Medan Prijaji: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ciko (bicara | kontrib)
k clean up
 
(22 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox magazine
'''Medan Prijaji''' adalah surat kabar yang terbit di [[Bandung]] tahun [[1907]]. Medan Prijaji dianggap sebagai surat kabar pertama Indonesia, sebab mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah [[pribumi]] Indonesia asli. Surat kabar ini didirikan oleh [[Tirto Adhi Soerjo]]. Medan Prijaji menjadi koran pertama dikelola pribumi dengan uang dan perusahaan sendiri. Medan Prijaji [[Bahasa Melayu|berbahasa Melayu]], terbit pertama kali pada Januari [[1907]].
| title = Medan Prijaji
| logo =
| logo_size =
| category=
| image_file = Medan Prijaji.jpg
| image_size = <!-- (defaults to user thumbnail size if no size is stated) -->
| image_alt =
| image_caption = Halaman depan terbitan 2 April 1910
| editor =
| editor_title =
| previous_editor =
| staff_writer =
| photographer =
| frequency = {{Plainlist|
* Mingguan (1907–1910)
* Harian (1910–1912)
}}
| circulation =
| publisher =
| founder = [[Tirto Adhi Soerjo]]
| founded = 1907
| firstdate = {{Start date|1907|01|1}}
| company =NV Javaansche Boekhandel en Drukkerij en handel in schrijfbehoeften "Medan Prijaji"
| country = [[Hindia Belanda]]
| based = [[Jakarta|Batavia]]
| language = Indonesia
| website =
| finaldate = {{End date|1912|1|3}}
| finalnumber =
| issn =
| oclc = 223728651
}}
'''''Medan Prijaji''''' ([[EYD]]: '''''Medan Priyayi)''''' adalah surat kabar [[Bahasa Melayu|berbahasa Melayu]] yang terbit di [[Bandung]] pada [[1 Januari]] [[1907]] hingga [[Januari]] [[1912]].<ref name=":5">{{Cite web|url=http://encyclopedia.jakarta-tourism.go.id/post/medan-prijaji?lang=id|title=Medan Prijaji|website=encyclopedia.jakarta-tourism.go.id|access-date=2020-02-12}}</ref> Surat kabar yang didirikan oleh [[Tirto Adhi Soerjo]] ini dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu ([[bahasa Indonesia]]). Seluruh pekerjanya (mulai dari pengasuh, percetakan, penerbitan, dan wartawannya) adalah [[pribumi]] sehingga ''Medan Prijaji'' menjadi surat kabar pertama yang dikelola pribumi secara mandiri. ''Medan Prijaji'' juga disebut sebagai pelopor dari jurnalisme advokasi.<ref>{{Cite news|last=Liputan6.com|date=2014-02-09|title=Medan Prijaji, Surat Kabar Pertama Perintis Jurnalisme Advokasi|url=https://www.liputan6.com/news/read/821849/medan-prijaji-surat-kabar-pertama-perintis-jurnalisme-advokasi|work=[[Liputan6.com]]|language=id|access-date=2022-05-13|editor-last=Ado}}</ref>
 
== Sejarah ==
Sebelum menerbitkan "Medan Prijaji", pada Januari [[1904]] Tirto Adhi Soerjo bersama HM Arsad, Oesman mendirikan dulu badan hukum N.V. Javaansche Boekhandel en Drukkerij en handel in schrijfbehoeften "Medan Prijaji" beralamat di Djalan Naripan [[Bandung]] yaitu di [[Gedung Kebudayaan]] (sekarang Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan-YPK). NV ini dicatat sebagai NV pribumi pertama dan sekaligus NV pers pertama. Modalnya f 75.000 yang terdiri atas 3.000 lembar saham.
 
