Filsafat ketuhanan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Saya mengganti kata "Allah" menjadi "tuhan" agar universal. Selain itu terdapat salah tik pada kata "pandagan" yang seharusnya "pandangan" Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(43 revisi perantara oleh 29 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Omslag till boken Guds tredje strategi.jpg|
'''Filsafat Ketuhanan''' adalah pemikiran tentang [[Tuhan]] dengan pendekatan akal budi,
== Penelitian tentang Allah dalam Ilmu Filsafat ==
Penelaahan tentang [[Allah]] dalam filsafat lazimnya disebut ''teologi filosofi''.<ref name="Leahy">{{id}}Louis Leahy., ''Masalah Ketuhanan Dewasa Ini''., Yogyakarta: Kanisius, 1982</ref> Hal ini bukan menyelidiki tentang Allah sebagai
▲Penelaahan tentang Allah dalam filsafat lazimnya disebut ''teologi filosofi Louis Leahy., ''Masalah Ketuhanan Dewasa Ini'' Hal ini bukan menyelidiki tentang Allah sebagai obyek, namun eksistensi alam semesta, yakni makhluk yang diciptakan, sebab Allah dipandang semata-mata sebagai kausa pertama, tetapi bukan pada diri-Nya sendiri, Allah sebenarnya bukan materi ilmu, bukan pula pada [[teodise]] Jadi pemahaman Allah di dalam agama harus dipisahkan Allah dalam filsafat.Namun pendapat ini ditolak oleh para agamawan, sebab dapat menimbulkan kekacauan berpikir pada orang beriman.Maka ditempuhlah cara ilmiah untuk membedakan dari teologi dengan menyejajarkan filsafat ketuhanan dengan filsafat lainnya (Filsafat manusia, filsafat alam dll).Maka para filsuf mendefinisikannya sebagai usaha yang dilakukan untuk menilai dengan lebih baik, dan secara [[refleksif]], realitas tertinggi yang dinamakan Allah itu, [[ide]] dan gambaran Allah melalui sekitar diri kita.
== Agama
Ide tentang Allah pada orang beragama secara [[universal|umum]] biasanya dijelaskan dalam tabiat Allah; "Yang Maha Tinggi" (Anselmus mengatakan: "Allah adalah sesuatu yang lebih besar dari padanya tidak dapat dipikirkan manusia) Yang Maha Besar, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Baik dan sebagainya.<ref name="Tjahyadi"/><ref name="Leahy"/><ref name="engel"/> Menurut Anselmus, ajaran-ajaran kristiani bisa dikembangkan dengan rasional, jadi tanpa bantuan otoritas lain (Kitab Suci, wahyu, ajaran Bapa Gereja).<ref name="Tjahyadi"/> Bahkan ia bisa menjelaskan eksistensi Allah dengan suatu argumen yang bisa diterima bahkan juga oleh mereka yang tidak beriman.<ref name="Tjahyadi"/> Eksistensi Allah dimulai dari pikiran manusia yang menerima begitu saja ajaran agama,
Beberapa sikap orang beriman dalam mencari pencerahan akan adanya Allah:
* Manusia yang menerima begitu saja dikarenakan ajaran turun-temurun dari para pendahulunya, manusia ditekankan harus percaya, bahkan tanpa bertanya.<ref name="Huijbers"/>
* Manusia mulai bertanya mengapa dirinya ada?<ref name="Huijbers"/> Mengapa alam ada?<ref name="Huijbers"/>
* Kemudian menanyakan Allah terkait; siapa, isinya, dan mengapa Dia ada?<ref name="Huijbers"/>
Semua jawaban itu akan dijawab oleh para ahli dalam bidang yang disebut [[teologi]]; theos dan logos, ilmu tentang hubungan manusia dan ciptaan dengan
- Allah ada, dan adanya Allah itu dapat dibuktikan secara rasional juga;
- Allah ada, tetapi tidak dapat dibuktikan adanya;
- tidak dapat diketahui apakah Allah benar-benar ada;
