<!-- Halaman ini hanya untuk uji coba menyunting dan dikosongkan secara berkala -->
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 271
KAJIAN TERHADAP FUNGSI ANGGARAN DALAM
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Ida Bagus Putu Purbadharmaja
Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar
ABSTRAK
Setiap pemerintahan memiliki suatu anggaran pendapatan dan belanja, baik tingkat
pusat maupun daerah. Perencanaan suatu anggaran umumnya meliputi masa waktu satu tahun
dengan karakteristik yang kontinu. Faktor distribusi, stabilisasi, dan alokasi sangat perlu
diperhatikan dalam penyusunan suatu anggaran.
Penyusunan anggaran memiliki fungsi yang besifat integratif dan bersinergi an-tarkomponen dalam pengalokasian anggaran. Dalam hal fungsi anggaran menjadi begitu penting
untuk dapat terlaksananya pembangunan ekonomi suatu daerah. Di sisi lain anggaran memiliki
banyak kelemahan yang bersifat umum, baik jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Selain kelemahan tersebut penyusunan suatu anggaran akan menghadapi berbagai kendala,
seperti political context, legal context, economic conditions, dan historical context.
Penggunaan anggaran dalam pembangunan diharapkan memberikan manfaat tidak saja
untuk meningkatkan pendapatan, namun juga diharapkan dapat memberikan ruang gerak
ekonomi yang lebih kondusif dan menyentuh akar masalah yang faktual dalam masyarakat.
Alokasi anggaran sebaiknya dapat meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran sekaligus juga
memperhatikan faktor eksternalitas. Optimalitas usaha oleh perusahaan daerah mestinya
ditunjang dengan otoritas manajemen dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan/badan
usaha daerah. Perusahaan daerah harus memberikan kontribusi positif berupa profit sehingga
tidak membebani anggaran, malah sebaliknya dapat menjadi sumber pendapatan daerah yang
potensial.
Kata kunci: anggaran, kendala anggaran, fungsi anggaran, eksternalitas
THE STUDY OF LOCAL BUDGET FUNCTIONS
TO ORIGINAL LOCAL INCOME
ABSTRACT
Every government has its own budget both in central as well as local level. Normally,
planning of a budget should include one year term with continuous characteristics.
Distributional, stabilization and allocation factors should have serious attention in composing a
budget.
Budget composition has integrative function and synergetic between each budget.
Though budget has an important function to execute economical development implementation
in a region, budget itself has a lot of general weaknesses, both for short as well as long terms. In
addition to the above weaknesses, the composition of budget will face many obstacles such as,
political context, legal context, economic conditions and historical context.
The use of budget in a development is expected not only to increase income but also to
provide conducive economical activities and touch factual root in the community. Budget
allocation should be able to improve effective use of budget and pay attention to external
factors. Business optimization by local company should be supported by management authority
in the effort to improve the performance of local company. The local company should give
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 272
positive contribution in the form of profit so it will not charge budget and even it constitutes
potential local income resource.
Key words : budget, budget function, budget allocation, externalities
1. PENGERTIAN ANGGARAN
Anggaran merupakan suatu alat
perencanaan mengenai pengeluaran dan
pendapatan pada masa yang akan datang
umumnya disusun untuk masa satu tahun.
Anggaran juga berfungsi sebagai alat
kontrol atau pengawasan, baik terhadap
pendapatan maupun pengeluaran pada masa
yang akan datang (Suparmoko,2002).
