Merantau: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
OrophinBot (bicara | kontrib) |
||
(253 revisi perantara oleh 33 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
:''Untuk film berjudul sama, lihat '''[[Merantau (film)]]'''.''
'''Merantau''' adalah
==
Banyak faktor yang mendorong orang-orang untuk pergi dari tempat asal atau kelahirannya menuju tempat lain. Diantaranya faktor tradisi atau budaya dari suatu kelompok etnis, juga ada faktor ekonomi, pendidikan dan faktor peperangan.
Karena pembangunan yang tidak merata dan lebih terpusat di kota-kota besar, terutama di [[pulau Jawa]], banyak orang Indonesia merantau untuk mencari pekerjaan atau pendidikan yang lebih baik. Para perantau ini, terutama yang beragama [[Islam]], memiliki tradisi untuk [[pulang kampung]] setiap tahun untuk merayakan [[lebaran]]. Hal ini dapat diamati dari kenaikan arus penumpang sistem transportasi umum.▼
Ramainya Bandar [[Malaka]] pada abad 15 dan 16 mengakibatkan Malaka jadi tujuan perantauan dari bermacam etnis di [[Nusantara]]. Sampai saat ini keturunan dari para perantau itu masih teridentifikasi dengan jelas. Di Malaka dan sekitarnya bahkan di wilayah lainnya di [[Malaysia]] bisa ditemukan komunitas keturunan [[Minangkabau]], [[Jawa]], [[Banjar]], [[Bawean]] (di Malaka lazim disebut orang Boyan) dan etnis-etnis lainnya dari Nusantara. Karena pada masa itu Malaka adalah pusat perdagangan, maka bisa dipahami bahwa faktor ekonomilah yang mendorong orang-orang untuk merantau ke Malaka.
=== Suku Minang ===▼
(''Lihat pula : [[Orang Minang#Minangkabau Perantauan|Minangkabau Perantauan]]'')▼
Pada abad-abad sebelumnya, pelabuhan [[Barus]] juga pernah menjadi pusat perdagangan. Pada awalnya perdagangan di Barus didominasi oleh orang-orang [[Tamil]] dari [[India]], yang menjadikan Barus semacam koloni India untuk menguasai perdagangan hasil-hasil alam dari [[Sumatra]] dan Nusantara pada umumnya. Dominasi Tamil terhadap perdagangan di Barus baru bisa dipatahkan oleh [[pedagang Minangkabau]] sekitar abad 14 dan 15 dengan dukungan kerajaan [[Pagaruyung]]. Barus juga sudah jadi tujuan perantauan dari etnis lain di nusantara sebelum adanya Bandar Malaka.
Pada masa-masa berikutnya [[Timur Tengah]] juga menjadi tujuan perantauan bagi orang-orang dari Nusantara. Banyak orang-orang dari berbagai etnis merantau menuntut ilmu agama, yang dikemudian hari menjadi ulama-ulama besar di tanah air. Pada masa kolonial, [[Belanda]] juga jadi tujuan perantauan bagi pelajar-pelajar [[Hindia Belanda]]. Tidak sedikit di antara mereka akhirnya menjadi orang-orang terdepan dalam perjuangan kemerdekaan [[Indonesia]]. Dalam hal ini tentu kita pahami faktor pendidikanlah yang mendorong orang pergi merantau.
Masyarakat Minangkabau dikenal punya tradisi merantau yang kuat. Mereka telah mengembara ke wilayah Asia Tenggara lainnya sejak berabad abad yang lalu. Keturunan mereka ada di banyak tempat seperti Aceh, Riau, Lampung dan wilayah Sumatera lainnya, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina Selatan, dan lain lain. ▼
Saat ini, pada zaman globalisasi, tujuan perantauan bagi orang-orang Indonesia sudah sangat beragam. Untuk tujuan pendidikan maupun ekonomi orang bisa pergi atau merantau ke mana saja di bagian dunia ini. Tidak sedikit orang-orang Indonesia yang merantau ke [[Malaysia]], [[Australia]], [[Eropa]] bahkan [[Amerika Serikat]] dengan berbagai macam tujuan dan motivasinya.