- Allah tidak ada, dan ketentuan ini dapat dibuktikan juga.<ref name="Huijbers"/>
Oleh karena itu filsafat berusaha membuktikan keyakinan-keyakinan manusia itu melalui berbagai jalan; [[metafisika]], [[empirisme]], [[rasionalisme]], [[positivisme]], [[spiritualisme]] dll.<ref name="Huijbers"/>
== Teisme ==
'''Teisme''' adalah
Di bawah ini beberapa pemikir yang mempercayai adanya Allah, maka dengan begitu mereka pasti orang beragama:
=== Santo Agustinus(354-430) ===
[[Santo Agustinus]] percaya bahwa Allah ada dengan melihat [[sejarah]] dari [[drama]] [[kosmologi|penciptaan]], yang melibatkan Allah dan manusia.<ref name="engel"/> Allah menciptakan daratan untuk manusia, menciptakan manusia (Adam) yang ber[[dosa]] melawan Allah.<ref name="engel"/> Lalu [[Adam]] dan [[Hawa]] diusir dari [[Taman Eden]].<ref name="engel"/> Kemudian setelah manusia berkembang, mereka berdosa lebih lagi dan dihukum dengan [[air bah (Nuh)|air bah]] dalam sejarah [[Nuh]].<ref name="engel"/> Orang-orang [[Yahudi]] yang diberikan perjanjian Allah ternyata tidak dapat memeliharanya sehingga dihukum melalui [[bangsa]]-bangsa lain.<ref name="engel"/> Lalu Allah yang maha kasih menebus manusia melalui Yesus Kristus.<ref name="engel"/> Dari sejarah ini Allah dapat selalu ada di tengah-tengah manusia.<ref name="engel"/> Memang Agustinus adalah [[Bapa gereja]], [[Uskup]] dari Hippo yang membela [[eksistensialisme|eksistensi]] Allah dari pandangan-pandangan lain yang ingin meruntuhkan paham [[teisme]].<ref name="engel"/> Tuhan didefinisikan dari sifat-sifatnya; maha tahu, maha hadir, kekal, pencipta segala sesuatu.<ref name="engel"/> Namun lebih lagi, Tuhan bukan ada begitu saja,
=== Thomas Aquinas (1225-1274) ===
[[Berkas:St-thomas-aquinas.jpg|150px|ka|jmpl|Santo Thomas Aquinas]]
'''[[Thomas Aquinas]]''' menggabungkan pemikiran [[Aristoteles]] dengan [[Wahyu]] Kristen.<ref name="engel"/> Kebenaran [[iman]] dan rasa pengalaman bukan hanya cocok,
Thomas Aquinas terkenal dengan lima jalan (dalam Bahasa Latin; ''[[quinque viae]] ad deum'') untuk mengetahui bahwa Allah benar-benar ada.<ref name="engel" /> Argume logis dari Aquinas untuk membuktikan keberadaan Tuhan disusunnya dalam bukunya yang berjudul Summa Theologia. Dalam bukunya ini ia menyebutkan lima jalan untuk membuktikan keberadaan Tuhan.<ref>{{Cite book|last=Tumanggor, R. O., dan Suharyanto, C.|date=2017|url=https://onlinelearning.uhamka.ac.id/pluginfile.php/491888/mod_resource/content/1/Pengantar%20Filsafat%20untuk%20Psikologi%20by%20Dr.%20Raja%20Oloan%20Tumanggor%20dan%20Carolus%20Suharyanto%2C%20S.Th.%2C%20M.Si%20%28z-lib.org%29.pdf|title=Pengantar Filsafat untuk Psikologi|location=Sleman|publisher=Penerbit PT Kanisius|isbn=978-979-21-5457-3|editor-last=Sudibyo|editor-first=Ganjar|pages=111|url-status=live|access-date=2022-01-19|archive-date=2021-12-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20211228050958/https://onlinelearning.uhamka.ac.id/pluginfile.php/491888/mod_resource/content/1/Pengantar%20Filsafat%20untuk%20Psikologi%20by%20Dr.%20Raja%20Oloan%20Tumanggor%20dan%20Carolus%20Suharyanto,%20S.Th.,%20M.Si%20(z-lib.org).pdf|dead-url=no}}</ref> Jalan pertama adalah ''gerak'', bahwa segala sesuatu bergerak, setiap gerakan pasti ada yang menggerakkan, tetapi pasti ada sesuatu yang menggerakkan sesuatu yang lain, tetapi tidak digerakkan oleh sesuatu yang lain, Dialah Allah.