Sejarah Indonesia (1945–1949): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(282 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Militaryformer Conflictcountry
| conventional_long_name = Republik Indonesia
|conflict = Perang Kemerdekaan Indonesia
| status = [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia|Pemerintahan dalam pengasingan]]<br><small>(1948–1949)</small>
|date = 1945—1949
| era = [[Revolusi Nasional Indonesia]]
|image = [[Berkas:Indonesia declaration of independence 17 August 1945.jpg|200px]]
| national_anthem = "[[Indonesia Raya]]" (1945)<br /><div style="padding-top:0.5em;">[[File:Indonesia Raya dalam Propaganda Jepang 2 Nippon Eigasha 2605.ogg|center]]</div>
|image
| government_type = [[Negara kesatuan]] [[Republik|republik konstitusional]]
|caption = [[Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta]] sedang memproklamasikan kemerdekaan
*dengan [[sistem presidensial]]<br>(1945){{efn|sampai 11 November 1945}}
|place = [[Indonesia]]
*dengan [[sistem parlementer]]<br>(1945–1949){{efn|dari 11 November 1945 sampai 27 December 1949, Indonesia secara de facto menjadi negara Parlementer setelah dikempris Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 16 Oktober 1945. Dengan maklumat ini KNIP diberikan wewenang legislatif, dengan hal ini KNIP secara alam berfungsi sebagai Parlemen, dengan Presiden sebagai jabatan konstitusional, dan perdana menteri yang mengurus kepemerintahan.}}
|result = [[Belanda]] mengakui kedaulatan [[Indonesia]] dalam [[Konferensi Meja Bundar]]
| event_start = [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]]
|combatant1 = {{flagicon|Belanda}} [[Belanda]]
| date_start = 17 Agustus
|combatant2 = {{flagicon|Indonesia}} [[Indonesia]]
| year_start = 1945
|commander1 = {{flagicon|Belanda}} [[Ratu Juliana]] <br /> {{flagicon|Belanda}} [[Hubertus Johannes van Mook|Hubertus J. van Mook]],<br /> {{flagicon|Belanda}} [[Louis Joseph Maria Beel|Louis Joseph M. Beel]], <br /> {{flagicon|Belanda}} [[A.H.J. Lovink]]
| event1 = [[Konstitusi Indonesia|Konstitusi 1945 diberlakukan]]
|commander2 = {{flagicon|Indonesia}} [[Soekarno]]<br />{{flagicon|Indonesia}} [[Soedirman]] <br /> {{flagicon|Indonesia}} [[Hamengkubuwana IX]]<br /> {{flagicon|Indonesia}} [[Soeharto]]<br />{{flagicon|Indonesia}} [[Sjafruddin Prawiranegara]]
| date_event1 = 18 Agustus 1945
|strength1 =
| event2 = [[Perjanjian Linggajati]]
|strength2 =
| date_event2 = 15 November 1946
|casualties1 =
| event3 = [[Agresi Militer Belanda I]]
|casualties2 =
| date_event3 = Juli-Agustus 1947
| event4 = [[Perjanjian Renville]]
| date_event4 = 17 Januari 1948
| event5 = [[Agresi Militer Belanda II]]
| date_event5 = 19 Desember 1948
| event_end = [[Konferensi Meja Bundar]]
| date_end = 2 November
| year_end = 1949
| event_post = Penyerahan Kedaulatan
| date_post = [[Republik Indonesia (1949–1950)|27 Desember 1949]]
| p1 = Pendudukan Jepang di Indonesia
| flag_p1 = Merchant flag of Japan (1870).svg
| s1 = Republik Indonesia Serikat (1949–1950)
| flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
| flag = Flag of Indonesia
| image_map = File:Republic of Indonesia 1948.svg
| image_map_caption = Daerah yang diduduki pemerintah dan tentara Indonesia setelah pembentukan [[garis Van Mook]], 1948.
| capital = {{nowrap|[[Djakarta]] <small>(1945–1946)</small><br>[[Surakarta]] <small>(1946)</small>
[[Jogjakarta]] <small>(1946–1948)</small>}}
[[Bukittinggi]] <small>(1948–1949)</small>
| common_languages = [[Bahasa Indonesia]]
| currency = {{plainlist|
*[[Oeang Republik Indonesia|ORI]]
*[[Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatera|URIPS]] (hanya di sumatra)}}
| leader1 = [[Sukarno]]
| year_leader1 = 1945–1949
| title_leader = [[Presiden Indonesia|Presiden]]
| representative1 = [[Mohammad Hatta]]
| year_representative1 = 1945–1949
| title_representative = [[Wakil Presiden Indonesia|Wakil Presiden]]
| deputy1 = [[Sutan Sjahrir]]
| deputy2 = [[Amir Sjarifuddin]]
| deputy3 = [[Mohammad Hatta]]
| year_deputy1 = 1945–1947
| year_deputy2 = 1947–1948
| year_deputy3 = 1948–1949
| title_deputy = [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]]
| legislature = [[Komite Nasional Indonesia Pusat]]
| religion = {{plainlist|
*[[Islam di Indonesia|Islam]]
*[[Protestanisme di Indonesia|Protestan]]
*[[Katolik di Indonesia|Katolik]]
*[[Hindu di Indonesia|Hindu]]
*[[Buddha di Indonesia|Buddha]]}}
| demonym = [[Orang Indonesia]]
| today = [[Indonesia]]
}}
 
{{Sejarah Indonesia}}
'''SejarahRepublik [[Indonesia]]''' selama '''1945—1949''' dimulai dengan masuknya [[Blok Sekutu (Perang Dunia II)|Sekutu]]
diboncengi oleh [[Belanda]] dalam hal ini Nederlandsch Indië Civiele Administratie ([[NICA]]) ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan [[Jepang]], dan diakhiri dengan [[Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda|penyerahan kedaulatan kepada Indonesia]] pada tanggal [[27 Desember]] [[1949]]. Terdapat banyak sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi [[Daftar Kabinet Indonesia#Era Perjuangan Kemerdekaan|kabinet]], [[Aksi Polisionil]] oleh [[Belanda]], berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya.
 
== 1945 ==
''=== Kembalinya Belanda bersama Sekutu ===
==== Latar belakang terjadinya kemerdekaan ====
Sesuai dengan [[Kongres Wina|perjanjian Wina]] pada tahun [[1942]], bahwa [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|negara-negara sekutu]] bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki [[Jepang]] pada pemilik koloninya masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.
 
# Menjelang akhir [[Perang Dunia II|perang]], tahun [[1945]], sebagian wilayah [[Indonesia]] telah dikuasai oleh tentara [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|sekutuSekutu]]. Satuan tentara [[Australia]] telah mendaratkan pasukannya di [[Makasar]] dan [[Banjarmasin]], sedangkan [[Balikpapan]] telah diduduki oleh [[Australia]] sebelum [[Jepang]] menyatakan menyerah kalah. Sementara [[Pulau Morotai]] dan [[Irian Barat]] bersama-sama dikuasai oleh satuan tentara [[Australia]] dan [[Amerika Serikat]] di bawah pimpinan Jenderal [[Douglas MacArthur]], Panglima Komando Kawasan Asia Barat Daya (''South West Pacific Area Command/SWPAC'').
 
