Darma: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k bot Menambah: ko:법 (인도철학) |
|||
(316 revisi perantara oleh 35 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{otheruse}}'''Darma''' {{sanskerta|धर्म|dharma|[[bahasa Pali]]: ''[[dhamma]]''}} adalah konsep kunci dengan berbagai makna dalam [[agama darmik|agama-agama India]], seperti [[Hinduisme]], [[Buddha]], [[Jainisme]], [[Sikhisme]] dan lainnya.<ref name="Oxford University Press">{{Cite journal|date=2007-12-01|title=Dodge, John Vilas, (25 Sept. 1909–23 April 1991), Senior Editorial Consultant, Encyclopædia Britannica, since 1972; Chairman, Board of Editors, Encyclopædia Britannica Publishers, since 1977|url=http://dx.doi.org/10.1093/ww/9780199540884.013.u172122|journal=Who Was Who|publisher=Oxford University Press}}</ref> Meskipun tidak ada terjemahan kata tunggal langsung untuk darma dalam bahasa-bahasa [[Eropa]],<ref name="Blackwell Pub">{{Cite book|date=2003|url=https://www.worldcat.org/oclc/49875064|title=The Blackwell companion to Hinduism|location=Malden, MA|publisher=Blackwell Pub|isbn=0-631-21535-2|others=Gavin D. Flood|oclc=49875064}}</ref> dharma umumnya diterjemahkan sebagai "kebenaran", "[[jasa]]" atau "kewajiban agama dan [[moral]]" yang mengatur perilaku individu.<ref name=":3"/><ref>{{Cite web|url=http://dx.doi.org/10.17658/issn.2058-5462/issue-19/conversation/figure17|website=dx.doi.org|access-date=2022-08-11}}</ref>
{{multiple image
| perrow = 2
| total_width = 250
| caption_align = center
| title = Dharma
| image1 = A havan ceremony on the banks of Ganges, Muni ki Reti, Rishikesh.jpg
| caption1 = Ritual dan ritus peralihan<ref>[[Gavin Flood]] (1994), Hinduisme, dalam Jean Holm, John Bowker (Editor)–''Rites of Passages'', {{ISBN|1-85567-102-6} }, Bagian 3; Kutipan–"Ritus peralihan adalah dharma dalam tindakan."; "Ritus peralihan, kategori ritual,..."</ref>
| image2 = Yoga Meditation Pos-410px.png
| caption2 = Yoga, perilaku pribadi<ref>lihat:
*[[David Frawley]] (2009), ''Yoga dan Ayurveda: Penyembuhan Diri dan Realisasi Diri'', {{ISBN|978-0-9149-5581-8}}; Kutipan–"Yoga adalah pendekatan dharma untuk kehidupan spiritual...";
* Mark Harvey (1986), The Secular as Sacred?, Modern Asian Studies, 20(2), hlm. 321–331.</ref>
| image3 = Ahimsa.svg
| caption3 = Kebajikan seperti [[ahimsa]] (tanpa kekerasan)<ref>lihat di bawah:
*[[J. A. B. van Buitenen]] (1957), "Dharma dan Moksa", ''Filsafat Timur dan Barat'', 7(1/2), hlm. 33–40;
*James Fitzgerald (2004), "Dharma and its Translation in the Mahābhārata", ''Journal of Indian Philosophy'', 32(5), hlm. 671–685; Kutipan–"kebajikan memasuki topik umum dharma sebagai 'umum, atau umum, dharma', ..."</ref>
| image4 = Balanced scales.svg
| caption4 = Hukum dan keadilan<ref>Bernard S. Jackson (1975), "Dari dharma ke hukum", ''The American Journal of Comparative Law'', Vol. 23, No. 3 (Musim Panas, 1975), hlm. 490–512.</ref>
| image5 = Raja Ravi Varma - Sankaracharya.jpg
| caption5 = Sannyasa dan [[Āśrama (panggung)|tahapan kehidupan]]<ref>[[Harold Coward]] (2004), "bioetika Hindu untuk abad kedua puluh satu", ''JAMA: The Journal of American Medical Association' ', 291(22), hlm. 2759–2760; Quote–"Pendekatan tahapan kehidupan Hindu (ashrama dharma)..."</ref>
| image6 = Dharma Wheel.svg
| caption6 = Tugas, seperti belajar dari [[Dharmachakra|guru]]<ref>lihat:
* Austin Creel (1975), "Pemeriksaan Ulang Dharma dalam Etika Hindu", ''Filsafat Timur dan Barat'', 25(2), hlm. 161-173; Kutipan–"Dharma menunjuk pada tugas, dan tugas tertentu ..";
* Gisela Trommsdorff (2012), Pengembangan regulasi "agen" dalam konteks budaya: peran pandangan diri dan dunia, Perspektif Perkembangan Anak, 6(1), hlm. 19–26.; Kutipan–"Mengabaikan tugas seseorang (dharma–tugas suci terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kemanusiaan) dipandang sebagai indikator ketidakdewasaan."</ref>
}}
Dalam agama Hindu, dharma adalah salah satu dari empat komponen [[Purusarta|Puruṣārtha]], tujuan hidup, dan menandakan perilaku yang dianggap sesuai dengan tatanan yang memungkinkan kehidupan dan alam semesta.<ref name=":10">{{Cite journal|date=2000-01-01|title=The Concise Oxford Dictionary of World Religions|url=http://dx.doi.org/10.1093/acref/9780192800947.001.0001|doi=10.1093/acref/9780192800947.001.0001}}</ref> Ini termasuk tugas, hak, hukum, perilaku, [[kebajikan]] dan "cara hidup yang benar".<ref name="Columbia University Press">{{Cite book|date=2020|url=https://www.worldcat.org/oclc/1149280662|title=Columbia Electronic Encyclopedia, 6th Edition|location=EBSCO|publisher=Columbia University Press|isbn=978-0-7876-5015-5|oclc=1149280662}}</ref>
Dalam [[Buddhisme]], ''dharma'' atau ''dhamma'' merujuk pada ajaran yang diajarkan oleh [[Sang Buddha]]. Dalam [[Filsafat Buddhis|filosofi Buddhis]], seperti dalam tradisi [[Abhidhamma Theravāda]], ''dhamma/dharma'' juga merupakan suatu istilah yang merujuk pada "fenomena".
Dharma dalam Jainisme mengacu pada ajaran [[Tirthankara]] (Jina)<ref name=":10"/> dan kumpulan [[doktrin]] yang berkaitan dengan [[pemurnian]] dan [[Transformasi energi|transformasi]] moral manusia.
Dalam [[Sikhisme]], dharma berarti jalan kebenaran dan praktik keagamaan yang benar dan kewajiban moral seseorang terhadap Tuhan.<ref name="worldcat.org">{{Cite book|date=2016|url=https://www.worldcat.org/oclc/874522334|title=The Oxford handbook of Sikh studies|location=Oxford|isbn=0-19-969930-5|others=Pashaura Singh, Louis E. Fenech|oclc=874522334}}</ref>
Konsep dharma sudah digunakan dalam sejarah agama [[Veda]], dan makna serta ruang lingkup konseptualnya telah berkembang selama beberapa milenium.<ref name="Horsch 423–448">{{Cite journal|last=Horsch|first=Paul|date=2004-12|title=From Creation Myth to World Law: the Early History of Dharma|url=http://dx.doi.org/10.1007/s10781-004-8628-3|journal=Journal of Indian Philosophy|volume=32|issue=5-6|pages=423–448|doi=10.1007/s10781-004-8628-3|issn=0022-1791}}</ref> Teks moral Tamil kuno Tirukkuṟaḷ, meskipun merupakan kumpulan ajaran aforistik tentang dharma (aram), artha (porul), dan kama (inpam),: 453 <ref name="Xaveir 1421–1425">{{Cite journal|last=Xaveir|first=D.Antony|last2=Thomas|first2=Elizabeth|last3=Mathew|first3=Deepa|last4=Theresal|first4=Santiagu|date=2019-10-30|title=On the Strong Monophonic Number of a Graph|url=http://dx.doi.org/10.35940/ijeat.a1231.109119|journal=International Journal of Engineering and Advanced Technology|volume=9|issue=1|pages=1421–1425|doi=10.35940/ijeat.a1231.109119|issn=2249-8958}}</ref>: 82 sepenuhnya dan secara eksklusif didasarkan pada aṟam, the Istilah Tamil untuk dharma.: 55 Seperti komponen lain dari Puruṣārtha, konsep dharma adalah pan-India. Antonim dharma adalah adharma.
== Etimologi ==
Kata dharma berakar dari bahasa Sansekerta dhr-, yang berarti menahan atau menopang, dan berhubungan dengan bahasa Latin firmus (tegas, stabil).<ref>{{Cite journal|last=Algeo|first=John|last2=Barnhart|first2=Robert K.|last3=Steinmetz|first3=Sol|date=1989-12|title=The Barnhart Dictionary of Etymology|url=http://dx.doi.org/10.2307/414944|journal=Language|volume=65|issue=4|pages=848|doi=10.2307/414944|issn=0097-8507}}</ref> Dari sini, ia mengambil arti "apa yang ditetapkan atau tegas", dan karenanya "hukum". Ini berasal dari bahasa [[:en:Vedic Sanskrit|Sanskerta Weda]] yang lebih tua n-batang dharman-, dengan arti harfiah "pembawa, pendukung", dalam pengertian agama yang dipahami sebagai aspek Rta.
[[File:Dhamma inscription.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:Dhamma_inscription.jpg|jmpl|Kata Prakerta "dha-ṃ-ma"/[[wiktionary:𑀥𑀁𑀫|𑀥𑀁𑀫]] ([[Bahasa Sanskerta|Sansekerta]]: Dharma) dalam aksara Brahmi, seperti yang ditulis oleh Kaisar Ashoka dalam Edicts of Ashoka-nya (abad ke-3 SM).]]
Dalam [[Regweda|Rigveda]], kata tersebut muncul sebagai n-batang, dhárman-, dengan berbagai arti yang mencakup "sesuatu yang mapan atau kokoh" (dalam arti literal prods atau poles). Secara kiasan, itu berarti "pemelihara" dan "pendukung" (para dewa). Secara semantik mirip dengan [[themis]] Yunani ("dekret tetap, undang-undang, hukum").
Dalam bahasa Sanskerta Klasik, dan dalam [[Bahasa Weda|bahasa Sanskerta Weda]] dari [[Atharwaweda|Atharvaveda]], batangnya adalah tematik: dhárma- ([[Aksara Dewanagari|Devanagari]]:). Dalam [[Bahasa Prakerta|Prakrit]] dan [[Bahasa Pali|Pali]], itu diterjemahkan sebagai dhamma. Dalam beberapa bahasa dan dialek [[:en:Indo-Aryan languages#New Indo-Aryan|India kontemporer]], kata ini muncul sebagai dharma.