<ref name="engel" /> Jalan kedua adalah ''[[hukum sebab akibat|sebab akibat]]'', bahwa setiap akibat mempunyai sebabnya, tetapi ada penyebab yang tidak diakibatkan, Dialah sebab pertama, Allah.<ref name="engel" /> Jalan ketiga adalah ''keniscayaan'', bahwa di dunia ini ada hal-hal yang bisa ada dan ada yang bisa tidak ada (contohnya adalah benda-benda yang dahulu ada ternyata ada yang musnah, tetapi ada juga yang dulu tidak ada ternyata sekarang ada), tetapi ada yang selalu ada (niscaya) Dialah Allah.<ref name="engel" /> Jalan keempat adalah pembuktian berdasarkan ''derajat'' atau gradus melalui perbandingan, bahwa dari sifat-sifat yang ada di dunia ( yang baik-baik) ternyata ada yang paling baik yang tidak ada tandingannya (sifat Allah yang serba ''maha'') Dialah Allah.<ref name="engel" /> Jalan kelima adalah ''penyelenggaraan'', bahwa segala ciptaan berakal budi mempunyai tujuan yang terarah menuju yang terbaik, semua itu pastilah ada yang mengaturnya, Dialah Allah.<ref name="engel" />
=== Descartes (1596-1650) ===
[[Rene Descartes]] memikirkan Tuhan bermula dari prinsip utamanya yang merupakan “gabungan antara [[pietisme]] Katolik dan [[Saintisme|sains]].<ref name="Lindsay">John Veitch., ''A Discourse on Method – Meditation and Principles'', Everyman’s Library 1912 halaman vii</ref> Descartes adalah seorang filsuf rasionalis yang terkenal dengan pemikiran ''ide Allah''.<ref name="Mackie"/> Tantangan yang mendorong Descartes adalah keragu-raguan radikalnya, ''The Methode of Doubt''
'''Filsafat Ketuhanan''' menurut Descartes adalah berawal dari fungsi iman, yang pada akhirnya berguna untuk menemukan Allah. Tanpa iman manusia cenderung menolak Allah. Ada dua hal yang bisa ditempuh agar ''Aku'' sampai pada Allah, 1. sebab akibat, bahwa dirinya sendiri (manusia) pasti diakibatkan oleh penyebab pertama, yaitu Allah. Jalan yang kedua adalah secara ontologis, yang diwarisinya dari Anselmus. Allah yang ada itu tidak mungkin berdiri sendiri, tanpa ada kaitan dengan suatu [[entitas]] lain, maka Allah pasti ada dan bereksistensi Maka Allah yang ada dalam ide Descartes sempurna sudah, bahwa Dia ada dan dapat diandalkan dalam [[relasi]] dengan entitas lainnya itu.▼
'''Filsafat Ketuhanan''' menurut Descartes adalah berawal dari fungsi iman, yang pada akhirnya berguna untuk menemukan Allah. Tanpa iman manusia cenderung menolak Allah. Ada dua hal yang bisa ditempuh agar ''Aku'' sampai pada Allah:
* Jalan yang pertama adalah sebab akibat, bahwa dirinya sendiri (manusia) pasti diakibatkan oleh penyebab pertama, yaitu Allah.<ref name="Tjahyadi"/>
▲
=== Imanuel Kant (1724-1804) ===
[[Berkas:Immanuel Kant
Ajaran Kant tentang Allah ditemui dalam hukum moralnya melalui beberapa tahap: 1. Allah adalah suara hati, 2. Allah adalah tujuan moralitas, 3. Allah adalah pribadi yang menjamin bahwa orang yang bertindak baik demi kewajiban moral akan mengalami kebahagiaan sempurna.<ref name="Tjahyadi"/>
Menurut Kant ada tiga jalan untuk membuktikan adanya Allah di luar spekulasi belaka, dan hal ini dimungkinkan:
* dimulai dari
* berdasar hal pertama, kita masih pada tataran [[pengalaman]] yang tidak bisa dijelaskan.<ref name="Allen"/>