Sejak tahun 1967 Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)
di Indonesia disusun dan diberlakukan
mulai 1 April sampai dengan 31 Maret ta-hun berikutnya. Namun, khusus untuk
tahun 2000 anggaran dimulai 1 April sam-pai dengan 31 Desember dan selanjutnya
anggaran ditetapkan mulai 1 Januari sampai
dengan 31 Desember yang berlaku hingga
sekarang.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah harus disiapkan oleh pemerintah
daerah dan ditetapkan dengan Peraturan
Daerah (Perda) atas persetujuan DPRD
selambat-lambatnya satu bulan setelah
ditetapkannya APBN. Perubahan APBD
dimungkinkan dan ditetapkan dengan Perda
selambat-lambatanya tiga bulan sebelum
tahun anggaran berakhir. Selanjutnya
perhitungan APBD ditetapkan dengan
Perda selambat-lambatnya tiga bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran yang
bersangkutan. Akhirnya, APBD yang telah
ditetapkan dengan Perda disampaikan
kepada gubernur bagi pemerintah kabupa-ten/kota dan kepada presiden melalui
menteri dalam negeri bagi pemerintah
provinsi untuk diketahui.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) menurut Mamesah (1995)
didefinisikan sebagai rencana operasional
keuangan pemerintah daerah. APBD
tersebut di satu pihak menggambarkan
perkiraan pengeluaraan setinggi-tinginya
guna membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek dalam satu tahun anggaran
tertentu dan di pihak lain menggambarkan
perkiraan pendapatan dan sumber-sumber
pendapatan daerah guna menutupi
pengeluaran-pengeluaran dimaksud.
Dalam membahas APBD hendaknya
pengertian tentang beberapa istilah yang
memiliki makna berbeda berikut
diperhatikan, yakni accounting, financing,
laporan keuangan dan budget.. Secara garis
besarnya pengertian masing-masing istilah
tersebut adalah accounting menekankan
pada sisi pencatatan, sistem pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan. Financing
lebih menekankan pada aspek
menghimpun, membelanjakan, membagi
hasil, dan memanfaatkan dana. Laporan
keuangan akan mencatat posisi neraca dan
arus (flow) rugi/laba, sedangkan budget
membahas tentang berapa dana yang
diterima dan berapa yang dibelanjakan.
Dalam hal manajemen keuangan dapat di-gambarkan secara sederhana aliran dana
sebagai berikut.
Manajemen Keuangan
2 1
4 3
5
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 273
Keterangan :
1. Menghimpun dana (dari
pinjaman/utang dan modal sendiri)
2. Membelanjakan dana (berupa piutang,
deposito, investasi, saham, dan hasil
bagi usaha)
3. Menarik hasil (dana kembali dalam
jumlah lebih besar, tidak selalu berupa
uang dapat juga dalam bentuk
kepemilikan saham yang nilainya lebih
tinggi)
4. Memberi imbalan kepada pemberi dana
(pembayaran kewajiban berupa pokok
pinjaman dan bunga)
5. Menanam kembali sisa hasil dana (sisa
dana ditananamkan kembali sebagai
tambahan modal).
Dalam penyusunan anggaran perlu
diperhatikan beberapa hal berikut. (1)
Stabilisasi, fungsi stabilisasi dari anggaran
pemerintah daerah sifatnya terbatas. Fungsi
ini lebih banyak dilakukan oleh pemerintah
pusat karena menyangkut kebijakan
ekonomi makro suatu negara, seperti
kebijakan fiskal dan moneter, inflasi dan
pengeluaran dalam jumlah besar termasuk
belanja negara untuk menjalankan roda
pemerintahan. (2) Distribusi, fungsi ini
menyangkut kebijakan distribusi
pendapatan yang diharapkan dapat lebih
merata termasuk di dalamnya kebijakan
subsidi pemerintah untuk meringankan
beban biaya masyarakat miskin. (3)
Alokasi, fungsi ini berupa pemindahan
sebagian fungsi pembiayaan dari satu
sektor ke sektor yang lain. Dalam hal ini
pemerintah daerah lebih memfokuskan
pada fungsi alokasi karena sebagian urusan
dan kewajiban pemerintah pusat di daerah
dapat dikelola oleh tiap-tiap daerah. Hal
tersebut tampak seperti pada diagram
berikut.
2. FUNGSI DAN KENDALA SUATU
AGGARAN DAERAH
Suatu Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) akan memiliki
beberapa fungsi yang integratif dan sinergis
dalam aplikasinya mendukung pelaksanaan
pembangunan, yaitu sebagai berikut. (1)
Menentukan jumlah pajak yang dibebankan
kepada rakyat daerah yang bersangkutan.
