Ken Arok: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Adi.akbartauhidin (bicara | kontrib)
←Membatalkan revisi 6163361 oleh 180.248.55.185 (Bicara)
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Referensi sebelum tanda baca)
 
(357 revisi perantara oleh 95 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox royalty
'''Ken Arok''' atau sering pula ditulis '''Ken Angrok''' (lahir di Jawa Timur pada tahun [[1182]], wafat di Jawa Timur pada tahun [[1247]] atau [[1227]]), adalah pendiri [[Kerajaan Tumapel]] (yang kemudian terkenal dengan nama [[Kerajaan Singhasari|Singhasari]]). Ia memerintah sebagai raja pertama bergelar '''Rajasa''' pada tahun [[1222]] - [[1227]] (atau [[1247]]).
| name = Ken Angrok
| title = Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi<br>(ꦯꦿꦷꦫꦁꦒꦃꦫꦗꦱꦨꦠꦫꦱꦁꦲꦩꦸꦂꦮꦨꦸꦩꦶ)
| image = Bali-lontar-Tojan-Kénangrok.jpg
| caption = Bali-lontar-Tojan-Kénangrok.
| succession = [[Singhasari|Raja Tumapel]] pertama
| moretext =
| reign = 1222–1227
| coronation =
| predecessor =
| successor = [[Anusapati]]
| spouses = {{plainlist|
* [[Ken Dedes]] (Permaisuri)
* [[Ken Umang]] (Selir)
}}
| issue = {{plainlist|
* [[Anusapati]]
* [[Mahisa Wonga Teleng]]
* Apanji Saprang
* [[Agnibhaya|Guningbhaya]]
* Dewi Rumbu
* [[Tohjaya]]
* Panji Sudhatu
* Tuan Wergola
* Dewi Rambi
}}
| issue-link =
| issue-pipe =
| house = [[Rajasa]]
| father = [[Sri Jayamerta]]
| mother = Ken Ndok
| birth_date = 1182
| birth_place = [[Jawa Timur]]
| death_date = 1227
| death_place = didharmakan di situs dharma haji Kagenengan sebagai ''Çivamahadewa''
| burial_place = Candi Kagenengan ([[Gunung Kawi|wetan Sang hyang Kawi]]), [[Kabupaten Malang|Malang]], [[Jawa Timur]]
| signature =
| religion = [[Hindu]] [[Saiwa]]
}}
 
'''Ken Angrok''' biasa disebut '''Ken Arok''' atau '''Sri Ranggah Rajasa'''<ref name="Candi Kidal">Marhaen,2023. https://web.archive.org/web/20221019034933/https://museum-singhasari.site/id/</ref> atau '''Sri Girinathaputra''' lahir di timur [[Gunung Kawi]] pada tahun [[1182]], wafat di istana Tumapel, [[Tumapel|Kutaraja]] pada tahun [[1227]], adalah pendiri dari [[Wangsa Rajasa]] dan [[Kerajaan Tumapel]] yang lebih dikenal dengan nama [[Kerajaan Singhasari]]. Ia memerintah sebagai raja pertama bergelar '''Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi''' pada tahun [[1222]]. Menurut pararaton<ref>{{Cite book|date=2021|url=http://dx.doi.org/10.1007/978-3-030-58292-0_160200|title=Pararaton|location=Cham|publisher=Springer International Publishing|isbn=978-3-030-58291-3|pages=1014–1014}}</ref>Ken Arok adalah putra dari Ken Endog dengan Raja Jenggala [[Sri Jayamerta|Sri Maharaja Jayamerta Sang Brahmaraja Girindrattama Girinatha Wiswarupakumara]]<ref name=":1">{{Cite web|last=Unknown|title=Jenggala Dan Panjalu|url=https://siwisangnusantara.blogspot.com/2013/08/jilid-tiga-sejarah-nusantara-siwi-sang.html|website=SIWI SANG|access-date=2024-08-12|archive-date=2024-08-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20240812154438/https://siwisangnusantara.blogspot.com/2013/08/jilid-tiga-sejarah-nusantara-siwi-sang.html|dead-url=no}}</ref>,seorang Raja Jenggala yang mengalahkan Raja Kertajaya Kedhiri / Panjalu.
== Asal usul ==
Ken Arok adalah dikisahkan sebagai putra [[Dewa Brahma]] dengan seorang wanita desa Pangkur (Jiwut-Nglegok-Blitar) bernama Ken Ndok. Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama [[Lembong]].
 
== Silsilah ==
Ken Arok tumbuh menjadi berandalan yang lihai mencuri dan gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh [[Bango Samparan]], seorang penjudi pula yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan.
Raja Jenggala yang pada awal tahun 1194M menggempur Panjalu Kediri adalah Sri Maharaja Girindra,  ayah dari Putri Sasi Kirana.  Raja Jenggala ini disebut pula sebagai Sri Maharaja Jayamerta Sang Girindratama Girinatha wiswarupakumara,<ref name=":1" /> raja yang menganut agama Siwa. Girindra maupun Girinata artinya raja gunung. Sang Girinata juga sebutan lain bagi Dewa Siwa.
 
Selain memiliki putri bernama Sasi Kirana, Sri Maharaja Girindra ini juga memiliki seorang putra dari istri selir yang dikenal Pararaton sebagai Ken Arok.
Ken Arok tidak betah hidup menjadi anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango Samparan dari Desa Karuman (Garum-Blitar). Ia kemudian bersahabat dengan Tita, anak kepala desa Siganggeng (Senggreng-Malang). Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di seluruh kawasan [[Kerajaan Kadiri]].
 