* di luar konsep-konsep itu, manusia memiliki a priori dalam rasionya, dan itu menjadi penyebab yang memang ada.<ref name="Allen">{{en}}Diogenes Allen and Eric O. Springsted., ''Primary Readings in Philosophy for Understanding Theology'', USA: John Knox Press, 1992</ref>
Lalu dari usaha dari pengalaman dianalisa dengan a priori (pemikiran awal sebelum membutktikan sesuatu) dalam otak kita, kita membagi tiga bentuk definisi atas pengalaman; [[Psikologi]]-[[teologi]], [[kosmologi]] dan [[ontologi]]. Dari hal yang dialami (empiris) menuju [[transendensi]]; bahwa manusia hanya akan ber[[praduga|spekulasi]] saja. Kritik Kant terhadap Thomas Aquinas juga mengenai hal-hal spekulatif, padahal Allah nyata adanya Di sini Kant kemudian mengakui bahwa Allah sebagai pemberi [[a priori]] dan pengalaman itu sendiri tidak terdapat dalam baik pengalaman maupun a priori, namun melampaui hal itu. Maka Kant sangat terkenal dengan kata-katanya '"[[Langit]] ber[[bintang]] di atasku dan hukum [[moral]] di dalam [[batin]]ku"''. Di sinilah iman diperlukan, sebab Allah pada kenyataannya tidak bisa dibuktikan hanya dengan pengalaman [[indera]]wi semata. Allah melampaui hal-hal rasio murni.▼
▲Lalu dari usaha dari pengalaman
=== Hegel (1770-1831) ===
[[Hegel]] juga disebut filsuf idealisme Jerman.<ref name="Suseno">{{id}}[[Franz Magnis Suseno]], ''Menalar Tuhan'', Yogyakarta: Kanisius 2006</ref> Ajaran yang terkenal dari Hegel adalah dialektika, di mana ada dua hal berbeda (bahkan kontras) yang bertemu dan membentuk hal baru.<ref name="Tjahyadi"/> Pertama-tama Hegel membedakan antara rasio murni (dalam Kant) sebagai kesadaran manusia,
1. Segala sesuatu yang terjadi dalam sejarah adalah proses perjalanan Roh (Allah) yang menemukan dirinya sendiri
2. Melalui manusia dengan kesadarannya, Roh itu menemukan dirinya (peristiwa revolusi oleh Napoleon misalny)
3. Sehingga terjadi keselarasan arah gerak manusia dan arah gerak Roh dalam [[emansipasi]] dan [[kemerdekaan|kebebasan]] manusia, untuk itu Roh akan memakai nama "Akal budi".<ref name="Tjahyadi"/> Namun Allah yang dinyatakan Hegel sebenarnya terikat pada manusia yang berproses dalam sejarah.<ref name="Tjahyadi"/>
=== Schleiermacher (1768-1834) ===
Schleiermacher adalah penganut [[Kant]],
Scleiermacher mendekati Allah bukan dari teori spekulatif, bukan dengan pendekatan [[moral]]-praktis, melainkan pendekatan [[intuisi|intuitif]]-batin, dalam [[bahasa]]nya melalui ''kontemplasi dan perasaan''.<ref name="Tjahyadi"/> "Di sinilah agama merenungkan Sang Universum, di dalam caranya mengekspresikan diri dan tindakannya, agama ingin mendegarkan bisikan suara Sang Universum itu dengan khidmat,... Dalam kepasifan anak-anak, agama ingin ditangkap dan dipenuhi oleh daya pengaruhnya"<ref name="Tjahyadi"/> Agama adalah Sang Universum sendiri.<ref name="Tjahyadi"/> Sang [[universal|Universum]] ditangkap dari [[alam]] [[dunia]] yang ma[[manifestasi]]kannya.<ref name="Tjahyadi"/> Namun alam dunia bukanlah Sang Universum yang berdiri sendiri,
=== Alfred North Whitehead (1861-1947) ===
{{main|Teologi Proses}}
[[Alfred North Whitehead]] dijuluki sebagai bapak filsafat maupun [[teologi proses]].<ref name="Tjahyadi"/> Pemikirannya tergolong abstrak karena pengaruh bidang yang digelutinya, matematika dan pengetahuan empirisme mengenai alam yang didapatkannya dari fisika terapan.<ref name="Tjahyadi"/> Dalam bukunya tentang ''Bagaimana Agama Terjadi'' (1926) dia menyatakan;