Setelah perang usai, tentara [[Australia]] bertanggung jawab terhadap [[Kalimantan]] dan Indonesia bagian Timur, [[Amerika Serikat]] menguasai [[Filipina]] dan tentara [[Inggris]] dalam bentuk komando '''SEAC''' (''South East Asia Command'') bertanggung jawab atas [[India]], [[Burma]], [[Srilanka]], [[Malaya]], [[Sumatra]], [[Jawa]] dan Indocina[[Indochina]]. SEAC dengan panglima Lord [[LordKeluarga Mountbatten|Mountbatten]] sebagai Komando Tertinggi Sekutu di [[Asia Tenggara]] bertugas melucuti bala tenteratentara [[Jepang]] dan mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga sipil sekutu (''Recovered Allied Prisoners of War and Internees/RAPWI'').
 
==== Mendaratnya BelandaInggris diwakili NICAAFNEI ====
Berdasarkan ''Civil Affairs Agreement'', pada [[2324 Agustus]] [[1945]] pihak Inggris bersama tentaradan Belanda mendaratmenyutujui dikesepakatan Sabang,untuk Acehmengkolonialisasi kembali Indonesia. Pada [[1529 September]] 1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba di [[Jakarta]], dengan didampingi [[Charles van der Plas|Dr. Charles van der Plas]], wakil Belanda pada [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|Sekutu]]. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi [[NICA]] (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh [[Hubertus J van Mook|Dr. Hubertus J van Mook]], ia dipersiapkan untuk membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio [[Ratu Wilhelmina]] tahun [[1942]] (''statkundige concepti'' atau konsepsi kenegaraan), tetapi ia mengumumkan bahwa ia tidak akan berbicara dengan [[Soekarno]] yang dianggapnya telah bekerja sama dengan [[Jepang]]. Pidato Ratu [[Wilhelmina dari Belanda|Wilhemina]] itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran yang di antara anggotanya ialahadalah Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, di bawah pimpinan Ratu Belanda.
 
=== Pertempuran melawan SekutuInggris dan NICA ===
Terdapat berbagai pertempuran yang terjadi pada saat masuknya SekutuTentara Inggris dan [[NICA]] ke Indonesia, yang saat itu baru [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|menyatakan kemerdekaannya]]. Pertempuran yang terjadi di antaranya adalah:
# Pertempuran Rawabangke Jatinegara, dipimpin oleh Kyai Haji Darip.
# [[Peristiwa 10 November]], di daerah [[Kota Surabaya|Surabaya]] dan sekitarnya.
# Klender Lautan Api, 11 Oktober 1945.
# [[Palagan Ambarawa]], di daerah [[Ambarawa]], [[Semarang]] dan sekitarnya.
# Serangan Massal 15 Oktober 1945 di Klender dipimpin oleh KH. Darip.
# [[Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman]], meliputi [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]]
# Pertempuran Pondok Gede, 16 Oktober, dipimpin oleh KH. Darip bersama satuan-satuan Laskar dan TKR.
# [[Bandung Lautan Api]], di daerah [[Bandung]] dan sekitarnya.
# Pertempuran Monumental Cakung - Kranji - Bekasi, November 1945 dipimpin oleh KH. Darip bersama satuan-satuan Laskar dan TKR.
# [[Pertempuran Medan Area]], di daerah [[Kota Medan|Medan]] dan sekitarnya.
# [[Pertempuran MargaranaBojong Kokosan]], di Bojong Kokosan, [[BaliSukabumi]] pada 9 Desember 1945, dipimpin Letkol (TKR) Eddie Sukardi.
# [[Pertempuran Lima Hari]], di [[Semarang]] pada 15–19 Oktober 1945 (melawan Jepang).
# [[Serangan Umum 1 Maret 1949]], di [[Yogyakarta]]
# [[Peristiwa 10 November]], di daerah [[Kota Surabaya|Surabaya]] pada 10 November 1945, dipimpin Kolonel (TKR) Sungkono.
# [[Pertempuran Lima Hari Lima Malam]], di [[Palembang]]
# [[Pertempuran Medan Area]], di daerah [[Kota Medan|Medan]] dan sekitarnya pada 10 Desember 1945 hingga 10 Agustus 1946, dipimpin oleh Kolonel (TKR) [[Achmad Tahir]].
# [[Palagan Ambarawa]], di daerah [[Ambarawa]], [[Semarang]] pada 12–15 Desember 1945, dipimpin Kolonel (TKR) [[Soedirman|Sudirman]].
# [[Pertempuran Lengkong]], di daerah Lengkong, [[Serpong]] pada 25 Januari 1946, dipimpin oleh Mayor (TKR) [[Daan Mogot]].
# [[Bandung Lautan Api]], di daerah [[Bandung]] pada 23 Maret 1946, atas perintah Kolonel (TRI) [[A.H. Nasution]].
# [[Pertempuran Selat Bali]], di [[Selat Bali]] pada April, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI) Markadi.
# [[Pertempuran Margarana]], di Margarana, Tabanan, [[Bali]] pada 20 November 1946, dipimpin oleh Letkol (TRI) [[I Gusti Ngurah Rai]].
# [[Pembantaian Westerling]], di [[Sulawesi Selatan]] pada 11 Desember 1946 hingga 10 Februari 1947, akibat dari perburuan terhadap [[Robert Wolter Mongisidi|Wolter Monginsidi]].
# [[Pertempuran Lima Hari Lima Malam (Palembang)|Pertempuran Lima Hari Lima Malam]], di [[Palembang]] pada 1–5 Januari 1947, dipimpin oleh Kolonel (TRI) [[Bambang Utoyo|Bambang Utojo]].
# [[Pertempuran Laut Cirebon]], di [[Cirebon]] pada 7 Januari 1947, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI) [[Samadikoen|Samadikun]].
# [[Pertempuran Laut Sibolga]], di [[Sibolga]] pada 12 Mei 1947, dipimpin oleh Letnan II Laut (TRI) Oswald Siahaan.
# [[Agresi Militer I]] pada 21 Juli hingga 5 Agustus 1947.
# [[Pembantaian Rawagede]] di Rawagede, [[Karawang]] pada 9 Desember 1947, akibat dari perburuan terhadap Kapten (TNI) [[Lukas Kustaryo|Lukas Kustarjo]].
# [[Agresi Militer II]] pada 19–20 Desember 1948.
# [[Serangan Umum 1 Maret 1949]], di [[Yogyakarta]] pada 1 Maret 1949, dipimpin oleh Letkol (TNI) Suharto.
# [[Serangan Umum Surakarta]], di [[Surakarta]] pada 7–10 Agustus 1949, dipimpin oleh Letkol (TNI) [[Slamet Rijadi]].
 