Jenis dan besarnya pajak daerah sangat
variatif ditentukan oleh kondisi lokal tiap-tiap daerah. (2) Merupakan suatu sarana
mewujudkan otonomi daerah. Dalam era
otonomi daerah kemampuan finansial yang
berasal dari sumber sendiri sangat
menentukan kemampuan kemandirian
suatu daerah. Namun, jangan sampai ke-mampuan finansial yang tinggi dan
Alokasi
Stabilisasi dan Distribusi
Pemerintah Daerah
Pemerintah Pusat
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 274
kekayaan potensial daerah yang besar
menimbulkan arogansi kedaerahan. (3)
Memberi isi dan arti tanggung jawab
pemerintah daerah kepada masyarakatnya
karena APBD menggambarkan seluruh
kebijakan pemerintah daerah. Dalam hal ini
penyusunan anggaran daerah tidak semata
mengacu kepada prioritas, tetapi juga perlu
dipikirkan langkah konkret bersifat
progresif dan inovatif guna menjadikan
ekonomi daerah sebagai kekuatan yang
mampu memberikan manfaat kepada mas-yarakat secara kontinu. (4) Merupakan
suatu sarana untuk melaksanakan pengawa-san terhadap daerah. Kontrol yang akurat
sangat diperlukan karena hal ini
menyangkut pertanggungjawaban kepada
publik. (5) Memberikan data tentang
anggaran yang telah dijalankan pada
periode sebelumnya untuk dievaluasi guna
penyusunan anggaran tahun berikutnya. (6)
APBD yang baik dapat menunjukkan
ketimpangan yang terjadi antara pos
pendapatan dengan pos pengeluaran
sehingga dapat dicegah terjadinya
kebocoran anggaran. (7) Sebagai alat untuk
pengambilan keputusan publik menyangkut
peningkatan taraf hidup masyarakat di
daerah tersebut.
Dalam penyusunan dan pelaksanaan
program pembangunan daerah yang
dibiayai lewat APBD sering kali terdapat
beberapa kendala. Secara umum kendala
yang ada dapat dikelompokkan ke dalam
empat jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Political context, yakni tersebarnya
wajib pajak, pembuat keputusan, dan
peneriman manfaat jasa/keuntungan.
2. Legal context, yakni menyangkut aspek
keabsahan anggaran yang harus
berdasarkan undang-undang yang
berlaku.
3. Economic conditions, yakni
menyangkut tentang tingkat inflasi,
kendala fiskal, dan bencana alam.
4. Historical context, yakni menyangkut
tentang kebijakan yang diambil dan
komitmen terhadap kebijakan tersebut,
termasuk menyangkut aspek hubungan
dengan pihak luar negeri.
Dalam menyusun anggaran daerah
keempat hal di atas perlu diperhatikan agar
anggaran dapat diwujudkan sepenuhnya
dalam pelaksanaan pembangunan. Dana
pemerintah daerah yang mengendap pada
Bank Pembangunan Daerah apabila tanpa
digunakan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah, jelas sangat tidak
produktif dan tidak memberikan efek
multiplier pada aktivitas ekonomi rakyat.
Bunga dari bank yang diperoleh tidak se-banding dengan akumulasi manfaat
ekonomi dan sosial yang diperoleh jika
dana yang ada digulirkan untuk mendorong
sektor riil di daerah.
3. KELEMAHAN YANG BERSIFAT
UMUM DALAM SUATU
ANGGARAN PADA SEKTOR
PUBLIK
Berbagai macam kelemahan yang
umumnya terdapat dalam suatu anggaran
dapat bersifat, baik sementara maupun
jangka panjang seiring dengan perencanaan
pembangunan suatu daerah. Berikut ini
ditunjukkan beberapa kelemahan yang
bersifat umum tersebut.
1. Perencanaan yang buruk
2. Tidak adanya keterkaitan antara
pembuatan kebijakan, perencanaan, dan
penganggaran.
3. Hubungan yang sempit antara anggaran
sebagai suatu rumusan dengan
pelaksanaan anggaran.
4. Keterbatasan dana operasional dan
pemeliharaan.
5. Kurang baiknya sistem pembukuan
(Accounting System).
6. Tidak realistis dalam hal aliran dana
anggaran kepada tiap departemen/
kementerian dan pada tingkat
pemerintahan di bawahnya.