Kebiasaan merantau juga berfungsi sebagai suatu perjalanan [[spiritual]] dan batu ujian bagi kaum lelaki Minangkabau dalam menjalani kehidupan. Kaum pria Minangkabau yang biasanya telah menguasai ilmu beladiri [[pencak silat]] untuk menjaga diri, berangkat pergi merantau dari kampung ketempat yang jauh hanya berbekal seadanya dan sedikit uang, bahkan tak jarang tanpa uang sama sekali. Kehidupan yang keras, jauh dari sanak saudara diharapkan menjadi cobaan untuk menempa jiwa, kegigihan, dan keuletan si pria Minang dalam meningkatkan derajat penghidupannya.▼
▲
Biasanya dalam periode di negeri orang inilah orang [[Minang]] yang merantau mulai mencari bidang kehidupan yang mereka minati. Bagi yang ingin berniaga atau wiraswasta mereka memilih menjadi [[Pedagang Minangkabau|pedagang]]. Banyak bidang usaha yang bisa mereka geluti seperti berdagang di pasar, mengelola usaha angkutan kecil kecilan, usaha percetakan, penjahit pakaian, usaha rumah makan atau [[restoran Padang]] dan banyak lagi yang lain. Bagi Yang bertujuan menimba ilmu merekapun masuk sekolah sekolah yang baik. Tak jarang mereka menjadi tokoh di komunitas perguruan tersebut. Banyak diantara mereka menjadi orang besar dikemudian hari, baik sebagai tokoh pengusaha, politisi, dokter, ilmuwan, birokrat, seniman, profesional, ulama, militer dan polisi, dan lain lain.▼
== Suku-suku perantau ==
Jika menurutnya ia telah dikategorikan sukses setelah jangka waktu tertentu, maka barulah ia berani pulang ke kampung halamannya yang telah lama ditinggalkan. Tidak jarang pula para perantau ini lalu berkeluarga, dan akhirnya menetap di daerah lain. Dalam suku Minangkabau, fenomena ini disebut ''Marantau Cino''.▼
Banyak orang Indonesia dari berbagai etnis pergi dari tempat asalnya menuju dan menetap di wilayah lain. Bermacam-macam penyebab, tujuan dan motivasi yang mendorong mereka pergi merantau. Dari sekian banyak etnis itu ada beberapa etnis yang warganya melakukan aktivitas merantau dalam jumlah yang sangat signifikan, sehingga etnis tersebut bisa diklasifikasikan sebagai suku perantau.
=== Minangkabau ===
Suatu masalah yang belum banyak dikaji mengenai para perantau Minang ini adalah mengenai perubahan sistem nilai serta kehidupan sosial mereka. Secara umum terdapat kesan bahwa para perantau Minang masih tetap menganut agama Islam dengan taat, akan tetapi dalam hubungan sosialnya sudah mulai kurang mempergunakan organisasi adat tradisional seperti ''buah paruik'', ''kaum'' atau ''suku'', dan lebih banyak berhimpun dalam satuan [[nagari]] asal. Salah satu himpunan warga nagari yang paling terkenal dan terorganisasi dengan baik adalah "Sulit Air Sepakat" atau SAS. ▼
==== Tradisi dan Budaya ====
Adalah menarik perhatian, bahwa pada umumnya para perantau Minang ini mampu menyesuaikan diri dengan adat istiadat serta kebudayaan daerah rantaunya, yang antara lain terlihat pada hampir tidak pernahnya terjadi konflik dengan masyarakat tempatan yang menjadi tuan rumahnya. Mungkin sekali hal ini disebabkan oleh ajaran adat Minangkabau yang berbunyi: ''dimano bumi dipijak, disitu langik dijunjuang''.▼
'''''"Merantau"''''' sesungguhnya tak bisa dipisahkan dari masyarakat Minangkabau. Asal usul kata "merantau" itu sendiri berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau". Rantau pada awalnya bermakna: wilayah wilayah yang berada di luar wilayah inti Minangkabau (tempat awal mula peradaban Minangkabau). Peradaban Minangkabau mengalami beberapa periode atau pasang surut. Wilayah inti itu disebut "darek" (darat) atau [[Luhak]] nan Tigo. Aktivitas orang orang dari wilayah inti ke wilayah luar disebut "marantau" atau pergi ke wilayah rantau. Lama kelamaan wilayah rantau pun jadi wilayah Minangkabau. Akhirnya wilayah rantau menjadi semakin jauh dan luas, bahkan pada zaman modern sekarang ini wilayah rantau orang Minangkabau bisa disebut di seluruh dunia, walaupun wilayah tersebut tak akan mungkin masuk kategori wilayah Minangkabau namun tetap disebut "rantau". '''''[[Filosofi]]''''' dan tujuan "merantau" orang Minang berbeda dengan [[imigrasi]], [[urbanisasi]], atau [[transmigrasi]] yang dilakukan kelompok lain.