== Versi Pararaton ==
Akhirnya, Ken Arok bertemu seorang [[brahmana]] dari [[India]] bernama [[Lohgawe]], yang datang ke tanah [[Jawa]] mencari titisan [[Wisnu]]. Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.
Ken Arok lahir pada tahun [[1182]], sebagai putra bangsawan <ref name=":0">Pitono, R Drs. (1965) "Pararaton", Jakarta: Penerbit Bhratara.</ref> dari Campara ([[Bacem, Sutojayan, Blitar]]) dengan seorang wanita desa Pangkur ([[Jiwut, Nglegok, Blitar]]) bernama ''Ken Ndok''.<ref name=":0" /><ref name=sukatman>Sukatman (2012) "Mitos Asal-usul Ken Arok Raja Singasari: Kajian Tradisi Lisan". Laporan Penelitian. Jember: FKIP Universitas Jember.</ref> .{{fact}}Beliau telah meninggal dunia saat Ken Arok masih dalam kandungan. Pada saat ibunya dibawa ke Kediri, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama ''Lembong''.<ref name=":0" />
 
Ken Arok tumbuh menjadi berandalan yang lihai mencuri dan gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh ''Bango Samparan'', seorang penjudi dari desa Karuman (sekarang [[Garum, Blitar]]) yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan.
Siapakah sebenarnya Ken Arok itu? Berdasarkan penelusuran lisan dan cerita masyarakat diketahui bahwa Ken Arok adalah putra Ken Endok. Ken Endok adalah gadis dari dusun Pangkur dekat Jiput (sekarang Jiwut)-Nglegok-Blitar yang menikah dengan Gajah Para dari Campara (sekarang Bacem)–Lodoyo-Blitar. Sepasang suami-istri ini adalah petani kaya yang menggarap sawah di Ayuga (sekarang Njegu)-Lodoyo-Blitar. Sebelum Ken Arok lahir, Gajah Para telah meninggal dunia. Masa kecilnya, Ken Arok dibuang oleh ibunya ke kuburan, kemudian ditemukan dan diasuh oleh perampok bernama Lembong dari Jiput (sekarang Jiwut)-Nglegok-Blitar Utara. Ken Arok dikenal sebagai pemuda nakal, suka berjudi menghabiskan harta orang tuanya, tetapi ia juga belajar baca-tulis, membuat perhiasan, dan belajar ilmu agama.
Dalam masa pertumbuhannya ia berkelana dan pernah diasuh oleh (a) Lembong seorang perampok dari Jiwut-Nglegok-Blitar, (b) Bango Samparan seorang penjudi dari Karuman (sekarang Garum)-Blitar, (c) Tuan Sahaya seorang guru baca-tulis, ilmu hari, penanggalan, dan ilmu sastra dari dukuh Kapundhungan-Sagenggeng (sekarang Senggreng-Pakisaji)-Malang, (d) Empu Palot, seorang tukang perhiasan dari Turyantapada (sekarang Turen)-Malang, dan (e) Dang Hyang Lohgawe seorang brahmana dari Talloka-Timur Gunung Kawi (sekarang Talok-Turen-Malang), yang mengikuti Ken Arok merantau ke Tumapel-Singasari-Malang untuk mengabdi kepada Akuwu (setingkat bupati) Tunggul Ametung. Sebagai bukti bahwa Ken Arok berasal dari Jiwut-Nglegok-Blitar, berikut ini temuan Ferry Riyandika (2011) tentang petilasan Ken Arok yang masih dikenali oleh masyarakat Nglegok-Blitar.
 
Ken Arok yang tidak betah hidup menjadi anak angkat ''Genukbuntu'', istri tua Bango Samparan dan Istri mudanya yang bernama ''Thirthaja''<ref name=":0" /> (Istri muda Bango Samparan mempunyai lima anak, yaitu Panji Bawuk, Panji Kuncang, Panji Kunal, Panji Kenengkung dan yang bungsu wanita bernama Cucupuranti),<ref name=":0" /> kemudian bersahabat dengan ''Tita'', anak kepala desa Siganggeng (sekarang [[Senggreng, Sumberpucung, Malang]]).<ref name=sukatman/> Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di seluruh kawasan [[Kerajaan Kadiri]].
Dalam kisah Kitab Pararaton disebutkan bahwa nama Jiput merupakan sebuah desa tempat lahirnya pemuda yang bersedia menjadi korban untuk pintu gerbang asrama Mpu Tapawangkeng di Bulalak agar dijelmakan ke timur Kawi yang selanjutnya akan menurunkan anak bernama Ken Angrok (Padmapuspita, 1966: 47). Dimanakah letak Desa Djiput? Alih-alih, di daerah Blitar terdapat sebuah petilasan Ken Arok. Pada bulan November tahun 2009 akhirnya saya meluncur dan mencari keletakan petilasan tersebut. Tidak susah untuk mendapatkannya,ternyata petilasan tersebut kini berada di Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Nama Desa Jiwut (Djiwut) tidak menutup kemungkinan dahulu bernama Djiput. Menurut penuturan warga setempat masih percaya bahwa Desa Jiwut merupakan tempat petilasan dari seorang tokoh yang bernama Ken Angrok. Khususnya di Dusun Lumbung, Desa Jiwut pernah terdapat beberapa tinggal-tinggalan arkeologis berupa makara, jaladwara dan batu andesit yang berbentuk seperti piramida (Knebel, 1908: 75-76).
 
Setelah itu, Ken Arok bertemu seorang [[Brahmana]] dari [[India]] bernama '''Lohgawe''',<ref name=":0" /> yang datang ke tanah [[Jawa]] mencari titisan [[Wisnu]]. Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.<ref name=sukatman/>
Menurut penuturan warga setempat yang terletak di dusun tersebut bahwa dahulu diyakini sebagai tempat bekas petilasan Ken Angrok dan memberitahukan dahulu terdapat tumpukan balok batu bata kuno besar-besar di tempat bekas petilasan tersebut namun sayang sekali keberadaanya sekarang sudah hancur dan beralih menjadi tempat ladang penduduk, sedangkan sisa batu batanya hancur karena termakan usia dan karena hujan.
 