=== IbukotaPerubahan pindahsistem ke Yogyakartapemerintahan ===
Pernyataan [[van Mook]] untuk tidak berunding dengan [[Soekarno]] adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari [[presidensial]] menjadi [[parlementer]]. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|Sekutu]], tanggal [[14 November]] [[1945]], [[Soekarno]] sebagai kepala [[Kabinet Presidensial|pemerintahan republik]] diganti oleh [[Sutan Sjahrir]] yang seorang [[sosialis]] dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di [[Belanda]].
Karena situasi keamanan ibukota [[Jakarta]] ([[Batavia]] saat itu) yang makin memburuk, maka pada tanggal [[4 Januari]] [[1946]], [[Soekarno]] dan [[Hatta]] dengan menggunakan kereta api, pindah ke [[Yogyakarta]] sekaligus pula memindahkan [[ibukota]]. Meninggalkan [[Sutan Syahrir]] dan kelompok yang pro-negosiasi dengan [[Belanda]] di [[Jakarta]].<ref name="gimonca45">{{en}} [http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah08.shtml War for Independence: 1945 to 1950]</ref>
 
Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari
Pemindahan ke [[Yogyakarta]] dilakukan dengan menggunakan [[kereta api]], yang disebut dengan singkatan KLB (Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang digunakan adalah rangkaian yang terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa. Padahal yang luar biasa adalah jadwal perjalanannya, yang diselenggarakan di luar jadwal yang ada, karena kereta dengan perjalanan luar biasa ini, mengangkut Presiden beserta Wakil Presiden, dengan keluarga dan staf, gerbong-gerbongnya dipilihkan yang istimewa, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) untuk VVIP.<ref>[http://www.adnanputra.com/artikel_otw_arsip.php?detail=ok&id=9&PHPSESSID=f66e0d584221bb01cd6ac1dec6cc1051 Bhayangkara Pewaris Gajah Mada, Kilas-balik sejarah POLRI]</ref>
[[Sistem presidensil|sistem Presidensil]] menjadi [[Sistem parlementer|sistem Parlementer]]) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan [[Inggris]] dan [[Belanda]], [[Sutan Sjahrir]] dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.
 
Ketika Syahrir mengumumkan [[Kabinet Sjahrir I|kabinetnya]], [[15 November]] [[1945]], Letnan [[Gubernur Jendral]] [[van Mook]] mengirim kawat kepada Menteri Urusan Tanah Jajahan (''Minister of Overseas Territories, Overzeese Gebiedsdelen''), [[J.H.A. Logemann]], yang berkantor di [[Den Haag]]: "''Mereka sendiri [Sjahrir dan Kabinetnya] dan bukan Soekarno yang bertanggung jawab atas jalannya keadaan''". Logemann sendiri berbicara pada siaran radio [[BBC]] tanggal [[28 November]] [[1945]], "''Mereka bukan kolaborator seperti Soekarno, presiden mereka, kita tidak akan pernah dapat berurusan dengan Dr Soekarno, kita akan berunding dengan Sjahrir''". Tanggal [[6 Maret]] [[1946]] kepada van Mook, Logemann bahkan menulis bahwa Soekarno adalah ''[[persona non grata]]''.
 
== 1946 ==
=== PerubahanIbu sistemkota pemerintahanpindah ke Yogyakarta ===
Menjelang berakhirnya tahun 1945 situasi keamanan ibu kota [[Jakarta]] (saat itu masih disebut [[Batavia]]) makin memburuk dengan terjadinya saling serang antara kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda. Ketua Komisi Nasional Jakarta, Mr. [[Mohammad Roem]] mendapat serangan fisik. Demikian pula, Perdana Menteri Syahrir dan Menteri Penerangan Mr. [[Amir Sjarifuddin]] juga nyaris dibunuh simpatisan Belanda ([[NICA]]).<ref name="pamfletkai"/> Karena itu pada tanggal [[1 Januari]] [[1946]] Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada [[Balai Yasa Manggarai]] untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para petinggi negara. Pada tanggal 3 Januari 1946 diputuskan bahwa Presiden [[Soekarno]] dan Wakil Presiden [[Hatta]] beserta beberapa menteri/staf dan keluarganya meninggalkan Jakarta dan pindah ke [[Yogyakarta]] sekaligus pula memindahkan [[ibu kota]]; meninggalkan Perdana Menteri [[Sutan Syahrir]] dan kelompok yang bernegosiasi dengan [[Belanda]] di [[Jakarta]].<ref name="gimonca45">[http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah08.shtml War for Independence: 1945 to 1950]</ref> Perpindahan dilakukan menggunakan kereta api berjadwal khusus, sehingga disebut sebagai KLB (Kereta Luar Biasa).
Pernyataan [[van Mook]] untuk tidak berunding dengan [[Soekarno]] adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari [[presidensiil]] menjadi [[parlementer]]. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|Sekutu]], tanggal [[14 November]] [[1945]], [[Soekarno]] sebagai kepala [[Kabinet Presidensial|pemerintahan republik]] diganti oleh [[Sutan Sjahrir]] yang seorang [[sosialis]] dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di [[Belanda]].
 
Perjalanan KLB ini menggunakan [[lokomotif uap]] nomor C2849 bertipe C28 buatan pabrik Henschel, Jerman, dengan rangkaian kereta inspeksi yang biasa digunakan untuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA).<ref name="pamfletkai"/><ref>{{Cite web |url=http://www.adnanputra.com/artikel_otw_arsip.php?detail=ok&id=9&PHPSESSID=f66e0d584221bb01cd6ac1dec6cc1051 |title=Bhayangkara Pewaris Gajah Mada, Kilas-balik sejarah POLRI |access-date=2007-02-14 |archive-date=2007-09-30 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070930085133/http://www.adnanputra.com/artikel_otw_arsip.php?detail=ok&id=9&PHPSESSID=f66e0d584221bb01cd6ac1dec6cc1051 |dead-url=yes }}</ref> Rangakaian terdiri dari delapan kereta, mencakup satu kereta bagasi, dua kereta penumpang kelas 1 dan 2, satu kereta makan, satu kereta tidur kelas 1, satu kereta tidur kelas 2, satu kereta inspeksi untuk presiden, dan satu kereta inspeksi untuk wakil presiden.<ref name="pamfletkai"/> Masinis adalah Kusen, juruapi (stoker) Murtado dan Suad, serta pelayan KA Sapei.<ref name="pamfletkai">Pamflet PT KAI menyambut ulang tahun PT KAI 2015, dipampangkan di Stasiun Yogyakarta</ref> Perjalanan diawali sore hari, dengan KLB [[rangsir]] dari [[Stasiun Manggarai]] menuju Halte Pegangsaan (sekarang sudah dibongkar) dan kereta api berhenti tepat di belakang kediaman resmi presiden di Jalan Pegangsaan Timur 56.<ref name="pamfletkai"/> Setelah lima belas menit embarkasi, KLB berangkat ke Stasiun Manggarai dan memasuki jalur 6. Kereta api melanjutkan perjalanan ke Jatinegara dengan kecepatan 25&nbsp;km per jam. KLB berhenti di [[Stasiun Jatinegara]] menunggu signal aman dari [[Stasiun Klender]]. Menjelang pukul 19 KLB melanjutkan perjalanan dengan lampu dimatikan dan kecepatan lambat agar tidak menarik perhatian pencegat kereta api yang marak di wilayah itu.<ref name="pamfletkai"/> Barikade gerbong kosong juga diletakkan untuk menutupi jalur rel dari jalan raya yang sejajar di sebelahnya.
 
