Achmad Bastari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Aliscabastari (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k koreksi tanda baca
 
(64 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Officeholder
[[Berkas:H.A. Bastari.jpg|thumb|Gubernur H.A. Bastari 1963]]'''Haji Ahmad Bastari''' (lahir dusun Campang Tiga, [[Ogan Komering Ulu]], [[1910]] - meninggal [[13 Oktober]] [[1992]]) adalah [[Gubernur Sumatera Selatan]] untuk periode [[1959]]-[[1963]]. Sebelum menjabat sebagai Gubernur Sumatera Selatan, Ia adalah Mayor Jenderal (Inspektur Jenderal) Polisi dan pernah bertugas sebagai [[Kepolisian_Daerah_Jawa_Tengah#Beberapa_Mantan_Pejabat_Kapolda_Jawa_Tengah|Kepala Polisi Daerah Jawa Tengah]] termasuk Yogyakarta (1954 - 1960).
| name = {{PAGENAME}}
| image = Achmad Bastari.jpg
| imagesize =
| caption =
| office = Gubernur Sumatera Selatan
| order = ke-6
| term_start = 1959
| term_end = 1963
| predecessor = Mochtar Prabu Mangkunegara
| successor = [[Abu Jazid Bustomi]]
| birth_date = {{birth date|1910|10|8}}
| birth_place = Campang Tiga, [[Cempaka, Ogan Komering Ulu Timur]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|1992|10|13|1910|10|8}}
| death_place = [[Jakarta]], Indonesia
| allegiance = {{unbulleted list|{{flag|Kekaisaran Jepang}} (1942–1945)|{{flag|Indonesia}} (1945–1968)}}
| serviceyears = 1945–1968
| rank = [[Berkas:PDU IRJEN KOM.png|25px]] [[Inspektur Jenderal Polisi]]
| branch = [[Berkas:Insignia of the Indonesian National Police.svg|25px]] [[Kepolisian Republik Indonesia]]
| unit = Korps Pembekalan Angkutan (CBA)
| battles = [[Revolusi Nasional Indonesia]] <br> [[Merapi Merbabu Complex]]
| party =
| spouse = Zoeriah binti Pangeran Haji Ateh
| children = 8 (4 laki-laki dan 4 perempuan)
| grandchildren = 28
| residence =
| alma_mater =
| occupation =
| religion = [[Islam]]
}}
 
[[Berkas:H.A.Inspektur Bastari.jpg|thumb|GubernurJenderal H.A.Polisi]] Bastari 1963([[Purnawirawan|Purn.]]) '''Haji AhmadAchmad Bastari''' (lahir dusun {{lahirmati|Campang Tiga, [[Cempaka, Ogan Komering Ulu Timur]], [[1910]]Sumatera - meninggal [[13 OktoberSelatan]] |8|10|1910|[[1992Jakarta]]|13|10|1992}}) adalah [[Gubernur Sumatera Selatan]] untuk periode [[1959]]-[[1963]]. Sebelum menjabat sebagai Gubernur Sumatera Selatan, Ia adalah Mayor Jenderal (Inspektur Jenderal) Polisi (Purn.) dan sebelum menjabat sebagai Gubernur/Kepala Daerah Sumatera Selatan ia pernah bertugas sebagai [[Kepolisian_Daerah_Jawa_TengahKepolisian Daerah Jawa Tengah#Beberapa_Mantan_Pejabat_Kapolda_Jawa_TengahBeberapa Mantan Pejabat Kapolda Jawa Tengah|Kepala Polisi Daerah Jawa Tengah]] termasuk Yogyakarta (1954 - 1960).
== Pendidikan ==
 