Pada abad ke-3 SM [[:en:Maurya Empire|Kaisar Maurya]] [[Asoka|Ashoka]] menerjemahkan dharma ke dalam bahasa Yunani dan Aram, ia menggunakan kata Yunani [[:en:Eusebeia|eusebeia]] (εὐσέβεια, kesalehan, kedewasaan spiritual, atau kesalehan) dalam [[:en:Kandahar Bilingual Rock Inscription|Prasasti Batu Bilingual Kandahar]] dan [[:en:Kandahar Greek Edicts of Ashoka|Dekrit Yunani Kandahar]].<ref>{{Cite book|last=Middleton|first=Hugh|date=2015|url=http://dx.doi.org/10.1057/9781137460585_2|title=The Medical Model: What Is It, Where Did It Come from and How Long Has It Got?|location=London|publisher=Palgrave Macmillan UK|isbn=978-1-349-49879-6|pages=29–40}}</ref> Dalam [[:en:Kandahar Bilingual Rock Inscription|Prasasti Batu Bilingual Kandahar]] ia menggunakan kata Aram (qšyṭ’; kebenaran, kebenaran).<ref name=":7"/>
== Definisi ==
Dharma adalah konsep yang sangat penting dalam filsafat dan [[Agama-agama India|agama India]]. Ini memiliki banyak arti dalam [[agama Hindu]], [[Siddhartha Gautama|Buddha]], Sikhisme dan [[Jainisme]].<ref name="Oxford University Press"/> Sulit untuk memberikan definisi tunggal yang ringkas untuk dharma, karena kata tersebut memiliki sejarah yang panjang dan beragam dan mengangkangi serangkaian makna dan interpretasi yang kompleks.<ref name=":2"/> Tidak ada sinonim kata tunggal yang setara untuk dharma dalam bahasa barat.<ref name="Blackwell Pub"/>
Ada banyak upaya yang saling bertentangan untuk menerjemahkan literatur Sanskerta kuno dengan kata dharma ke dalam bahasa Jerman, Inggris, dan Prancis. Konsep, klaim Paul Horsch,<ref name="Horsch 423–448"/> telah menyebabkan kesulitan luar biasa bagi komentator dan penerjemah modern. Sebagai contoh, ketika terjemahan Rig-Veda karya Grassmann<ref name="Grassmann 1999">{{Cite book|last=Grassmann|first=Hermann|date=1999|url=https://www.worldcat.org/oclc/42610762|title=Wörterbuch zum Rig-Veda|location=Delhi|publisher=Motilal Banarsidass|isbn=81-208-1636-6|edition=1st Indian ed|oclc=42610762}}</ref> mengidentifikasi tujuh arti yang berbeda dari dharma, [[:en:Karl Friedrich Geldner|Karl Friedrich Geldner]] dalam terjemahannya dari Rig-Veda menggunakan 20 terjemahan berbeda untuk dharma, termasuk arti seperti "hukum", "aturan", "tugas", "adat", "kualitas", dan "model", antara lain.<ref name="Horsch 423–448"/> Namun, kata dharma telah menjadi [[Kata serapan|kata pinjaman]] yang diterima secara luas dalam bahasa Inggris, dan termasuk dalam semua kamus bahasa Inggris modern yang lengkap.
Akar kata dharma adalah "dhri", yang berarti "menopang, menahan, atau menanggung". Ini adalah hal yang mengatur jalannya perubahan dengan tidak berpartisipasi dalam perubahan, tetapi prinsip yang tetap konstan.<ref name="Rosen 2006">{{Cite book|last=Rosen|first=Steven|date=2006|url=https://www.worldcat.org/oclc/70775665|title=Essential Hinduism|location=Westport, Conn.|publisher=Praeger|isbn=0-275-99006-0|oclc=70775665}}</ref> Monier-Williams, sumber yang banyak dikutip untuk definisi dan penjelasan kata-kata Sansekerta dan konsep Hinduisme, menawarkan<ref name="Monier-Williams 1999">{{Cite book|last=Monier-Williams|first=Monier, Sir|date=1999|url=https://www.worldcat.org/oclc/42716868|title=A Sanskrit-English dictionary : etymological and philologically arranged with special reference to cognate Indo-European languages|location=New Delhi|publisher=Asian Educational Services|isbn=81-206-0369-9|edition=AES reprint|others=Ernst Leumann, Carl Cappeller|oclc=42716868}}</ref> banyak definisi kata dharma, seperti yang ditetapkan atau tegas, ketetapan yang teguh, ketetapan, hukum, praktik, adat tugas, hak, keadilan, kebajikan, moralitas, etika, agama, pahala agama, perbuatan baik, alam, karakter, kualitas, properti. Namun, masing-masing definisi ini tidak lengkap, sementara kombinasi terjemahan ini tidak menyampaikan arti kata secara keseluruhan. Dalam bahasa umum, dharma berarti "cara hidup yang benar" dan "jalan kebenaran".<ref name="Rosen 2006"/>
Arti kata dharma tergantung pada konteksnya, dan maknanya telah berkembang seiring dengan berkembangnya ide-ide Hinduisme sepanjang sejarah. Dalam teks-teks paling awal dan mitos kuno Hinduisme, dharma berarti hukum kosmik, aturan yang menciptakan alam semesta dari kekacauan, serta ritual; di kemudian [[Weda]], [[Upanisad|Upanishad]], [[Purana]] dan [[Wiracarita|Epos]], artinya menjadi halus, lebih kaya, dan lebih kompleks, dan kata itu diterapkan pada konteks yang beragam.<ref name="Horsch 423–448"/> Dalam konteks tertentu, dharma menunjuk perilaku manusia yang dianggap perlu untuk ketertiban di alam semesta, prinsip-prinsip yang mencegah kekacauan, perilaku dan tindakan yang diperlukan untuk semua kehidupan di alam, masyarakat, keluarga serta di tingkat individu.<ref name=":10"/><ref name=":10"/><ref name=":10"/><ref name="Horsch 423–448"/> Dharma mencakup gagasan-gagasan seperti tugas, hak, karakter, panggilan, agama, adat istiadat, dan semua perilaku yang dianggap pantas, benar, atau lurus secara moral.<ref>{{Cite book|date=1977|url=https://www.worldcat.org/oclc/4314257|title=The Concept of duty in South Asia|location=New Delhi|publisher=Vikas Pub. House|isbn=0-7069-0534-2|others=Wendy Doniger, J. Duncan M. Derrett|oclc=4314257}}</ref>
Antonim dari dharma adalah [[:en:Adharma|adharma]] (Sansekerta:),<ref>{{Cite book|date=2009-11-26|url=http://dx.doi.org/10.1017/cbo9780511706547.002|title=A Sanskrit-English Dictionary pages 146 to 287|publisher=Cambridge University Press|pages=146–287}}</ref> yang berarti "bukan dharma". Seperti halnya dharma, kata adharma mencakup dan menyiratkan banyak gagasan; dalam bahasa umum, adharma berarti sesuatu yang bertentangan dengan kodrat, tidak bermoral, tidak etis, salah atau melanggar hukum.<ref>{{Cite book|date=1998|url=https://www.worldcat.org/oclc/36746459|title=Themes and issues in Hinduism|location=London|publisher=Cassell|isbn=0-304-33850-8|others=Paul Reid-Bowen|oclc=36746459}}</ref>
Dalam agama Buddha, dharma menggabungkan ajaran dan doktrin pendiri agama Buddha, [[Siddhartha Gautama|Sang Buddha]].
== Sejarah ==
Menurut Pandurang Vaman Kane, penulis buku otoritatif [[:en:History of Dharmaśāstra|History of Dharmaśāstra]], kata dharma muncul setidaknya lima puluh enam kali dalam himne [[Regweda|Rigveda]], sebagai kata sifat atau kata benda. Menurut Paul Horsch,<ref name="Horsch 423–448"/> kata dharma berasal dari mitos Hinduisme Veda. Himne Rig Veda mengklaim Brahman<ref name="Grassmann 1999"/> menciptakan alam semesta dari kekacauan, mereka memisahkan (dhar-) bumi dan matahari dan bintang-bintang, mereka mendukung (dhar-) langit menjauh dan berbeda dari bumi, dan mereka menstabilkan (dhar-) mengguncang gunung dan dataran.<ref name="Horsch 423–448"/><ref>{{Cite journal|last=Keith|first=A. Berriedale|date=1910-07|title=Der Rigveda im Auswahl. (Erster Teil, Glossar; Zweiter Teil, Kommentar.) By Karl F. Geldner. Stuttgart, 1907 and 1909.|url=http://dx.doi.org/10.1017/s0035869x00040363|journal=Journal of the Royal Asiatic Society|volume=42|issue=3|pages=921–930|doi=10.1017/s0035869x00040363|issn=1356-1863}}</ref> Para dewa, terutama Indra, kemudian membebaskan dan menjaga ketertiban dari kekacauan, keselarasan dari kekacauan, stabilitas dari ketidakstabilan–tindakan-tindakan yang dibacakan dalam Veda dengan akar kata dharma.<ref name="Horsch 423–448"/> Dalam himne yang disusun setelah syair-syair mitologis, kata dharma memiliki makna yang diperluas sebagai prinsip kosmik dan muncul dalam syair-syair yang tidak bergantung pada [[dewa]]. Ini berkembang menjadi sebuah konsep, klaim Paul Horsch,<ref name="Horsch 423–448"/> yang memiliki arti fungsional dinamis di [[Atharwaweda|Atharvaveda]] misalnya, di mana ia menjadi hukum [[:en:Buddhist cosmology|kosmik]] yang menghubungkan sebab dan akibat melalui subjek. Dharma, dalam teks-teks kuno ini, juga mengambil makna ritual. Ritual itu terhubung dengan kosmik, dan "dharmani" disamakan dengan pengabdian seremonial pada prinsip-prinsip yang digunakan para dewa untuk menciptakan keteraturan dari ketidakteraturan, dunia dari kekacauan<ref name="Horsch 423–448"/>. Melewati ritual dan rasa kosmis dharma yang menghubungkan dunia saat ini dengan alam semesta mitos, konsep tersebut meluas ke pengertian etis-sosial yang menghubungkan manusia satu sama lain dan dengan bentuk kehidupan lainnya. Di sinilah dharma sebagai konsep hukum muncul dalam agama Hindu.<ref name="Horsch 423–448"/><ref>{{Cite book|date=1887-12-31|url=http://dx.doi.org/10.1515/9783111486512-002|title=A. Aus dem Ṛig-Veda|publisher=De Gruyter|pages=1–40}}</ref>
Dharma dan kata-kata terkait ditemukan dalam literatur Veda tertua Hinduisme, di kemudian hari Weda, Upanishad, Purana, dan Epos; kata dharma juga memainkan peran sentral dalam literatur agama-agama India lainnya yang didirikan kemudian, seperti Buddhisme dan Jainisme.<ref name="Horsch 423–448"/> Menurut Brereton,<ref>{{Cite book|date=2012-09-10|url=http://dx.doi.org/10.4324/9781843145103-11|title=Parliament that has inherited its power from the monarch, and in the body of the monarch itself which contains the promises of both God and people. Today, law also finds its sources in the legislative acts of the European Community and the decisions of the European Court of Justice and the European Court of Human Rights (religion will often refer to a sacred text). All our understanding is reducible to the ability to comprehend the expansiveness and limits of our language and the cultural boundedness of our language. It was Edward Sapir who most poignantly maintained that the limits of our language are the limits of our world. Over the years of socialisation, ‘ways of seeing’ are developed that are socially constructed by the limits of a particular language. Yet, as language is all around, there is a temptation to see it as a neutral tool, a mirror that tells it ‘like it is’. All language does is to give someone else’s interpretation of their belief, or their experience. It is no more, and no less, than a guide to social reality. What is seen as, or believed to be, the real world may be no more than the language habits of the group. It is, therefore, often a biased view. Languages also have their limits: if language does not have a word for something or some concept then that ‘something’ will not be seen nor that ‘concept’ thought. All language is, however, responsive to what linguists call the ‘felt needs’ of its speakers. Indeed, it is more likely that not only are thoughts expressed in words but that thoughts themselves are shaped by language. An example of felt needs can be given from the vocabulary of weather. Although the English are often said to enjoy talking about the weather, for many decades our essentially mild climate has provided us with the need for only one word for ‘snow’ (that word is ‘snow’!). In English there are several words for cold, but only one word for ice. By contrast, the Aztecs living in the tropics have only one word to cover ‘snow’, ‘ice’ and ‘cold’ as separate words were unlikely to be used. As English speakers, it is impossible to state that ‘cold’ is synonymous with snow. Coldness is a characteristic of snow, but there can be ‘cold’ without ‘snow’. We would not be able to understand how snow and ice could be interchangeable. In English it is not possible for these two words to become synonyms. However, Inuits have many different words for ‘snow’. Words describe it falling, lying, drifting, packing, as well as the language containing many words for wind, ice and cold because much of their year is spent living with snow, ice, wind and cold. The above is one small illustration of the relationship between living, seeing, naming, language and thought. Language habits predispose certain choices of word. Words we use daily reflect our cultural understanding and at the same time transmit it to others, even to the next generation. Words by themselves are not oppressive or pejorative, but they acquire a morality or subliminal meaning of their own. A sensitivity to language usage therefore can be most revealing of the views of the speaker. For example, when parents or teachers tell a boy not to cry because it is not manly, or praise a girl for her feminine way of dressing, they are using the words for manly and feminine to reinforce attitudes and categories that English culture has assigned to males and females. Innocent repetition of such language as ‘everyday, taken-for-granted’ knowledge reinforces sexism in language and in society. In this way language determines social behaviour. Language, as a means of communication, becomes not only the expression of culture but a part of it. The|publisher=Routledge-Cavendish|isbn=978-1-84314-510-3|pages=24–24}}</ref> Dharman muncul 63 kali dalam [[Regweda|Rig-veda]]; Selain itu, kata-kata yang berhubungan dengan Dharma juga muncul dalam Rig-veda, misalnya sekali sebagai dharmakrt, 6 kali sebagai satyadharman, dan sekali sebagai dharmavant, 4 kali sebagai dharman dan dua kali sebagai dhariman.