7. Kurang baiknya manajemen dan
bantuan dari pihak luar.
8. Kurang baiknya manajemen dana kas.
9. Tidak baiknya pelaporan keuangan.
10. Rendahnya motivasi terhadap staf.
Kegagalan dalam mengaitkan kebijakan
antara perencananaan dengan penganggaran
merupakan penyebab utama kurang
berhasilnya pencapaian hasil secara makro,
level strategi, dan operasional.
Pada banyak negara sering dijumpai
sistem penganggaran yang terfragmentasi
(terputus). Pembuatan kebijakan,
perencanaan, dan penganggaran masing-
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 275
masing berdiri sendiri tanpa terkait satu
dengan yang lainnya. Kondisi seperti ini
sangat memungkinkan timbulnya tingkat
angka kebocoran yang tinggi dalam hal
penganggaran di satu sisi dan tidak
terkoordinasinya pelaksanaan perencanaan
pada tingkat operasional. Bila tidak segera
dibenahi, maka banyak kerugian yang
timbul antara lain hilangnya banyak dana
yang mestinya tersalurkan kepada penerima
jasa (masyarakat) dan tidak tercapainya
hasil seperti yang diharapkan. Di samping
itu, akan menimbulkan tumpang tindih
tanggung jawab karena pelaksanaan satu
rencana dengan rencana yang lain masing-masing dilakukan oleh instansi tingkat
teknis yang tidak berada dalam satu
koordinasi tanggung jawab. Ketidakpastian
pendanaan dari tiap tahun anggaran juga
merupakan suatu kelemahan sistem
penganggaran yang menyebabkan
lemahnya pelaksanaan pada tingkat
operasional, terutama menyangkut sektor
publik.
Dalam hal diabaikannya proses
pembuatan kebijakan yang efektif,
pembuatan kebijakan dan perencanaan
biasanya tidak berhubungan antara yang
satu dengan yang lainnya, dan mengabaikan
keterbatasan sumber daya yang ada dan
prioritas-prioritas strategis. Lebih lanjut hal
ini dapat menyebabkan timbulnya benturan
antara kebijakan yang dijanjikan
pemerintah dengan pelaksanaannya di
lapangan.
Koordinasi dan keterkaitan kebijakan
mestinya dilakukan pada awal sebelum
dilaksanakan, baik berupa kebijakan yang
bersifat baru maupun evaluasi terhadap
periode sebelumnya menyangkut
maksimalisasi pencapaian hasil atau tujuan
menurut rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat
diperhatikan gambar berikut yang
menyajikan keterkaitan kebijakan
perencanaan dengan penganggaran sebagai
suatu arus melingkar.
Pembuatan kebijakan yang menyangkut
publik merupakan integrasi antara
perencanaan dan penganggaran akan dapat
mengontrol sektor pengeluaran yang hanya
dilakukan menurut prioritas dan dibatasi
oleh anggaran yang tersedia secara realistis.
Dalam hal ini upaya menyeimbangkan
antara kebutuhan dengan ketersediaan
memenuhi kebutuhan tersebut dapat di-lakukan dengan lebih tepat guna. Di
samping itu perkiraan tiap bagian
(departemen) dalam merencanakan dan
mengelola sumber daya dapat dilakukan
dengan lebih efektif dalam satu masa tahun
anggaran. Pada gambar di atas arus
perencanaan dan penganggaran dapat
dilakukan melalui enam tahapan kontrol
terhadap anggaran yang berjalan. Di
dalamnya terdapat bagaimana mengelola
anggaran, apa yang dibutuhkan, kendala
yang ada, kontrol terhadap
pengeluaran/penggunaan dana, dan evaluasi
terhadap hasil yang pernah dicapai . Semua
tahapan ini akan dipakai sebagai dasar
pembuatan kebijakan penganggaran untuk
satu periode berikutnya. Dengan demikian,
diharapkan hasil yang diperoleh adalah
terjadinya pengawasan yang lebih baik
terhadap pengeluaran anggaran dan
pendayagunaan dana yang ada secara
optimal dengan memperhitungan kendala
yang ada.