Berdasarkan Serat Pararaton, Ken Arok (disebut pula Ken Aŋgrok) digambarkan juga sebagai keturunan Dewa Brahma. Hal ini secara simbolis menggambarkan perbedaan status sosial kognitif Ken Arok di kemudian hari dengan anak-anak seusianya pada saat itu.<ref name=":0" />
Di pemakaman umum Dusun Klampok yang berbatasan langsung dengan Dusun Lumbung ditemukan tinggalan-tinggalan berupa beberapa balok batu bata kuno, umpak dan beberapa lumpang yang berserakan di pinggir pemakaman hingga di parit luar pemakaman. Menurut penuturan warga Dusun Klampok bahwa sejak dari dahulu lumpang tersebut sengaja di taruh atau dibuang di pemakaman guna untuk menghindari dari alamat tidak baik bila memiliki keturunan yang banyak. Selain itu juga sebuah pelipit arca pecahan dari Prasasti Kinwu yang dituliskan di balik arca Ganesha keberadaanya telah ditemukan kembali di Dusun Klampok, Desa Jiwut (Suhadi, e.a, 1996: 30).
 
=== Merebut Tumapel ===
Nama Mpu Tapawangkeng juga disebut dalam Kitab Tantu Panggelaran. Diberitakan bahwa Mpu Tapawengkeng bersama kedua mpu lainnya yaitu Mpu Tapapelet dan Mpu Barang sedang membuat, mengukir patung dari emas dengan rupa seperti Bhatara Wisnu. Setelah selesai membuat benda tersebut, raja dari Daha yaitu Maharaja Taki menginginkan benda tersebut. Akhirnya ketiga mpu ini diundang di Daha dan menyerahkan benda tersebut kepada sang prabu (Piqeaud, 1924: 116-117). Jadi Mpu Tapawengkeng merupakan salah satu pejabat terhormat di Daha.
Lohgawe kemudian membawa Ken Arok ke [[Kadipaten]] [[Tumapel]] (sekarang [[Singosari, Malang]]) yaitu salah satu daerah bawahan [[Kerajaan Kadiri]], yang saat itu di pimpin oleh seorang ''akuwu'' (setara [[camat]] zaman sekarang) bernama [[Tunggul Ametung]].<ref name=":0" /> Atas bantuan Lohgawe, Ken Arok dapat diterima bekerja sebagai pengawal [[Tunggul Ametung]].
 
Ken Arok kemudian tertarik pada [[Ken Dedes]]<ref name=":0" /> istri [[Tunggul Ametung]] yang sangat cantik. Apalagi Lohgawe juga meramalkan kalau [[Ken Dedes]] akan menurunkan raja-raja tanah [[Jawa]]. Hal itu semakin membuat Ken Arok berhasrat untuk menyingkirkan Tunggul Ametung dan merebut [[Ken Dedes]], meskipun tidak direstui Lohgawe.
Dalam uraian Tantu Panggelaran disebutkan bahwa Permaisuri Maharaja Taki di Daha sedang mengandung, pada saat itu juga diberitakan bahwa Sang Hyang Ciwahaditya memiliki hutang laksa kepada Raja Taki, namun pada saat ditagih hutang sang Hyang Ciwahaditya marah dan memberi perak kepada raja, hal ini diketahui oleh permaisurinya. Akhirnya pada saat melahirkan keluarlah anak yang berwujud sapi yang berwarna "Bulalak" (perak). Permaisuri akhirnya ditendang oleh sang prabhu. Anaknya yang berwujud Sapi tersebut meninggalkan Daha bersama Samget Bhaganjing. Bhatari Cri bersumbah bahwa akan ada seorang ratu wanita yang akan menguasai seluruh Nusa Jawa dan di Daha (Piqeaud, 1924: 118-119).
 
=== Keris Mpu Gandring ===
Pada uraian selanjutnya disebutkan bahwa anak yang berwujud sapi tersebut mengembara hingga ke Mandala Bhulalak tempat Mpu Tapawangkeng yang letaknya jauh dari Daha. Adapun alasan pergi ke Mandala Bhulalak adalah untuk berobat (Piqeaud, 1924: 121-122). Apabila uraian dari Kitab Tantu Panggelaran kita sejajarkan dengan Kitab Pararaton hasilnya memiliki kesamaan, yaitu: 1. Nama Mandala Bhulalak tempat Mpu Tapawangkeng dalam Kitab Tantu Panggelaran letaknya sama dengan apa yang diberitakan oleh Kitab Pararaton. 2. Makna dari pengorbanan seorang pemuda dalam Kitab Pararaton memiliki persamaan dengan uraian dalam Kitab Tantu Panggelaran bahwa anak yang berwujud sapi pergi ke Mandala Bhulalak bertujuan untuk berobat dalam arti adalah "Ruwatan". 3. Diberitakan dalam uraian Kitab Pararaton bahwa pemuda tersebut memiliki tingkah laku tidak baik dan memutuskan tali kekang kesusilaan, dan menjadi gangguan Hyang yang gaib (Padmapuspita, 1966: 47) memiliki persamaan arti dari uraian Kitab Tantu Panggelaran dengan anak yang berwujud hewan (sapi). 4. Diberitakan bahwa anak yang berwujud sapi tersebut diusir dari Daha oleh ayahnya sama halnya dengan Pemuda yang memiliki ibu saja hal ini bisa "janda". 5. Dalam Kitab Tantu Panggelaran perjalanannya Anak berwujud sapi tersebut menjurus ke timur hingga sampai di Mandala Kawi, setelah itu kebarat menuju ke Mandala Dupaka dan berakhir di Mandala Bhulalak (Piqeaud, 1924: 121). Dalam uraian “Kitab Pararaton” diberitakan bahwa sebelum menuju Bhulalak, Pemuda tersebut berada dari Djiput (Djiwut) yang hingga sekarang masih tersisa tinggalannya. Jadi Mandala
{{Main|Keris Mpu Gandring}}
Bhulalak tempatnya harus dicari di sebelah barat Kawi. 6. Dalam Kitab Pararaton dijelaskan bahwa Ken dedes akan menurunkan raja-raja Jawa hal ini sama dengan apa yang diberitakan dalam Kitab Tantu Panggelaran tentang kutukan Bhatari Sri akan adanya ratu yang menguasai Nusa Jawa dan Daha.
Demi menjalankan ambisinya, Ken Arok membutuhkan senjata ampuh, untuk membunuh [[Tunggul Ametung]] yang terkenal sakti. Ayah angkat Ken Arok, Bango Samparan, kemudian memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama [[Mpu Gandring]]<ref name=":0" /> dari desa Lulumbang (sekarang [[Plumbangan, Doko, Blitar]]) yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh.
 