{{cquote|"Dogma-dogma agama adalah upaya untuk memformulasikan secara presis kebenaran-kebenaran yang tersibak di dalam pengalaman religius umat manusia. Dengan cara yang sama dogma-dogma [[fisika]] ([[teori]]-teori, [[hukum]], dan postulat) merupakan upaya untuk memformulasikan secara presis kebenaran-kebenaran yang tersingkap di dalam pencerapan [[inderawi]] umat manusia.<ref name="Tjahyadi"/>}}
* [[Filsafat Proses]] Whitehead.
Filsafat prosesnya memakai dua pendekatan;
1. Prinsip proses, dan
2. Prinsip
Dari prinsip ini maka proses dibedakan dalam dua:
1. Prinsip bagi proses yang bersifat [[mikro]]kopis (konkresi) adalah asas yang memungkinkan lahirnya wujud aktual baru dari aktual-aktual lama yang sudah penuh.<ref name="Tjahyadi"/>
2. Prinsip bagi proses yang bersifat [[makro]]kopis (objektifikasi) yang memungkinkan sesuatu yang sudah penuh berubah dan menjadi ''datum'' lagi.<ref name="Tjahyadi"/>
Prinsip
* Allah dalam Filsafat proses Whitehead
Proses
1. Yang [[alfa|awali]]
2. Yang [[omega|akhiri]]: Allah sebagai penyerta yang tanggap dan menyelamatkan.<ref name="Tjahyadi"/>
Jadi Tuhan (Allah) bagi Whitehead memiliki 3 peran yang disebut di atas, dengan begitu dia bisa mengendalikan setiap perubahan yang terjadi atas aktual-aktual lain dan mengakhirinya dengan baik.▼
▲Jadi Tuhan (Allah) bagi Whitehead memiliki 3 peran yang disebut di atas, dengan begitu dia bisa mengendalikan setiap perubahan yang terjadi atas aktual-aktual lain dan mengakhirinya dengan baik.<ref name="Tjahyadi"/>
== Deisme ==
{{main|Deisme}}
[[Berkas:MontreGousset001.jpg|jmpl|kiri|150px|Deisme dianalogikan seperti Tukang Jam, yang menciptakan jam secara teratur dan membiarkannya berjalan sendiri]]
'''Deisme''' adalah pandangan khas tentang Allah di masa [[Pencerahan]], berasal dari ''deus'' yang artinya Allah.<ref name="Suseno"/> Namun pandangan ini berbeda dengan teisme, sebab Allah dipercaya hanya pada waktu penciptaan, selanjutnya tidak berhubungan dengan dunia lagi karena dunia yang sudah teratur dari semula.<ref name="Suseno"/> Allah dianalogikan seperti pencipta arloji yang bisa berjalan sangat teratur tanpa campur tangan penciptanya.<ref name="Suseno"/> Jadi [[Deisme]] hanya percaya Tuhan pertama kali, setelah itu dianggap tidak ada.<ref name="Suseno"/> Paham ini dianggap sebagai benih dari munculnya pandangan [[ateisme]] yang secara terbuka menyangkal adanya Tuhan.<ref name="Suseno"/> Pandangan yang muncul pada abad 18 di
== Agnostisisme ==
{{main|Agnostisisme}}
Agnostisisme adalah paham manusia yang tidak mau tahu atau tidak tahu tentang adanya Tuhan.<ref name="Suseno"/> Namun hal ini lebih disebabkan karena kebuntuan pemikiran untuk mendefinisikan Tuhan.<ref name="Suseno"/> Bagi para filsuf ini, Tuhan di berada di luar Jangkauan pemikiran manusia.<ref name="Suseno"/>
== Ateisme ==
{{main|Ateisme}}
'''[[Ateisme]]'''
▲'''[[Ateisme]]''' berari penyangkalan adanya Allah. Namun arti tentang Allah yang disangkal adanya, tidak sama dengan pandagan semua orang, oleh karenanya arti ateisme berbeda-beda juga. Lima model ateisme yang diuraikan Magnis Suseno adalah ateisme dalam diri [[Ludwig Feuerbach]], [[Karl Marx]], [[Friedrich Nietzsche]], [[Sigmund Freud]] dan [[Jean Paul Sartre]].