Selepas Setasiun Klender, lampu KLB dinyalakan kembali dan kereta api melaju dengan kecepatan maksimum 90&nbsp;km per jam. Pada pukul 20 KLB berhenti di [[Stasiun Cikampek]]. Pada pukul 01 tanggal [[4 Januari]] [[1946]] KLB berhenti di [[Stasiun Purwokerto]], dan kemudian melanjutkan perjalanan hingga tiba pada pukul 07 di [[Stasiun Yogyakarta]].<ref name="pamfletkai"/>
Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari
[[Sistem presidensiil|sistem Presidensiil]] menjadi [[Sistem parlementer|sistem Parlementer]]) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan [[Inggris]] dan [[Belanda]], [[Sutan Sjahrir]] dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.
 
=== Diplomasi Syahrir ===
Ketika Syahrir mengumumkan [[Kabinet Sjahrir I|kabinetnya]], [[15 November]] [[1945]], Letnan [[Gubernur Jendral]] [[van Mook]] mengirim kawat kepada Menteri Urusan Tanah Jajahan (''Minister of Overseas Territories, Overzeese Gebiedsdelen''), [[J.H.A. Logemann]], yang berkantor di [[Den Haag]]: "''Mereka sendiri [Sjahrir dan Kabinetnya] dan bukan Soekarno yang bertanggung jawab atas jalannya keadaan''". Logemann sendiri berbicara pada siaran radio [[BBC]] tanggal [[28 November]] [[1945]], "''Mereka bukan kolaborator seperti Soekarno, presiden mereka, kita tidak akan pernah dapat berurusan dengan Dr Soekarno, kita akan berunding dengan Sjahrir''". Tanggal [[6 Maret]] [[1946]] kepada van Mook, Logemann bahkan menulis bahwa Soekarno adalah ''[[persona non grata]]''.
 
Tanggal [[10 Februari]] [[1946]], pemerintah Belanda membuat pernyataan memperinci tentang politiknya dan menawarkan mendiskusikannya dengan wakil-wakil Republik yang diberi kuasa. Tujuannya hendak mendirikan persemakmuran Indonesia, yang terdiri dari daerah-daerah dengan bermacam-macam tingkat pemerintahan sendiri, dan untuk menciptakan warga negara Indonesia bagi semua orang yang dilahirkan di sana. Masalah dalam negeri akan dihadapi dengan suatu parlemen yang dipilih secara demokratis dan orang-orang Indonesia akan merupakan mayoritas. Kementerian akan disesuaikan dengan parlemen tetapi akan dikepalai oleh wakil kerajaan. Daerah-daerah yang bermacam-macam di Indonesia yang dihubungkan bersama-sama dalam suatu susunan federasi dan persemakmuran akan menjadi rekan (''partner'') dalam Kerajaan Belanda, serta akan mendukung permohonan keanggotaan Indonesia dalam organisasi [[PBB]].
Pihak Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk mengubah sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer, karena seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, [[Den Haag]] mengumumkan dasar rencananya. Ir Soekarno menolak hal ini, sebaliknya [[Sjahrir]] mengumumkan pada tanggal [[4 Desember]] [[1945]] bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat pengakuan [[Belanda]] atas Republik Indonesia.
 
Tanggal [[10 Februari]] [[1946]], pemerintah Belanda membuat pernyataan memperinci tentang politiknya dan menawarkan mendiskusikannya dengan wakil-wakil Republik yang diberi kuasa. Tujuannya hendak mendirikan persemakmuran Indonesia, yang terdiri dari daerah-daerah dengan bermacam-macam tingkat pemerintahan sendiri, dan untuk menciptakan warga negara Indonesia bagi semua orang yang dilahirkan di sana. Masalah dalam negeri akan dihadapi dengan suatu parlemen yang dipilih secara demokratis dan orang-orang Indonesia akan merupakan mayoritas. Kementerian akan disesuaikan dengan parlemen tetapi akan dikepalai oleh wakil kerajaan. Daerah-daerah yang bermacam-macam di Indonesia yang dihubungkan bersama-sama dalam suatu susunan federasi dan persemakmuran akan menjadi rekan (''partner'') dalam Kerajaan Belanda, serta akan mendukung permohonan keanggotaan Indonesia dalam organisasi [[PBB]].
 
Pada bulan April dan Mei [[1946]], Sjahrir mengepalai delegasi kecil Indonesia yang pergi berunding dengan pemerintah Belanda di [[Hoge Veluwe]]. Lagi, ia menjelaskan bahwa titik tolak perundingan haruslah berupa pengakuan atas Republik sebagai negara berdaulat. Atas dasar itu Indonesia baru mau berhubungan erat dengan Kerajaan Belanda dan akan bekerja sama dalam segala bidang. Karena itu Pemerintah Belanda menawarkan suatu kompromi yaitu: "''mau mengakui Republik sebagai salah satu unit negara federasi yang akan dibentuk sesuai dengan Deklarasi 10 Februari''".{{br}}
Sebagai tambahan ditawarkan untuk mengakui pemerintahan ''de facto'' Republik atas bagian [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]] yang belum berada di bawah perlindungan pasukan [[Sekutu Perang Dunia II|Sekutu]]. Karena [[Sjahrir]] tidak dapat menerima syarat-syarat ini, konferensi itu bubar dan ia bersama teman-temannya kembali pulang.
 
Tanggal [[17 Juni]] [[1946]], [[Sjahrir]] mengirimkan ''surat rahasia'' kepada [[van Mook]], menganjurkan bahwa mungkin perundingan yang sungguh-sungguh dapat dimulai kembali. Dalam surat Sjahrir yang khusus ini, ada penerimaan yang samar-samar tentang gagasan van Mook mengenai masa peralihan sebelum kemerdekaan penuh diberikan kepada Indonesia; ada pula nada yang lebih samar-samar lagi tentang kemungkinan Indonenesia menyetujui federasi Indonesia - bekas Hindia Belanda dibagi menjadi berbagai negara merdeka dengan kemungkinan hanya Republik sebagai bagian paling penting. Sebagai kemungkinan dasar untuk kompromi, hal ini dibahas beberapa kali sebelumnya, dan semua tokoh politik utama Republik mengetahui hal ini.
 
Tanggal [[17 Juni]] [[1946]], sesudah Sjahrir mengirimkan surat rahasianya kepada van Mook, surat itu dibocorkan kepada pers oleh surat kabar di Negeri Belanda. Pada tanggal [[24 Juni]] [[1946]], [[van Mook]] mengirim kawat ke [[Den Haag]]: "''menurut sumber-sumber yang dapat dipercaya, usul balasan (yakni surat Sjahrir) tidak disetujui oleh Soekarno dan ketika dia bertemu dengannya, dia marah. Tidak jelas, apa arah yang akan diambil oleh amarah itu''". Pada waktu yang sama, surat kabar Indonesia menuntut dijelaskan desas-desus tentang Sjahrir bersedia menerima pengakuan ''de facto'' Republik Indonesia terbatas pada Jawa dan Sumatra.
 
