A.A. Navis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k koreksi tanda baca
 
(128 revisi perantara oleh 41 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox tokoh}}
[[Berkas:Aa navis.jpg|thumb|A.A. Navis]]
[[Haji]] ''' Ali Akbar Navis''' ({{lahirmati|[[Padang Panjang]], [[Pantai Barat Sumatra|Sumatra's Westkust]]|17|11|1924|[[Padang]], [[Sumatera Barat]]|22|3|2003}}; dikenal dengan nama '''A.A. Navis''') adalah seorang [[sastrawan]], kritikus budaya, dan politikus Indonesia asal [[Sumatera Barat]]. Ia terkenal karena cerita pendeknya ''[[Robohnya Surau Kami]]'' (1956). Novelnya yang berjudul "Saraswati" diterbitkan kembali oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2002.
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Kampong Djawa Padang TMnr 60038884.jpg|thumb|300px|Kampung Jawa Padang di masa [[Hindia Belanda]]]]
'''Haji Ali Akbar Navis''' ({{lahirmati|[[Kampung Jawa]], [[Padang]], [[Sumatra Barat]]|17|11|1924||22|3|2003}}) adalah seorang [[sastrawan]] dan [[budayawan]] terkemuka di [[Indonesia]] yang lebih dikenal dengan nama A.A. Navis. Ia menjadikan menulis sebagai alat dalam kehidupannya. Karyanya yang terkenal adalah cerita pendek ''Robohnya Surau Kami''. Navis 'Sang Pencemooh' adalah sosok yang ceplas-ceplos, apa adanya. Kritik-kritik [[sosial]]nya mengalir apa adanya untuk membangunkan kesadaran setiap pribadi, agar hidup lebih bermakna. Ia selalu mengatakan yang hitam itu hitam dan yang putih itu putih. Ia amat gelisah melihat [[negeri]] ini digerogoti para [[koruptor]]. Pada suatu kesempatan ia mengatakan kendati menulis adalah alat utamanya dalam kehidupan tapi jika dikasih memilih ia akan pilih jadi penguasa untuk menangkapi para koruptor. Walaupun ia tahu resikonya, mungkin dalam tiga bulan, ia justru akan duluan ditembak mati oleh para koruptor itu.
 
== Kehidupan PribadiBiografi ==
Ali Akbar Navis lahir di Kampung Jawa, [[Padangpanjang]] pada 17 November 1924. Ayahnya bernama Nafis Sutan Marajo, mandor kepala ''[[Staatsspoorwegen]]''. Ibunya bernama Sawiyah. Ia menyelesaikan studi di [[INS Kayutanam|Ruang Pendidik Institut Nasional Syafei]] (INS) di [[Kayu Tanam, 2x11 Kayu Tanam, Padang Pariaman|Kayutanam]] pada tahun 1946.<ref name=Profil200/>
Dunia sastra Indonesia kehilangan salah seorang sastrawan besar. Navis telah lama mengidap komplikasi jantung, asma dan diabetes. Dua hari sebelum meninggal dunia, ia masih meminta puterinya untuk membalas surat kepada [[Kongres]] [[Budaya]] [[Padang]] bahwa dia tidak dbisa ikut Kongres di [[Bali]]. Serta minta dikirimkan surat balasan bersedia untuk mencetak cerpen terakhir kepada [[Balai Pustaka]]. Ia meninggalkan satu orang isteri, Aksari Yasin, yang dinikahi tahun [[1957]] dan tujuh orang anak yakni; Dini Akbari, Lusi Bebasari, Dedi Andika, Lenggogini, Gemala Ranti, Rinto Amanda, dan Rika Anggraini, serta 13 cucu. Ia dikebumikan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tunggul Hitam, [[Padang]].
 