[[
▲=== Scientisme merupakan bagian dari Ateisme ===
▲[[Scientisme]], sesuai dengan dogma rasionalis, memandang inteligensi manusia sebgai ukuran seluruh inteligibilitas, scientisme membatasi [[rasionalisme]] sendiri dalam batas-batas pengetahuan saja, sehingga [[roh]] manusia sendiri direduksi sampai dimensi ilmiah saja.Segala sesuatu dipandang sebagai obyek yang dapat diukur, bahkan subyek pada akhirnya nanti dibendakan juga. Maka pada akhirnya scientisme menolak metafisika, sehingga apa yang dipikirkan secara metafisik dibendakan begitu saja, dan ini adalah bentuk ateisme.Problem lebih lanjut adalah scientisme melawan pemikiran agama dan iman.Hal ini terjadi pada masa [[Galilei]] yang mengemukakan tentang bumi yang diistilahkan ''geo-sentris''. Hal lain yang kemudian muncul juga pada [[Charles Darwin]] dengan teori [[evolusi]] yang menyangkal kisah penciptaan manusia dalam [[naskah]] Alkitab.
=== Ludwig Feuerbach ===
[[Berkas:Feuerbach Ludwig.jpg|jmpl|140px|Ludwig Feuerbach]]
[[Ateisme]] menurut Feuerbach (1804-1872) adalah memandang Tuhan dalam [[agama]] hanya sebagai [[proyeksi]] dari [[kehendak]] manusia saja.<ref name="Suseno"/> Dia menolak pandangan Hegel yang menyatakan Tuhan mengungkapkan diri dalam kesadaran manusia.<ref name="Suseno"/> Baginya, yang nyata bukan lah Tuhan, yang nyata adalah manusia.<ref name="Suseno"/> Tuhan hanyalah proyeksi manusia yang mendamba sifat-sifat yang tidak dapat dicapainya.<ref name="Suseno"/> Kehendak manusia untuk berkuasa, serba tahu, ada di mana-mana, dan tidak terikat waktu itu kemudian dilemparkannya pada "hal lain" yang adalah Tuhan.<ref name="Suseno"/> Sebab kepastian yang nyata adalah yang dapat di tangkap inderawi, yaitu realitas manusia.<ref name="Suseno"/> Pandangan seperti ini nanti akan masuk dalam filsafat meterialisme.<ref name="Suseno"/> Kebaikan pandangan Feuerbach ini adalah menyatakan
=== Karl Marx ===
[[Berkas:Karl Marx 001.jpg|jmpl|140px|kiri|Karl Marx terkenal dengan ''Agama adalah candu masyarakat'']]
=== Sigmund Freud ===
[[Berkas:Sigmund Freud.jpg|
Filsafat Ketuhanan dalam pandangan [[Sigmund Freud]] dengan terori psikoanalisnya dimulai
=== Friedrich Nietzsche (1844-1899) ===
[[Berkas:Nietzsche187a.jpg|
[[Friedrich Nietzsche]] sangat terkenal dengan ''Sabda Zarathustra'' (1883) bahwa "Tuhan telah mati".<ref name="engel">{{en}}Moris Engel and Engelica Soldan., ''The Study of Philosophy'', USA: Rowman & Litlefield Publisher, Inc, 2008</ref> Inilah awal mula penolakannya terhadap Tuhan.<ref name="engel"/> Penolakannya terhadap Tuhan sebenarnya berasal dari kebenciannya melihat orang Kristen yang tidak menunjukkan kekristenan yang seharusnya menampilkan [[kasih]].<ref name="engel"/> Kebenaran bagi dia sangat