==== Penculikan terhadap PM SjahrirSyahrir ====
{{utama|Penculikan Perdana Menteri Sjahrir}}
Tanggal [[27 Juni]] [[1946]], dalam Pidato Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Wakil Presiden [[Hatta]] menjelaskan isi usulan balasan di depan rakyat banyak di alun-alun utama [[Yogyakarta]], dihadiri oleh [[Soekarno]] dan sebagian besar pucuk pimpinan politik. Dalam pidatonya, Hatta menyatakan dukungannya kepada [[SjahrirSyahrir]], akan tetapi menurut sebuah analisis, publisitas luas yang diberikan Hatta terhadap surat itu, menyebabkan kudeta dan penculikan terhadap SjahrirSyahrir.
 
Pada malam itu terjadi [[penculikan Perdana Menteri Sjahrir|peristiwa penculikan terhadap Perdana Menteri SjahrirSyahrir]], yang sudah terlanjur dicap sebagai "pengkhianat yang menjual tanah airnya". SjahrirSyahrir diculik di [[Surakarta]], ketika ia berhenti dalam perjalanan politik menelusuri Jawa. Kemudian ia dibawa ke [[Paras, kotaCepogo, dekat [[SoloBoyolali|Paras]], desa dekat Boyolali, di rumah peristirahatan seorangPracimoharjo, pangeranpeninggalan SoloSunan [[Pakubuwono X]], dan ditahan di sana dengan pengawasan Komandankomandan Batalyonbatalyon setempat.
 
Pada malam tanggal [[28 Juni]] [[1946]], [[Soekarno|Ir Soekarno]] berpidato di radio [[Yogyakarta]]. Ia mengumumkan, "''Berhubung dengan keadaan di dalam negeri yang membahayakan keamanan negara dan perjuangan kemerdekaan kita, saya, Presiden Republik Indonesia, dengan persetujuan Kabinet dan sidangnya pada tanggal [[28 Juni]] [[1946]], untuk sementara mengambil alih semua kekuasaan pemerintah''". Selama sebulan lebih, [[Soekarno]] mempertahankan kekuasaan yang luas yang dipegangnya. Tanggal [[3 Juli]] [[1946]], [[Sjahrir]] dibebaskan dari penculikan; namun baru tanggal [[14 Agustus]] [[1946]], Sjahrir diminta kembali untuk membentuk kabinet.
Baris 79 ⟶ 142:
Tanggal [[2 Oktober]] [[1946]], [[Sjahrir]] kembali menjadi [[Perdana Menteri]], Sjahrir kemudian berkomentar, "''Kedudukan saya di [[Kabinet Sjahrir III|kabinet ketiga]] diperlemah dibandingkan dengan [[Kabinet Sjahrir II|kabinet kedua]] dan [[Kabinet Sjahrir I|pertama]]. Dalam [[Kabinet Sjahrir III|kabinet ketiga]] saya harus berkompromi dengan [[Partai Nasional Indonesia]] dan [[Masyumi]]... Saya harus memasukkan orang seperti [[A. K. Gani|Gani]] dan [[Alexander Andries Maramis|Maramis]] lewat [[Soekarno]]; saya harus menanyakan pendapatnya dengan siapa saya membentuk kabinet.''"
 
=== Konferensi Malino - Terbentuknya "negara" baru ===
{{utama|Konferensi Malino}}
Bulan Juni 1946 suatu krisis terjadi dalam pemerintahan Republik Indonesia, keadaan ini dimanfaatkan oleh pihak Belanda yang telah mengusai sebelah Timur Nusantara. Dalam bulan Juni diadakan konferensi wakil-wakil daerah di [[Malino]], Sulawesi, di bawah Dr. Van Mook dan minta organisasi-organisasi di seluruh Indonesia masuk federasi dengan 4 bagian; Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Timur Raya.
 
== 1946-19471946–1947 ==
 
=== Peristiwa Westerling ===
{{utama|Pembantaian Westerling}}
Baris 90 ⟶ 154:
=== Perjanjian Linggarjati ===
{{utama|Perundingan Linggarjati}}
''Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke [[Jawa]] dan membantu [[Van Mook]] dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan dipada bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus [[Inggris]], [[Lord Killearn]]. Bertempat di bukit [[Linggarjati]] dekat [[Cirebon]]. Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal [[15 November]] [[1946]] yang pokok pokoknya sebagai berikut : ''
* ''Belanda mengakui secara ''de facto'' Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi [[Sumatra]], [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]]. [[Belanda]] harus meninggalkan wilayah ''de facto'' paling lambat [[1 Januari]] [[1949]],.''
* ''Republik Indonesia dan [[Belanda]] akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama [[Republik Indonesia Serikat (1949–1950)|Republik Indonesia Serikat]], yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia .''
* Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
 
Untuk ini [[Kalimantan]] dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis Konstituante didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara demokratis dan bagian-bagian komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya menjadi bagian [[Uni Indonesia-Belanda]] bersama dengan [[Belanda]], [[Suriname]] dan Curasao. Hal ini akan memajukan kepentingan bersama dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai anggota PBB. Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan diselesaikan lewat [[arbitrase]].
 
Kedua delegasi pulang ke [[Jakarta]], dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari kemudian, pada tanggal [[15 November]] [[1946]], di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung pemarafan secara resmi [[Perundingan Linggarjati]]. Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang memungkinkan tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.
 
