|Durna]] (Drona){{KIA}}{{br}}[[Karna]]{{KIA}}{{br}}[[Salya]]{{KIA}}{{br}}[[Aswatama]]{{br}} [[Dursasana]]{{KIA}} {{br}} [[
|strength1=
|strength2=
|casualties1= Hampir semua prajurit.
|casualties2= Hampir semua prajurit (
}}
{{Wikisource|Perang Bratajoeda}}
'''
Istilah
Kisah ''[[Kakawin Bharatayuddha]]'' kemudian diadaptasi ke dalam [[bahasa Jawa|bahasa Jawa Baru]] dengan judul ''
Di [[Yogyakarta]], cerita
==
[[Berkas:Kakawin Bharatayuddha (Gunning 1901-51).png|jmpl|''[[Kakawin Bharatayuddha]]'' yang ditulis kembali oleh Gunning.]]
Sama halnya dengan
Bibit perselisihan antara Pandawa dan Korawa dimulai sejak orang tua mereka masih sama-sama muda. [[Pandu]], ayah para Pandawa suatu hari membawa pulang tiga orang putri dari tiga negara, bernama [[Kunti]], [[
▲Bibit perselisihan antara Pandawa dan Korawa dimulai sejak orang tua mereka masih sama-sama muda. [[Pandu]], ayah para Pandawa suatu hari membawa pulang tiga orang putri dari tiga negara, bernama [[Kunti]], [[Gendari]], dan [[Madrim]]. Salah satu dari mereka dipersembahkan kepada [[Dretarastra]], kakaknya yang buta. Dretarastra memutuskan untuk memilih Gendari, sehingga membuat putri dari [[Kerajaan Gandhara|Kerajaan Plasajenar]] itu tersinggung dan sakit hati. Ia pun bersumpah keturunannya kelak akan menjadi musuh bebuyutan anak-anak Pandu.
Akibat kekalahan dalam perjudian tersebut, para Pandawa harus menjalani hukuman pengasingan di
▲Gendari dan adiknya, bernama [[Sengkuni]], mendidik anak-anaknya yang berjumlah seratus orang untuk selalu memusuhi anak-anak Pandu. Ketika Pandu meninggal, anak-anaknya semakin menderita. nyawa mereka selalu diincar oleh sepupu mereka, yaitu para Korawa. Kisah-kisah selanjutnya tidak jauh berbeda dengan versi ''Mahabharata'', antara lain usaha pembunuhan Pandawa dalam istana yang terbakar, sampai perebutan [[Kerajaan Amarta]] melalui permainan dadu.
▲Akibat kekalahan dalam perjudian tersebut, para Pandawa harus menjalani hukuman pengasingan di Hutan Kamiyaka selama 12 tahun, ditambah dengan setahun menyamar sebagai orang rakyat jelata di [[Kerajaan Wirata]]. Namun setelah masa hukuman berakhir, para Korawa menolak mengembalikan hak-hak para Pandawa. Keputusan inilah yang membuat perang Baratayuda tidak dapat dihindari lagi.
Dalam cerita [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]]
[[Kresna]], raja [[Dwaraka|Dwarawati]] yang menjadi penasihat pihak [[Pandawa]], berhasil mencuri dengar pembicaraan dan penulisan kitab tersebut dengan cara [[perubahan bentuk|berubah wujud]] menjadi seekor lebah putih (Jw: ''Klanceng Putih''). Ketika tiba pada bagian [[Baladewa|Prabu Baladewa]] (kakak Kresna) dipertarungkan dengan [[Antareja]] (anak [[Bhima|Bima]]), Klanceng Putih menumpahkan tinta yang dipakai, sehingga bagian atau bab itu batal ditulis. Klanceng Putih kemudian menjelma menjadi Sukma Wicara, yakni bentuk halus (sukma) dari Batara Kresna. Sukma Wicara memprotes rencana pertarungan antara Prabu Baladewa dengan Antareja, karena Baladewa pasti akan kalah dari Antareja. Selain itu, Sukma Wicara meminta agar diperbolehkan memiliki Kitab Jitapsara itu.