=== Pendirian ===
Suara koran ini menjadi kritik pedas bagi pemerintah kolonial dan alamat pengaduan yang bagi setiap pribumi yang diperlakukan tidak adil oleh kekuasaan. Oleh karena itu diperlukan usaha mandiri mencetaknya. Maka dengan pengetahuan dan pengalaman niaganya, diwajibkannya calon pelanggan terlebih dahulu membayar uang muka berlangganan untuk satu kuartal, setengah atau satu tahun, yang saat ini kita kenal dengan saham. Dilobinya beberapa ''pangrehpraja'' yang tertarik dengan gagasannya. Jadilah dua orang penyumbang dana besar, yakni Bupati Cianjur RAA Prawiradiredja dan Sultan Bacan Oesman Sjah. Masing-masing menyumbang f 1.000 dan f 500.
Sebelum menerbitkan "''Medan Prijaji"'', pada Januari [[1904]] Tirto Adhi Soerjo bersama HMH.M. Arsad, dan Oesman mendirikan dulu badan hukum N.V.yang dinamakan NV ([[Naamloze Vennootschap]]) Javaansche Boekhandel en Drukkerij en handel in schrijfbehoeften "Medan Prijaji" beralamatpada Januari 1904. ''Medan Prijaji'' berlokasi di DjalanJalan Naripan, [[Bandung]], yaitu[[Jawa Barat]]. Tepatnya di [[Gedung Kebudayaan]] (sekarang [[Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan-]] atau biasa disingkat sebagai YPK). NVBadan hukum initersebut dicatat sebagai NV pribumi pertama dan sekaligus NV pers pertama. Modalnyadengan fmodal sebesar 75.000 [[gulden Belanda]] yang terdiri atas 3.000 lembar saham. Dengan dana tersebut terbitlah ''Medan Prijaji'' dengan format mingguan yang terbit setiap hari Sabtu.<ref name=":5" />
 
''Medan Prijaji'' didirikan sebagai bentuk perlawanan Tirto Adhi Soerjo terhadap pemerintahan [[Hindia Belanda]] yang pada saat itu berusaha menyebarkan pandangan tunggal kolonialnya.<ref name=":1">{{Cite web|title=Surat Kabar Medan Prijaji Sang Pelopor Munculnya Pers Nasional|url=https://kumparan.com/wiwik-damayanti-1647749461321533966/surat-kabar-medan-prijaji-sang-pelopor-munculnya-pers-nasional-1xii1TafVFZ|website=kumparan|language=id-ID|access-date=2022-05-14}}</ref> Misi dari surat kabar ini adalah membela nasib rakyat dan kritis terhadap pemerintahan Hindia Belanda.<ref name=":4">{{Cite book|last=Djaja|first=Wahjudi|date=2018|title=Pers dan Perjuangan Indonesia|location=Klaten|publisher=Cempaka Putih|isbn=978-979-662-942-8|pages=18|url-status=live}}</ref> Maka dari itu, suara surat kabar ini memuat banyak kritik pedas bagi pemerintah dan alamat pengaduan bagi setiap pribumi yang diperlakukan tidak adil oleh kekuasaan. Oleh karena itu, koran ini memerlukan usaha mandiri untuk melakukan pencetakan.
Dengan dana segitu terbitlah Medan Prijaji di percetakan Khong Tjeng Bie Pancoran Betawi dengan format mingguan sederhana berukuran seperti buku atau jurnal mungil, 12,5x19,5 cm (terbit tiap-tiap hari Jumat). Rubrik tetapnya mutasi pegawai, salinan Lembaran Negara dan pasal-pasal hukum, cerita bersambung, iklan, dan surat-surat. Terkadang artikel-artikel panjang itu didesain dalam dua kolom, namun kebanyakan satu kolom seperti jurnal.
 