Selepas sekolah, Navis pernah bekerja sebagai seorang pegawai pada sebuah pabrik [[porselen]] di Padang Panjang, kota kelahirannya. Ia kemudian menjadi seorang pegawai negeri. Dari tahun 1952 hingga 1955, ia merupakan Kepala Bagian Kesenian pada Jawatan Kebudayaan [[Sumatra Tengah]], berkedudukan di [[Bukittinggi]].<ref name=Profil200/>
Sebelum dikebumikan, sejumlah tokoh, budayawan, seniman, pejabat, akademikus, dan masyarakat umum melayat ke rumah duka di Jalan Bengkuang Nomor 5, Padang. Di antaranya; Ketua Pengurus Pusat [[Muhammadiyah]] A Syafii Maarif, [[Gubernur]] [[Sumbar]] Zainal Bakar, mantan [[Menteri]] [[Agama]] Tarmizi Taher, dan mantan [[Gubernur]] Sumbar Hasan Basri Durin, serta penyair Rusli Marzuki Saria.
 
Pada awal karirnya, Navis aktif di dunia jurnalistik. Ia juga pernah memimpin harian ''Semangat'' sebagai pemimpin redaksi dari tahun 1971 hingga 1972.<ref name=Kemdikbud>[http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/A_A_Navis "A. A. Navis (1924–2003)"] pada Ensiklopedia Sastra Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.</ref> Dari tahun 1950 hingga 1958, ia juga pernah berperan sebagai penasihat ahli untuk [[RRI]] Studio Bukittinggi. Terakhir, ia bekerja sebagai manajer umum bagi percetakan ''Singgalang'' dari tahun 1982 hingga 1984.<ref name=Profil200/>
Nama pria Minang yang untuk terkenal tidak harus merantau secara fisik, ini menjulang dalam sastra Indonesia sejak cerpennya yang fenomenal, ''Robohnya Surau Kami'', terpilih menjadi satu dari tiga [[cerpen]] terbaik majalah sastra Kisah, ([[1955]]). Sebuah cerpen yang dinilai sangat berani. Kisah yang menjungkirbalikkan logika awam tentang bagaimana seorang alim justru dimasukkan ke dalam neraka. Karena dengan kealimannya, orang itu melalaikan pekerjaan dunia sehingga tetap menjadi miskin.
 
Selain itu, Navis aktif pula sebagai seorang pengajar dan akademisi. Ia tercatat pernah mengajar sebagai guru gambar di Sekolah Kepanduan Putri Bukittinggi (1955-58)<ref name=Profil200/> dan dosen luar biasa pada Akademi Seni Karawitan Indonesia (kini [[Institut Seni Indonesia Padang Panjang|Institut Seni Indonesia]]) Padang Panjang dan Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) [[Universitas Andalas]].<ref name=Profil200/><ref name=Kemdikbud/>
Ia seorang seniman yang perspektif pemikirannya jauh ke depan. Karyanya Robohnya Surau Kami, juga mencerminkan perspektif pemikiran ini. Yang roboh itu bukan dalam pengertian fisik, tapi tata nilai. Hal yang terjadi saat ini di negeri ini. Ia memang sosok budayawan besar, kreatif, produktif, konsisten dan jujur pada dirinya sendiri.
 
Dari tahun 1972 hingga 1982, Navis duduk di [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat]] sebagai wakil dari [[Golkar]]. Di partai ini, ia pernah duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan DPD Golkar Sumbar periode 1994 hingga 1999.<ref name=Profil200>{{Cite book|date=1995|url=https://books.google.com/books?id=5IhwAAAAMAAJ&pg=PA30|title=Profil Tokoh, Aktivis, dan Pemuka Masyarakat Minang|publisher=Permo Promotion|isbn=978-979-8931-00-0|pages=30–32|language=id|access-date=11 Januari 2024|url-status=live|dead-url=no}}</ref>
Sepanjang hidupnya, ia telah melahirkan sejumlah karya monumental dalam lingkup kebudayaan dan kesenian. Ia bahkan telah menjadi guru bagi banyak sastrawan. Ia seorang sastrawan intelektual yang telah banyak menyampaikan pemikiran-pemikiran di pentas nasional dan internasional. Ia menulis berbagai hal. Walaupun karya sastralah yang paling banyak digelutinya. Karyanya sudah ratusan, mulai dari cerpen, novel, puisi, cerita anak-anak, sandiwara radio, esai mengenai masalah sosial budaya, hingga penulisan otobiografi dan biografi.
 