Dalam pos lain-lain pendapatan daerah
yang sah suatu anggaran terdapat sumber-sumber pendapatan daerah yang berasal
dari pinjaman dan bantuan pihak lain juga
sumbangan pihak ketiga dan sebagainya.
Bantuan dana pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah (fiscal transfer)
sebaiknya meminimalkan adanya fiscal gap
antardaerah, baik yang bersifat umum
(block grant) maupun yang bersifat khusus
(specific grant). Hal ini bila dikaitkan
dengan pelaksanaan otonomi daerah dapat
dicegah meluasnya pandangan yang keliru
tentang otonomi daerah sekaligus
menghindari adanya upaya desentralisasi
fiskal yang absolut. Bagi daerah, adanya
transfer dari pusat ini sebagai suatu hal
yang layak berdasarkan potensi daerahnya
dan untuk menghindari pemahaman bahwa
transfer dana ini sebagai revenue sharing.
Jika ini terjadi maka akan dapat
menimbulkan kesenjangan fiskal (fiscal
gap) antardaerah, yaitu tingkat PAD-nya
sangat variatif.
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 276
Sumber : World Bank, 2002
4. UPAYA-UPAYA MENINGKATKAN
PENDAPATAN DAERAH
Pemerintah daerah dalam upaya
memperbesar pendapatan daerah (modal)
dapat melakukan beberapa hal di bawah ini.
1. Aset-aset pemerintah daerah yang
dikelola harus mendatangkan
keuntungan. Di sini pengelolaan aset
harus profesional, transparan, dan
berorientasi pada peningkatan
pendapatan.
2. Setiap anggaran yang telah disusun dan
dilaksanakan harus bisa mengadakan
surplus anggaran. Surplus ini harus
dikembalikan sebagai pendapatan pada
anggaran periode berikutnya, bukan
digunakan untuk pembiayaan yang
tidak produktif yang pada akhirnya
menimbulkan masalah pada
pembiayaan pembangunan periode
berikutnya.
3. Pemerintah daerah harus berani
merestrukturisasi aset yang dimiliki
manakala setelah dilakukan uji
kelayakan ternyata ditemukan adanya
aset-aset yang tidak memberikan
kontribusi pada pendapatan dan justru
menjadi beban biaya bagi anggaran.
Sebaiknya aset yang tidak
menguntungkan (aset tidur) dijual
kepada pihak lain atau ditutup.
4. Pemerintah daerah dapat melakukan
transaksi penjualan obligasi selama
(1) REVIEW POLICY
Review the previous planning
and implementation period
(4) IMPLEMENT PLANNED
ACTIVITIES
Collect revenues, release fund,
deploy personnel, undertake
activities
(5) MONITOR activities and
ACCOUNT for expenditure
(3) MOBILIZE and ALLOCATE
RESOURCES
Prepare Budget
(6) EVALUATE and AUDIT
Policy activities, effectivenesss and
feed the result in to future plans
(2) SET POLICY and UNDERTAKE
PLANNINNG ACTIVITY
Establish resource framework, set
out objectives, policies,
strategiies and expenditure
priorities
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 277
menjamin kelangsungan dan
keuntungan yang diperoleh.
5. Meningkatkan keuntungan perusahaan
daerah. Manajemen perusahaan daerah
hendaknya dikelola secara profesional
tanpa ada unsur politis turut serta dalam
manajemennya. Sumbangan laba
perusahaan daerah mestinya dijadikan
modal perusahaan daerah, bukan
dimasukkan sebagai pendapatan
pemerintah daerah. Dengan demikian,
perusahaan dapat diberikan otonomi
mengelola manajemennya secara
penuh.
6. Pemerintah daerah dapat lebih berbenah
diri, terutama menyangkut masalah
lingkungan dan sanitasi. Hal itu penting
mengingat tren pariwisata sekarang
adalah eko turism sehingga pemerintah
daerah perlu mengupayakan
terwujudnya lingkungan yang bersih
dan sehat. Di samping itu, diperlukan
peningkatan disiplin kerja sehingga
dapat terwujud pemerintahan yang
memiliki perfomance dan kepercayaan
yang kuat. Dengan demikian, dapat
lebih mudah melakukan joint venture
dalam upaya mengundang investor agar
mau datang.