Paralel Indo-Eropa untuk "dharma" diketahui, tetapi satu-satunya padanan Iran adalah "obat" darmān Persia Kuno, yang artinya agak dihilangkan dari dhárman [[Indo-Arya]], yang menunjukkan bahwa kata "dharma" tidak memiliki peran utama pada periode Indo-Iran, dan pada prinsipnya dikembangkan baru-baru ini di bawah tradisi Veda. Namun, diperkirakan bahwa [[:en:Daena|Daena]] [[Zoroastrianisme]], juga berarti "Hukum abadi" atau "agama", terkait dengan "dharma" Sansekerta.<ref>{{Cite book|last=Morreall|first=John|date=2011|url=https://www.worldcat.org/oclc/899182057|title=The Religion Toolkit A Complete Guide to Religious Studies|location=New York, NY|isbn=978-1-4443-4370-0|edition=1., Auflage|others=Tamara Sonn|oclc=899182057}}</ref>
Ide-ide di bagian yang tumpang tindih dengan Dharma ditemukan dalam budaya kuno lainnya: seperti [[:en:Tao|Tao]] Cina, [[Maat]] Mesir, [[:en:Me (mythology)|Me]] Sumeria.<ref name="Rosen 2006"/>
=== Eusebeia dan dharma ===
[[File:AsokaKandahar.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:AsokaKandahar.jpg|jmpl|231x231px|[[:en:Kandahar Bilingual Rock Inscription|Prasasti Batu Bilingual Kandahar]] berasal dari [[:en:Emperor Asoka|Kaisar India Asoka]] pada tahun 258 SM, dan ditemukan di [[Afganistan|Afghanistan]]. Prasasti tersebut menerjemahkan kata dharma dalam bahasa Sansekerta sebagai [[:en:Eusebeia|eusebeia]] dalam bahasa Yunani, yang menunjukkan dharma di India kuno berarti kedewasaan spiritual, pengabdian, kesalehan, kewajiban terhadap dan penghormatan bagi komunitas manusia.<ref name=":5"/>]]
Pada pertengahan abad ke-20, sebuah prasasti [[:en:Emperor Asoka|Kaisar India Asoka]] dari tahun 258 SM ditemukan di Afghanistan, [[:en:Kandahar Bilingual Rock Inscription|Prasasti Batu Bilingual Kandahar]]. Prasasti batu ini berisi teks [[Yunani]] dan [[:en:Aramaic language|Aram]]. Menurut [[:en:Paul Hacker (Indologist)|Paul Hacker]],<ref name=":5">{{Cite journal|last=Hacker|first=Paul|date=2006-07-26|title=Dharma in Hinduism|url=http://dx.doi.org/10.1007/s10781-006-9002-4|journal=Journal of Indian Philosophy|volume=34|issue=5|pages=479–496|doi=10.1007/s10781-006-9002-4|issn=0022-1791}}</ref> di atas batu itu muncul terjemahan Yunani untuk kata Sansekerta dharma: kata [[:en:Eusebeia|eusebeia]].<ref name=":5" /> Sarjana Yunani Helenistik menjelaskan eusebeia sebagai konsep yang kompleks. Eusebia berarti tidak hanya untuk memuliakan dewa, tetapi juga kedewasaan spiritual, sikap hormat terhadap kehidupan, dan termasuk perilaku yang benar terhadap orang tua, saudara kandung dan anak-anak, perilaku yang benar antara suami dan istri, dan perilaku antara orang-orang yang tidak berhubungan secara biologis. Prasasti batu ini, menyimpulkan Paul Hacker,<ref name=":5" /> menunjukkan dharma di India, sekitar 2300 tahun yang lalu, adalah konsep sentral dan tidak hanya berarti ide-ide keagamaan, tetapi ide-ide tentang benar, baik, tentang kewajiban seseorang terhadap komunitas manusia.<ref>{{Cite journal|last=Wigan|first=B.|date=1950-04-01|title=An Early Euchologion. By C. H. Roberts and Dom B. Capelle Pp. 72 + 6 plates (Bibliotheque du Museon, vol. 23), Louvain, 1949|url=http://dx.doi.org/10.1093/jts/i.1.113|journal=The Journal of Theological Studies|volume=I|issue=1|pages=113–114|doi=10.1093/jts/i.1.113|issn=0022-5185}}</ref>
=== Rta, maya dan dharma ===
Literatur Hinduisme yang berkembang menghubungkan dharma dengan dua konsep penting lainnya: [[:en:Ṛta|Rta]] dan Māyā. Rta dalam Veda adalah kebenaran dan prinsip [[:en:Buddhist cosmology|kosmik]] yang mengatur dan mengkoordinasikan bekerjanya alam semesta dan segala isinya.<ref>{{Cite book|date=2004|url=https://www.worldcat.org/oclc/252740963|title=The Hindu world|location=London|publisher=Routledge|isbn=0-203-64470-0|others=Sushil Mittal, Gene R. Thursby|oclc=252740963}}</ref><ref name="Koller 131">{{Cite journal|last=Koller|first=John M.|date=1972-04|title=Dharma: An Expression of Universal Order|url=http://dx.doi.org/10.2307/1398120|journal=Philosophy East and West|volume=22|issue=2|pages=131|doi=10.2307/1398120|issn=0031-8221}}</ref> Māyā dalam Rig-veda dan literatur selanjutnya berarti ilusi, penipuan, penipuan, sihir yang menyesatkan dan menciptakan ketidakteraturan,<ref name="Monier-Williams 1999"/> dengan demikian bertentangan dengan kenyataan, hukum dan aturan yang membangun keteraturan, prediktabilitas, dan harmoni. Paul Horsch<ref name="Horsch 423–448"/> menyarankan ta dan dharma adalah konsep paralel, yang pertama adalah prinsip kosmik, yang terakhir adalah lingkungan sosial moral; sedangkan Māyā dan dharma juga merupakan konsep yang berkorelasi, yang pertama adalah yang merusak hukum dan kehidupan moral, yang terakhir adalah yang memperkuat hukum dan kehidupan moral.<ref name="Koller 131"/><ref>{{Cite journal|last=Northrop|first=F. S. C.|date=1950-12|title=Naturalistic and Cultural Foundations for a More Effective International Law|url=http://dx.doi.org/10.2307/793537|journal=The Yale Law Journal|volume=59|issue=8|pages=1430|doi=10.2307/793537|issn=0044-0094}}</ref>
Day mengusulkan dharma adalah manifestasi dari ta, tetapi menyarankan ta mungkin telah dimasukkan ke dalam konsep dharma yang lebih kompleks, sebagai ide yang dikembangkan di India kuno dari waktu ke waktu secara nonlinier.<ref>{{Cite book|last=Day|first=L.E.|date=1982|url=http://dx.doi.org/10.1016/b978-0-08-028708-9.50006-3|title=SYSTEMS ENGINEERING CHALLENGES OF THE SPACE SHUTTLE|publisher=Elsevier|pages=23–42}}</ref> Syair berikut dari [[Regweda|Rigveda]] adalah contoh di mana rta dan dharma terkait:
O Indra, tuntunlah kami di jalan Rta, di jalan yang benar atas segala kejahatan...
— [[:en:Mandala 10|RV 10]].133.6
== Hinduisme ==
Dharma adalah prinsip pengorganisasian dalam agama Hindu yang berlaku untuk manusia dalam kesendirian, dalam interaksi mereka dengan manusia dan alam, serta antara benda mati, untuk semua [[kosmos]] dan bagian-bagiannya.<ref name="Rosen 2006"/> Ini mengacu pada tatanan dan adat istiadat yang memungkinkan kehidupan dan alam semesta, dan mencakup perilaku, ritual, aturan yang mengatur masyarakat, dan etika.<ref name=":10"/> Dharma Hindu mencakup tugas-tugas keagamaan, hak dan kewajiban moral setiap individu, serta perilaku yang memungkinkan tatanan sosial, perilaku yang benar, dan yang bajik.<ref name="Columbia University Press"/> Dharma, menurut Van Buitenen,<ref name=":2">{{Cite journal|last=Buitenen|first=J. A. B. Van|date=1957-04|title=Dharma and Moksa|url=http://dx.doi.org/10.2307/1396832|journal=Philosophy East and West|volume=7|issue=1/2|pages=33|doi=10.2307/1396832|issn=0031-8221}}</ref> adalah apa yang harus diterima dan dihormati oleh semua makhluk yang ada untuk mempertahankan keharmonisan dan ketertiban di dunia. Bukan tindakan atau hasilnya, tetapi hukum alam yang memandu tindakan dan menciptakan hasil untuk mencegah kekacauan di dunia. Ini adalah karakteristik bawaan, yang membuat makhluk menjadi apa adanya. Ini adalah, klaim Van Buitenen, pengejaran dan eksekusi sifat dan panggilan sejati seseorang, sehingga memainkan peran seseorang dalam konser kosmik. Dalam agama Hindu, adalah dharma lebah untuk membuat madu, sapi untuk memberi susu, matahari untuk memancarkan sinar matahari, sungai untuk mengalir.<ref name=":2" /> Dalam hal kemanusiaan, dharma adalah kebutuhan akan, efek dari dan esensi pelayanan dan keterkaitan semua kehidupan.<ref name="Rosen 2006"/><ref name=":5"/>
Dalam esensi sejatinya, dharma berarti bagi seorang Hindu untuk "memperluas pikiran". Selain itu, ini mewakili hubungan langsung antara individu dan fenomena masyarakat yang mengikat masyarakat bersama-sama. Dalam cara fenomena sosial mempengaruhi hati nurani individu, demikian pula tindakan individu dapat mengubah jalannya masyarakat, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Ini telah secara halus digaungkan oleh kredo धर्मो धारयति प्रजा: artinya dharma adalah yang memegang dan memberikan dukungan kepada tatanan sosial.