Atas permintaan Ken Arok, Mpu Gandring sanggup membuatkan senjata yaitu sebilah [[keris]] pusaka dalam waktu satu tahun. Ken Arok yang tidak sabar, lima bulan kemudian datang mengambil pesanan, Mpu Gandring menolak memberikan Keris yang belum sempurna tersebut, akhirnya keris itu direbut Ken Arok dan ditusukkan kepada [[Mpu Gandring]] sampai tewas. Dalam sekaratnya, [[Mpu Gandring]] mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh tujuh orang penguasa, termasuk Ken Arok sendiri dan keturunannya.<ref name=":0" />
Dari persamaan uraian dari kedua Kitab karya sastra tersebut maka pengorbanan yang dimaksudkan dalam Pararaton adalah ruwatan atau pengobatan yang diberitakan dalam Tantu Panggelaran. Selanjutnya Pararaton menyebutkan bahwa Pemuda tersebut menjelma menjadi seorang tokoh yang bernama Ken Arok di Timur Kawi. Dari uraian di atas kiranya kita berpikir sejenak dari mana asal Ken Arok? Dari gambaran di atas bahwa dia berasal dari Daha yang mengungsi ke Barat Kawi dan menjadi besar atau raja di Timur Kawi. Jadi, Ken Arok adalah anak dari penguasa di Daha. Dari Petilasan Ken Arok inilah kita mengetahui siapa Ken Arok, namun kini asal Ken Arok nasibnya tinggal kenangan tanpa ada perawatan dan terlupakan oleh sang waktu.
 
=== Pembunuhan Tunggul Ametung ===
Berdasarkan bukti petilasan, cerita lisan masyarakat Jiwut, kitab Pararaton, dan kitab Tantu Pagelaran, dapat diambil penafsiran bahwa: (1) Ken Arok adalah anak Gajah Para, seorang Penguasa Daerah Campara (Bacem)-Lodoyo-Blitar. Ibunya, Ken Endok, direbut Raja Kediri. Saat itu Ken Endok adalah temanten baru yang telah menikah dengan Gajah Para, lelaki dari Desa Campara (Bacem)-Lodoyo-Blitar, temanten baru selama 40 hari. Dengan demikian analisis yang menyatakan bahwa Ken Endok diperkosa Tunggul Ametung, “perlu dipertanyakan ulang”. Pemerkosaan oleh Tunggul Ametung tidak logis karena Tunggul Ametung tidak mungkin berburu di hutan sekitar Blitar karena waktu itu Blitar menjadi wilayah kerajaan Daha (Kediri), dan Tumapel menjadi wilayah Kerajaan Jenggala, dua kerajaan yang sedang bermusuhan (walaupun bersaudara kandung sama-sama keturunan Airlangga).
{{Main|Tunggul Ametung}}
Setelah kembali ke [[Tumapel]], Ken Arok menjalankan rencananya untuk melenyapkan dan merebut kekuasaan Tunggul Ametung. Mula-mula ia memberikan keris pusakanya pada Kebo Hijo,<ref name=":0" /> rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris Mpu Gandring sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui, sehingga semua orang mengira bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Dengan demikian, siasat Ken Arok berhasil.<ref name=sukatman/>
 
Malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur [[Tunggul Ametung]] dan membunuh majikannya itu di atas ranjang. [[Ken Dedes]] menjadi saksi pembunuhan suaminya, tetapi ia pun mendukung rencana pembunuhan itu, karena [[Ken Dedes]] menikah dengan [[Tunggul Ametung]] dilandasi rasa keterpaksaan.
Ken Arok adalah anak raja Kediri hasil hubungan dengan Ken Endok putri dari dusun Pangkur Kelurahan Jiwut Kecamatan Nglegok kabupaten Blitar yang tidak disetujui oleh permaisuri. Saat itu hutan Jiwut-Blitar di Gunung Kelud lereng selatan merupakan wilayah kerajaan Kediri. Saat hubungan-cinta-paksa dengan raja Daha (Sri Kameswara), Ken Endhok telah bersuami (temanten baru) dengan Gajah Para. Gajah Para adalah seorang pemimpin bawahan kerajaan Jenggala setara dengan wedana (“Gajah”) di Campara, sehingga terkenal dengan sebutan Gajah Para, yang sekarang ini tepatnya di wilayah Bacem-Lodoyo-Blitar. Dengan demikian, sebenarnya Ken Arok adalah anak laki-laki yang sah antara Gajah Para dan Ken Endhok. Beberapa hari setelah Ken Endhok “dikumpuli” Kameswara, Gajah Para meninggal dunia, tanpa ada penjelasan karena sakit atau kena apa, sehingga misterius. Sejumlah analisis yang mengatakan bahwa Ken Arok itu dari Malang, adalah runutan sejarah yang belum tuntas. Pada saat itu nama “Malang” belum dipakai, yang ada adalah nama Tumapel atau Singasari. Dengan demikian, Ken Arok bukanlah rakyat biasa tetapi keturunan raja atau anak bangsawan Jenggala (Gajah Para) dengan seorang putri keluarga brahmana di dusun Pangkur Desa Jiwut-Nglegok-Blitar (sebelah selatan Candi Penataran), yang situsnya masih bisa ditemukan dan masyarakat Jiwut masih melestarikannya lewat tradisi lisan.
 
Keesokan harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena keris Mpu Gandring yang di anggap miliknya ditemukan menancap pada mayat [[Tunggul Ametung]].
Runtuhnya kekuasaan Jawa seperti lazimnya, bersumber dari masalah internal keluarga, seperti yang dialami kerajaan Kediri, Kertajaya dibunuh saudaranya lain ibu, yakni Ken Arok saat peperangan di Ganter (Gentor)-Ponggok-Blitar. Tempat peperangan itu diabadikan sebagai makam Ken Arok sebagai penganut Hindu-Syiwa di dukuh Genengan-Kalicilik-desa Candirejo-Ponggok-Blitar. Menurut penelitian para ahli, makam itu pernah diperbaiki oleh Raja Hayam Wuruk era Majapahit.
 