=== Peristiwa yang terjadi terkait dengan hasil [[perundinganPerundingan Linggarjati]] ===
Pada bulan Februari dan Maret 1947 di Malang, [[S M Kartosuwiryo]] ditunjuk sebagai salah seorang dari lima anggota Masyumi dalam komite Eksekutif, yang terdiri dari 47 anggota untuk mengikuti sidang KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), dalam sidang tersebut membahas apakah Persetujuan Linggarjati yang telah diparaf oleh Pemerintah Republik dan Belanda pada bulan November 1946 akan disetujui atau tidak Kepergian S M Kartosoewirjo ini dikawal oleh para pejuang Hizbullah dari Jawa Barat, karena dalam rapat tersebut kemungkinan ada dua kubu yang bertarung pendapat sangat sengit, yakni antara sayap sosialis (diwakili melalui partai Pesindo), dengan pihak Nasionalis-Islam (diwakili lewat partai Masyumi dan PNI). Pihak sosialis ingin agar KNIP menyetujui naskah Linggarjati tersebut, sedangkan pihak Masyumi dan PNI cenderung ingin menolaknya Ketika anggota KNIP yang anti Linggarjati benar-benar diancam gerilyawan Pesindo, Sutomo (Bung Tomo) meminta kepada S M Kartosoewirjo untuk mencegah pasukannya agar tidak menembaki satuan-satuan Pesindo.
[[Berkas:Parade militer.jpg|left|300px|thumb|Parade [[Tentara Republik Indonesia]] (TRI) di [[Purwakarta]], [[Jawa Barat]], pada tanggal [[17 Januari]] [[1947]].]]
Pada bulan Februari dan Maret 1947 di Malang, [[S M Kartosuwiryo]] ditunjuk sebagai salah seorang dari lima anggota Masyumi dalam komite Eksekutif, yang terdiri dari 47 anggota untuk mengikuti sidang KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), dalam sidang tersebut membahas apakah Persetujuan Linggarjati yang telah diparaf oleh Pemerintah Republik dan Belanda pada bulan November 1946 akan disetujui atau tidak Kepergian S M Kartosoewirjo ini dikawal oleh para pejuang Hizbullah dari Jawa Barat, karena dalam rapat tersebut kemungkinan ada dua kubu yang bertarung pendapat sangat sengit, yakni antara sayap sosialis (diwakili melalui partai Pesindo), dengan pihak Nasionalis-Islam (diwakili lewat partai Masyumi dan PNI). Pihak sosialis ingin agar KNPI menyetujui naskah Linggarjati tersebut, sedang pihak Masyumi dan PNI cenderung ingin menolaknya Ketika anggota KNIP yang anti Linggarjati benar-benar diancam gerilyawan Pesindo, Sutomo (Bung Tomo) meminta kepada S M Kartosoewirjo untuk mencegah pasukannya agar tidak menembaki satuan-satuan Pesindo.
 
DRDr. H. J. Vanvan Mook, kepala Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang kemudian diangkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda, dengan gigih memecah RI yang tinggal 3tiga pulau ini. Bahkan sebelum naskah itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947, *28 ia telah memaksa terwujudnya [[Negara Indonesia Timur]], dengan presiden[[Tjokorda SukowatiGde Raka Soekawati]] sebagai presiden, lewat [[Konferensi Denpasar]] tanggal 18 - 24 Desember 1946 .
 
Pada bulan tanggal 25 Maret 1947 hasil perjanjian Linggarjati ditandatangani di Batavia. Partai Masyumi menentang hasil perjanjian tersebut, banyak unsur perjuang Republik Indonesia yang tak dapat menerima pemerintah Belanda merupakan kekuasaan berdaulat di seluruh Indonesia 29. Dengan seringnya pecah kekacauan, maka pada prakteknyapraktiknya perjanjian tersebut sangat sulit sekali untuk dilaksanakan.
 
=== Proklamasi Negara Pasundan ===
Usaha Belanda tidak berakhir sampai di NIT. Dua bulan setelah itu, Belanda berhasil membujuk Ketua Partai Rakyat Pasundan, Soeria Kartalegawa, memproklamasikan Negara Pasundan pada tanggal 4 Mei 1947. Secara militer negara baru ini sangat lemah, ia benar benar sangat tergantung pada Belanda, tebukti ia baru eksis ketika Belanda melakukan Agresi dan kekuatan RI hengkang dari Jawa Barat.
 
Di awal bulan Mei 1947 pihak Belanda yang memprakarsai berdirinya Negara Pasundan itu memang sudah merencanakan bahwa mereka harus menyerang Republik secara langsung. Kalangan militer Belanda merasa yakin bahwa kota-kota yang dikuasai pihak Republik dapat ditaklukkan dalam waktu dua minggu dan untuk menguasai seluruh wilayah Republik dalam waktu enam bulan. Namun mereka pun menyadari begitu besarnya biaya yang ditanggung untuk pemeliharaan suatu pasukan bersenjata sekitar 100.000 serdadu di Jawa, yang sebagian besar dari pasukan itu tidak aktif, merupakan pemborosan keuangan yang serius yang tidak mungkin dipikul oleh perekonomian negeri Belanda yang hancur diakibatkan perang. Oleh karena itu untuk mempertahankan pasukan ini maka pihak Belanda memerlukan komoditikomoditas dari Jawa (khususnya gula) dan SumateraSumatra (khususnya minyak dan karet).
 
=== Agresi Militer I ===
{{utama|Agresi Militer I}}
Pada tanggal [[27 Mei]] [[1947]], [[Belanda]] mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14 hari, yang berisi:
# Membentuk pemerintahan ad interim bersama;
# Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama;
# Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerahdaerah yang diduduki Belanda;
# Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama); dan
# Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor
 
[[Perdana Menteri]] [[Sjahrir]] menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras dari kalangan parpol-parpol di Republik.
 
Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Belanda terus "mengembalikan ketertiban" dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal [[20 Juli]] [[1947]] tengah malam (tepatnya [[21 Juli]] [[1947]]) mulailah pihak [[Belanda]] melancarkan '[[aksi polisionil]]' mereka yang pertama.
 
Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali [[dimana]] mereka telah menempatkan pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan-dalam di Jawa Di SumateraSumatra, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan. Melihat aksi Belanda yang tidak mematuhi perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir bingung dan putus asa, maka pada bulan Juli 1947 dengan terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, karena sebelumnya dia sangat menyetujui tuntutan Belanda dalam menyelesaikan konflik antara pemerintah RI dengan Belanda.
 
Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi Belanda, setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aksinya kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris yang menjadi sekutunya tidak menyukai 'aksi polisional' tersebut serta menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.
 
=== Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri ===
Setelah terjadinya [[Agresi Militer Belanda I]] pada bulan Juli, pengganti [[Sjahrir]] adalah [[Amir Syarifudin]] yang sebelumnya menjabat sebagai [[Menteri Pertahanan Republik Indonesia|Menteri Pertahanan]]. Dalam kapasitasnya sebagai Perdana Menteri, dia menggaet anggota [[Partai Syarikat Islam Indonesia|PSII]] yang dulu untuk duduk dalam [[Kabinet Amir Sjarifuddin I|Kabinetnya]]. Termasuk menawarkan kepada [[S.M. Kartosoewirjo]] untuk turut serta duduk dalam kabinetnya menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Seperti yang dijelaskan dalam sepucuk suratnya kepada [[Soekarno]] dan [[Amir Syarifudin]], [[S.M. Kartosoewirjo|dia]] menolak kursi menteri karena "''ia belum terlibat dalam [[Partai Syarikat Islam Indonesia|PSII]] dan masih merasa terikat kepada [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (1945)|Masyumi]]''".
 
[[S.M. Kartosoewirjo]] menolak tawaran itu bukan semata-mata karena loyalitasnya kepada [[Masyumi]]. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya untuk menarik diri dari gelanggang politik pusat. Akibat menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesia disebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan [[Belanda]]. Di samping itu [[Kartosoewirjo]] tidak menyukai arah politik [[Amir Syarifudin]] yang kekiri-kirian. Kalau dilihat dari sepak terjang [[Amir Syarifudin]] selama manggung di percaturan politik nasional dengan menjadi [[Perdana Menteri]] merangkap Menteri Pertahanan sangat jelas terlihat bahwa [[Amir Syarifudin]] ingin membawa politik Indonesia ke arah [[Komunis]].
Baris 141 ⟶ 204:
Tanggal [[17 Januari]] [[1948]] berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville, ternyata menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak yang berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasi Indonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda dari persetujuan Linggarjati, karena plebisit akan diadakan untuk menentukan apakah berbagai kelompok di pulau-pulau besar ingin bergabung dengan Republik atau beberapa bagian dari federasi yang direncanakan Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia sampai diserahkan pada Indonesia Serikat.
 