Ahmad Bastari gelar Sang Nata Purba dilahirkan di dusun Campang Tiga, dalam suku Serba Nyaman dari keturunan Golongan Pemimpin Adat dan Pemerintahan di daerah [[Ogan Komering Ulu]]. Kakeknya Mohammad Lanang gelar Alampak yang meninggal tahun 1923 dalam usia 73 tahun pada saatnya merupakan Kerio (Kepala Desa) Campang Tiga dan pengusaha dagang yang daerah perniagaannya sampai ke Medan dan wilayah Deli. Ayahnya Ahmad Daud gelar Nata Diraja bin Kerio Alampak (1885 – 1962) merupakan seorang [[guru]] yang lebih banyak dikenal dengan panggilan Guru Daud, kelak juga dikenal sebagai Kerio Ahmad Daud. Tercatat tanggal kelahiran Ahmad Bastari pada tanggal 3 Syawal tahun 1910 (masehi) dan ketika mulai masuk sekolah HIS (Hollands Inlandse School) di [[Palembang]] diubah menjadi tangal [[3 Oktober]] [[1912]].
== Riwayat Hidup ==
 
=== Pendidikan ===
Ahmad Bastari gelar Sang Nata Purba dilahirkan di <!-- rev. dusun -->desa Tjampang Tiga (Campang Tiga),<!-- Komering, --> <!-- rev. Sumatera Selatan --> dalam <!-- rev. suku -->[[dusun]] Serba Nyaman, suku [[Komering]], marga (kecamatan) Semendawai Suku Dua, dari keturunan Golongan Pemimpin Adat dan Pemerintahan di daerah <!-- rev. Ogan Komering Ulu -->[[Ogan Komering Ulu Timur]], [[Sumatera Selatan]]. Kakeknya Mohammad Lanang gelar Alampak yang meninggal tahun 1923 dalam usia 73 tahun pada saatnya merupakan Kerio (Kepala Desa) Campang Tiga dan pengusaha dagang yang daerah perniagaannya sampai ke Medan dan wilayah Deli. Ayahnya Ahmad Daud gelar Nata Diraja bin Kerio Alampak (1885 – 1962) merupakan seorang [[guru]] yang lebih banyak dikenal dengan panggilan Guru Daud, kelak juga dikenal sebagai Kerio Ahmad Daud. Tercatat tanggal kelahiran Ahmad Bastari pada tanggal 3 Syawal tahun 1910 (masehi) dan ketika mulai masuk sekolah HIS (Hollands Inlandse School) di [[Palembang]] diubah menjadi tangaltanggal [[3 Oktober]] [[1912]].
 
Berkat bantuan Ki Agus Mohammad Husein, tahun 1920 Ahmad Bastari bisa masuk HIS (Hollands Inlandse School) di daerah Kebun Duku, Palembang dan lulus bulan Juni 1927. Pada kelas tujuh, Ahmad Bastari mulai mengenal [[politik]] dengan mendirikan semacam partai dengan nama Partai Kelas Tujuh dalam rangka melawan beberapa orang keturunan [[Ambon]] di sekolah tersebut. Salah satu aktivitasnya adalah membuat semacam selembaran mingguan yang berisi bermacam-macam berita baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang selalu menyindir pihak Pemerintah Kolonial.
 
Selanjutnya Ahmad Bastari melanjutkan pendidikan ke [[MULO]] (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Palembang. 2 tahun di MULO Palembang, Ahmad Bastari pindah ke MULO 1 Weltevreden di [[Jakarta]]. Di Jakarta, Bastari sering menghadiri rapat-rapat yang diadakan partai-partai politik di gang kenari dan tempat-tempat lainnya. Selain itu Bastari bergabung juga dengan Pandu Pemuda SumateraSumatra (PPS), Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) serta Indonesia Muda dan menjadi Komisaris cabang MULO.
 
Setelah menamatkan MULO, Bastari meneruskan sekolah AMS di Jalan Hospitaalweg (Jl. AbdulrahmanAbdurrahman Saleh) dan kemudian pindah ke MosviaMOSVIA, Bandung. Di Bandung, kegiatan politik terus dilanjutkan dan menjadi wakil Ketua Indonesia Muda cabang [[Bandung]]. Namun kegiatan politik tersebut harus dihentikan karena diancam dikeluarkan dari Mosvia oleh direktur Mosvia Mr. Cassutto. Dari Mosvia Bandung, Bastari pindah ke Mosvia Vereeniging di [[Magelang]] dan tamat pada bulan [[Mei]] [[1935]].
 