Setelah Tunggul Ametung mati, Ken Arok lalu mengangkat dirinya sebagai Akuwu baru [[Tumapel]] dan menikahi [[Ken Dedes]]. Tidak seorang pun yang berani menentang keputusan itu. [[Ken Dedes]] sendiri saat itu sedang mengandung anak [[Tunggul Ametung]],<ref name=sukatman/> bernama [[Anusapati]], disebut juga Panji Anengah.<ref name=":0" />
Menurut cerita Bapak Turmudzi di candi kecil yang di pinggir sungai dahulu pernah ditemukan sejumlah perhiasan emas cukup banyak dan beragam. Ada perhiasan lelaki ada perhiasan untuk perempuan mencapai satu “capil” (tutup kepala dari bambu dianyam). Perhiasan itu sepertinya milik keluarga raja. Oleh penemunya dijual dan pemerintah terlambat menyelamatkan barang bersejarah tersebut. Bapak Turmudzi menuturkan “emas niku rodok awon, karatipun endek, rupane kuning pucet” (emas itu agak jelek, karatnya rendah soalnya warnanya kuning pucat).
 
=== Mendirikan Kerajaan Tumapel ===
Perhiasan itu kemungkinan besar milik keluarga Raja Kertajaya. Seperti diceritakan masyarakat saat terjadi peperangan dengan Ken Arok, Kertajaya terdesak. Untuk menghindari kejaran tentara Ken Arok, Kertajaya melepas semua atribut/perhiasan keluarga raja dan ditanam di sekitar candi, kemudian berpura-pura sebagai masyarakat biasa yang sedang berdoa di candi kecil pinggir sungai kecil (kali cilik). Akan tetapi penyamaran itu sudah diketahui Ken Arok, maka dibunuhlah Kertajaya dan keluarganya di candi itu. Saat itu tentara Singasari dan Kediri sedang bertempur di desa Ganter (sekarang berubah nama menjadi Gentor). Dari peristiwa ini bisa dipahami bahwa pembangunan Candi Kalicilik ini selain sebagai candi pendarmaan dan penyimpanan abu Ken Arok, juga sebagai prasasti kemenangan Ken Arok sebagai penganut Syiwa dalam memusnahkan kejahatan. Daerah Kalicilik ini relatif dekat dengan desa Jiwut, desa kelahiran Ken Arok (Sukatman, 2012).
Pada tahun [[1221]] terjadi perselisihan antara [[Kertajaya]] raja [[Kadiri]] dengan para [[brahmana]]. Para [[brahmana]] itu memilih pindah ke [[Tumapel]] meminta perlindungan Ken Arok karena diserang oleh Kertajaya. Dengan adanya kesempatan itu dan di dukung oleh para kaum brahmana, Ken Arok pun memberontak dan mempersiapkan penyerangan terhadap [[Kerajaan Kediri]], ia menyatakan Kadipaten [[Tumapel]] sebagai "Kerajaan" merdeka yang lepas dari Kerajaan Kediri. Sebagai raja pertama Tumapel ia bergelar '''Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.'''<ref name=":0" />
 
Di lain pihak, Raja [[Kertajaya]] (dalam ''[[Pararaton]]'' disebut Dhandhang Gendis)<ref name=":0" /> menyatakan tidak takut menghadapi serangan [[Tumapel]]. Ia mengaku hanya dapat dikalahkan oleh [[Bhatara Siwa]]. Mendengar hal itu, Ken Arok pun memakai gelar [[Bhatara Siwa]] (= [[Bhatara Guru]]) dan siap berperang melawan [[Kertajaya]].<ref name=":0" />
== Merebut Tumapel ==
[[Tumapel]] merupakan salah satu daerah bawahan [[Kerajaan Kadiri]]. Yang menjadi ''akuwu'' (setara [[camat]] zaman sekarang) [[Tumapel]] saat itu bernama [[Tunggul Ametung]]. Atas bantuan Lohgawe, Ken Arok dapat diterima bekerja sebagai pengawal [[Tunggul Ametung]].
 
===Pertempuran Genter===
Ken Arok kemudian tertarik pada [[Ken Dedes]] istri [[Tunggul Ametung]] yang cantik. Apalagi Lohgawe juga meramalkan kalau [[Ken Dedes]] akan menurunkan raja-raja tanah [[Jawa]]. Hal itu semakin membuat Ken Arok berhasrat untuk merebut [[Ken Dedes]], meskipun tidak direstui Lohgawe.
{{Main|Pemberontakan Ken Arok}}
Pada tahun [[1222]], Ken Arok memimpin pasukan [[Tumapel]] menyerang [[Kadiri]]. Puncak peperangan antara Kadiri dan Tumapel terjadi di dekat desa Genter (Ganter), wilayah timur Kediri. Pada pertempuran ini, pihak [[Kadiri]] kalah dan [[Kertajaya]] diberitakan melarikan diri naik ke alam [[dewa]], yang mungkin merupakan bahasa kiasan untuk mati.<ref name=sukatman/>
Kemenangan yang menentukan tersebut menyebabkan runtuhnya kerajaan Kadiri pimpinan Kertajaya dan mengukuhkan kekuasaan Ken Arok di [[Jawa Timur]], serta dimulainya [[Kerajaan Singasari|Kerajaan Tumapel]], dan pendirian pemerintahan [[Wangsa Rajasa|Dinasti Rajasa]].<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=QKgraWbb7yoC&pg=PA1208#v=onepage&q&f=false|title=Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor|last=Ooi|first=Keat Gin|date=2004|publisher=ABC-CLIO|isbn=9781576077702|language=en}}</ref>
 
=== Kematian Ken Arok ===
Ken Arok membutuhkan sebilah keris ampuh untuk membunuh [[Tunggul Ametung]] yang terkenal sakti. [[Bango Samparan]] pun memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama [[Mpu Gandring]] dari desa Lulumbang (sekarang [[Lumbang, Pasuruan]]), yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh.
Setelah [[Mahisa Wong Ateleng]] beranjak dewasa, Ken Arok mengangkat Mahisa Wong Ateleng sebagai penguasa Kediri. Hal ini menyebabkan [[Anusapati]] merasa heran pada sikap Ken Arok yang seolah menganaktirikan dirinya, padahal ia merasa sebagai putra tertua Ken Arok. Pada tahun [[1227]], setelah mendesak ibunya ([[Ken Dedes]]), akhirnya [[Anusapati]] mengetahui kalau dirinya memang anak tiri. Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya yaitu [[Tunggul Ametung]] telah mati dibunuh oleh Ken Arok.
Setelah [[Anusapati]] berhasil mendapatkan [[Keris Mpu Gandring]] yang selama ini disimpan [[Ken Dedes]]. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat sedang makan. Kemudian, [[Anusapati]] ganti membunuh pembantunya itu untuk menghilangkan jejak dan mengangkat dirinya menjadi raja Tumapel menggantikan Ken Arok.
 