Dalam agama Hindu, ''dharma'' umumnya mencakup berbagai aspek:
* [[Agama Hindu|Sanātana Dharma]], prinsip dharma yang abadi dan tidak berubah.<ref name="dx.doi.org">{{Cite web|url=http://dx.doi.org/10.17658/issn.2058-5462/issue-19/conversation/figure17|website=dx.doi.org|access-date=2022-09-12}}</ref>
* Varṇ āśramā dharma, tugas seseorang pada [[:en:Ashrama (stage)|tahap kehidupan]] tertentu atau tugas yang melekat.
* Sav dharma, tugas individu atau pribadi seseorang.<ref name=":3">{{Cite journal|last=Grimes|first=Deanna E.|last2=Grimes|first2=Richard M.|date=1996-03|title=Reply|url=http://dx.doi.org/10.1016/s0029-6554(96)80062-5|journal=Nursing Outlook|volume=44|issue=2|pages=103–104|doi=10.1016/s0029-6554(96)80062-5|issn=0029-6554}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Wood|first=Robert E.|date=2015|title=Hegel, by J. M. Fritzman|url=http://dx.doi.org/10.5840/teachphil20153819|journal=Teaching Philosophy|volume=38|issue=1|pages=139–143|doi=10.5840/teachphil20153819|issn=0145-5788}}</ref>
* Āpad dharma, dharma yang ditentukan pada saat kemalangan.<ref name=":3" />
* Sadharana dharma, tugas moral terlepas dari [[:en:Ashrama (stage)|tahapan kehidupan]].<ref>{{Cite journal|last=Choudhury|first=Asim Kumar Roy|date=2020-08-03|title=Flame Retardants for Textile Materials|url=http://dx.doi.org/10.1201/9780429032318|doi=10.1201/9780429032318}}</ref>
* [[:en:Yuga dharma|Yuga dharma]], dharma yang berlaku untuk [[yuga]], zaman atau zaman yang ditetapkan oleh tradisi Hindu dan dengan demikian dapat berubah pada akhir zamannya.<ref name="dx.doi.org"/><ref>{{Cite book|last=Howorka|first=Kinga|date=1996|url=http://dx.doi.org/10.1007/978-3-642-79997-6_7|title=Hyperglycemia|location=Berlin, Heidelberg|publisher=Springer Berlin Heidelberg|isbn=978-3-540-60352-8|pages=112–113}}</ref>
=== Dalam Veda dan Upanishad ===
[[:en:Dharma#History|Bagian sejarah]] artikel ini membahas perkembangan konsep dharma dalam [[Weda|Veda]]. Perkembangan ini berlanjut di [[Upanisad|Upanishad]] dan kemudian aksara kuno Hindu. Dalam Upanishad, konsep dharma berlanjut sebagai prinsip universal hukum, ketertiban, harmoni, dan kebenaran.<ref name="Horsch 423–448"/><ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/900618002|title=The Mukhya Upanishads : books of hidden wisdom|isbn=9781495946530|others=Charles Johnston|oclc=900618002}}</ref> Ini bertindak sebagai prinsip moral pengaturan Alam Semesta. Ini dijelaskan sebagai hukum kebenaran dan disamakan dengan ''[[:en:Satya|satya]]'' ([[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: सत्यं, kebenaran), dalam himne 1.4.14 dari [[:en:Brihadaranyaka Upanishad|Brhadaranyaka Upanishad]], sebagai berikut:<blockquote>धर्मः तस्माद्धर्मात् परं नास्त्य् अथो अबलीयान् बलीयाँसमाशँसते धर्मेण यथा राज्ञैवम् ।
यो वै स धर्मः सत्यं वै तत् तस्मात्सत्यं वदन्तमाहुर् धर्मं वदतीति धर्मं वा वदन्तँ सत्यं वदतीत्य् एतद्ध्येवैतदुभयं भवति ।।
Tidak ada yang lebih tinggi dari dharma. Yang lemah mengalahkan yang lebih kuat dengan dharma, seperti di atas seorang raja. Sungguh dharma itu adalah Kebenaran (''Satya''); Oleh karena itu, ketika seseorang berbicara kebenaran, mereka berkata, "Dia berbicara dharma"; dan jika dia berbicara Dharma, mereka berkata, "Dia berbicara tentang Kebenaran!" Karena keduanya adalah satu.
- [[:en:Brihadaranyaka Upanishad|Bhriadaranyaka Upanishad]], 1.4.xiv<ref name="Horsch 423–448"/><ref>{{Cite book|date=2014|url=https://www.worldcat.org/oclc/900618002|title=The Mukhya Upanishads : books of hidden wisdom|location=[United States]|isbn=978-1-4959-4653-0|edition=1st edition|others=Charles Johnston|oclc=900618002}}</ref></blockquote>
=== Dalam Epos ===
Agama dan filsafat Hindu, klaim [[:en:Daniel H. H. Ingalls, Sr.|Daniel Ingalls]],<ref name="Ingalls 41">{{Cite journal|last=Ingalls|first=Daniel H. H.|date=1957-04|title=Dharma and Moksa|url=http://dx.doi.org/10.2307/1396833|journal=Philosophy East and West|volume=7|issue=1/2|pages=41|doi=10.2307/1396833|issn=0031-8221}}</ref> menempatkan penekanan utama pada moralitas praktis individu. Dalam epos Sansekerta, kekhawatiran ini ada di mana-mana.
Dalam Kitab [[Ramayana]] Kedua, misalnya, seorang petani meminta Raja untuk melakukan apa yang dituntut dharma secara moral darinya, Raja setuju dan melakukannya meskipun kepatuhannya terhadap hukum dharma sangat merugikannya. Demikian pula, dharma adalah pusat dari semua peristiwa besar dalam kehidupan Rama, Sita, dan Lakshman di Ramayana, klaim Daniel Ingalls.<ref name="Ingalls 41"/> Setiap episode Ramayana menyajikan situasi kehidupan dan pertanyaan etis dalam istilah simbolis. Masalah ini diperdebatkan oleh karakter, akhirnya yang benar menang atas yang salah, yang baik atas yang jahat. Untuk alasan ini, dalam Epos Hindu, raja yang baik, jujur secara moral, dan taat hukum disebut sebagai "dharmaraja".<ref>{{Cite book|last=Fitzgerald|first=James L.|last2=Fitzgerald|first2=James L.|date=2004|url=http://dx.doi.org/10.7208/chicago/9780226252513.001.0001|title=The Mahabharata, Volume 7: Book 11: The Book of the Women Book 12|publisher=University of Chicago Press|isbn=978-0-226-25250-6}}</ref>
Dalam [[Mahabharata]], epos utama India lainnya, demikian pula, dharma adalah pusat, dan disajikan dengan simbolisme dan metafora. Menjelang akhir epik, dewa Yama, yang disebut sebagai dharma<ref>{{Cite book|last=Doniger|first=Wendy|date=2022-08-12|url=http://dx.doi.org/10.1093/oso/9780197553398.003.0004|title=Book Seventeen, ''Mahaprasthanika Parvan'', The Book of the Great Departure|publisher=Oxford University Press|pages=129–C3.N50}}</ref> dalam teks, digambarkan mengambil bentuk seekor anjing untuk menguji belas kasih [[Yudistira|Yudhishthira]], yang diberitahu bahwa dia mungkin tidak memasuki surga dengan binatang seperti itu, tetapi menolak untuk meninggalkan temannya, untuk keputusan itu dia kemudian dipuji oleh dharma. Nilai dan daya tarik Mahabharata tidak sebanyak dalam penyajian metafisika yang kompleks dan terburu-buru dalam buku ke-12, klaim Ingalls,<ref name="Ingalls 41"/> karena metafisika India lebih fasih disajikan dalam kitab suci Sansekerta lainnya; daya tarik Mahabharata, seperti Ramayana, adalah dalam penyajiannya tentang serangkaian masalah moral dan situasi kehidupan, di mana biasanya ada tiga jawaban yang diberikan, menurut Ingalls: satu jawaban adalah dari [[Bima (Mahabharata)|Bhima]], yang merupakan jawaban dari kekerasan, sudut pandang individu yang mewakili materialisme, egoisme, dan diri; jawaban kedua adalah tentang [[Yudistira|Yudhishthira]], yang selalu merupakan daya tarik bagi kesalehan dan dewa-dewa, kebajikan sosial dan tradisi; jawaban ketiga adalah [[Arjuna]] introspektif, yang berada di antara dua ekstrem, dan yang, klaim Ingalls, secara simbolis mengungkapkan kualitas moral terbaik manusia. Epos Hindu adalah risalah simbolis tentang kehidupan, kebajikan, adat istiadat, moral, etika, hukum, dan aspek dharma<ref>{{Cite book|last=Meyer|first=Johann Jakob|date=1971|url=https://www.worldcat.org/oclc/27729284|title=Sexual life in ancient India : a study in the comparative history of Indian culture|location=Delhi|publisher=Motilal Banarsidass Publishers Private Ltd|isbn=978-81-208-0638-2|edition=1st Indian ed|oclc=27729284}}</ref> lainnya. Ada diskusi ekstensif tentang dharma pada tingkat individu dalam Epos Hindu, mengamati [[:en:Daniel H. H. Ingalls, Sr.|Ingalls]]; misalnya, pada kehendak bebas versus takdir, kapan dan mengapa manusia percaya pada keduanya, pada akhirnya menyimpulkan bahwa yang kuat dan makmur secara alami menjunjung tinggi kehendak bebas, sementara mereka yang menghadapi kesedihan atau frustrasi secara alami condong ke arah takdir.<ref>{{Cite book|date=2014-06-11|url=http://dx.doi.org/10.4324/9781315834696-28|title=motion, the latter being Elizabeth’s sole prerogative. faith vnto your force’. But faith in what? and whose In fashioning courtesy, for example, he is seeking to faith? We are never told, but the effect of her cry, fashion her courtiers; see ‘courtesy as a social code’ as Kane 1989:34 notes, affirms the general promise in the SEnc. More subversively, his poem challenges of the homilies that ‘true faith doth give life to the doctrinal claims of God’s grace at a time when, as works’. When the knight is freed from Orgoglio’s Gless 1994:37 notes, ‘the Protestant refusal to con-dungeon by Arthur, we may infer that he is re-cede that men might achieve meritorious works deemed by God’s grace, but the poem shows Arthur expresses a conviction that true virtue lies beyond the descending into the dungeon to rend its iron door reach of human capacity’. (He cites Bullinger, for and laboriously lift him up. When Fidelia teaches him whom one chief aim of the Reformation was to ‘Of God, of grace, of iustice, of free will’, we are not propagate the doctrine that belief in human merit is told what she says. The most theologically contro-the most insidiously corrupting error promoted by versial word in Book I–inescapable because predes-Roman Catholicism; for counter-claims, see Mallette tination was reformed theology’s central doctrine 1997:173–74.) Spenser wraps himself and his poem (see ‘Predestination’ in the SEnc)–occurs when Una in the Queen’s robes because he needed her protec-tells him not to despair of salvation because he is tion to speak through her. ‘chosen’. We may infer that he is among God’s elect predestined to salvation, but the poem tells us only Holiness: Book I|publisher=Routledge|isbn=978-1-315-83469-6|pages=30–30}}</ref> Epos Hinduisme menggambarkan berbagai aspek dharma, mereka adalah sarana untuk mengkomunikasikan dharma dengan metafora.<ref>{{Cite book|last=Smith|first=Huston|date=[2009?]|url=https://www.worldcat.org/oclc/900542876|title=The world's religions|location=[New York, NY]|isbn=978-0-06-166018-4|edition=50th anniversary edition|others=Huston Smith|oclc=900542876}}</ref>