== Buah karyaKepenulisan ==
IaA.A. yangNavis mengakutelah menghasilkan 65 karya sastra dalam berbagai bentuk sejak mulai menulis sejak tahunpada [[1950]], namun hasil karyanyameskipun baru mendapat perhatian dari media cetak sekitar [[tahun 1955]], itu telah menghasilkan sebanyak 65 karya sastra dalam berbagai bentuk. IaKarya-karyanya telah menulismeliputi 22 buku, ditambah lima [[antologi]] bersama sastrawan lainnya,Indonesia lain dan delapan antologi luar negeri, serta 106 makalah yang ditulisnya untuk berbagai kegiatan akademis di dalam maupun di luar negeri danyang dihimpun dalam buku ''Yang Berjalan Sepanjang Jalan''. Novel terbarunya, ''Saraswati'', diterbitkan oleh [[Gramedia]] [[Pustaka]] Utama pada [[2002]].
 
Buku terakhirnya, berjudul ''Jodoh'', diterbitkan oleh Grasindo atas kerjasama Yayasan Adikarya IKAPI dan The [[Ford Foundation]], sebagai kado ulang tahun pada saat usianya genap 75 tahun. ''Jodoh'' berisi sepuluh buah cerpen yang ditulisnya sendiri, yakni ''Jodoh'' (cerpen pemenang pertama sayembara Kincir Emas [[Radio Nederland Wereldomroep|Radio Nederland Wereldemroep]] pada 1975), ''Cerita 3 Malam'', ''Kisah Seorang Hero'', ''Cina Buta'', ''Perebutan'', ''Kawin'' (cerpen pemenang majalah ''[[Femina]]'' pada 1979), ''Kisah Seorang Pengantin'', ''Maria'', ''Nora'', dan ''Ibu''. Ada yang ditulis tahun 1990-an, dan ada yang ditulis tahun 1950-an.
Beberapa karyanya yang amat terkenal adalah:
* Surau Kami (1955)
* Bianglala (1963)
* Hujan Panas (1964)
* Kemarau (1967)
* Saraswati
* Si Gadis dalam Sunyi (1970)
* Dermaga dengan Empat Sekoci (1975)
* Di Lintasan Mendung (1983)
* Dialektika Minangkabau (editor, 1983)
* Alam Terkembang Jadi Guru (1984)
* Hujan Panas dan Kabut Musim (1990)
* Cerita Rakyat Sumbar (1994)
* Jodoh (1998)
 
A.A. Navis menjadikan menulis sebagai kebutuhan dalam hidup. Baginya, menulis adalah alat yang membantu mencetuskan ide dan gagasan. Dalam setiap tulisan, ia menganggap penting untuk mengajukan topik dengan bahasa yang menarik. Namun, demikian, hal yang paling penting bagi seorang penulis adalah apakah karyanya akan awet atau tidak. Meskipun ada banyak karya yang bagus, beberapa hanya sebatas tren sementara dan cepat dilupakan. Ia mengaku menulis dengan satu visi dan bukan mencari popularitas.
Sebagai seorang penulis, ia tak pernah merasa tua. Pada usia gaek ia masih saja menulis. Buku terakhirnya, berjudul ''Jodoh'', diterbitkan oleh Grasindo, [[Jakarta]] atas kerjasama [[Yayasan]] Adikarya Ikapi dan The Ford Foundation, sebagai kado ulang tahun pada saat usianya genap 75 tahun. ''Jodoh'' berisi sepuluh buah cerpen yang ditulisnya sendiri, yakni ''Jodoh'' (cerpen pemenang pertama sayembara Kincir Emas Radio Nederland Wereldemroep, [[1975]]), ''Cerita 3 Malam'', ''Kisah Seorang Hero'', ''Cina Buta'', ''Perebutan'', ''Kawin'' (cerpen pemenang majalah Femina, [[1979]]), ''Kisah Seorang Pengantin'', ''Maria'', ''Nora'', dan ''Ibu''. Ada yang ditulis tahun 1990-an, dan ada yang ditulis tahun 1950-an.
 