Banyak orang dari berbagai suku atau etnis yang merantau, di antaranya yang fenomenal adalah kaum Minangkabau. Seorang laki laki Minangkabau saat menginjak usia dewasa muda (20-30 tahun) sudah didorong pergi merantau oleh kultur / budaya adat Minangkabau yang dianut suku tersebut sejak dulu kala, entah kapan bermulanya tak bisa diketahui secara pasti. Tapi setidaknya berdasarkan sejarah yang masih bisa ditelusuri sekitar abad ke 7 orang orang atau '''''[[Pedagang Minangkabau|pedagang]]''''' Minangkabau berperan besar dalam pendirian kerajaan [[Melayu]] di wilayah [[Jambi]] sekarang yang pada zamannya berada pada posisi yang strategis dalam perdagangan di [[Selat Malaka]] atau [[Asia Tenggara]] umumnya.
==== Wilayah perantauan ====
▲Masyarakat Minangkabau dikenal punya tradisi merantau yang kuat. Mereka telah mengembara ke wilayah [[Asia Tenggara]] lainnya sejak berabad abad yang lalu. Keturunan mereka sampai saat ini masih ada bahkan berkembang di banyak tempat seperti [[Aceh]], [[Riau]], [[Sumatera Utara]], [[Jambi]], [[Bengkulu]], [[Lampung]]
Suku [[Aneuk Jamee]] di Aceh adalah masyarakat keturunan Minangkabau yang nenek moyang mereka telah merantau dari Ranah Minang sejak berabad abad yang lalu. [[Cut Nyak Dhien]] dan [[Teuku Umar]] yang dikenal sebagai pejuang gigih dan dianugerahi gelar [[pahlawan nasional]] oleh pemerintah [[Indonesia]] adalah anak dan keponakan dari Nanta Setia seorang [[Uleebalang]] VI [[Mukim (Aceh)|Mukim]], keturunan seorang perantau Minang yang juga jadi uleebalang di [[Kesultanan Aceh]] pada abad ke 18.
Dengan dukungan raja [[Pagaruyung]] Minangkabau, pada abad ke 15 perantau Minangkabau sudah mulai bermukim di [[Negeri Sembilan]] [[semenanjung Malaya]]. Komunitas keturunan perantau Minangkabau di Negeri Sembilan yang populasinya cukup banyak akhirnya menjadi sebuah kerajaan dengan raja pertamanya [[Raja Melewar]] yang diutus langsung dari Pagaruyung Minangkabau. Pada pertengahan abad ke 20 seorang Raja Negeri Sembilan yang keturunan Minangkabau [[Abdul Rahman (Negeri Sembilan)|Tuanku Abdul Rahman]] diangkat menjadi raja Malaysia pertama dengan gelar '''''[[Yang di-Pertuan Agong]]''''' [[Malaysia]].