=== J. Paul Sartre (1905-1980) ===
Tuhan di mata Sartre kecil adalah sosok penghukum yang mengawasinya di manapun dia berada, oleh karenanya dia tidak suka kehadiran
Namun secara sistematis, dan khas [[eksistensialisme|eksistesialis]], penolakan atas Tuhan ini dilakukannya karena pemisahan radikal dalam tulisannya ''Ada dan Ketiadaan'' terjemahan dari ''[[Being and Nothingness]]''.<ref name="Bertens"/> Baginya, di dunia ini tidak ada grand design yang mutlak, manusialah yang bisa mengatur dirinya sendiri dengan eksistensinya.<ref name="engel"/> Eksistensi manusia mendahului esensinya; manusia ada dan kemudian menentukan "siapa dirinya".<ref name="engel"/> Dia menyangkal Descartes tentang ''Aku berpikir, maka aku ada'', yang benar adalah ''Aku ada lalu aku berpikir''.<ref name="engel"/> Dari sinilah dia meneruskannya dalam teori eksistensial fenomenologisnya, bahwa segala sesuatu harus dipisahkan dalam dua bagian; ''etre en soi / ada dalam dirinya sendiri'' atau ''etre-pour soi / ada untuk dirinya sendiri''.<ref name="Bertens"/> Segala sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri berarti tidak pasif, tidak [[aktif]], tidak afirmatif juga tidak negatif, ada begitu saja, tanpa fundamen, tanpa dapat dirutunkan dari sesuatu lain, tidak berkembang.<ref name="Bertens"/> Sedangkan ''ada untuk dirinya sendiri'' adalah sebuah kesadaran], dan ini khas manusia.<ref name="Bertens"/> Dari pemisahan inilah, dia melabel Tuhan orang Kristen yang tidak berubah itu masuk dalam golongan '' ada dalam dirinya sendiri'', maka dari itu dia tidak lebih besar dari manusia yang memiliki kesadaran untuk memilih esensinya sendiri.<ref name="Bertens"/> Di sinilah penyangkalan Tuhan itu terjadi, dia tidak mengakui Tuhan lebih tinggi dari manusia, maka Tuhan tidak diperlukan lagi.<ref name="Bertens"/> Karena Tuhan tidak lagi ada, maka manusia menjadi [[kemerdekaan|bebas]] dan bisa menentukan kondisi [[bangsa]]nya.<ref name="Bertens"/> Di sinilah nilai positif Sartre yang kemudian menghabiskan seluruh kegiatan hidupnya untuk kebaikan manusia (gerakan sosial).<ref name="Bertens"/> Bahkan dia pernah memenangi [[nobel]] perdamaian karena pengabdiannya terhadap kemanusiaan,
== Lihat pula ==
* [[Daftar Istilah Filsafat]]
* [[Daftar Filsuf]]
* [[Filsafat Indonesia]]
*[https://www.buletinaufklarung.com/2019/12/filsafat-neraca-seribu-dogma.html Filsafat Seribu Dogma] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230601225108/https://www.buletinaufklarung.com/2019/12/filsafat-neraca-seribu-dogma.html |date=2023-06-01 }}
== Referensi ==
{{Reflist}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Teologi| API]]
[[Kategori:Filsafat]]
[[Kategori:Allah]]
[[Kategori:Yahudi]]
[[Kategori:Teologi Kristen]]
|