Suara koran ini menjadi kritik pedas bagi pemerintah kolonial dan alamat pengaduan yang bagi setiap pribumi yang diperlakukan tidak adil oleh kekuasaan. Oleh karena itu diperlukan usaha mandiri mencetaknya. Maka denganDengan pengetahuan dan pengalaman niaganya, diwajibkannya calon pelanggan terlebihdiwajibkan dahuluuntuk membayar uang muka berlangganan untukselama satu kuartal, setengah, atau satu tahun terlebih dahulu, yang saat ini kita kenal dengan sebutan [[saham]]. DilobinyaLalu, beberapadilakukan perbincangan dengan ''pangrehpraja[[Inlands Bestuur]]'' yang tertarik dengan gagasannya. Jadilah duaDua orang penyumbang dana besar,besarnya yakniadalah Bupati [[Kabupaten Cianjur|Cianjur]] saat itu, [[Raden RAAAria Adipati Prawiradiredja I]], dan Sultan Bacan, Oesman Sjah. Masing-masing menyumbangdari fmereka menyumbang 1.000 gulden dan f 500 gulden.
==Edisi perdana==
Ketika pertama kali terbit di Bandung, "Medan Prijaji" mencantumkan moto di bawah nama "Medan Prijaji" sbb: "''Ja'ni swara bagai sekalijan Radja2. Bangsawan Asali dan fikiran dan saoedagar2 Anaknegri. Lid2 Gemeente dan Gewestelijke Raden dan saoedagar bangsa jang terperentah lainnja jang dipersamakan dengan Anaknegri di seloereoeh Hindia Olanda''".
 
=== Edisi perdanapertama ===
Delapan asas yang diturunkan Tirto Adhi Surjo di halaman muka edisi perdana, antara lain memberi informasi, menjadi penyuluh keadilan, memberikan bantuan hukum, tempat orang tersia-sia mengadukan halnya, mencari pekerjaan, menggerakkan bangsanya untuk berorganisasi dan mengorganisasikan diri, membangunkan dan memajukan bangsanya, serta memperkuat bangsanya dengan usaha perdagangan.
Ketika pertama kali diterbitkan di Bandung pada 1 Januari 1907,<ref>{{Cite news|date=2013-02-11|title=Tirto, sang pemula yang menggerakkan bangsa melalui tulisan|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/tirto-sang-pemula-yang-menggerakkan-bangsa-melalui-tulisan.html|work=[[Merdeka.com]]|language=id|access-date=2022-05-13|editor-last=Fadillah|editor-first=Ramadhian|last=Islahudin}}</ref> ''Medan Prijaji'' mencantumkan moto di bawah namanya'','' yang dituliskan sebagai berikut.
 
Ketika pertama kali terbit di Bandung, "Medan Prijaji" mencantumkan moto di bawah nama "Medan Prijaji" sbb: {{Cquote|"''Ja'ni swara bagai sekalijan Radja2. Bangsawan Asali dan fikiran dan saoedagar2 Anaknegri. Lid2 Gemeente dan Gewestelijke Raden dan saoedagar bangsa jang terperentah lainnja jang dipersamakan dengan Anaknegri di seloereoeh Hindia Olanda''"."<ref name=":4" />}}
==Surat kabar harian==
Pada tahun [[1910]] di Betawi, "Medan Prijaji" terbit tiap hari kecuali hari Jumat dan Minggu dan hari raya. Nomor 1 terbit pada [[5 Oktober]] [[1910]].
 
DelapanSurat asaskabar yang diturunkanberukuran Tirtoseperti Adhibuku atau jurnal mungil tersebut Surjodicetak di percetakan Khong Tjeng Bie, Pancoran, Betawi. Selain itu di halaman muka edisi perdana tertulis delapan asas yang diturunkan Tirto Adhi Soerjo, antara lain memberi informasi, menjadi penyuluh keadilan, memberikan bantuan hukum, menjadi tempat bagi orang tersia-siatertindas untuk mengadukan halnyapermasalahan, mencari pekerjaan terutama bagi warga Betawi, menggerakkan bangsanya untuk berorganisasi dan mengorganisasikan diri, membangunkan dan memajukan bangsanya, serta memperkuat bangsanya dengan usaha perdagangan.<ref name=":1" />
Rubrik yang paling digemari adalah surat dan jawaban serta penyuluhan hukum gratis yang disediakan Medan Prijaji kepada rakyat yang berperkara. Usaha inilah yang menjadikan koran ini berkembang. Simpati pun datang melimpah-limpah hingga pada tahun ketiga terbitannya, tepatnya Rebo 5 Oktober 1910, Medan Prijaji berubah menjadi harian dengan 2000 pelanggan yang menurut laporan Rinkes: "untuk harian Eropa di Hindia pun sudah merupakan jumlah bagus, lebih-lebih untuk harian Melayu...."
 