Peristiwa kematian Ken Arok dalam naskah ''[[Pararaton]]'' terjadi pada tahun [[1247]] M (1169 Ç).<ref name=":0" /> Adanya peristiwa pembunuhan terhadap Sri Rajasa dalam ''[[Pararaton]]'' diperkuat oleh [[prasasti Mula Malurung]] ([[1255]]). Disebutkan dalam prasasti itu, nama pendiri [[Kerajaan Tumapel]] adalah '''Bhatara Siwa''' yang meninggal di atas takhta kencana. Berita dalam prasasti ini menunjukkan kalau kematian Sri Rajasa memang tidak sewajarnya.
[[Mpu Gandring]] sanggup membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Ken Arok tidak sabar. Lima bulan kemudian ia datang mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna itu direbut dan ditusukkan ke dada [[Mpu Gandring]] sampai tewas. Dalam sekaratnya, [[Mpu Gandring]] mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang, termasuk Ken Arok sendiri.
 
== Versi Nagarakretagama ==
Kembali ke [[Tumapel]], Ken Arok menjalankan rencananya untuk merebut kekuasaan Tunggul Ametung. Mula-mula ia meminjamkan keris pusakanya pada Kebo Hijo, rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris itu sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui, sehingga semua orang mengira bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Dengan demikian, siasat Ken Arok berhasil.
Nama Ken Arok ternyata tidak terdapat dalam ''[[Nagarakretagama]]'' ([[1365]]). Naskah tersebut hanya memberitakan bahwa pendiri [[Kerajaan Tumapel]] merupakan putra '''Bhatara Girinatha''' yang lahir tanpa ibu pada tahun [[1182]].
 
Pada tahun [[1222]] Sang Girinathaputra mengalahkan [[Kertajaya]] raja [[Kadiri]]. Ia kemudian menjadi raja pertama di [[Tumapel]] bergelar '''Sri Ranggah Rajasa Girinathaputra''' (kemungkinan nama anumerta). Ibu kota kerajaannya disebut Kutaraja (pada tahun [[1254]] diganti menjadi [[Singasari]] oleh [[Wisnuwardhana]]).
Malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur [[Tunggul Ametung]] dan membunuh majikannya itu di atas ranjang. [[Ken Dedes]] menjadi saksi pembunuhan suaminya. Namun hatinya luluh oleh rayuan Ken Arok. Lagi pula, [[Ken Dedes]] menikah dengan [[Tunggul Ametung]] dilandasi rasa keterpaksaan.
 
Sri Ranggah Rajasa meninggal dunia pada tahun [[1227]] (selisih 20 tahun dibandingkan berita dalam ''[[Pararaton]]''). Untuk memuliakan arwahnya didirikan [[candi]] di Kagenengan, di mana ia dipuja sebagai [[Siwa]], dan di Usana, di mana ia dipuja sebagai [[Buddha]].
Pagi harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena kerisnya ditemukan menancap pada mayat [[Tunggul Ametung]]. Ken Arok lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai akuwu baru di [[Tumapel]] dan menikahi [[Ken Dedes]]. Tidak seorang pun yang berani menentang kepustusan itu. [[Ken Dedes]] sendiri saat itu sedang mengandung anak [[Tunggul Ametung]].
 
Kematian Sang Rajasa dalam ''[[Nagarakretagama]]'' terkesan wajar tanpa pembunuhan. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah tersebut merupakan sastra pujian untuk keluarga besar [[Hayam Wuruk]], sehingga peristiwa pembunuhan terhadap leluhur raja-raja [[Majapahit]] dianggap aib.
== Mendirikan Kerajaan Tumapel ==
Pada tahun [[1222]] terjadi perselisihan antara [[Kertajaya]] raja [[Kadiri]] dengan para [[brahmana]]. Para [[brahmana]] itu memilih pindah ke [[Tumapel]] meminta perlindungan Ken Arok yang kebetulan sedang mempersiapkan pemberontakan terhadap [[Kadiri]]. Setelah mendapat dukungan mereka, Ken Arok pun menyatakan [[Tumapel]] sebagai kerajaan merdeka yang lepas dari [[Kadiri]]. Sebagai raja pertama ia bergelar '''Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi'''
 
Berdasarkan Negarakertagama, telah didirikan candi pendarmaan Ken Arok di Genengan sebagai Siwa dan di Usana sebagai Budha. Candi pendarmaan ini dipercaya berada di Situs Gunung Katu (sebagai Siwa) dan Situs Sokan (sebagai Budha) yang terletak di sebelah timur [[Gunung Kawi]] dan masuk ke dalam wilayah [[Wagir, Malang|Wagir]], [[Kabupaten Malang]]. Bekas-bekasnya menunggu untuk digali lebih lanjut.
[[Kertajaya]] (dalam ''[[Pararaton]]'' disebut Dhandhang Gendis) tidak takut menghadapi pemberontakan [[Tumapel]]. Ia mengaku hanya dapat dikalahkan oleh [[Bhatara Siwa]]. Mendengar sesumbar itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Siwa dan siap memerangi [[Kertajaya]].
 