7. Dalam pelayanan publik hendaknya
penyusunan anggaran memperhatikan
dan menekankan pada lima faktor
yakni education, transportation,
welfare, public safety, dan sanitation.
8. Pemerintah daerah dalam upaya
tercapainya hasil yang diharapkan dan
untuk kemudahan jangka panjang
hendaknya sudah memikirkan
eksternalitas (externality). Eksternalitas
adalah suatu efek yang ditimbulkan
oleh suatu tindakan atau keadaan yang
dilakukan suatu pihak yang dapat
menimbulkan kerugian pada pihak lain
dan pihak yang merugikan itu tidak
membayar dampak kerugian yang
ditimbulkan. Jika ini dapat dilakukan,
maka dua hal positif dapat dicapai,
yakni pendapatan lewat denda bagi
yang melanggar dan terciptanya kondisi
lingkungan yang bersih dan tertib.
Koordinasi antarinstansi yang ada
dalam pengalokasian suatu anggaran
sangat perlu guna menghindari adanya
tumpang tindih dalam tingkat
operasional. Pada saat seperti ini fungsi
kontrol lembaga legislatif mesti
berjalan sebagaimana mestinya. Hu-bungan antara eksekutif dengan
legislatif adalah dalam operasional
suatu anggaran dengan kontrol terhadap
pelaksanaannya. Anggaran sebaiknya
tidak digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat politis,
dukung-mendukung antara eksekutif
dengan legislatif yang sifatnya
temporer, dan mengeluarkan dana yang
tidak sedikit yang diambil dari dana
anggaran yang ada.
5. PENUTUP
Penyusunan anggaran daerah yang baik
akan melewati suatu proses kajian empiris
yang memiliki makna strategis dari sudut
pandang ekonomi dan accountable. Kepen-tingan yang bersifat politis dapat
dimasukkan dalam penyusunan anggaran,
namun tidak harus mendominasi fungsi
strategis anggaran tersebut. Adapun fungsi
strategis tersebut bahwa anggaran adalah
sumber pembiayaan pembangunan yang
berkesinambungan dan memiliki target
pencapaian tujuan yang jelas dan terukur.
Alokasi anggaran harus memperhatikan
berbagai kepentingan yang berorientasi
kepada pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan kesempatan kerja yang lebih
luas, bukan berorientasi kepada
kepentingan tertentu. Konsep alokasi
anggaran bahwa dalam penggunaannya
akan memberikan dampak multiplier
kepada peningkatan pendapatan dan
menimbulkan spread effect yang nyata
kepada masyarakat.
Masalah kompleksitas pembangunan
dapat diatasi manakala perencanaan pem-bangunan itu mencakup segenap aspek
pembangunan yang dipetakan dalam
beberapa sektor basis dan nonbasis. Hal ini
akan memudahkan dalam penyusunan
rencana pengembangan daerah kabupaten.
Skala prioritas dapat diterapkan dalam
pelaksanaan pembangunan. Namun, bila
dikaitkan dengan unsur pemerataan
pembangunan, maka konsep pembangunan
secara menyeluruh dapat menjadi satu hal
yang patut dipertimbangkan.
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 278
DAFTAR PUSTAKA
Fisher,Ronald C. 1996. State and Local Public
Finance. USA: Irwin.
F. Due, John, Rudi Sitompul, Ed. 1983.
Government Finance. Jakarta: Erlangga.
Mamesah, D.J. 1995. Sistem Administrasi
Keuangan Daerah. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Nisjar, Karhi.1998. Aplikasi Akuntansi
Pemerintahan di Indonesia. Bandung:
Penerbit Mandar Maju.
Rubenstein, Ross. 2002. Budgeting and Fiscal
Management Program. USA: Georgia
State.
Suparmoko, M. 2002. Ekonomi Publik: Untuk
Keuangan dan Pembangunan Daerah.
Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Andi.
World Bank. 2002. Linking Policy, Planning
and Budgeting in a Medium-Term
Framework. World Bank Public
Expenditure Management Handbook 1998.
USA: Georgia State.
|