Pada tanggal 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan Linggarjati : hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Jogja dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa -Banten tetap daerah Republik Plebisit akan diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer. Perdana menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani agar Belanda tidak "menimbulkan rasa benci Amerika".
 
Sedikit banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah perundingan Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui perundingan Renville, Soekarno dan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebih lama, jantung Republik terus berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Seperti sesudah persetujuan Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasi dengan persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yang dianggap langsung bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah.
 
=== Runtuhnya Kabinet Amir dan naiknya Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri ===
Dari adanya [[Agresi Militer I]] dengan hasil diadakannya [[Perjanjian Renville]] menyebabkan jatuhnya [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|Kabinet Amir]]. Seluruh anggota yang tergabung dalam [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|kabinetnya]] yang terdiri dari anggota [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] dan [[Masyumi]] meletakkan jabatan ketika [[Perjanjian Renville]] ditandatangani, disusul kemudian [[Amir Sjarifuddin|Amir]] sendiri meletakkan jabatannya sebagai [[Perdana Menteri]] pada tanggal [[23 Januari]] [[1948]]. Dengan pengunduran dirinya ini dia mungkin mengharapkan akan tampilnya kabinet baru yang beraliran komunis untuk menggantikan posisinya. Harapan itu menjadi buyar ketika [[Soekarno]] berpaling ke arah lain dengan menunjuk [[Hatta]] untuk memimpin suatu [[Kabinet Hatta I|'kabinet presidentil' darurat]] (1948-1949), [[dimana]] seluruh pertanggungjawabannya dilaporkan kepada [[Soekarno]] sebagai [[Presiden]].
 
Dengan terpilihnya [[Hatta]], dia menunjuk para anggota yang duduk dalam kabinetnya mengambil dari golongan tengah, terutama orang-orang [[PNI]], [[Masyumi]], dan tokoh-tokoh yang tidak berpartai. [[Amir Sjarifuddin|Amir]] dan kelompoknya dari ''sayap kiri'' kini menjadi pihak [[oposisi]]. Dengan mengambil sikap sebagai oposisi tersebut membuat para pengikut [[Sjahrir]] mempertegas perpecahan mereka dengan pengikut-pengikut [[Amir Sjarifuddin|Amir]] dengan membentuk partai tersendiri yaitu [[Partai Sosialis Indonesia]] (PSI), pada bulan Februari 1948, dan sekaligus memberikan dukungannya kepada pemerintah [[Hatta]].
Baris 152 ⟶ 215:
Memang runtuhnya Amir datang bahkan lebih cepat ketimbang Sjahrir, enam bulan lebih dulu Amir segera dituduh -kembali khususnya oleh Masyumi dan kemudian Partai Nasional Indonesia- terlalu banyak memenuhi keinginan pihak asing. Hanya empat hari sesudah [[Perjanjian Renville]] ditandatangani, pada tanggal [[23 Januari]] [[1948]], [[Amir Syarifudin]] dan seluruh [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|kabinetnya]] berhenti. [[Kabinet Hatta I|Kabinet baru]] dibentuk dan susunannya diumumkan tanggal [[29 Januari]] [[1948]]. [[Hatta]] menjadi [[Perdana Menteri]] sekaligus tetap memangku jabatan sebagai [[Wakil Presiden]].
 
Tampaknya kini lebih sedikit jalan keluar bagi [[Amir Sjarifuddin|Amir]] dibanding dengan [[Sjahrir]] sesudah [[Perundingan Linggarjati]]; dan lebih banyak penghinaan. Beberapa hari sesudah [[Amir Sjarifuddin|Amir]] berhenti, di awal Februari 1948, [[Hatta]] membawa [[Amir Sjarifuddin|Amir]] dan beberapa pejabat Republik lainnya mengelilingi [[Provinsi]]. [[Amir Sjarifuddin|Amir]] diharapkan menjelaskan [[Perjanjian Renville]]. Pada rapat raksasa di [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]], [[Sumatera Barat]], di kota kelahiran Hatta -''dan rupanya diatur sebagai tempat berhenti terpenting selama perjalanan''- [[Hatta]] berbicara tentang kegigihan Republik, dan pidatonya disambut dengan hangat sekali.
 
Kemudian [[Amir Sjarifuddin|Amir]] naik mimbar, dan seperti diuraikan [[Hatta]] kemudian: "''Dia tampak bingung, seolah-olah nyaris tidak mengetahui apa ayang harus dikatakannya. Dia merasa bahwa orang rakyat Bukittinggi tidak menyenanginya, khususnya dalam hubungan persetujuan dengan [[Belanda]]. Ketika dia meninggalkan mimbar, hampir tidak ada yang bertepuk tangan''"
 
Menurut peserta lain: "''Wajah Amir kelihatannya seperti orang yang sudah tidak berarti''". [[Sjahrir]] juga diundang ke rapat Bukittinggi ini; dia datang dari [[Singapura]] dan berpidato. Menurut Leon Salim -kader lama Sjahrir- "''Sjahrir juga kelihatan capai dan jarang tersenyum''". Menurut kata-kata saksi lain, "''Seolah-olah ada yang membeku dalam wajah Sjahrir''" dan ketika gilirannya berbicara "''Dia hanya mengangkat tangannya dengan memberi salam Merdeka dan mundur''". Hatta kemudian juga menulis dengan singkat tentang pidato Sjahrir: "''Pidatonya pendek''". Dipermalukan seperti ini, secara psikologis amat mungkin menjadi bara dendam yang menyulut Amir untuk memberontak di kemudian hari.
 
[[Perjanjian Renville]] tidak lebih baik daripada [[Perundingan Linggarjati|perundingan di Linggarjati]]. Kedua belah pihak menuduh masing-masing melanggar perdamaian, dan [[Indonesia]] menuduh [[Belanda]] mendirikan [[blokade]] dengan maksud memaksanya menyerah. Bulan Juli [[1948]], [[Komisi Jasa-jasa Baik]], yang masih ada di tempat mengawasi pelaksanaan persetujuan itu, melaporkan bahwa [[Indonesia]] mengeluh akan gencatan senjata yang berulang-ulang.
 
== 1948-19491948–1949 ==
 
=== Agresi Militer II ===
{{utama|Agresi Militer II}}
'''Agresi Militer II''' terjadi pada [[19 Desember]] [[1948]] yang diawali dengan serangan terhadap [[Yogyakarta]], [[ibu kota]] [[Indonesia]] saat itu, serta penangkapan [[Soekarno]], [[Mohammad Hatta]], [[Sjahrir]] dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya [[Pemerintah Darurat Republik Indonesia]] di [[Sumatra]] yang dipimpin oleh [[Sjafruddin Prawiranegara]].
 
=== Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta ===
{{utama|Serangan Umum 1 Maret}}
Serangan yang dilaksanakan pada tanggal [[1 Maret]] [[1949]] terhadap kota [[Yogyakarta]] secara secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III -dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat- berdasarkan instruksi dari Panglima Besar [[Sudirman]], untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan WALDEN Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral [[pasukan]] [[Belanda]] serta membuktikan pada dunia [[internasional]] bahwa [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. [[Soeharto]] pada waktu itu sebagai komandan [[brigade X]]/[[Wehrkreis III]] turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah [[Yogyakarta]].
 
=== Perjanjian Roem Royen ===
{{utama|Perjanjian Roem Royen}}
Akibat dari [[Agresi Militer Belanda II|Agresi Militer tersebut]], pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama dari pihak [[Amerika Serikat]] yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada [[Belanda]], akhirnya dengan terpaksa [[Belanda]] bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal [[7 Mei]] [[1949]], [[Republik Indonesia]] dan [[Belanda]] menyepakati [[Perjanjian Roem Royen]].
 
=== Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta ===
{{utama|Serangan Umum 1 Maret}}
Serangan yang dilaksanakan pada tanggal [[1 Maret]] [[1949]] terhadap kota [[Yogyakarta]] secara secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III -dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat- berdasarkan instruksi dari Panglima Besar [[Sudirman]], untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral [[pasukan]] [[Belanda]] serta membuktikan pada dunia [[internasional]] bahwa [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. [[Soeharto]] pada waktu itu sebagai komandan [[brigade X]]/[[Wehrkreis III]] turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah [[Yogyakarta]].
 
=== Serangan Umum Surakarta ===
{{utama|Serangan Umum Surakarta}}
Serangan Umum Surakarta berlangsung pada tanggal 7-10 Agustus 1949 secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa yang berjuang tersebut kemudian dikenal sebagai tentara pelajar. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskasmarkas Belanda di Solo dan sekitarnya. Serangan itu menyadarkan [[Belanda]] bila mereka tidak akan mungkin menang secara militer, mengingat Solo yang merupakan kota yang pertahanannya terkuat pada waktu itu berhasil dikuasai oleh TNI<ref>Setiadi, Bram: "Raja di alam Republik, Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII", halaman 96. Bina Rena Pariwara, 2008</ref> yang secara peralatan lebih tertinggal tetapi didukung oleh rakyat dan dipimpin oleh seorang pemimpin yang andal seperti [[Slamet Riyadi]].
 
=== Konferensi Meja Bundar ===
{{utama|Konferensi Meja Bundar}}
'''Konferensi Meja Bundar''' adalah sebuah pertemuan antara pemerintah [[Republik Indonesia]] dan [[Belanda]] yang dilaksanakan di [[Den Haag]], [[Belanda]] dari [[23 Agustus]] hingga [[2 November]] [[1949]]. Yang menghasilkan kesepakatan:
* [[Belanda]] mengakui kedaulatan [[Republik Indonesia Serikat (1949–1950)|Republik Indonesia Serikat]].
* [[Irian Barat]] akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.
[[Berkas:Souvereiniteitsoverdracht aan Indonesië in het Koninklijk Paleis op de Dam. Mini, Bestanddeelnr 903-7669.jpg|jmpl|249x249px|[[Mohammad Hatta]] menandatangani perjanjian penyerahan kedaulatan di [[Istana Raja Amsterdam]]]]
 
=== Penyerahan kedaulatan oleh Belanda ===
[[Berkas:Hatta-belanda.jpg|thumb|right|200px|[[Bung Hatta]] di [[Amsterdam]], [[Belanda]] menandatangani perjanjian penyerahan kedaulatan.]]
{{utama|Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda}}
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada [[27 Desember]] [[1949]], selang empat tahun setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi kemerdekaan RI]] pada [[17 Agustus]] [[1945]]. Pengakuan ini dilakukan ketika ''soevereiniteitsoverdracht'' (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di [[Istana Dam]], [[Amsterdam]]. Di [[Belanda]] selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui [[Indonesia]] merdeka pada tahun [[1945]] sama saja mengakui tindakan ''politionele acties'' ([[Aksi Polisionil]]) pada [[1945]]-[[1949]] adalah [[ilegal]].
 
== RujukanGaleri ==
<gallery>
Collectie NMvWereldculturen, TM-60037544, Foto- Een opschrift aan de fabrieksmuur, 1939.jpg|Kalimat propaganda untuk mengusir Belanda dari Indonesia dalam tiga bahasa, yakni [[Bahasa Indonesia]], [[Bahasa Inggris]], dan [[Bahasa Belanda]].
Collectie NMvWereldculturen, TM-60042265, Foto- Kapt. Roejit van de T.N.I. (links) en Kapt. Vosveld van het K.N.I.L. bekijken de Status Quo lijn, Klero bij Salatiga., 1945-1950.jpg|Kapten Roejit dari TNI dan Kapten Vosveld dari KNIL mendirikan batas Status Quo di Salatiga.
Collectie NMvWereldculturen, TM-5635-10, Pentekening- Een stad die getroffen wordt door neervallende bommen, 1949.jpg|Sketsa hujan bom, 1949.
Collectie NMvWereldculturen, TM-5635-13, Pentekening- Twee soldaten in de aanval, 1949.jpg|Sketsa dua prajurit berperang, 1949.
Collectie NMvWereldculturen, TM-5635-14, Pentekening- Een brandend dorp, 1949.jpg|Sketsa desa yang terbakar, 1949.
Collectie NMvWereldculturen, TM-5635-5, Pentekening- Een gevangene die de tralies van zijn cel verbreekt, 1949.jpg|Karikatur bertema melepas belenggu dari Jepang dan Belanda.
Collectie NMvWereldculturen, 7040-70, Fotoboek- Beeldverslag van Nederlandse militairen in Nederlands-Indië, Boekhandel en Drukkerij Visser & Co., 1946 - 1949.jpg|jmpl|Ilustrasi tentara Belanda di Indonesia, kurun 1946-1949.
</gallery>
 
== Referensi ==
{{notelist}}
{{reflist}}
 
== Lihat pula ==
* [[Sejarah Pertahanan Indonesia]]
* [[Republik Indonesia Serikat]]
* [[Republik Indonesia (1949–1950)|Republik Indonesia]]
* [[Indonesia]]
* [[Hindia Belanda]]
 
{{Topik Indonesia}}
{{Sejarah Indonesia navbox}}
 
{{DEFAULTSORT:Sejarah Indonesia (1945-1949)}}
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Perang Kemerdekaankemerdekaan]]
 
{{Link GA|de}}
{{Link GA|en}}
{{Link GA|fr}}
 
[[de:Niederländisch-Indonesischer Krieg]]
[[en:Indonesian National Revolution]]
[[fr:Révolution indonésienne]]
[[ja:インドネシア独立戦争]]
[[nl:Politionele acties]]
[[ru:Война за независимость Индонезии]]
[[sv:Indonesiska självständighetskriget]]