== Keturunan Ken Arok dan Ken Dedes ==
Perang antara [[Kadiri]] dan [[Tumapel]] terjadi di dekat desa Ganter. Pihak [[Kadiri]] kalah. [[Kertajaya]] diberitakan naik ke alam [[dewa]], yang mungkin merupakan bahasa kiasan untuk mati.
 
[[Berkas:RajakulaRajasa.jpg|jmpl|800px|Silsilah Wangsa Rajasa dari berbagai sumber prasasti dan naskah.]]
== Keturunan Ken Arok ==
[[Ken Dedes]] telah melahirkan empat orang anak Ken Arok, yaitu [[Mahisa Wonga Teleng]], Panji Saprang, [[Agnibhaya]], dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki selir bernama [[Ken Umang]], yang telah memberinya empat orang anak pula, yaitu [[Tohjaya]], Panji Sudatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi.
 
'''Permaisuri'''
Selain itu, [[Ken Dedes]] juga memiliki putra dari [[Tunggul Ametung]] yang bernama [[Anusapati]].
* [[Ken Dedes]]
[[Berkas:RajakulaRajasa.jpg|thumb|800px|Silsilah Wangsa Rajasa dari berbagai sumber prasasti dan naskah.]]
** Anak:
*** [[Anusapati]]<br>dikenal juga dengan gelar '''Bhatara Anusapati'''
*** [[Mahisa Wong Ateleng]]<br />dikenal juga dengan gelar '''Bhatara Parameswara'''
*** Apanji Saprang
*** [[Agnibhaya]] (identik dengan Guningbhaya)
*** Dewi Rumbu
 
'''Selir'''
== Kematian Ken Arok ==
* [[Ken Umang]]
[[Anusapati]] merasa heran pada sikap Ken Arok yang seolah menganaktirikan dirinya, padahal ia merasa sebagai putra tertua. Setelah mendesak ibunya ([[Ken Dedes]]), akhirnya [[Anusapati]] mengetahui kalau dirinya memang benar-benar anak tiri. Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya bernama [[Tunggul Ametung]] telah mati dibunuh Ken Arok.
**Anak:
*** [[Tohjaya]]
*** Panji Sudhatu
*** Wergola
*** Dewi Rambi
 
[[Ken Dedes]] telah melahirkan empat orang anak Ken Arok, yaitu [[Mahisa Wonga Teleng]], Apanji Saprang, [[Agnibhaya]], dan Dewi Rumbu.
[[Anusapati]] berhasil mendapatkan [[Keris Mpu Gandring]] yang selama ini disimpan [[Ken Dedes]]. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat sedang makan sore hari. [[Anusapati]] ganti membunuh pembantunya itu untuk menghilangkan jejak.
 
Ken Arok juga memiliki selir bernama [[Ken Umang]], yang telah memberinya empat orang anak pula, yaitu [[Tohjaya]], Panji Sudhatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi.
Peristiwa kematian Ken Arok dalam naskah ''[[Pararaton]]'' terjadi pada tahun [[1247]].
 
Selain itu, [[Ken Dedes]] juga memiliki putra dari [[Tunggul Ametung]] (versi Pararaton) yang bernama [[Anusapati]]. Semua anak Ken Arok berjumlah 9 orang, 1 anak tiri laki-laki, 6 anak kandung laki-laki dan 2 anak kandung wanita.<ref name=":0" />
== Versi Nagarakretagama ==
Nama Ken Arok ternyata tidak terdapat dalam ''[[Nagarakretagama]]'' ([[1365]]). Naskah tersebut hanya memberitakan bahwa pendiri [[Kerajaan Tumapel]] merupakan '''putra Bhatara Girinatha''' yang lahir tanpa ibu pada tahun [[1182]].
 
== Nama dan Karakter Ken Arok ==
Pada tahun [[1222]] Sang Girinathaputra mengalahkan [[Kertajaya]] raja [[Kadiri]]. Ia kemudian menjadi raja pertama di [[Tumapel]] bergelar '''Sri Ranggah Rajasa'''. Ibu kota kerajaannya disebut Kutaraja (pada tahun [[1254]] diganti menjadi [[Singasari]] oleh [[Wisnuwardhana]]).
Nama asli Ken Arok atau Sri Rajasa tidak diketahui. Nama '''Ken Arok''' hanya dijumpai dalam ''[[Pararaton]]'', sehingga diduga kuat merupakan nama ciptaan si pengarang sebagai nama masa muda dari '''Sri Rajasa'''. "Ken" diartikan "putra atau putri pejabat", nama "Arok", diduga berasal dari kata "rok" yang artinya "rampas", jadi nama "Arok" bisa juga diartikan "perampas". Tokoh Ken Arok memang dikisahkan sebagai anak pejabat yang suka merampas dan gemar berkelahi. Sedangkan "Sri" artinya "Bangsawan" (raja atau ratu), nama ''Rajasa'' dalam bahasa sansekerta diartikan dengan "merebut". Selain dijumpai dalam naskah sastra Pararaton dan Negarakertagama, juga dijumpai dalam "Prasasti Balawi" yang dikeluarkan oleh [[Raden Wijaya]], pendiri [[Majapahit]] tahun [[1305]]. Dalam prasasti itu [[Raden Wijaya]] mengaku sebagai anggota keluarga [[Wangsa Rajasa]] dan memang adalah keturunan Rajasa. Nama "Sri Rajasa" ini adalah bentuk halus dari nama "Ken Arok".
 
Pengarang ''[[Pararaton]]'' juga menciptakan karakter tokoh Ken Arok sebagai masa muda Sri Rajasa dengan penuh keistimewaan. Ken Arok sendiri diberitakan sebagai putra [[Brahma]], titisan [[Wisnu]], serta penjelmaan [[Siwa]], sehingga seolah-olah karakter dan kekuatan [[Trimurti]] berkumpul dalam dirinya.
Sri Ranggah Rajasa meninggal dunia pada tahun [[1227]] (selisih 20 tahun dibandingkan berita dalam ''[[Pararaton]]''). Untuk memuliakan arwahnya didirikan [[candi]] di Kagenengan, di mana ia dipuja sebagai [[Siwa]], dan di Usana, di mana ia dipuja sebagai [[Buddha]].
 