== Pandangan ==
Padahal menulis bukanlah pekerjaan mudah, tapi memerlukan energi pemikiran serius dan santai. "Tidak semua gagasan dapat diimplementasikan dalam sebuah tulisan, dan bahkan kadang-kadang memerlukan waktu 20 tahun untuk melahirkan sebuah tulisan. Kendati demikian, ada juga tulisan yang dapat diselesaikan dalam waktu sehari saja. Namun, semua itu harus dilaksanakan dengan tekun tanpa harus putus asa. Saya merasa tidak pernah tua dalam menulis segala sesuatu termasuk cerpen," katanya dalam suatu diskusi di Jakarta.
A.A Navis pernah menyatakan keprihatannya terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Ia mengatakan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, siswa hanya diberi pengajaran untuk menerima pengetahuan tanpa diberikan kesempatan untuk berpikir secara kritis. Anak-anak tidak diajarkan untuk menulis dengan baik, padahal menulis dapat membuka pikiran mereka.
 
Sementara itu, membaca karya sastra dapat membantu orang berpikir kritis dan memahami konsep hidup. Ia mencontohkan, banyak karya sastra di Indonesia yang menceritakan tentang orang-orang munafik. Hal itu seharusnya diajarkan kepada anak-anak agar mereka dapat mengerti bahwa di tengah masyarakat banyak orang munafik. Tetapi, "pemerintah tampaknya tidak mengajarkan sastra supaya orang tidak melihat orang-orang yang munafik."
Kiat menulis itu, menurutnya, adalah aktivitas menulis itu terus dilakukan, karena menulis itu sendiri harus dijadikan kebiasaan dan kebutuhan dalam kehidupan. Ia sendiri memang terus menulis, sepanjang hidup, sampai tua. Mengapa? "Soalnya, senjata saya hanya menulis," katanya. Baginya, menulis adalah salah satu alat dalam kehidupannya. "Menulis itu alat, bukan pula alat pokok untuk mencetuskan ideologi saya. Jadi waktu ada mood menulis novel, menulis novel. Ada mood menulis cerpen, ya menulis cerpen," katanya seperti dikutip ''Kompas'', [[Minggu]], [[7 Desember]] [[1997]].
 
== Kehidupan pribadi ==
Dalam setiap tulisan, menurutnya, permasalahan yang dijadikan topik pembahasan harus diketengahkan dengan bahasa menarik dan pemilihan kata selektif, sehingga pembaca tertarik untuk membacanya. Selain itu, persoalan yang tidak kalah pentingnya bagi seorang penulis adalah bahwa penulis dan pembaca memiliki pengetahuan yang tidak berbeda. Jadi pembaca atau calon pembaca yang menjadi sasaran penulis, bukan kelompok orang yang bodoh.
Navis menikah dengan istrinya, Aksari Yasin, pada tahun 1957. Pasangan ini dikaruniai tujuh orang anak: Dini Akbari, Lusi Berbasari Dedi Andika, Lenggogini, Gemala Ranti, Rinto Amanda, dan Rika Anggraini.<ref name=Kemdikbud/> Putrinya, Gemala Ranti menjabat sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Barat sejak Januari 2022.<ref>https://fikir.id/budaya/f-5407/silahturahmi-disbud-dan-budayawan-seniman-sumatera-barat/</ref>
 
Navis wafat di Padang pada tanggal 22 Maret 2003, setelah sebelumnya menjalani perawatan di [[Rumah Sakit Jantung Harapan Kita]], Jakarta.<ref name=Kemdikbud/>
== Pandangan-pandangan A.A. Navis ==
Ia menyinggung tentang karya sastra yang baik. Yang terpenting bagi seorang sastrawan, menurutnya, karyanya awet atau tidak? Ada karya yang bagus, tapi seperti kereta api; lewat saja. Itu banyak dan di mana-mana terjadi. Ia sendiri mengaku menulis dengan satu visi. Ia bukan mencari ketenaran.
 