Empat orang putera raja Pagaruyung Minangkabau mengembara / merantau ke selatan dan mendirikan [[Kepaksian Sekala Brak]] di wilayah [[Lampung]] sekarang. Di [[Mindanao]] Selatan ([[Filipina]]) keturunan perantau Minangkabau dari ratusan tahun yang lalu masih ada sampai saat ini. Gelar bangsawan mereka "Ampatuan" yang berasal dari Pagaruyung / Minangkabau (Ampu Tuan) masih mereka pakai sampai sekarang. Di [[Sulawesi Selatan]] keturunan '''''Datuk Makotta Minangkabau''''' sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat [[Bugis]]-[[Makassar]] sejak ratusan tahun yang lalu.
Di pesisir barat [[Sumatera Utara]] mulai dari [[Natal]] sampai [[Sibolga]], Sorkam dan [[Barus]] keturunan Minangkabau telah bertransformasi dan telah berubah nama menjadi "Orang Pesisir". Dahulunya nenek moyang mereka berasal dari wilayah [[Painan]], [[Padang]] dan [[Pariaman]]. Sampai sekarang bahasa mereka hampir tak ada bedanya dengan [[bahasa Minangkabau]]. Saat masa jayanya Bandar [[Malaka]] pada abad ke 15 di semenanjung Malaya, di wilayah [[Kabupaten Batu Bara|Batu Bara]] dan [[Kabupaten Asahan|Asahan]] Sumatera Utara dulunya banyak bermukim komunitas Minangkabau dan menerapkan sistem adat Minangkabau yang '''''[[matrilineal]]''''' sebelum berubah jadi [[patrilineal]] atas desakan [[Sultan Deli]]. Saat ini keturunan Minangkabau tersebut telah lebur kedalam masyarakat Melayu pesisir timur Sumatera Utara.
Tidak hanya di Negeri Sembilan perantau Minangkabau mendirikan kerajaan, pada akhir abad ke 14 seorang perantau Minang lainnya ''Raja Bagindo'' juga mendirikan [[Kesultanan Sulu]] di Filipina Selatan. [[Awang Alak Betatar]] pendiri [[Kesultanan Brunei]] disebutkan berasal dari Minangkabau juga, bahkan saat acara peresmian replika [[Istana Pagaruyung]] pada tahun 80 an Sultan Brunei [[Hassanal Bolkiah]] juga ikut hadir dan sempat mengatakan bahwa leluhurnya berasal dari Pagaruyung Minangkabau.
Kalau ditelusuri lebih jauh lagi ke belakang, sebuah peninggalan sejarah dari abad ke 7 masehi yaitu [[prasasti Kedukan Bukit]] di [[Palembang]] menyatakan bahwa [[Kerajaan Sriwijaya]] didirikan oleh [[Dapunta Hyang]] setelah bertolak dari '''''[[Minanga Tamwan]]''''' dengan membawa bala tentara sebanyak 20.000 orang. Ada ahli sejarah yang berpendapat bahwa Minanga Tamwan zaman kuno yang berpusat di hulu sungai [[Batang Hari]] atau di hulu sungai [[Kampar]] itu adalah Minangkabau sekarang. Mengenai hal ini memang masih belum ada kesamaan pendapat di antara para ahli sejarah, ada yang berpendapat Dapunta Hyang bertolak dari Minanga Tamwan kearah selatan, lalu mendirikan wanua (kerajaan Sriwijaya) setelah menemukan tempat yang dianggap tepat. Sedangkan ahli yang lain berpendapat Minanga Tamwan adalah kerajaan taklukan Dapunta Hyang. Tidak tertutup kemungkinan bahwa pendapat yang pertama dari para ahli sejarah tersebut benar adanya mengingat prestasi yang dicapai orang orang Minangkabau dalam petualangan perantauannya baik dimasa lalu maupun dimasa kini.