=== Pengabdian Sebagai Pegawai Negeri ===
Dimulai sebagai pegawai sementara di kantor Asisten Residen [[Baturaja]] bulan [[Juni]] [[1935]] dan kemudian akibat kegiatan politik, Bastari di mutasidimutasi kedaerah [[Banyuasin]] (daerah lapangan terbang Talang Betutu). Di akhir tahun 1941 ketika [[Jepang]] menginvasi Palembang melalui [[Talang Betutu]], Bastari dipindahkan ke [[Muara Enim]] dan setelah Jepang mulai menduduki Palembang bulan [[Februari]] [[1942]], Bastari ditugaskan kembali di lapangan terbang Talang Betutu, Banyuasin.
 
Kemudian karier Bastari sebagai [[Polisi]] dimulai dengan mendaftarkan diri dan mendapat pangkat [[Keibu]] dan menjadi Kepala Polisi di [[Lahat]] yang selanjutnya mengikuti Dikoto Keisatsu Gakko (Sekolah Tinggi Kepolisian) untuk seluruh [[SumateraSumatra]] di [[Padang]].
 
Setelah Jepang kalah, dari Lahat Bastari kemudian menjadi Kepala Polisi seluruh Palembang Hulu sampai Lubuklinggau sampai periode sebelum [[perjanjian Linggarjati]]. Berdasarkan perintah Dokter [[A.K. Gani]], Bastari ditunjuk sebagai Kepala Polisi Negara di Sumatera Utara dan Timur termasuk [[Medan]] guna mempersiapkan hasil perjanjian Linggarjati. Belanda ternyata melanggar perjanjian tersebut dan Bastari ditahan beserta seluruh anak buahnya dan kemudian diusir ke Palembang.
Baris 19 ⟶ 52:
Akibat didudukinya Palembang dan desa Campang Tiga oleh [[NICA]], Bastari terpaksa bergabung dengan perjuangan republik di [[Lampung]] dan menjalankan fungsi sebagai Kepala Polisi Negara di Lampung dan turut berjuang dengan kesatuan tentara di front depan untuk berjuang menghadapi NICA.
 
Dari Lampung, Bastari ditunjuk sebagai Kepala Polisi Keresidenan [[Jambi]] sampai periode Belanda merebut [[Yogyakarta]] yang menahan Presiden [[Sukarno]] dan Wakil Presiden [[Mohammad Hatta]]. Bastari segera bergabung dengan Kolonel [[AbunjaniAbundjani]] mundur ke hulu Batanghari atau Muara Tebo. DidalamDi dalam pengungsian, Bastari menjadi pembantu [[Residen]] dalam upaya membangun kembali Pemerintahan Keresidenan Jambi di daerah gerilya. Disanalah muncul usaha percetakan uang darurat yang sangat dikenal dengan istilah Uang Hitam dari Jambi. Bastari diangkat menjadi Administratur Keuangan dan Percetakan Negara. Usaha tersebut dilakukan sampai bulan JulyJuli 1949 dan terpaksa dihentikan ketika Belanda menyerbu Muara Tebo. Dari Muara Tebo, perjuangan terpaksa dipindahkan ke Muara Bungo (2 bulan) dan kemudian pindah ke dusun Tantau Ikil di hulu sungai Jujuhan dekat dengan Sumatera Barat.
 
Perjuangan di Jambi dilakukan sampai tahun 1950. Bulan April 1950, Bastari mendapat jabatan sebagai Kepala Polisi Provinsi SumateraSumatra Tengah yang terdiri dari daerah [[Sumatera Barat]], Jambi, dan [[Riau]]. Tahun 1952 Bastari dipindahkan ke Pusat Kepolisian Negara di Jakarta dan memimpin bagian Hukum. Dilanjutkan pendidikan kepolisian di Hendon Police College London di Inggris , diteruskan studi banding ke [[Italia]], Belanda, dan [[Scotland|Skotlandia]]. 7 bulan kemudian pulang ke tanah air, Bastari kembali ke Palembang untuk menjabat Kepala Polisi PropinsiProvinsi SumateraSumatra bagian Selatan (mencakup Sumsel, Bengkulu, Lampung, dan Babel) sampai tahun 1954. Selanjutnya Bastari dipercaya untuk menjabat sebagai Kepala Polisi Jawa Tengah termasuk Yogyakarta selama hampir 75 tahun.
 