=== Menurut Vatsyayana abad ke-4 ===
Menurut [[:en:Klaus Klostermaier|Klaus Klostermaier]], sarjana Hindu abad ke-4 M [[Vatsyayana|Vātsyāyana]] menjelaskan dharma dengan membandingkannya dengan adharma.<ref name=":4">{{Cite book|last=Klostermaier|first=Klaus K.|date=1989|url=https://www.worldcat.org/oclc/17108707|title=A survey of Hinduism|location=Albany, N.Y.|publisher=State University of New York Press|isbn=0-88706-807-3|oclc=17108707}}</ref> Vātsyāyana mengemukakan bahwa dharma tidak hanya dalam tindakan seseorang, tetapi juga dalam kata-kata yang diucapkan atau ditulis seseorang, dan dalam pikiran. Menurut Vātsyāyana:<ref name=":4" /><ref>{{Cite journal|last=B.|first=E.|last2=Burton|first2=Richard S.|date=1963-04|title=The Kama-Sutra of Vatsyayana|url=http://dx.doi.org/10.2307/598402|journal=Journal of the American Oriental Society|volume=83|issue=2|pages=279|doi=10.2307/598402|issn=0003-0279}}</ref>
# Adharma tubuh: hinsa (kekerasan), steya (mencuri, mencuri), pratisiddha maithuna (kesenangan seksual dengan orang lain selain pasangannya)
# Dharma tubuh: dana (amal), paritasrana (succor of the distressed) dan paricarana (memberikan pelayanan kepada orang lain)
# Adharma dari kata-kata yang diucapkan atau ditulis seseorang: mithya (kepalsuan), parusa (pembicaraan kaustik), sucana (calumny) dan asambaddha (pembicaraan absurd)
# Dharma dari kata-kata yang diucapkan atau ditulis seseorang: satya (kebenaran dan fakta), hitavacana (berbicara dengan niat baik), priyavacana (lembut, bicara baik), svadhyaya (belajar mandiri)
# Adharma pikiran: paradroha (niat buruk kepada siapa pun), paradravyabhipsa (ketamakan), nastikya (penyangkalan terhadap keberadaan moral dan religiusitas)
# Dharma pikiran: daya (welas asih), asprha (ketidaktertarikan), dan sraddha (iman pada orang lain)
=== Menurut Patanjali Yoga ===
Dalam [[Sutra Yoga Patanjali|''Sutra Yoga'' Patanjali]] dharma itu nyata; di Vedanta itu tidak nyata.<ref name=":6">{{Cite journal|last=Buffet|first=Edward P.|last2=Woods|first2=James Haughton|last3=Lanman|first3=Charles Rockwell|date=1916-12-21|title=The Yoga-System of Patanjali, or the Ancient Hindu Doctrine of Concentration of Mind, Embracing the Mnemonic Rules, Called Yoga-Sutras, of Patanjali, and the Comment, Called Yoga-Bhashya, Attributed to Veda-Vyasa, and the Explanation, Called Tattva-Vaicaradi of Vachaspati-Micra.|url=http://dx.doi.org/10.2307/2012325|journal=The Journal of Philosophy, Psychology and Scientific Methods|volume=13|issue=26|pages=743|doi=10.2307/2012325|issn=0160-9335}}</ref>
Dharma adalah bagian dari [[yoga]], saran Patanjali; unsur-unsur dharma Hindu adalah sifat, kualitas, dan aspek yoga.<ref name=":6" /> Patanjali menjelaskan dharma dalam dua kategori: ''[[:en:Yamas|yamas]]'' (pengekangan) dan ''[[:en:Niyama|niyama]] (''ketaatan).<ref name=":4"/>
Kelima yamas tersebut, menurut Patanjali, adalah: menjauhkan diri dari cedera pada semua makhluk hidup, menjauhkan diri dari kepalsuan (satya), menjauhkan diri dari perampasan hal-hal yang tidak sah dari hal-hal yang bernilai dari yang lain (acastrapurvaka), menjauhkan diri dari mendambakan atau selingkuh secara seksual pada pasangan Anda, dan menjauhkan diri dari mengharapkan atau menerima hadiah dari orang lain.<ref name="ReferenceA">{{Cite journal|date=1921-05|title=''The Yoga-System of Patanjali''. James Haughton Woods|url=http://dx.doi.org/10.1086/357991|journal=Isis|volume=4|issue=1|pages=60–61|doi=10.1086/357991|issn=0021-1753}}</ref> Kelima yama berlaku dalam tindakan, ucapan, dan pikiran. Dalam menjelaskan yama, Patanjali menjelaskan bahwa profesi dan situasi tertentu mungkin memerlukan kualifikasi dalam perilaku. Misalnya, seorang nelayan harus melukai seekor ikan, tetapi ia harus berusaha melakukan ini dengan sedikit trauma pada ikan dan nelayan harus mencoba melukai tidak ada makhluk lain saat ia memancing.<ref name="ReferenceA"/>
Kelima niyama (ketaatan) adalah kebersihan dengan makan makanan murni dan menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak murni (seperti kesombongan atau kecemburuan atau kesombongan), kepuasan dalam cara seseorang, meditasi dan refleksi diam terlepas dari keadaan yang dihadapi seseorang, belajar dan mengejar pengetahuan sejarah, dan pengabdian semua tindakan kepada Guru Tertinggi untuk mencapai kesempurnaan konsentrasi.<ref name="ReferenceA"/>
=== Sumber ===
Dharma adalah penyelidikan empiris dan pengalaman bagi setiap pria dan wanita, menurut beberapa naskah agama Hindu.<ref name=":5"/> Misalnya, [[:en:Apastamba|Apastamba Dharmasutra]] menyatakan:<blockquote>''Dharma'' dan ''Adharma'' tidak berkeliling mengatakan, "Itu adalah kita." Dewa, atau gandharva, atau leluhur tidak menyatakan apa itu ''Dharma'' dan apa itu ''Adharma''.<ref name="Hatcher 905–906">{{Cite journal|last=Hatcher|first=Brian A.|date=2001-08|title=Dharmasūtras: The Law Codes of Ancient India. Translated by Patrick Olivelle. Oxford World's Classics. New York: Oxford University Press, 1999. xlvi, 434 pp. $12.95 (paper).|url=http://dx.doi.org/10.2307/2700162|journal=The Journal of Asian Studies|volume=60|issue=3|pages=905–906|doi=10.2307/2700162|issn=0021-9118}}</ref>
- Apastamba Dharmasutra<ref name="Hatcher 905–906"/></blockquote>Dalam teks-teks lain, tiga sumber dan sarana untuk menemukan dharma dalam agama Hindu dijelaskan. Ini, menurut [[:de:Paul Hacker|Paul Hacker]], adalah:<ref name=":5"/> Pertama, mempelajari pengetahuan sejarah seperti Veda, Upanishad, Epos dan literatur Sansekerta lainnya dengan bantuan guru seseorang. Kedua, mengamati perilaku dan teladan orang baik. Sumber ketiga berlaku ketika pendidikan seseorang maupun contoh perilaku teladan tidak diketahui. Dalam hal ini, "[[:en:Atmatusti|atmatusti]]" adalah sumber dharma dalam agama Hindu, yaitu orang baik merefleksikan dan mengikuti apa yang memuaskan hatinya, perasaan batinnya sendiri, apa yang dia rasa terdorong.<ref name=":5"/>
=== Dharma, tahap kehidupan, dan stratifikasi sosial ===
{{main|Āśrama (stage)|Puruṣārtha|l1=Āśrama}}
Beberapa teks Agama Hindu menguraikan ''dharma'' bagi masyarakat dan pada tingkat individu. Dari jumlah tersebut, yang paling banyak dikutip adalah ''Manusmriti'', yang menggambarkan keempat ''Varnas'', hak dan kewajiban mereka.<ref name=":7">{{Cite book|last=Hiltebeitel|first=Alf|date=2011|url=https://www.worldcat.org/oclc/650019987|title=Dharma : its early history in law, religion, and narrative|location=Oxford|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-539423-8|oclc=650019987}}</ref> Namun, sebagian besar teks Hindu membahas ''dharma'' tanpa menyebutkan ''Varna'' (kasta).<ref>{{Cite book|date=1996-12-31|url=http://dx.doi.org/10.3138/9781442671072-018|title=Aššur-dān II|publisher=University of Toronto Press|pages=131–141}}</ref> Naskah dharma dan Smritis lainnya berbeda dari [[Manusmerti|Manusmriti]] tentang sifat dan struktur Varnas.<ref name=":7" /> Namun, teks-teks lain mempertanyakan keberadaan varna. [[Bregu|Bhrigu]], dalam Epos, misalnya, menyajikan teori bahwa dharma tidak memerlukan varnas.<ref>{{Cite journal|last=Trautmann|first=Thomas R.|date=1964-07|title=On the Translation of the Term Varna|url=http://dx.doi.org/10.2307/3596240|journal=Journal of the Economic and Social History of the Orient|volume=7|issue=2|pages=196|doi=10.2307/3596240|issn=0022-4995}}</ref> Dalam praktiknya, India abad pertengahan secara luas diyakini sebagai masyarakat yang bertingkat secara sosial, dengan setiap strata sosial mewarisi profesi dan menjadi endogami. Varna tidak mutlak dalam dharma Hindu; individu memiliki hak untuk meninggalkan dan meninggalkan Varna mereka, serta [[:en:Ashrama (stage)|asrama]] kehidupan mereka, untuk mencari moksa.<ref name=":7" /><ref name=":2"/> Sementara baik Manusmriti maupun Smritis hinduisme yang menggantikan tidak pernah menggunakan kata varnadharma (yaitu, dharma varnas), atau varnasramadharma (yaitu, dharma varnas dan asrama), komentar ilmiah tentang Manusmriti menggunakan kata-kata ini, dan dengan demikian mengaitkan dharma dengan sistem varna India.<ref name=":7" /><ref>{{Cite book|date=1973-01-01|url=http://dx.doi.org/10.1163/9789004491601_003|title=The place of Hindu law in India. The dilemma of modern reformers|publisher=BRILL|pages=1–7}}</ref> Di India abad ke-6, bahkan raja-raja Buddha menyebut diri mereka "pelindung varnasramadharma"–yaitu dharma varna dan asrama kehidupan.<ref name=":7" /><ref>{{Cite journal|last=Lang|first=Karen|date=1996-08|title=The Āśrama System: The History and Hermeneutics of a Religious Institution. By Patrick Olivelle. New York: Oxford University Press, 1993. xxii, 274 pp. $49.95 (cloth).|url=http://dx.doi.org/10.2307/2646495|journal=The Journal of Asian Studies|volume=55|issue=3|pages=762–763|doi=10.2307/2646495|issn=0021-9118}}</ref>
Pada tingkat individu, beberapa teks Hinduisme menguraikan [[:en:Ashrama (stage)|empat āśrama]], atau tahap kehidupan sebagai dharma individu. Ini adalah:<ref>{{Cite journal|last=Widgery|first=Alban G.|date=1930-01|title=The Principles of Hindu Ethics|url=http://dx.doi.org/10.1086/intejethi.40.2.2377977|journal=The International Journal of Ethics|volume=40|issue=2|pages=232–245|doi=10.1086/intejethi.40.2.2377977|issn=1526-422X}}</ref> (1) [[Brahmacharya|brahmacārya]], kehidupan persiapan sebagai siswa, (2) [[:en:Grihastha|gṛhastha]], kehidupan perumah tangga dengan peran keluarga dan sosial lainnya, (3) [[Vanaprastham|vānprastha]] atau aranyaka, kehidupan penghuni hutan, transisi dari pekerjaan duniawi ke refleksi dan penolakan, dan (4) [[:en:Sannyāsa|sannyāsa]], kehidupan memberikan semua properti, menjadi pertapa dan pengabdian kepada moksa, masalah spiritual.