Selain perantauan yang bersifat kolektif dan agak masif yang kemudian hari menjadi suatu komunitas bahkan kerajaan, juga ada perantau individual yang merantau ke wilayah yang tidak lazim dijadikan tujuan perantauan orang Minang pada masa itu. Selain Datuk Makotta Minangkabau juga ada tiga orang Datuk yang ulama yaitu '''''[[Datuk Ri Bandang]]''''', ''Datuk Ri Pattimang'', ''Datuk Ri Tiro'' merantau ke wilayah timur dan menyebarkan agama Islam di wilayah Sulawesi dan Nusa Tenggara pada awal abad ke 17. Sampai saat ini masyarakat setempat tetap mengenang jasa jasa mereka. Di beberapa wilayah [[Kalimantan Timur]] dan [[Sulawesi Tengah]], ''Tuan Tunggang Parangan'' dan ''Datuk Karama'' dikenang masyarakat setempat sebagai pembawa ajaran Islam kedaerah itu.
Di bidang kemiliteran tiga laki laki Minang merantau jauh sampai ke [[Timur Tengah]] dan menjadi bagian dari pasukan '''''Janissary Turki''''' yang terkenal hebat pada zamannya. Pada awal abad 19, Kolonel [[Haji Piobang]], seorang perwira kavaleri dipercaya menjadi panglima dari salah satu pasukan Janissary. Ia berhasil mengalahkan salah satu pasukan [[Napoleon]] dalam ''perang Piramid'' di [[Mesir]]. Perwira lainnya ''Mayor H. Sumanik'' menjadi ahli perang padang pasir bersama ''H. Miskin''. Dikemudian hari setelah pulang dari perantauan ke Ranah Minang ketiga anggota pasukan Janissary Turki itu berperan besar sebagai pendiri pasukan militer dalam [[perang Padri]].
==== Filosofi dan Tujuan ====
Sebagian besar dari tokoh tokoh Indonesia dari Minang yang berpengaruh adalah produk "perantauan". Bangsa [[Indonesia]] tentu tak akan pernah lupa dengan jasa jasa para pejuang dan pahlawan negara ini yang berasal dari Minangkabau seperti [[Tan Malaka]], [[Mohammad Hatta]], dan [[Sjahrir]] yang dianggap tokoh Indonesia paling penting bersama [[Soekarno]] dan [[Jenderal Soedirman]] dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selain ketiga tokoh tersebut tentu masih banyak tokoh produk perantauan lainnya seperti [[Mohammad Natsir]] yang pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslim se Dunia dan [[perdana menteri]] Indonesia, [[Mohammad Yamin]] yang jadi pelopor [[Sumpah Pemuda]] pada tahun 1928, juga [[Agus Salim]] yang jadi diplomat ulung, bahkan seorang presiden yang di(ter)lupakan [[Assaat]]. Di bidang agama, Minang perantauan juga melahirkan ulama ulama besar seperti [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]], orang non [[Arab]] pertama yang jadi '''''Imam Besar''''' di [[Masjidil Haram]] [[Mekkah]] yang juga jadi guru bagi banyak ulama besar di nusantara. Juga ada [[Hamka]] yang dihormati dan dikagumi tidak hanya oleh umat muslim Indonesia tetapi juga umat muslim di negara negara Asia Tenggara lainnya. Di bidang sastra juga lahir dua orang '''''pionir''''' yaitu [[Chairil Anwar]] pelopor [[Angkatan '45]] dan [[Sutan Takdir Alisjahbana]] pelopor [[Pujangga Baru]], sementara [[Usmar Ismail]] dikemudian hari digelari Bapak Film Indonesia, dan banyak lagi yang lainnya.