Di awal masa jabatan sebagai Kapolda Jawa Tengah & Yogyakarta tersebut, Bastari sudah mendapatkan tugas membantu menumpas pemberontakan komunis yang berpusat di [[Merapi-Merbabu Complex]] (MMC), kemudian juga gerakan [[Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo|Kartosuwiryo]] dan Angkatan Umat Islam (AUI) yang fanatik, serta gerakan pengacauan oleh eks Tentara Pelajar (Ex TP). Dengan latihan-latihan yang intensif, Polda Jawa Tengah dapat membentuk kesatuan Mobile Brigade yang tangkas untuk menumpas kekacauan, bahkan kelak tenaga-tenaga tangkas yang dihasilkan tersebut dapat bertugas menghadapi pengacau di seluruh Indonesia. Bastari juga dalam masa jabatan ini turut memfasilitasi pembangunan Koperasi Primer & Perkreditan untuk pegawai polisi Jawa Tengah, paviliun rehabilitasi penyakit paru-paru di Ngawen, balai-balai peristirahatan polisi di Tawangmangu, Bandungan, dan Kaliurang, Gedung Pertemuan PPPRI "Gajah Mada", tempat-tempat peribadatan untuk kesejahteraan rohani kepolisian, dan tak lupa mendorong prestasi kepolisian dalam bidang sepak bola nasional (tim dari Kepolisian Jawa Tengah bahkan sempat bertanding ke Melbourne saat Olympic Games).
Tahun 1959 sampai 1963, Bastari menjabat Gubernur/Kepala Daerah Sumatera Selatan. Di periode kegubernuran ini Bastari telah melakukan hal-hal seperti turut memfasilitasikan pembangunan [[Pupuk Sriwijaya]] dengan membantu Ir. [[Ibrahim Zahir]], arsitek PUSRI, menimbun seluruh areal rawa Pusri dengan mengeruk pasir sungai Musi, serta menyediakan infrastrukur pembangunan bersama dengan [[Haroen Sohar]] membangun [[Universitas Sriwijaya]]. Mengusahakan dana pembangunan jembatan di sungai Musi dengan mendesak Presiden Sukarno untuk memberikan US$ 25 juta hasil bantuan Pampasan Perang dari Pemerintah Jepang guna dibangunkan jembatan penghubung ([http://wiki-indonesia.club/wiki/Jembatan_Ampera/ Jembatan Ampera]). Serta membangun IAIN Raden Patah di Palembang.
 
[[Berkas:H.A. Bastari2.jpg|jmpl|300px|Bastari (paling kanan) mendampingi Presiden [[Soekarno]] saat kunjungannya ke Palembang tahun 1960]]
Setelah pensiun, beliau masih aktif di Konstituante, MPRS, dan kemudian menjabat Ketua MPI (Masyarakat Perkayuan Indonesia) (3 periode) dan Ketua Gapkindo (Gabungan Pengusaha Karet Indonesia) (3 periode).
Tahun 1959 sampai 1963, Bastari terpilih secara mutlak oleh [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatra Selatan|DPRD Sumatera Selatan]] untuk menjabat sebagai Gubernur/Kepala Daerah Sumatera Selatan. Di periode kegubernuran ini Bastari telah melakukan hal-hal seperti turut memfasilitasikanmemfasilitasi pembangunan [[Pusri|'''Pupuk Sriwijaya''']] dengan membantu Ir. [[Ibrahim Zahir]], arsitek PUSRI, menimbun seluruh areal rawa Pusri dengan mengeruk pasir sungai Musi, serta menyediakan infrastrukur pembangunan bersama dengan [[HaroenHarun Sohar]] untuk membangun '''[[Universitas Sriwijaya]]'''. Mengusahakan dana untuk pembangunan jembatan di sungai Musi dengan mendesak Presiden Sukarno untuk memberikan US$ 25 juta hasil bantuan Pampasanrampasan Perangperang dari Pemerintah Jepang guna dibangunkan jembatan penghubung, ([http://wiki-indonesia.club/wiki/Jembatan_Ampera/yang kemudian dikenal sebagai '''[[Jembatan Ampera])]'''. Serta turut membangun [[IAIN Raden Fatah|'''IAIN Raden Patah''']] di Palembang.
 