Terlepas dari benar atau tidaknya kisah Ken Arok, dapat ditarik kesimpulan kalau Sri Rajasa, pendiri [[Kerajaan Tumapel]], merupakan seorang anak bangsawan, yang dipercaya sebagai titisan Dewa, yang memiliki kecerdasan (Brahma), wibawa (Wisnu) dan keberanian (Siwa), di atas rata-rata sehingga dapat mengantarkan dirinya sebagai pendiri dan pembangun suatu dinasti baru yang menggantikan dominasi keturunan [[Airlangga]] dan [[Wangsa Isyana]] dalam memerintah [[pulau Jawa]].
Kematian Sang Rajasa dalam ''[[Nagarakretagama]]'' terkesan wajar tanpa pembunuhan. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah tersebut merupakan sastra pujian untuk keluarga besar [[Hayam Wuruk]], sehingga peristiwa pembunuhan terhadap leluhur raja-raja [[Majapahit]] dianggap aib.
 
== Referensi ==
Adanya peristiwa pembunuhan terhadap Sang Rajasa dalam ''[[Pararaton]]'' diperkuat oleh [[prasasti Mula Malurung]] ([[1255]]). Disebutkan dalam prasasti itu, nama pendiri [[Kerajaan Tumapel]] adalah '''Bhatara Siwa''' yang meninggal di atas takhta kencana. Berita dalam prasasti ini menunjukkan kalau kematian Sang Rajasa memang tidak sewajarnya.
 
{{reflist}}
== Keistimewaaan Ken Arok ==
Nama '''Rajasa''' selain dijumpai dalam kedua naskah sastra di atas, juga dijumpai dalam prasasti Balawi yang dikeluarkan oleh [[Raden Wijaya]], pendiri [[Majapahit]] tahun [[1305]]. Dalam prasasti itu [[Raden Wijaya]] mengaku sebagai anggota [[Wangsa Rajasa]]. [[Raden Wijaya]] memang adalah keturunan Ken Arok.
 
== Kepustakaan ==
Nama Ken Arok memang hanya dijumpai dalam ''[[Pararaton]]'', sehingga diduga kuat merupakan ciptaan si pengarang sebagai nama asli Rajasa. ''Arok'' diduga berasal dari kata ''rok'' yang artinya "berkelahi". Tokoh Ken Arok memang dikisahkan nakal dan gemar berkelahi.
 
Pengarang ''[[Pararaton]]'' sengaja menciptakan tokoh Ken Arok sebagai masa muda Sang Rajasa dengan penuh keistimewaan. Kasus yang sama terjadi pula pada ''[[Babad Tanah Jawi]]'' di mana leluhur raja-raja [[Kesultanan Mataram]] dikisahkan sebagai manusia-manusia pilihan yang penuh dengan keistimewaan. Ken Arok sendiri diberitakan sebagai putra [[Brahma]], titisan [[Wisnu]], serta penjelmaan [[Siwa]], sehingga seolah-olah kekuatan [[Trimurti]] berkumpul dalam dirinya.
 
Terlepas dari benar atau tidaknya kisah Ken Arok, dapat ditarik kesimpulan kalau pendiri [[Kerajaan Tumapel]] merupakan perkawinan seorang bangsawan yang dipercaya sebagai titisan Dewa Brahma dengan seorang rakyat jelata, namun memiliki keberanian dan kecerdasan di atas rata-rata sehingga dapat mengantarkan dirinya sebagai pembangun suatu dinasti baru yang menggantikan dominasi keturunan [[Airlangga]] dalam memerintah [[pulau Jawa]].
 
== Keturunan ==
* Ken Arok dikenal sebagai pendiri [[Dinasti Rajasa]], yakni dinasti yang menurunkan raja-raja [[Singhasari]] dan [[Majapahit]] hingga [[abad ke-16]]. Raja-raja Demak, Pajang, dan Mataram Islam, juga merupakan keturunan Dinasti Rajasa.
 
== Kepustakaan ==
* Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka
* R.M. Mangkudimedja. 1979. ''Serat Pararaton Jilid 2''. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan'' (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
* [[Slamet Muljana]]. 1979. ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya''. Jakarta: Bhratara
* Pogadaev, V. A. The Bloody Throne of Java. Zhivaya istoriya Vostoka (The Live History of Orient). Мoscow: Znanie, 1998, p.&nbsp;172-179.
* Sukatman.2012. "Mitos Asal-usul Ken Arok: Kajian Tradisi Lisan". Laporan Penelitian. Jember: FKIP Universitas Jember.
 
{{kotak mulai}}
== Pranala luar ==
{{s-reg}}
* [http://tamejo.xtgem.com/ebook/dokumentasi/Ken%20Arok%20Brandal%20Yang%20Menjadi%20Raja.txt Ken Arok Brandal yang Menjadi Raja]
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Tumapel (Singhasari)|tahun=[[1222]] — [[1227]]|pendahulu= - |pengganti=[[Anusapati]]}}
{{kotak selesai}}
 
== Lihat pula ==
 
* [[Kerajaan Singhasari]]
* [[Museum Singhasari]]
* [[Ken Dedes]]
* [[Tunggul Ametung]]
* [[Anusapati]]
* [[Kertajaya]]
* [[Mpu Gandring]]
* [[Pemberontakan Ken Arok]]
 
{{lifetime|1182|1227|Arok, Ken}}
{{kotak mulai}}
{{s-reg}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Tumapel (Singhasari)|tahun=[[1222]] — [[1227]]|pendahulu=-|pengganti=[[Anusapati]]}}
{{kotak selesai}}
 
[[Kategori:Raja Singhasari]]
[[Kategori:Kerajaan Singhasari]]
[[Kategori:Kelahiran 1182]]
[[Kategori:Kematian 1247]]
[[Kategori:Kematian 1227]]
[[Kategori:Pembunuh]]
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh di Nusantara]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
 
[[enKategori:KenDinasti ArokRajasa]]
[[fr:Ken Arok]]
[[jv:Kèn Arok]]
[[map-bms:Ken Angrok]]
[[nl:Ken Arok]]