Menurut buku ''Sejarah Pers Sebangsa'', disebutkan nama para pengelola ''Medan Prijaji.'' Terdapat Tirto Adhi Soerjo sebagai pemimpin redaksi. Lalu, tiga redaktur dari Bandung, yaitu A.W. Madhie, Raden Tjokromidjojo, Raden Soebroto. Kemudian, disebutkan nama dua redaktur di [[Kota Bogor|Bogor]], yaitu R.M. Prodjodisoerjo dan R. Kartadjoemena dan seorang redaktur di [[Belanda]], yaitu J.J. Meyer, pensiunan Asisten Residen di [['s-Gravenhage|'s Gravenhage]]. Disebutkan juga beberapa jurnalis [[Tionghoa]] dan pribumi, antara lain Begelener, Hadji Moekti, dan lain-lain. Hubungan dekat Tirto Adhi Soerjo dengan [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda]] pada masa itu, [[Van Heutz]], mempermudah penerbitan ''Medan Prijaji'' hingga berhasil membuka badan hukum, kantor cabang, dan percetakan di [[Buitenzorg]], Batavia, [[Jawa Tengah]], dan Belanda.<ref>{{Cite web|date=2019-08-21|title=Medan Prijaji, Medan Laga Tirto Adhi Soerjo|url=https://historia.id/politik/articles/medan-prijaji-medan-laga-tirto-adhi-soerjo-PNayR|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2022-05-14}}</ref>
Ketika pertama kali terbit menjadi harian tetap, mengambil tahun IV karena tahun I, II, dan III masih mingguan yang terbit di Bandung. Di bawah judul surat kabar harian "Medan Prijaji" itu tertulis moto: "''Orgaan boeat bangsa jang terperentah di H.O. Tempat akan memboeka swaranya Anak-Hindia''". Di jaman itu, merupakan sebuah keberanian luar biasa mencantumkan moto seperti itu. Medan Prijaji menjadi surat kabar pembentuk pendapat umum, berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial [[Hindia-Belanda]] pada masa itu. Kecaman hebat dan pedas yang pernah dilontarkannya terhadap tindakan-tindakan ''kontroler''.
 
==Surat= Berubah menjadi surat kabar harian ===
Medan Prijaji mengambil posisi sebagai corong suara publik. Sebagai aktivis pergerakan, tulisan-tulisan Tirto dalam Medan Prijaji tak pernah berbasa-basi, tapi menunjuk muka langsung. Hampir tak ada satu pun kebijakan kolonial yang dirasa memberatkan rakyat yang lolos dari pemberitaan Medan Prijaji. Di seluruh karesidenan Jawa, Medan Prijaji bukan lagi taman, tapi benar-benar medan berkelahi. Di Banten, Rembang, Cilacap, Bandung, diperkarakannya banyak hal.
Pada tahun 1910 di Batavia, ''Medan Prijaji'' terbit setiap hari, kecuali hari Jumat, Minggu, dan hari besar. Rubrik yang paling digemari adalah surat dan jawaban serta penyuluhan hukum gratis yang disediakan ''Medan Prijaji'' kepada rakyat yang berperkaramemiliki masalah. UsahaHal inilah yang menjadikanmembuat koran ini berkembang. Simpati pun datang melimpah-limpah hinggaberlimpahan. padaPada tahun ketigaIII terbitannya, tepatnya Rebo 5 Oktober 1910, ''Medan Prijaji'' berubah menjadi surat kabar harian dengan 20002.000 pelanggan. yang menurutMenurut laporan Rinkes: "... untuk harian Eropa di Hindia pun sudah merupakan jumlah bagus, lebih-lebih untuk harian Melayu...."
 