▲== Kitab Jitabsara ==
▲Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]] dikenal adanya sebuah kitab yang tidak terdapat dalam versi ''[[Mahabharata]]''. Kitab tersebut bernama ''Jitabsara'' berisi tentang urutan siapa saja yang akan menjadi korban dalam perang Baratayuda. kitab ini ditulis oleh Batara Penyarikan, atas perintah [[Batara Guru]], raja kahyangan.
== Aturan
▲
Jalannya perang
Dalam pihak Pandawa yang bertugas mengatur siasat peperangan adalah [[Kresna]]. Ia yang berhak memutuskan siapa yang harus maju, dan siapa yang harus mundur. sementara itu di pihak Korawa semuanya diatur oleh para penasihat
▲Dalam pihak Pandawa yang bertugas mengatur siasat peperangan adalah [[Kresna]]. Ia yang berhak memutuskan siapa yang harus maju, dan siapa yang harus mundur. sementara itu di pihak Korawa semuanya diatur oleh para penasihat Duryudana yaitu Bisma, Durna dan Salya.
== Pembagian babak ==
Di bawah ini disajikan pembagian kisah
{{col-begin|width= }}
{{col-2}}
* Babak 1:
* Babak 2:
* Babak 3:
* Babak 4:
* Babak 5:
{{col-2}}
* Babak 6: Suluhan ([[Gatotkaca]] Gugur)
* Babak 7:
* Babak 8:
* Babak 9:
* Babak 10: Landakan ([[Aswatama]] Nglandak/[[Parikesit]] Lahir)
{{col-end}}
▲[[Berkas:Contoh.jpg]]== Jalannya pertempuran ==
Karena kisah
===
Dikisahkan, Bharatayuddha diawali dengan pengangkatan senapati agung atau pimpinan perang kedua belah pihak. Pihak Pandawa mengangkat [[Sweta|Resi Seta]] (Sweta) sebagai pimpinan perang dengan pendamping di sayap kanan [[Utara (Mahabharata)|Arya Utara]] dan sayap kiri [[Wratsangka|Arya Wratsangka]]. Ketiganya terkenal ketangguhannya dan berasal dari [[Kerajaan Wirata]] yang mendukung Pandawa. Pandawa menggunakan siasat perang ''Brajatikswa'' yang berarti senjata tajam. Sementara di pihak
▲Dikisahkan, Bharatayuddha diawali dengan pengangkatan senapati agung atau pimpinan perang kedua belah pihak. Pihak Pandawa mengangkat Resi Seta sebagai pimpinan perang dengan pendamping di sayap kanan [[Utara (Mahabharata)|Arya Utara]] dan sayap kiri Arya Wratsangka. Ketiganya terkenal ketangguhannya dan berasal dari Kerajaan Wirata yang mendukung Pandawa. Pandawa menggunakan siasat perang Brajatikswa yang berarti senjata tajam. Sementara di pihak Kurawa mengangkat [[Bisma]] (Resi Bisma) sebagai pimpinan perang dengan pendamping Pendeta [[Drona]] dan prabu [[Salya]], raja kerajaan Mandaraka yang mendukung Korawa. Bisma menggunakan siasat ''Wukirjaladri'' yang berarti "gunung samudra."
Dalam peperangan tersebut Arya Utara gugur di tangan Prabu [[Salya]] sedangkan Arya Wratsangka tewas oleh Pendeta
=== Babak Kedua ===
Setelah Resi Seta gugur, [[Pandawa]] kemudian mengangkat [[Drestadyumna|Trustajumena]] (
Dalam pertempuran ini dua anggota [[Korawa]] kembar, yaitu Wikataboma dan
Bisma setelah melihat komandan pasukannya berguguran kemudian maju ke medan pertempuran, mendesak maju menggempur lawan. Atas petunjuk [[Kresna]], Pandawa kemudian mengirim Dewi Wara [[Srikandi]] untuk maju menghadapi Bisma. Dengan tampilnya prajurit wanita tersebut di medan pertempuran menghadapi Bisma. Bisma merasa bahwa tiba waktunya maut menjemputnya, sesuai dengan kutukan Dewi [[Amba]] yang tewas di tangan Bisma. Bisma gugur dengan perantaraan panah Hrudadali milik [[Arjuna]] yang dilepaskan oleh istrinya, Srikandi.