Semua tokoh tokoh besar tersebut adalah produk "perantauan". Pencapaian yang tinggi oleh perantau-perantau itu akhirnya menimbulkan pertanyaan, apakah tujuan dan filosofi orang orang Minang dalam "merantau". Tidak mudah memahami tujuan dan filosofi itu melalui artikel yang pendek ini. Secara sederhana bisa direnungkan makna dari sebuah pepatah bijak Minangkabau yaitu '''''Iduik bajaso, mati bapusako''''' (Hidup berjasa, mati berpusaka) yang bermakna selagi hidup harus memberi jasa agar setelah mati meninggalkan pusaka (warisan nama baik) yang bisa dikenang sepanjang masa. Untuk memahami lebih dalam lagi filosofi dan tujuan "merantau" orang Minang perlu dibaca karya dari antropolog dan sosiolog ternama [[Mochtar Naim]] dalam bukunya "Merantau".
Orang orang Minangkabau merantau dengan hati dan pikiran terbuka serta imajinasi yang tinggi. Antropolog Mochtar Naim berpendapat bahwa disamping merantau dan berdagang, pola hidup masyarakat Minangkabau yang sangat menonjol adalah suka '''''berpikir''''' dan '''''menelaah'''''. Kebiasaan positif tersebut pada akhirnya menghasilkan para pemikir dan tokoh tokoh berpengaruh di nusantara ini. Mereka adalah manusia manusia yang tak cepat berpuas diri, mereka akan menggapai apapun setinggi mungkin. Kemampuan dan keberanian menjelajah dunia lain yang berbeda dengan kampung halaman mereka telah menjadikan kaum itu sebagai perantau ulung yang tercatat dalam sejarah bangsa bangsa nusantara. Salah satu falsafah hidup mereka yang paling penting yaitu '''''Alam Takambang Jadi Guru''''' ikut berperan dalam kemampuan mereka beradaptasi dengan alam yang berbeda dengan alam Minangkabau, kampung halaman yang tak pernah mereka lupakan sejauh apapun mereka merantau.
▲Kebiasaan merantau juga berfungsi sebagai suatu perjalanan
==== Profesi ====
▲
▲
==== Adaptasi dan Perubahan ====
▲Adalah menarik perhatian, bahwa pada umumnya para perantau Minang ini mampu menyesuaikan diri dengan adat istiadat serta kebudayaan daerah rantaunya, yang antara lain terlihat pada hampir tidak pernahnya terjadi konflik dengan masyarakat tempatan yang menjadi tuan rumahnya. Mungkin sekali hal ini disebabkan oleh
▲Suatu masalah yang belum banyak dikaji
=== Suku Bugis-Makassar ===
Suku [[Bugis]]-[[Makassar]] juga termasuk suku yang gemar mengembara. Seperti Minangkabau, keturunan suku Bugis-Makassar juga bertebaran di seantero Asia Tenggara. Hampir di semua wilayah Asia Tenggara terdapat komunitas Bugis-Makassar sejak berabad abad yang lalu. Diaspora manusia Bugis-Makassar sangat intens terjadi semenjak kalahnya [[Kerajaan Gowa]] dalam berperang melawan Belanda yang diakhiri dengan '''Perjanjian Bongaya''' pada tahun 1667 yang terasa sangat mengikat dan menghina kaum Bugis-Makassar. Setelah kekalahan dari Belanda dan rasa tertindas oleh Perjanjian Bongaya, manusia manusia merdeka Bugis-Makassar pun berhamburan meninggalkan tanah kelahiran mereka. Dengan kapal kapalnya yang terkenal mereka mengembara di seantero laut nusantara. Dimana mereka menemukan wilayah yang bisa menopang kehidupan disitulah mereka menetap, namun tidak sedikit yang tetap mengembara di lautan dengan menjadi bajak laut
Keperkasaan pengembara pengembara Bugis-Makassar juga terekam dalam hikayat hikayat Minangkabau. Tidak jarang terjadi konflik antara keduanya dalam perebutan kekuasaan di kerajaan Melayu. Salah satunya adalah kasus perebutan tahta [[Kesultanan Johor]] di semenanjung Malaya. Pada masa itu kedua suku bangsa ini dan juga suku bangsa [[Aceh]] adalah pemain pemain kunci di kawasan darat maupun laut bagian barat nusantara. Disamping bajak laut Bugis-Makassar juga terdapat bajak laut dari Minangkabau ketika itu. Namun tidaklah semua pengembara dari timur itu adalah bajak laut, tidak sedikit di antara mereka adalah para bangsawan Bugis-Makassar yang tidak mau tunduk terhadap kekuasaan [[Belanda]].