== Karya ==
Dalam konteks ini, ia amat merisaukan pendidikan nasional saat ini. Dari SD sampai [[perguruan tinggi]], orang hanya boleh menerima, tidak diajarkan mengemukakan pikiran. Anak-anak tidak diajarkan pandai menulis oleh karena menulis itu membuka pikiran. Anak-anak tidak diajarkan membaca karena membaca itu memberikan anak-anak perbandingan-perbandingan. Di perguruan tinggi orang tidak pandai membaca, orang tidak pandai menulis, jadi terjadi pembodohan terhadap generasi-generasi akibat dari kekuasaan.
[[Berkas:A.A Navis Makam.jpg|right|thumb|256px|Makam Navis di TPU Tunggul Hitam, Padang]]
=== Novel ===
* ''[[Kemarau (roman)|Kemarau]] (1967)''
* ''[[Saraswati: Si Gadis dalam Sunyi]]'' (1970)
* ''[[Gerhana (novel A.A. Navis)|Gerhana]]'' (2004)
 
=== Cerita pendek ===
Jadi, menurutnya, model pendidikan sastra atau mengarang di Indonesia sekarang merupakan strategi atau pembodohan, agar orang tidak kritis. Maka, ia berharap, strategi pembodohan ini harus dilawan, harus diperbaiki. "Tapi saya pikir itu kebodohan. Orang Indonesia tidak punya strategi. Strategi ekonomi Indonesia itu apa? Strategi politik orang Indonesia itu apa? Strategi pendidikan orang Indonesia itu apa? Strategi kebudayaan orang Indonesia itu apa? Mau dijadikan apa bangsa kita? Kita tidak punya strategi. Oleh karena itu kita ajak mereka supaya tidak bodoh lagi," katanya.
* ''[[Robohnya Surau Kami]]'' (1955)
* ''[[Hudjan Panas]]'' (1963)
* ''[[Bianglala (kumpulan cerpen)|Bianglala]]'' (1963)
* ''[[Hujan Panas dan Kabut Musim]]'' (1990)
* ''[[Jodoh (kumpulan cerpen)|Jodoh]]'' (1999)
* ''[[Kabut Negeri si Dali]]'' (2001)
* ''[[Bertanya Kerbau Pada Pedati]]'' (2002)
* ''Antologi Lengkap Cerpen A.A. Navis'' (2005)
 
=== Puisi ===
Maka, andai ia berkesempatan jadi menteri, ia akan memfungsikan sastra. "Sekarang sastra itu fungsinya apa?" tanyanya lirih. Pelajaran sastra adalah pelajaran orang berpikir kritis. Orang berpikir kritis dan orang memahami konsep-konsep hidup. Kita baca, karya mana saja yang baik, itu berarti menyuruh orang berpikir berbuat betul. Lalu karya-karya itu konsepnya yang jahat lawan yang buruk. Dalam karya sastra bisa terjadi yang jahat itu yang dimenangkan, tapi bukan artinya sastra memuja yang jahat. Ia melihat, perkembangan sastra di Indonesia sedang macet. Banyak karya-karya sastra di Indonesia menceritakan hal-hal orang-orang munafik. Diajarkan itu ke anak-anak tentang orang munafik di tengah masyarakat kita yang banyak munafik. Anak-anak kan jadi tajam. Oleh karena itu pemerintah tampaknya tidak mengajarkan sastra supaya orang tidak melihat orang-orang yang munafik, umpamanya.
* ''Dermaga dengan Empat Sekoci'' (1975)
* ''Dermaga Lima Sekoci'' (2000)
 
=== Otobiografi ===
Hal ini tak terlepas dari mental korup para elit bangsa ini. Maka andai ia diberi pilihan alat kekuasaan, atau menulis dan berbicara, yang dia pilih adalah kekuasaan. Untuk apa? Untuk menyikat semua koruptor. Walaupun ia sadar bahwa mungkin justeru ia yang orang pertama kali ditembak. Sebab, "semua orang tidak suka ada orang yang menyikat koruptor," katanya seperti pesimis tentang kekuatan pena untuk memberantas korupsi.
* ''[[Pasang Surut Pengusaha Pejuang]]'' (otobiografi [[Hasjim Ning]]; 1986)
 