Pada tahun IV, ''Medan Prijaji'' mulai menjadi surat kabar harian. Di bawah judulnya tertulis moto: "''Orgaan boeat bangsa jang terperentah di H.O. Tempat akan memboeka swaranya Anak-Hindia''." Pada masa itu, mencantumkan moto seperti itu merupakan sebuah keberanian luar biasa. ''Medan Prijaji'' pun menjadi surat kabar pembentuk pendapat umum yang berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial [[Hindia Belanda]].<ref name=":2">{{Cite web|last=Redaksi|date=2019-11-09|title=Mengenal RM Tirto Adhi Soerjo, Tokoh Pers Pemilik Medan Prijaji|url=https://jakartasatu.com/2019/11/09/mengenal-rm-tirto-adhi-soerjo-tokoh-pers-pemilik-medan-prijaji/|website=jakartasatu.com|language=id-ID|access-date=2022-05-14}}</ref>
Salah satu kasus terkenal adalah perkara di [[Kawedanan]] [[Cangkrep Purworejo]]. Medan Prijaji dengan bahasa terbuka memuat artikel tentang persekongkolan jahat antara ''Aspirant Controleur'' Purworejo A Simon dengan Wedana Tjorosentono yang mengangkat lurah Desa Bapangan yang tak beroleh dukungan warga. Sementara kandidat pertama yang didukung, Mas Soerodimedjo, malah ditangkap dan dikenakan [[hukuman krakal]]. Terbakar oleh amarah melihat penyalahgunaan wewenang itu Tirto menyebut pejabat tersebut sebagai ''monyet penetek atau ingusan'' dalam Medan prijaji No 19, 1909. Investigasi atas kasus itu didukung 236 warga Desa Bapangan dan warga ini pula mengirim surat kepada Tirto yang berisi dukungan pasang-badan kalau-kalau Tirto kena denda atas tulisannya.
 
=== Permasalahan dan pencapaian ===
Tirto memang kalah dalam perkara ''persdelict'' dengan A Simon itu dan dibuang ke Lampung dua bulan. Tapi dari kasus itu, Medan Prijaji mendapat perhatian pers di [[Belanda]] dan Tirto berkesempatan berkenalan dengan Anggota Majelis Rendah Belanda Ir HH van Kol dan pemuka politik etik Mr C Th [[van Deventer]] dipasarkan hingga di daratan Eropa.
''Medan Prijaji'' mengambil posisi sebagai corong suara publik. Sebagai aktivis pergerakan, tulisan-tulisan Tirto dalam ''Medan Prijaji'' tak pernah berbasa-basi, tapi menunjuk muka langsung. Hampir tak ada satu pun kebijakan kolonial yang dirasa memberatkan rakyat yang lolos dari pemberitaan ''Medan Prijaji''. Di seluruh karesidenanKaresidenan Jawa, ''Medan Prijaji'' bukantelah lagimenjadi taman,wadah tapiberargumen benar-benaryang medansangat berkelahikritis. DiTahun Banten,1909 Rembang,sampai Cilacap,1911 Bandung,pun diperkarakannyadiketahui banyakmerupakan halpuncak kejayaan ''Medan Prijaji'' dalam membongkar skandal para pejabat pemerintahan.<ref name=":0">{{Cite news|last=Kandi|first=Rosmiyati Dewi|title=Senjakala Medan Prijaji yang Tutup Usia Hari Ini|url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160818230318-20-152358/senjakala-medan-prijaji-yang-tutup-usia-hari-ini|work=[[CNN Indonesia]]|language=id-ID|access-date=2022-05-13}}</ref>
 