Empat tahap kehidupan melengkapi empat perjuangan manusia dalam hidup, menurut agama Hindu.<ref name=":8">{{Cite journal|last=Potter|first=Karl H.|date=1958-04|title=Dharma and Moksa from a Conversational Point of View|url=http://dx.doi.org/10.2307/1397421|journal=Philosophy East and West|volume=8|issue=1/2|pages=49|doi=10.2307/1397421|issn=0031-8221}}</ref> Dharma memungkinkan individu untuk memuaskan perjuangan untuk stabilitas dan ketertiban, kehidupan yang halal dan harmonis, upaya untuk melakukan hal yang benar, menjadi baik, berbudi luhur, mendapatkan pahala agama, membantu orang lain, berinteraksi dengan sukses dengan masyarakat. Tiga upaya lainnya adalah [[:en:Artha|Artha]]–perjuangan untuk sarana kehidupan seperti makanan, tempat tinggal, kekuasaan, keamanan, kekayaan materi, dan sebagainya; [[Kama]]–perjuangan untuk seks, keinginan, kesenangan, cinta, pemenuhan emosional, dan sebagainya; dan [[Moksa]]–perjuangan untuk makna spiritual, pembebasan dari siklus kelahiran kembali kehidupan, realisasi diri dalam kehidupan ini, dan sebagainya. Keempat tahap tersebut tidak independen atau eksklusi dalam dharma Hindu.<ref name=":8" />
=== Dharma dan kemiskinan ===
Dharma yang diperlukan bagi individu dan masyarakat, bergantung pada kemiskinan dan kemakmuran dalam suatu masyarakat, menurut kitab suci dharma Hindu. Misalnya, menurut Adam Bowles,<ref name=":9">{{Cite book|last=Bowles|first=Adam|date=2007|url=https://www.worldcat.org/oclc/304341560|title=Dharma, disorder, and the political in ancient India : the Āpaddharmaparvan of the Mahābhārata|location=Leiden|publisher=Brill|isbn=978-90-474-2260-0|oclc=304341560}}</ref> [[:en:Shatapatha Brahmana|Shatapatha Brahmana]] 11.1.6.24 menghubungkan kemakmuran sosial dan ''dharma'' melalui air. Air berasal dari hujan, klaimnya; ketika hujan melimpah, ada kemakmuran di bumi, dan kemakmuran ini memungkinkan orang untuk mengikuti Dharma–kehidupan yang bermoral dan halal. Di saat-saat sulit, kekeringan, kemiskinan, segala sesuatu menderita termasuk hubungan antara manusia dan kemampuan manusia untuk hidup sesuai dengan dharma.<ref name=":9" />
Dalam Rajadharmaparvan 91.34-8, hubungan antara kemiskinan dan dharma mencapai lingkaran penuh. Sebuah negeri dengan kehidupan yang kurang bermoral dan halal menderita kesusahan, dan ketika kesusahan meningkat itu menyebabkan kehidupan yang lebih tidak bermoral dan melanggar hukum, yang selanjutnya meningkatkan kesusahan.<ref name=":9" /><ref>{{Cite journal|last=Duncan|first=J.|last2=Dereett|first2=M.|date=1959-02|title=Bhū-Bharaṇa, Bhū-Pālana, Bhū-Bhojana: an Indian conundrum|url=http://dx.doi.org/10.1017/s0041977x00076163|journal=Bulletin of the School of Oriental and African Studies|volume=22|issue=1|pages=108–123|doi=10.1017/s0041977x00076163|issn=0041-977X}}</ref> Mereka yang berkuasa harus mengikuti raja dharma (yaitu, dharma para penguasa), karena ini memungkinkan masyarakat dan individu untuk mengikuti dharma dan mencapai kemakmuran.<ref>{{Cite journal|last=Gonda|first=J.|date=1956|title=Ancient Indian Kingship From the Religious Point of View|url=http://dx.doi.org/10.1163/156852756x00041|journal=Numen|volume=3|issue=1|pages=36–71|doi=10.1163/156852756x00041|issn=0029-5973}}</ref>
=== Dharma dan hukum ===
{{main|Hindu law}}
Gagasan ''tentang dharma'' sebagai tugas atau kepatutan ditemukan dalam teks-teks hukum dan agama kuno India. Contoh umum dari penggunaan tersebut adalah pitri dharma (artinya tugas seseorang sebagai ayah), putra dharma (tugas seseorang sebagai seorang putra), raj dharma (tugas seseorang sebagai raja) dan sebagainya. Dalam filsafat Hindu, keadilan, keharmonisan sosial, dan kebahagiaan mengharuskan orang hidup per dharma. [[Dharmasastra|Dharmashastra]] adalah catatan tentang pedoman dan aturan ini.<ref>{{Cite journal|last=Gächter|first=Othmar|date=2009|title=Anton Quack (1946–2009)|url=http://dx.doi.org/10.5771/0257-9774-2009-2-519|journal=Anthropos|volume=104|issue=2|pages=519–526|doi=10.5771/0257-9774-2009-2-519|issn=0257-9774}}</ref> Bukti yang tersedia menunjukkan India pernah memiliki banyak koleksi literatur terkait dharma (sutra, shastra); empat sutra bertahan dan ini sekarang disebut sebagai Dharmasutras.<ref name="ReferenceB">{{Cite book|date=1999|url=https://www.worldcat.org/oclc/252642820|title=The dharmasūtras : the law codes of Āpastamba, Gautama, Baudhāyana, and Vasisṭḥa|location=Oxford|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-158423-7|others=Patrick Olivelle|oclc=252642820}}</ref> Bersama dengan hukum Manu dalam Dharmasutras, ada ringkasan hukum yang paralel dan berbeda, seperti hukum Narada dan cendekiawan kuno lainnya.<ref>{{Cite journal|last=DAVIS|first=DONALD R.|date=2006-08-15|title=A Realist View of Hindu Law|url=http://dx.doi.org/10.1111/j.1467-9337.2006.00332.x|journal=Ratio Juris|volume=19|issue=3|pages=287–313|doi=10.1111/j.1467-9337.2006.00332.x|issn=0952-1917}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Salomon|first=Richard|date=2013|title=Coville, Linda, A Metaphorical Study of Saundarananda (Delhi: Motilal Banarsidass, 2009), xi + 303 pp., $13.11, ISBN 978 8 120 83367 8.|url=http://dx.doi.org/10.1163/15728536-00001133|journal=Indo-Iranian Journal|volume=56|issue=1|pages=93–98|doi=10.1163/15728536-00001133|issn=0019-7246}}</ref> Buku-buku hukum yang berbeda dan bertentangan ini tidak eksklusif, juga tidak menggantikan sumber-sumber dharma lain dalam agama Hindu. Dharmasutra ini mencakup instruksi tentang pendidikan kaum muda, ritus perjalanan mereka, adat istiadat, ritus dan ritual keagamaan, hak dan kewajiban perkawinan, kematian dan ritus leluhur, hukum dan administrasi keadilan, kejahatan, hukuman, aturan dan jenis bukti, tugas seorang raja, serta moralitas.<ref name="ReferenceB"/>
== Buddhisme ==
{{Buddhisme|dhamma}}Meskipun [[Sang Buddha]] menolak otoritas kitab-kitab [[Weda]], [[Buddhisme]] juga mengikuti pengertian Hindu tentang ''dhamma'' sebagai "hukum kosmik",<ref name=":10" /><ref name=":11">{{Cite book|date=2014-11-27|url=http://dx.doi.org/10.4324/9781315754772-6|title=Ff|publisher=Routledge|pages=286–331}}</ref> seperti dalam penggunaan kata tersebut untuk cara kerja [[Karma dalam Buddhisme|karma]]. Akan tetapi, Buddhisme juga memiliki pemaknaan khasnya tersendiri.
=== Ajaran Buddha ===
Secara umum, ''Dhamma'' merujuk pada ajaran yang diajarkan oleh [[Sang Buddha]], biasa dikenal sebagai ''[[Buddhadhamma]].<ref name=":10" />'' Pemaknaan ini mencakup berbagai diskursus (''sutta'') tentang prinsip-prinsip dasar (seperti [[Empat Kebenaran Mulia]] dan [[Jalan Mulia Berunsur Delapan]]). Ajaran Buddha menjelaskan bahwa, untuk mengakhiri penderitaan, ''dhamma'', atau batin, pemahaman, tindakan, dan mata pencaharian yang benar, harus dikembangkan.<ref>{{Cite journal|last=Brown|first=Hannah Jean|year=2019|title=Key Tenets of Classical Buddhist ''Dharma'' Leave Space for the Practice of Abortion and are Upheld by Contemporary Japanese Buddhist ''Mizuko Kuyo'' Remembrance Rituals|journal=Journal of Religion and Health|volume=58|issue=2|page=477|doi=10.1007/s10943-019-00763-4|pmid=30673995}}</ref>
==== Triratna ====
{{Utama|Triratna}}
''Dhamma'' adalah salah satu dari [[Triratna]] yang menjadi tempat berlindung para penganut Buddhisme, atau tempat bergantung bagi kebahagiaan abadi ([[Nirwana]]) mereka. Triratna tersebut adalah Buddha, yang berarti pencerahan batin yang sempurna; ''Dhamma'', yang berarti ajaran dan metode yang diajarkan oleh Buddha; dan [[Sangha]], yang berarti komunitas monastik penganut Buddhisme yang saling memberikan bimbingan dan dukungan.