=== Pengabdian Setelah Pensiun ===
Bastari dan istrinya Zoeriah binti Pangeran Haji Ateh dikaruniai 8 orang anak (4 laki-laki, 4 perempuan) dan 28 orang cucu. Ia meninggal dunia di Jakarta tanggal 13 Oktober 1992, lalu dimakamkan di pemakaman Puncak Sekuning, Palembang, dan saat ini namanya diabadikan sebagai nama salah satu jalan di Palembang.
Pensiun pada tahun 1968 dari jabatan Staf Ahli Ketua Bappenas dan Direktur Pusat Rohani Polri dengan pangkat terakhir Inspektur Jenderal Polisi (Purn.), dia masih aktif di MPRS, Pengurus Pusat LVRI, Dewan Harian Daerah Angkatan 45 Sumbagsel, Pepabri Sumsel, Dewan Kehormatan Korps Sriwijaya, KADIN, dan kemudian dipercaya menjabat sebagai Ketua PMI cabang Palembang, Ketua MPI (Masyarakat Perkayuan Indonesia) (3 periode), dan Ketua Gapkindo (Gabungan Pengusaha Karet Indonesia) (3 periode).
 
Bastari juga turut serta membangun [http://www.pdpersi.co.id/rsisitikhadijah_palembang/profil.php RS Siti Khadijah] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140418052529/http://www.pdpersi.co.id/rsisitikhadijah_palembang/profil.php |date=2014-04-18 }} bersama-sama dengan Gubernur Sumsel saat itu [[Asnawi Mangku Alam]] dan mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn.) Drs. [[M. Hasan|Mohammad Hasan]] serta turut aktif dalam pembangunan [http://www.sumselprov.go.id/index.php?module=content&id=27 Monumen Perjuangan Rakyat Sumatra Bagian Selatan] di Palembang. Dia pun masih menulis artikel di surat kabar dan juga makalah, memberikan ceramah-ceramah agama Islam, serta hadir di seminar pembangunan daerah dan seminar adat setempat (termasuk kemudian ikut memperjuangkan agar [[Sultan Mahmud Badaruddin II]] diakui sebagai pahlawan nasional Indonesia asal Palembang).
 
Bastari dan istrinya Zoeriah binti Pangeran Haji Ateh dikaruniai 8 orang anak (4 laki-laki, 4 perempuan) dan 28 orang cucu. Ia meninggal dunia di Jakarta tanggal 13 Oktober 1992. Sesuai pesan dia, lalujenazahnya dimakamkan di pemakaman umum Puncak Sekuning, Palembang, dan saat ini namanya diabadikan sebagai nama salah satu jalan di Palembang.
 
== Referensi ==
Budiriyanto. ''Darah Pemimpin Terus Mengalir: Biografi Inspektur Jenderal Polisi Haji Achmad Bastari Gubernur/KDH Sumatera Selatan Pertama'' (Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2002)
 
{{kotak awal}}
{{s-off}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Gubernur Sumatera Selatan]]|pendahulu=[[Mohtar Prabu Mangkunegara]]|pengganti=[[Abu Yasid Bustomi]]|tahun=1959 - 1963}}
{{kotak selesai}}
 
{{lifetime|1910|1992|}}{{Gubernur Sumatera Selatan}}{{DEFAULTSORT:Bastari, Achmad}}
[[Kategori:Tokoh Polri]]
 
[[Kategori:Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah]]
{{lifetime|1910|1992|}}
[[Kategori:Tokoh Sumatera Selatan]]
 
[[Kategori:Tokoh dari Palembang]]
[[Kategori:Tokoh dari Ogan Komering Ulu]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Gubernur Sumatera Selatan]]