<!-- BAGIAN INI SAYA SEMBUNYIKAN KARENA TIDAK ADA DALAM CERITA DAN MENURUT SAYA DIHAPUS SAJA. DALAM CERITA PERANG INI WATAK KSATRIA ADALAH HAL UTAMA, JADI TAWUR DEMI KEMENANGAN TIDAK ADA, KARENA TIDAK SESUAI DENGAN AJARAN MORAL SAAT ITU. PERANG DISINI YANG UTAMA BUKAN KEMENANGAN TAPI YANG UTAMA ADALAH KEHORMATAN SEBAGAI SEORANG SATRIA.=== Tawur demi kemenangan ===
Dalam babak ini juga diadakan korban demi syarat kemenangan pihak yang sedang berperang. Resi Ijrapa dan anaknya Rawan dengan sukarela menyediakan diri sebagai korban (Tawur) bagi Pandawa. Keduanya pernah ditolong Bima dari bahaya raksasa. Selain itu satria Pandawa terkemuka, [[Antareja]] yang merupakan putra Bima juga bersedia menjadi tawur dengan cara menjilat bekas kakinya hingga tewas. Sementara itu Sagotra, hartawan yang berhutang budi pada Arjuna ingin menjadi korban bagi Pandawa. Namun karena tidak tahu arah, ia bertemu dengan Korawa. Oleh tipu muslihat [[Korawa]], ia akan dipertemukan dengan Arjuna, namun dibawa ke Astina. Sagotra dipaksa menjadi tawur bagi Korawa, namun menolak mentah-mentah. Akhirnya, [[Dursasana]], salah satu anggota Kurawa membunuhnya dengan alasan sebagai tawur pihak Korawa.-->
== Kutipan dari [[Kakawin Bharatayuddha]] ==
Kutipan di bawah ini mengambarkan suasana perang di [[Kurukshetra]], yaitu setelah pihak [[Pandawa]] yang dipimpin oleh Raja [[Drupada]] menyusun sebuah barisan yang diberi nama “[[Garuda]]” yang sangat hebat untuk menggempur pasukan [[Korawa]].
Baris 105 ⟶ 99:
! align=center bgcolor=silver| '''Terjemahan'''
|-
| ''Ri
| Setelah selesai dipuja oleh
|-
| ''Drupada
| Raja [[Drupada]]
|-
| ''Ya
| Hal itu ditiru pula oleh Sang [[Duryodana]]. Sang
|-
| ''Ri
| Setelah semuanya selesai mengatur barisan, kala itu
|-
| ''
| Sebab itu binasa hancur luluh dan tak seorang pun hendak membalas, entah berapa ratus pahlawan yang gugur dipanah,
|-
| ''Niyata laruta sakwèhning yodhā sakuru kula, ya tanangutusa sang śrī
| Niscaya akan bubar lari tunggang langgang para pahlawan bangsa
|-
| ''Ri marinika ptêng tang rah lwir sāgara mangêbêk, maka lêtuha rawisning wīrāh māti mapupuhan, gaja kuda karanganya hrūng jrah pāndanika kasêk, aracana makakawyang śārā tan wêdi mapulih.''
| Setelah gelap menghilang, darah seakan-akan air laut pasang
|-
| ''Irika nasēmu képwan Sang Pārthārddha kaparihain, lumihat i paranāthākwèh māting ratha karunna, nya Sang Irawan anak Sang Pārthāwās lawan Ulupuy, pêjah alaga lawan Sang
| Ketika itu rupanya Arjuna menjadi gelisah dan agak kecewa, setelah ia melihat
|}
== Referensi ==
{{reflist}}
== Lihat pula ==
* [[Perang
* ''[[Kakawin Bharatayuddha]]''
|