Pada masa masa selanjutnya banyak di antara mereka yang berperan besar di kerajaan kerajaan Melayu bahkan Aceh. Lama kelamaan terjadilah asimilasi di antara suku suku pengembara tersebut, banyak di antara mereka yang saling kawin mawin. Keturunan Datuk Mahkota Minangkabau sangat diterima dan dihargai oleh kaum Bugis-Makassar. Begitu juga di Aceh, banyak [[sultan Aceh]] yang berdarah Bugis-Makassar. Ini salah satu contoh baik asimilasi antar suku nusantara. Menurut perkiraan para ahli, di antara suku suku nusantara setelah [[diaspora]] Minangkabau, diaspora suku Bugis-Makassar termasuk yang paling luas jangkauannya dan telah berlangsung dari ratusan tahun yang lalu.
Tanah asal [[suku Banjar]] berada di [[Kalimantan Selatan]], tetapi kita dapat menemukan keturunan suku Banjar dalam jumlah yang cukup signifikan di beberapa wilayah seperti [[Kalimantan Tengah]], [[Kalimantan Timur]], [[Riau]], [[Jambi]], [[Sumatera Utara]], [[Jawa Timur]] bahkan di luar negeri seperti di Malaysia, Singapura dan Brunei. Aktivitas merantau orang orang Banjar sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu dan keturunan mereka juga berkembang di wilayah wilayah tersebut diatas. Diperantauan identitas mereka masih bisa dikenali sebagai orang Banjar perantauan. Migrasi keluar pulau Kalimantan, bukan hanya oleh suku Banjar, namun jauh ribuan tahun sebelumnya, tetangga suku Banjar yaitu manusia proto [[suku Dayak Maanyan]] diperkirakan telah melakukan migrasi ke pulau [[Madagaskar]].
Seperti kecenderungan banyak pengembara, mereka juga ada yang beraktivitas di dunia perdagangan. Dengan banyaknya kantong kantong komunitas suku Banjar di luar tanah asal mereka dan sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, maka bisa dikatakan bahwa orang orang Banjar adalah manusia pengembara juga. Mereka juga para petarung kehidupan yang tak gentar menghadapi kerasnya kehidupan perantauan. Perantau suku Banjar pada masa lalu turut serta dalam terbentuknya [[suku Suluk]] dan [[suku Sumbawa]]. Mengenai jumlah populasi keturunan Banjar perantauan belum ada data pasti, namun masih dibawah populasi Minangkabau perantauan dan Bugis-Makassar perantauan.
=== Suku Bawean ===
[[Suku Bawean]] tidaklah banyak populasinya, tetapi kalau dihitung persentase perantaunya dibanding populasi keseluruhan didapat angka yang cukup tinggi. Kampung halaman mereka di pulau kecil yaitu [[Pulau Bawean]], ditengah laut luas antara dua pulau besar yaitu Kalimantan dan Jawa. Mereka banyak merantau ke Malaysia sejak masih ramainya kota pelabuhan [[Malaka]] pada sekitar abad 19. Di Malaysia mereka lebih dikenali sebagai orang Boyan. Walaupun jumlah populasi perantaunya tidak begitu banyak, tetapi karena persentasenya yang tinggi dibanding jumlah populasi keseluruhan, maka juga bisa dikategorikan bahwa orang Bawean termasuk manusia perantau juga.