Salah satu kasus yang terkenal adalah permasalahan mengenai persekongkolan antara ''Aspirant Controleur'' [[Kabupaten Purworejo|Purworejo]], A. Simon, dengan Wedana Tjorosentono, yang mengangkat lurah Desa Bapangan tanpa dukungan warga. Sementara kandidat pertama yang mendapat dukungan, Soerodimedjo, ditangkap dan dikenakan hukuman krakal. Melihat penyalahgunaan wewenang itu, Tirto menyebut pejabat tersebut sebagai ''monyet penetek atau ingusan'' dalam Medan prijaji No. 19, 1909. Investigasi atas kasus itu didukung 236 warga Desa Bapangan. Para warga juga mengirimkan surat kepada Tirto yang berisi dukungan pertahanan jika Tirto mendapatkan denda atas tulisannya. A. Simon yang tidak terima menuntut Tirto atas penghinaan dan penyalahgunaan kekuasaan. Meski Tirto sempat memenangkan tuntutan karena memiliki hubungan dekat dengan Van Heutz, ia kalah dengan A. Simon setelah jabatan gubernur jenderal digantikan oleh [[Idenburg]]. Tirto pun dihukum dengan dibuang ke [[Lampung]] selama dua bulan.<ref name=":3">{{Cite book|last=Hakim|first=M. Arief|date=Januari 2020|title=Tirto Adhi Soerjo: Bapak Pers Indonesia|location=Bandung|publisher=Nuansa Cendekia|isbn=978-602-350-892-1|pages=25–27|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite news|date=2013-02-11|title=Galaknya Medan Prijaji bikin Belanda moentah darah|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/galaknya-medan-prijaji-bikin-belanda-moentah-darah.html|work=[[Merdeka.com]]|language=id|access-date=2022-05-14|editor-last=Fadillah|editor-first=Ramadhian|first=Ramadhian|last=Fadillah}}</ref>
Dari sepak terjang itu Medan Prijaji pun menjadi model pertama dari apa yang kelak disebut sebagai surat kabar pergerakan, mendahului [[Sarotomo]], [[Soeloeh Indonesia]], ataupun [[Daulat Ra'jat]]. Yang khas Medan Prijaji terletak pada kegiatannya yang tak berhenti dengan sekadar memberitakan sebuah peristiwa atau kebijakan yang merugikan publik, namun terjun langsung menangani kasus-kasus yang menimpa si kawula. Medan Prijaji, lagi-lagi, menjadi pelopor dari genre jurnalisme, yang puluhan tahun kemudian dikenal dengan sebutan [[jurnalisme advokasi]].
 
Walaupun begitu, kasus tersebut membuat ''Medan Prijaji'' mendapat perhatian pers di [[Belanda]]. Tirto berkesempatan untuk berkenalan dengan anggota [[Majelis Rendah]] Belanda, Henri van Kol, dan pemuka politik etik, [[Conrad Theodore van Deventer]], hingga dipasarkan di Eropa. Selain itu, catatan menunjukkan bahwa pada tahun 1909 ''Medan Prijaji'' telah membantu sekitar 225 orang yang terjerat kasus hukum.<ref name=":0" /> ''Medan Prijaji'' pun merupakan model pertama dari yang kemudian disebut sebagai surat kabar pergerakan, mendahului [[Sarotomo]], [[Soeloeh Indonesia]], ataupun [[Daulat Ra'jat]]. Ciri khas dari ''Medan Prijaji'' terletak pada kegiatannya yang tak sekadar memberitakan sebuah peristiwa atau kebijakan yang merugikan publik, tetapi juga terjun langsung menangani kasus-kasus yang menimpa orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, ''Medan Prijaji'' disebut sebagai pelopor jurnalisme advokasi.
==Edisi terakhir==
Nomor terakhir terbit [[3 Januari 1912]] tahun VI. Pada [[23 Agustus]] [[1912]] Medan Prijaji pun ditutup. Mas Tirto Adhi Surjo, juga dituduh menipu sejumlah orang yang berhimpun di Vereeniging van Ambtenaren bij het Binnenlandsch Bestuur (Perhimpunan Amtenar Pangreh Praja). Dua bulan setelah tutup, Jaksa Agung Hindia Belanda A Browner menjatuhkan vonis bahwa Tirto bersalah telah menulis penghinaan kepada Bupati Rembang. Mas Tirto Adi Soerjo disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke [[Pulau Bacan]], dekat [[Halmahera]] (Provinsi Maluku Utara).
 