==== Tahapan ====
{{Utama|Pariyatti, paṭipatti, paṭivedha}}
Dalam ajaran Buddhisme [[Theravāda]], untuk mencapai realisasi hakiki ''Dhamma'', seseorang harus melalui tiga tahap, yaitu belajar secara teori, praktik nyata teori, dan realisasi.<ref name="What is the Triple Gem">{{cite web|last=Lee Dhammadharo|first=Ajaan|date=1994|title=What is the Triple Gem? – ''Dhamma'': Good Dhamma is of three sorts|url=https://www.accesstoinsight.org/lib/thai/lee/triplegem.html#sorts3|page=33|translator=Thanissaro Bhikkhu}}</ref> Tahapan tersebut, dalam bahasa Pali, adalah sebagai berikut:
# ''Pariyatti'' – pembelajaran teori ''dhamma'' sebagaimana yang terkandung dalam [[Tripitaka Pali]] (serta [[Komentar (Theravāda)|kitab komentar]] dan [[Subkomentar (Theravāda)|kitab subkomentar]])
# ''Paṭipatti'' – menerapkan teori-teori tersebut ke dalam praktik nyata, dan<ref name="Concise-PED" />
# ''Paṭivedha'' – ketika seseorang menembus ''dhamma'' atau melalui pengalaman menyadari kebenarannya.<ref name="What is the Triple Gem" />
''[[Pariyatti, paṭipatti, paṭivedha]]'' merupakan konsep dasar pembelajaran ajaran Buddha dalam Buddhisme Theravāda.
=== Kebenaran ===
{{Utama|Kebenaran (Buddhisme)}}
Pemaknaan ''dharma'' dipandang secara berbeda oleh berbagai aliran Buddhisme. ''Dharma'' tidak hanya merujuk pada perkataan [[Sang Buddha]], tetapi juga pada tradisi penafsiran dan penambahan selanjutnya yang dikembangkan oleh berbagai [[aliran Buddhisme]] untuk membantu menjelaskan dan memperluas ajaran Sang Buddha. Bagi yang lain, mereka melihat ''dharma'' sebagai suatu istilah yang merujuk pada "kebenaran", atau realitas tertinggi dari "cara segala sesuatu sebenarnya" ([[bahasa Tibet]]: ''Chö''). Sebagian menganggapnya sebagai kebenaran hakiki, atau sebagai sumber segala sesuatu yang berada di luar "tiga alam" ([[bahasa Sanskerta]]: ''tridhatu'') dan "roda keberadaan" (bahasa Sanskerta: ''bhavachakra''). Sebagian lainnya, yang menganggap Buddha hanya sebagai manusia yang tercerahkan, melihat ''dhamma'' sebagai inti dari "84.000 aspek ajaran yang berbeda" (bahasa Tibet: ''chos-sgo brgyad-khri bzhi strong'') yang diberikan Buddha kepada berbagai jenis orang, berdasarkan kecenderungan dan kemampuan masing-masing.
=== Fenomena ===
{{Lihat pula|Abhidhamma Theravāda#Teori fenomena (dhamma)|Trilaksana}}
Dalam [[Filsafat Buddhis|filosofi Buddhis]], seperti dalam tradisi [[Abhidhamma Theravāda]], ''dhamma/dharma'' juga merupakan suatu istilah yang merujuk pada "[[fenomena]]".{{refn|David Kalupahana: "The old Indian term ''dharma'' was retained by the Buddha to refer to phenomena or things. However, he was always careful to define this ''dharma'' as "dependently arisen phenomena" (''paticca-samuppanna-dhamma'') ... In order to distinguish this notion of ''dhamma'' from the Indian conception where the term ''dharma'' meant reality (''atman''), in an ontological sense, the Buddha utilised the conception of result or consequence or fruit (''attha'', Sk. ''artha'') to bring out the pragmatic meaning of ''dhamma''."<ref name=david />|group=note|name="DK"}}<ref name=":0">{{Cite journal|last=Hoffman|first=Frank J.|date=1988-12|title=David J. Kalupahana. Nagarjuna: The Philosophy of the Middle Way. Pp. 412. (New York: State University of New York Press, 1986.) SUNY Series in Buddhist Studies. $16.95 (paper); $49.50 (cloth). - David J. Kalupahana. The Principles of Buddhist Psychology. Pp. 236.(New York: State University of New York Press, 1987.) SUNY Series in Buddhist Studies. $12.95 (paper); $39.50 (cloth).|url=http://dx.doi.org/10.1017/s0034412500019594|journal=Religious Studies|volume=24|issue=4|pages=529–533|doi=10.1017/s0034412500019594|issn=0034-4125}}</ref><ref name="Concise-PED">"[https://suttacentral.net/define/dhamma dhamma]", ''The New Concise Pali English Dictionary''.</ref><ref name="david">[[David Kalupahana|Kalupahana, David]] (1986) ''The Philosophy of the Middle Way''. SUNY Press, hlm. 15–16.</ref> Dalam tradisi [[Bahasa Pali|Pali]] dari aliran [[Theravāda]], diidentifikasi konsep trilaksana, yaitu tiga karakteristik atau corak kehidupan, sebagai berikut:
* ''sabbe saṅkhārā aniccā'' – semua ''[[saṅkhāra]]'' (fenomena terkondisi) adalah [[Anicca|ketidakkekalan]]
* ''sabbe saṅkhārā dukkhā'' – semua ''saṅkhāra'' adalah [[Dukkha|penderitaan]], tidak memuaskan, tidak sempurna, atau tidak stabil
* ''sabbe dhammā anattā'' – semua ''dhamma'' (fenomena terkondisi dan tidak terkondisi; atau "fenomena" secara umum) adalah [[Nonatma|tanpa-atma]] (tidak memiliki diri, roh, atau jiwa yang kekal)
{{Tabel hubungan gugusan}}
=== Transmisi ===
{{Utama|Transmisi darma}}{{Lihat pula|Buddhisme Chan}}
Dalam [[Chan|Buddhisme Chan]], istilah ''Dharma'' digunakan dalam konteks tertentu dalam kaitannya dengan transmisi ajaran, pemahaman, dan [[Kecerahan (Buddhisme)|kecerahan]] yang dianggap otentik; sebagaimana dalam konsep tentang [[Transmisi darma|transmisi ''dharma'']].
== Jainisme ==
{{Main|Dharma (Jainism)}}
Kata ''dharma'' dalam Jainisme ditemukan dalam semua teks kuncinya. Ini memiliki makna kontekstual dan mengacu pada sejumlah ide. Dalam arti luas, itu berarti ajaran jinas,<ref name=":10"/> atau ajaran dari sekolah spiritual yang bersaing, jalan tertinggi,<ref>{{Cite book|date=2008|url=https://www.worldcat.org/oclc/1100441068|title=The world's religions : continuities and transformations|location=London|publisher=Routledge|isbn=978-1-135-21100-4|others=Peter B. Clarke, Peter Beyer|oclc=1100441068}}</ref> tugas sosial-agama,<ref>{{Cite book|last=Brekke|first=Torkel|date=2002|url=https://www.worldcat.org/oclc/50079910|title=Makers of modern Indian religion in the late Nineteenth Century|location=Oxford|publisher=Oxford University Press|isbn=0-19-925236-X|oclc=50079910}}</ref> dan apa yang merupakan ''mangala'' tertinggi (suci).
''Sutra Tattvartha'', sebuah teks utama Jain, menyebutkan ''daśa dharma'' (<abbr>lit.</abbr> 'sepuluh ''dharma''s') dengan mengacu pada sepuluh kebajikan yang benar: kesabaran, kesopanan, keterusterangan, kemurnian, kebenaran, pengekangan diri, penghematan, penolakan, non-keterikatan, dan selibat.<ref>{{Cite book|last=Jain|first=Sanjiv|date=1998|url=http://dx.doi.org/10.5005/jp/books/10312_29|title=Pemphigus|publisher=Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.|pages=128–128}}</ref> ''Acārya Amṛtacandra'', penulis teks Jain, ''Puruṣārthasiddhyupāya'' menulis:<ref>{{Cite journal|last=Jain|first=Sharad K.|date=2012-07-18|title=Assessment of environmental flow requirements|url=http://dx.doi.org/10.1002/hyp.9455|journal=Hydrological Processes|volume=26|issue=22|pages=3472–3476|doi=10.1002/hyp.9455|issn=0885-6087}}</ref><blockquote>Seorang percaya yang benar harus terus-menerus merenungkan kebajikan dharma, seperti kesopanan tertinggi, untuk melindungi Diri dari semua watak yang bertentangan. Dia juga harus menutupi kekurangan orang lain.
- ''Puruṣārthasiddhyupāya'' (27)</blockquote>
=== ''Dharmāstikāya'' ===
{{further|Dravya}}
Istilah ''dharmāstikāya (sanskerta'': धर्मास्तिकाय) juga memiliki makna [[ontologi]]s dan soteriologis tertentu dalam Jainisme, sebagai bagian dari teorinya tentang enam ''dravya'' (substansi atau realitas). Dalam tradisi Jain, keberadaan terdiri dari ''[[:en:Jīva (Jainism)|jīva]]'' (jiwa, ''[[Atman|ātman]]'') dan ''ajīva'' (non-jiwa, ''[[:en:Anātman (Hinduism)|anātman]]''), yang terakhir terdiri dari lima kategori: materi atom non-hidup inert (''pudgalāstikāya''), ruang (''[[:en:Ākāśa|ākāśa]]''), waktu (''[[:en:Kāla|kāla]]''), prinsip gerak (''dharmāstikāya''), dan prinsip istirahat (''adharmāstikāya'').<ref>{{Cite book|date=1998|url=https://www.worldcat.org/oclc/44959977|title=Open boundaries : Jain communities and culture in Indian history|location=Albany, NY|publisher=State University of New York Press|isbn=0-585-06970-0|others=John E. Cort|oclc=44959977}}</ref><ref name=":12">{{Cite book|last=Dundas|first=Paul|date=2002|url=https://www.worldcat.org/oclc/252916273|title=The Jains|location=London|publisher=Routledge|isbn=0-203-39827-0|edition=2nd ed|oclc=252916273}}</ref> Penggunaan istilah ''dharmāstikāya'' untuk berarti gerak dan merujuk pada sub-kategori ontologis khas Jainisme, dan tidak ditemukan dalam metafisika agama Buddha dan berbagai aliran Hindu.<ref name=":12" />
== Sikhisme ==
{{main|Sikhism}}
Bagi [[Sikh]], kata ''dharam'' ([[bahasa Punjab]]i: ਧਰਮ, <small>diromanisasi:</small> ''dharam'') berarti jalan kebenaran dan praktik keagamaan yang tepat.<ref name="worldcat.org"/> [[Guru Granth Sahib]] berkonotasi dharma sebagai tugas dan nilai-nilai moral.<ref name="worldcat.org"/> Gerakan [[:en:3HO|3HO]] dalam budaya Barat, yang telah menggabungkan kepercayaan Sikh tertentu, mendefinisikan Sikh Dharma secara luas sebagai semua yang merupakan agama, kewajiban moral, dan cara hidup.<ref name="worldcat.org"/>
== Dalam literatur India Selatan ==