=== Suku Batak ===
[[Suku Batak]] termasuk yang belakangan melakukan aktivitas merantau. Tapi perkembangan aktivitas merantau mereka terhitung pesat. Mereka baru sekitar satu abad lebih keluar secara cukup masif dari kampung halaman mereka yang indah di tepian danau [[Toba]]. Diaspora Batak yang cukup masif dimulai pada penghujung abad 19 atau awal abad 20, dimulai dari menyebarnya mereka dari wilayah Tapanuli ke daerah sekitar, seperti [[Medan]] dan [[Deli]] karena berkembangnya perkebunan di wilayah tersebut. Seiring dengan pertambahan populasi yang cepat maka semakin pesat pula arus urbanisasi orang orang dari Tanah Batak ke seantero nusantara. Pada masa sekarang ini kita dengan mudah menemukan orang Batak diberbagai tempat.
Banyak juga anggota [[suku Batak]] yang merantau ke daerah lain. Mereka yang memeluk [[agama Kristen]] biasanya mendirikan gereja [[Huria Kristen Batak Protestan|HKBP]] di tempat baru untuk beribadah. Orang Batak banyak yang pergi merantau ke [[Medan]] dan [[Jakarta]] serta kebeberapa daerah di negara ini. Jumlah perantau [[suku Batak]] sendiri menduduki peringkat ketiga setelah perantau [[Minangkabau]] dan orang [[Bawean]]. Menurut sensus pada tahun 2006, jumlah perantau Batak mencapai 19,8 % dari jumlah populasi dengan puak [[Batak Toba]] sebagai yang terbesar diluar wilayah [[Sumatera Utara]] dan yang terkecil dari puak [[Batak Pakpak]] ▼
Suku Batak terdiri dari beberapa puak, yaitu puak [[Toba]], [[Mandailing]], [[Angkola]], [[Karo]], [[Simalungun]], dan [[Pakpak]]. Puak Toba, Mandailing dan Karo terhitung yang paling pesat pencapaiannya dalam bermacam bidang kehidupan di perantauan dibanding puak lainnya.
▲
Motif
=== Suku Madura ===
▲Motif Merantau orang Batak Toba sendiri terdapat dalam falsah hidup mereka yakni Hagabeon, Hasangapon, Habontaron dan Harajaon. Yakni merantau untuk meraih kehidupan yang lebih baik, menguasai suatu daerah dan membentuk koloni baru di luar wilayah. Falsafah ini sukses dilakukan oleh orang Batak di perantauan terutama di wilayah Medan, Sumatera Utara serta beberapa kawasanan didaerah selatan [[Aceh]] serta utara [[Sumatera Barat]] dan [[Riau]] dimana tumbuh generalisasi bahwa penduduk wilayah itu ialah orang Batak
Satu lagi suku perantau dari nusantara ini, yaitu suku [[Madura]]. Tanah asal suku Madura adalah pulau Madura, tetapi diujung timur pulau Jawa juga telah menjadi kampung halaman mereka. Kaum Madura telah tersebar di bagian lain nusantara ini sejak ratusan tahun yang lalu. Walaupun jumlah populasi perantaunya tidak sebanyak orang Minangkabau dan Bugis-Makassar, mereka tetap bisa disebut sebagai suku perantau. Orang Madura banyak merantau ke Kalimantan dan wilayah lainnya di pulau [[Jawa]] selain [[Jawa Timur]]. Di Sulawesi juga ada perantau dari Madura, begitu juga di kepulauan [[Bangka Belitung]]. Pasca tragedi di Kalimantan, wilayah perantauan orang orang Madura semakin meluas. Sekarang ini kita juga bisa menemukan perantau Madura di pulau Sumatra. Orang orang dari suku Madura juga dikenal ulet, tidak gampang menyerah, salah satu modal utama para perantau.
== Lihat pula ==
* [[Diaspora]]
* [[Exodus]]
* [[Imigrasi]]
* [[Transmigrasi]]
* [[Urbanisasi]]
== Bacaan lebih lanjut ==
* Naim, Muchtar. "Merantau
* Naim, Mochtar, "Merantau
* Suryadinata, Leo, Evi Nurvidya Arifin, dan Aris Ananta, 2003, "Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape", ISEAS, Singapore.
[[Kategori:
[[Kategori:Tradisi di Minangkabau]]
|