=== Non-fiksi ===
Perihal orang [[Minang]], dirinya sendiri, keterlaluan kalau ada yang mengatakan orang Minang itu pelit. Yang benar, penuh perhitungan. Sangat tak tepat mengatakan orang Minang itu licik. Yang benar galia (galir), ibarat pepatah "tahimpik nak di ateh, takuruang nak di lua" (terhimpit maunya di atas, terkurung maunya di luar). Itulah A.A. Navis "Sang Kepala Pencemooh".
* ''[[Dialektika Minangkabau]]'' (editor, 1983)
* ''[[Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau]]'' (1984)
* ''Surat dan Kenangan Haji'' (1994)
* ''Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei: Ruang Pendidik INS Kayutanam'' (1996)
* ''Yang Berjalan Sepanjang Jalan'' (1999)
 
=== KaryaCerita tulisrakyat ===
* ''Cerita Rakyat dari Sumatera Barat'' (1994)
* Antologi Lengkap Cerpen A.A. Navis (2005)
* ''Cerita Rakyat dari Sumatera Barat 2'' (1998)
* Gerhana: novel (2004)
* ''Cerita Rakyat dari Sumatera Barat 3'' (2001)
* Bertanya Kerbau Pada Pedati: kumpulan cerpen (2002)
* Cerita Rakyat dari Sumatra Barat 3 (2001)
* Kabut Negeri si Dali: Kumpulan Cerpen (2001)
* Dermaga Lima Sekoci (2000)
* Jodoh: Kumpulan Cerpen (1999)
* Yang Berjalan Sepanjang Jalan (1999)
* Cerita Rakyat dari Sumatra Barat 2 (1998)
* Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei: Ruang Pendidik INS Kayutanam (1996)
* Otobiografi A.A. Navis: Satiris dan Suara Kritis dari Daerah (1994)
* Surat dan Kenangan Haji (1994)
* Cerita Rakyat dari Sumatra Barat (1994)
* Hujan Panas dan Kabut Musim: Kumpulan Cerita Pendek (1990)
* Pasang Surut Pengusaha Pejuang: Otobiografi Hasjim Ning (1986)
* Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau (1984)
* Di Lintasan Mendung (1983)
* Dialektika Minangkabau (editor) (1983)
* Dermaga dengan Empat Sekoci: Kumpulan Puisi (1975)
* Saraswati: Si Gadis dalam Sunyi: sebuah novel (1970)
* Kemarau (1967)
* Bianglala: Kumpulan Cerita Pendek (1963)
* Hudjan Panas (1963)
* Robohnya Surau Kami (1955)
 
=== DaftarKarya pustakatentang A.A. Navis ===
* ''Otobiografi A.A. Navis: Satiris dan Suara Kritis dari Daerah'' (Abrar Yusra, 1994)
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/ali-akbar-navis/index.shtml TokohIndonesia.Com]
* ''A.A. Navis: karya dan dunianya'' (Ivan Adilla, 2003)
 
== Referensi ==
{{Reflist}}
 
== Pranala luar ==
* [http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/navis.html Profil Ali Akbar Navis di Situs Taman Ismail Marzuki]
* [http://id.shvoong.com/books/biography/2118445-biografi-navis/ Biografi A.A. Navis] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131202014020/http://id.shvoong.com/books/biography/2118445-biografi-navis/ |date=2013-12-02 }}
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/ali-akbar-navis/index.shtml TokohIndonesia.Com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20061121125931/http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/ali-akbar-navis/index.shtml |date=2006-11-21 }}
 
{{lifetime|1924|2003|Navis, Ali Akbar}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Sastrawan Indonesia|A.A. Navis]]
[[Kategori:TokohSeniman dari PadangMinangkabau]]
[[Kategori:TokohDosen MinangkabauIndonesia]]
[[Kategori:Alumni INS Kayutanam]]
[[Kategori:Sastrawan Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh Sumatera Barat]]
[[Kategori:Tokoh dari Padang Panjang]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 66]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
 
[[Kategori:Politikus Partai Golongan Karya]]
[[en:Ali Akbar Navis]]
[[Kategori:Penerima Bintang Budaya Parama Dharma]]
[[jv:A.A. Navis]]