Beberapa karya periode [[Sangam]] dan pasca-Sangam, banyak di antaranya berasal dari [[Agama Hindu|Hindu]] atau [[:en:Jain|Jain]], menekankan pada dharma. Sebagian besar teks-teks ini didasarkan pada ''aṟam'', istilah [[:en:Tamil language|Tamil]] untuk dharma. Teks moral Tamil kuno dari ''[[:en:Tirukkuṟaḷ|Tirukkuṟaḷ]]'' atau ''Kural'', sebuah teks yang mungkin berasal dari Jain atau Hindu,<ref>{{Cite book|last=Zvelebil|first=Kamil|date=1973|url=https://www.worldcat.org/oclc/674008|title=The smile of Murugan on Tamil literature of South India.|location=Leiden,|publisher=Brill|isbn=90-04-03591-5|oclc=674008}}</ref><ref>{{Cite book|date=2009-2016|url=https://www.worldcat.org/oclc/430192715|title=Encyclopaedia of Indian literature.|location=New Delhi|isbn=978-81-260-2384-4|edition=Revised edition|others=Indranātha Caudhurī, Amaresh Datta, Mōhanlāl, Param Anand Abichandani, K. C. Dutt, Sahitya Akademi|oclc=430192715}}</ref><ref>{{Cite book|last=Roy|first=Kaushik|date=2012|url=https://www.worldcat.org/oclc/812174072|title=Hinduism and the ethics of warfare in South Asia : from antiquity to the present|location=Cambridge|isbn=978-1-139-56908-8|oclc=812174072}}</ref><ref>{{Cite book|date=1997|url=https://www.worldcat.org/oclc/43537902|title=Ambrosia of Thirukkural|location=New Delhi|publisher=Abhinav publications|isbn=81-7017-346-9|edition=1st publ|others=Swami Iraianban, Tiruvaḷḷuvar|oclc=43537902}}</ref><ref name=":13">{{Cite journal|last=Nandakumar|first=K.|last2=Pillai|first2=Adarsh Vijayan|last3=Priyadarshini|first3=S.|last4=Sitharthan|first4=R.|last5=Devabalaji|first5=K. R.|date=2019-12-30|title=Design of Low Cost Wireless Surveillance System for Aircraft|url=http://dx.doi.org/10.35940/ijeat.b4241.129219|journal=International Journal of Engineering and Advanced Technology|volume=9|issue=2|pages=4297–4301|doi=10.35940/ijeat.b4241.129219|issn=2249-8958}}</ref> meskipun merupakan kumpulan ajaran kata-kata mutiara tentang dharma (''aram''), artha (''porul''), dan kama (''inpam''),<ref name="Xaveir 1421–1425"/> sepenuhnya dan eksklusif didasarkan pada ''[[:en:Aram (Kural book)|aṟam]]''. [[:en:Naladiyar|Naladiyar]], sebuah teks Jain dari periode pasca-Sangam, mengikuti pola yang sama dengan kural dalam menekankan ''aṟam'' atau dharma.<ref name=":13" />
== Simbol ==
Pentingnya ''dharma'' bagi sentimen India diilustrasikan oleh keputusan India pada tahun 1947 untuk memasukkan [[:en:Ashoka Chakra|Chakra Ashoka]], penggambaran ''[[Dharmacakra|dharmachakra]]'' ("roda dharma"), sebagai motif utama pada benderanya.<ref>{{Cite journal|last=Narula|first=S.|date=2006-10-01|title=Gary Jeffrey Jacobsohn, The Wheel of Law: India's Secularism in Comparative Constitutional Context. Princeton University Press 2003. Pp. xviii + 324.|url=http://dx.doi.org/10.1093/icon/mol034|journal=International Journal of Constitutional Law|volume=4|issue=4|pages=741–751|doi=10.1093/icon/mol034|issn=1474-2640}}</ref>
=== Dharma Wacana ===
Dharma [[Wacana]] adalah kegiatan yang memberikan [[Pencerahan (spiritual)|pencerahan]] dalam agama [[Hindu Dharma]], yang disampaikan melalui metode ceramah. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada kesempatan-kesempatan yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan umat Hindu<ref>{{Cite news|last=author|first=SELEMADEG|date=2022-07-22|title=KEGIATAN DHARMA WECANA DI BANJAR SUKAWATI|url=https://selemadeg.desa.id/artikel/2022/7/22/kegiatan-dharma-wecana-di-banjar-sukawati#:~:text=Kegiatan%20Dharma%20Wacana%20merupakan%20kegiatan,yang%20berkaitan%20dengan%20kegiatan%20keagamaan.|work=Desa Selemadeg|access-date=24-08-31}}</ref>.
Dharma Wacana bertujuan untuk meningkatkan penghayatan dan pengamalan umat Hindu dalam hal rohani. Beberapa manfaat dari pelaksanaan Dharma Wacana, di antaranya: Meningkatkan pemahaman [[Sraddha|sraddha,]] Mengaplikasikan ajaran agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari, Mempersatukan perbedaan [[PHDI|persepsi umat Hindu Dharma]].
Konsep dharma sendiri merupakan konsep yang sangat penting dalam filsafat dan agama Hindu Dharma. Konsep ini memiliki banyak arti dalam agama [[Hindu di Indonesia|Hindu]], [[Buddha]], [[Sikhisme|Sikhism]]<nowiki/>e, dan [[Jainisme]].
==== Unsur Simbol dalam Dharma Wacana ====
Simbol-simbol dalam dharma wacana memiliki peran penting dalam menyampaikan pesan [[spiritual]] dan [[filosofis]]. Simbol-simbol ini seringkali bersifat [[Universalisme|universal]], namun juga memiliki makna khusus dalam [[PHDI|konteks agama Hindu Dharma]].
'''1. Simbol Alam Semesta'''<ref name=":14">{{Cite journal|last=Jana, M.Sn|first=Drs. I Made|date=2012|title=PENCITRAAN GUNUNG DALAM BUDAYA BALI: KAJIAN FUNGSI DAN MAKNA SIMBOLIK BENTUK MOTIF HIAS PADA PADMASANA|url=https://download.isi-dps.ac.id/index.php/category/14-artikel-2?download=2637:pencitraan-gunung-dalam-budaya-bali-kajian-fungsi-dan-makna-simbolik-bentuk-motif-hias-pada-padmasana|journal=Indonesian Institute of the Arts, Denpasar|volume=1|issue=12|pages=4}}</ref>
* '''Bintang:''' Mewakili ketuhanan, pengetahuan, dan tujuan hidup yang tinggi<ref>{{Cite web|last=Adryamarthanino|first=Verelladevanka|date=2023-10-03|title=Makna Simbol Bintang pada Pancasila|url=https://www.kompas.com/stori/read/2023/03/10/130000979/makna-simbol-bintang-pada-pancasila#:~:text=Makna%20bintang%20pada%20Pancasila,tengah%2Dtengah%20perisai%20burung%20Garuda.&text=Adapun%20makna%20simbol%20bintang%20pada,oleh%20Tuhan%20kepada%20setiap%20manusia.&text=If%20playback%20doesn't%20begin,can't%20play%20this%20video.|website=KOMPAS|access-date=2024-08-31}}</ref>.
* '''[[Candra|Bulan]]:''' Simbol kesucian, keindahan, dan siklus kehidupan.
* '''Matahari:''' Mewakili kekuatan, energi, dan pencerahan spiritual<ref>{{Cite book|last=Rosidi|first=Achmad|date=November 2017|url=https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/upload/files/HINDU.pdf|title=Dimensi Tradisional dan Spiritual dalam Agama Hindu|location=Jakarta|publisher=Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan 2017|isbn=978-602-8739-91-7|pages=171|url-status=live}}</ref>.
* '''Gunung:''' Simbol kestabilan, kekuatan, dan tempat bersemedi para resi<ref name=":14" />.
* '''Laut:''' Mewakili ketidakterbatasan, kedalaman jiwa, dan asal-usul kehidupan<ref>{{Cite web|last=Wima|first=Pinka|date=2024-08-24|title=Wasesa Segara: Arti hingga Keistimewaannya!|url=https://www.idntimes.com/life/inspiration/ayu-alma-salsabilla/arti-wasesa-segara-c1c2|website=idntimes|access-date=2024-08-31}}</ref>.
'''2. Simbol Makhluk Hidup'''
* '''Sapi:''' Simbol kesabaran, ketekunan, dan kekuatan<ref>{{Cite book|last=Susila|first=Komang|date=2017|url=https://static.buku.kemdikbud.go.id/content/pdf/bukuteks/k13/bukusiswa/Kelas%20VIII%20Hindu%20BS%20press.pdf|title=Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti|location=Jakarta|publisher=Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud|isbn=978-602-282-290-5|pages=55|url-status=live}}</ref>.
* '''[[Ganesa|Gajah]]:''' Mewakili [[Airawata|kekuatan, kebijaksanaan, dan kemakmuran]].
* '''[[Sesa|Ular]]:''' Simbol energi kosmik, transformasi, dan siklus kehidupan.
* '''[[Garuda Wisnu Kencana|Burung Garuda]]:''' Mewakili [[Garuda|kekuatan, keberanian, dan kebebasan]].
'''3. Simbol Keagamaan'''
* '''[[Om]]:''' Suara primordial, simbol kesatuan segala sesuatu, dan mantra paling suci dalam agama Hindu.
* '''[[Swastika|Swastika:]]''' Simbol keberuntungan, kemakmuran, dan keabadian.
* '''[[Lingga Yoni]]:''' Simbol kesuburan, penciptaan, dan kekuatan kosmik.
* '''[[Trisula]]:''' Senjata Dewa Siwa, melambangkan tiga sifat untuk guna (guna, rajas, tamas).
'''4. Simbol Abstrak'''
* '''[[Mandala]]:''' Diagram kosmik yang melambangkan kesatuan dan keseimbangan alam semesta.
* '''[[Yantra (yoga)|Yantra]]:''' Alat spiritual yang digunakan untuk meditasi dan pemujaan.
'''Makna Simbol dalam Dharma Wacana'''
Simbol-simbol di atas memiliki makna yang mendalam dan sering kali bersifat multi-interpretasi. Penggunaan simbol-simbol ini dalam dharma wacana bertujuan untuk:
* '''Memudahkan pemahaman:''' Simbol-simbol visual dapat membantu audiens memahami konsep-konsep [[Abstrak (literatur)|abstrak]] yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
* '''Meningkatkan daya ingat:''' Simbol-simbol yang kuat dapat membantu audiens mengingat pesan-pesan [[dharma]] [[wacana]].
* '''Menciptakan pengalaman spiritual:''' Simbol-simbol dapat memicu pengalaman spiritual dan meditatif.
'''Contoh Penggunaan Simbol dalam Dharma Wacana'''
* Ketika seorang pembicara dharma wacana membahas tentang pentingnya kesabaran, ia dapat menggunakan simbol [[Nandini|sapi]] sebagai ilustrasi.
* Simbol [[swastika]] sering digunakan sebagai hiasan pada altar atau tempat suci untuk melambangkan [[Laksmi|keberuntungan dan perlindungan]].
* [[Mandala]] dapat digunakan sebagai alat bantu meditasi untuk memfokuskan pikiran dan mencapai [[Tri Hita Karana|ketenangan batin]].
Makna simbol dapat bervariasi tergantung pada konteks dan tradisi tertentu.
== Dalam budaya populer ==
"Dharma for One" adalah instrumental yang ditulis oleh [[:en:Ian Anderson|Ian Anderson]] dan [[:en:Clive Bunker|Clive Bunker]], masing-masing pemimpin dan drummer band [[Musik rok|rock]] [[Inggris]] [[Jethro Tull (agronom)|Jethro Tull]], yang dirilis pada tahun 1968 di album studio debut band ''[[:en:This Was#Track listings|This Was]]''.
== Lihat pula ==
* [[Dhamma]] (konsep dharma dalam agama [[Agama Buddha|Buddhisme]])
== Catatan==
<references group="note" />
== Referensi==
{{reflist}}
{{Sistem kepercayaan}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Istilah filsafat]]
Baris 16 ⟶ 291:
[[Kategori:Buddhisme]]
[[Kategori:Kata dan frasa Sanskerta]]
[[Kategori:Agama]]
{{agama-stub}}
|