Tari Gambu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Faiqnur (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Matabulanhari (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(15 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Tari Gambu.jpg|thumb|300px|Tari Gambu Keraton Sumenep]] Pada awalnya '''tari Gambu''' lebih dikenal dengan Tari keris, dalam catatan Serat Pararaton tari Gambu disebut dengan Tari Silat Sudukan Dhuwung, yang diciptakan oleh [[Arya Wiraraja]] dan diajarkan pada para pengikut [[Raden Wijaya]] kala mengungsi di keraton[[Keraton Sumenep]]. Tarian tersebut pernah ditampilkan di keraton Daha oleh para pengikut Raden Wijaya pada perayaan Wuku Galungan yang dilaksanakan oleh Raja Jayakatong dalam suatu acara pasasraman di Manguntur Keraton Daha yang selalu dilaksanakan setiap akhir tahun pada Wuku Galungan. Para pengikut [[Raden Wijaya]] antara lain Lembusora, [[Ranggalawe]] dan [[Nambi]] diadu dengan para Senopati [[Daha]] yakni Kebo Mundarang, Mahesa Rubuh dan Pangelet, dan kemenangan berada pada pengikut RadeRaden Wijaya.
 
Tari Keris ciptaan [[Arya Wiraraja]] ini lama sekali tidak diatraksikan. Pada masa kerajaan Mataram Islam di Jawa yakni pada pemerintahan Raden Mas Rangsang Panembahan AagungAgung Prabu Pandita Cakrakusuma Senapati ing Alaga Khalifatullah (Sultan Mataram 1613-1645), seorang Raja yang sangat peduli dengan seni dan budaya. Maka kala itu Sumenep diperintah oleh seorang Adipati kerabat [[Sultan Agung]] yang bernama [[Kanjeng Pangeran Ario Anggadipa]] tarian tersebut dihidupkan kembali sekiotarsekitar tahun 1630, diberi nama “Kambuh” dalam [[bahasa Jawa]] berarti “terulang kembali” dan sampai detik ini terus diberi nama Kambuh dan lama kelamaan berubah istilah menjadi tari Gambu (dalam logat Sumenep).
[[Berkas:Tari Gambu.jpg|thumb|300px|Tari Gambu Keraton Sumenep]] Pada awalnya tari Gambu lebih dikenal dengan Tari keris, dalam catatan Serat Pararaton tari Gambu disebut dengan Tari Silat Sudukan Dhuwung, yang diciptakan oleh [[Arya Wiraraja]] dan diajarkan pada para pengikut [[Raden Wijaya]] kala mengungsi di keraton Sumenep. Tarian tersebut pernah ditampilkan di keraton Daha oleh para pengikut Raden Wijaya pada perayaan Wuku Galungan yang dilaksanakan oleh Raja Jayakatong dalam suatu acara pasasraman di Manguntur Keraton Daha yang selalu dilaksanakan setiap akhir tahun pada Wuku Galungan. Para pengikut Raden Wijaya antara lain Lembusora, [[Ranggalawe]] dan [[Nambi]] diadu dengan para Senopati Daha yakni Kebo Mundarang, Mahesa Rubuh dan Pangelet, dan kemenangan berada pada pengikut Rade Wijaya.
Tari Keris ciptaan Arya Wiraraja ini lama sekali tidak diatraksikan. Pada masa kerajaan Mataram Islam di Jawa yakni pada pemerintahan Raden Mas Rangsang Panembahan Aagung Prabu Pandita Cakrakusuma Senapati ing Alaga Khalifatullah (Sultan Mataram 1613-1645), seorang Raja yang sangat peduli dengan seni dan budaya. Maka kala itu Sumenep diperintah oleh seorang Adipati kerabat [[Sultan Agung]] yang bernama [[Kanjeng Pangeran Ario Anggadipa]] tarian tersebut dihidupkan kembali sekiotar tahun 1630, diberi nama “Kambuh” dalam bahasa Jawa berarti “terulang kembali” dan sampai detik ini terus diberi nama Kambuh dan lama kelamaan berubah istilah menjadi tari Gambu (dalam logat Sumenep).
 
== Rujukan dan Pranala luar ==
[[Kategori:Wisata Sumenep]]
* Hélène Bouvier. 2002. Lèbur: seni musik dan pertunjukan dalam masyarakat Madura. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 979-461-420-3, 9789794614204
[[Kategori:Kabupaten Sumenep]]
* Facebook Page: SONGENNEP TEMPO DOELOE
[[Kategori:Budaya Indonesia]]
* Facebook Group: Forum Peduli Bahasa dan Budaya Madura
 
{{DEFAULTSORT:Gambu}}
 
{{Topik Sumenep}}
[[Kategori:WisataKesenian Sumenep]]
[[Kategori:BudayaTari di Indonesia]]