=== Edisi terakhir dan penutupan ===
==Pranala luar==
Nomor atau edisi terakhir ''Medan Prijaji'' terbit pada 3 Januari 1912 tahun IV. Kemudian, ''Medan Prijaji'' terus diterpa berbagai masalah, salah satunya masalah finansial. Diketahui bahwa pengelolaan keuangan ''Medan Prijaji'' memang kurang bagus. Namun, masalah tersebut masih dapat teratasi dengan adanya bantuan modal dari H.M. Arsad.<ref name=":3" /> Meski begitu, surat kabar ini kembali mendapat terjangan finansial karena berkurangnya kerjasama iklan dan saham karena pemerintah kolonial campur tangan dalam hal ini''.''
* [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/022006/07/0901.htm Koran Nasional Pertama Lahir di Bandung]
 
* [http://www.jurnalnasional.com/new2/?KR=JURNAS&NID=15852 Medan Prijaji, Koran Pertama Penyuluh Semangat Kebangsaan]
Tirto Adhi Soerjo juga dituntut telah menghina Bupati [[Kabupaten Rembang|Rembang]], K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, atas penyalahgunaan kekuasaan dengan mengangkat putranya untuk menggantikan jabatannya. Hal ini dimuat dalam terbitan 17 Mei 1911. Akhirnya Tirto dihukum dengan dibuang ke [[Pulau Ambon|Ambon]] selama enam bulan. Masalah finansial yang semakin buruk membuat ''Medan Prijaji'' dinyatakan mengalami pailit. Pada 22 Agustus 1912, ''Medan Prijaji'' pun ditutup. Namun, Tirto masih harus menghadapi hukuman atas tuduhan terhadap tulisan-tulisannya. Masalahnya dengan Bupati Rembang terus berlanjut hingga ia divonis bersalah dan ia pun disandera oleh para kreditornya.<ref name=":0" /><ref name=":3" />
 
== Karya ==
Rubrik tetap ''Medan Prijaji'' adalah mutasi pegawai, salinan [[Lembaran Negara Republik Indonesia|Lembaran Negara]] dan pasal-pasal hukum, cerita bersambung, iklan, dan surat-surat. Terkadang artikel-artikel panjang itu didesain dalam dua kolom, tetapi sebagian besar dituliskan dalam satu kolom seperti jurnal. Selain rubrik pengaduan rakyat, salah satu karya populernya adalah cerita bersambung berjudul ''[[Hikayat Siti Mariah]]'' karya Hadji Moekti yang diterbitkan pada 7 November 1910 sampai 6 Januari 1912. Bahkan, hikayat tersebut juga disebut sebagai satu-satunya karya sastra pra-Indonesia.<ref name=":0" />
 
== Novel yang berkaitan ==
Kisah perjuangan dan kehidupan Tirto dan proses pendirian ''Medan Prijaji'' diangkat oleh [[Pramoedya Ananta Toer]] dalam buku ''[[Jejak Langkah (novel)|Jejak Langkah]]'', buku ketiga dalam [[Tetralogi Buru]].
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
* [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/022006/07/0901.htm Koran Nasional Pertama Lahir di Bandung] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080120212457/http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/022006/07/0901.htm |date=2008-01-20 }}
* [http://www.jurnalnasional.com/new2/?KR=JURNAS&NID=15852 Medan Prijaji, Koran Pertama Penyuluh Semangat Kebangsaan]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
 
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Surat kabar nasional Indonesia]]
[[Kategori:Hindia- Belanda]]