Kiras Bangun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Zemsontarna (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Wadaihangit (bicara | kontrib)
Menambahkan foto beserta infobox #WPWP
 
(37 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Nama Karo|[[Suku Karo|Karo]]|[[Bangun]]}}{{Infobox orang}}
'''Kiras Bangun''' atau Garamata(si mata merah) adalah pejuang kemerdekaan melawan penjajahan Belanda asal Karo. Lahir di Batu Karang 1852, dari ayah yang beristri tiga Kiras Bangun ersembuyakken(bersaudarakan) 5 orang, 4 orang saudara dan 1 orang saudari. Dari keluarga berdarah bangsawan(masih dalam keluarga raja urung silima kuta) ber-merga Peranginangin dari cabang(sub-)merga Bangun, yang kental dengan tradisi Karo, dimana ayahnya yang juga merupakan tokoh masyarakat dan adat menempa beliau menjadi sosok yang humanis, disiplin, bijaksana, dan berpendirian teguh. Hal ini tampak dari penolakannya yang keras terhadap tawaran-tawaran Belanda yang ingin membuka perkebunan di wilayah Karo yang dalam pemikiran seorang Kiras Bangun ini kelak akan menyengsarakan dan membuat kaum pribumi akan tersingkir dari tanah nenek moyangnya.
'''Kiras Bangun''' (1852 – 22 Oktober 1942), juga dikenal dengan julukan '''Garamata''' (berarti "bermata merah"), adalah salah seorang [[Pahlawan Nasional Indonesia]] yang berasal dari Desa Batukarang, Kec. Payung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kiras Bangun menggalang kekuatan lintas agama di [[Sumatera Utara]] dan [[Karo]] untuk menentang penjajahan [[Belanda]].<ref name=":0" /> Kiras berhasil mengumpulkan kurang lebih 3000 pasukan.<ref name="Media">{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-07-01|title=Kiras Bangun: Masa Muda, Perjuangan, dan Kematian Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/01/170000479/kiras-bangun--masa-muda-perjuangan-dan-kematian|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-01-14}}</ref> Kiras merupakan ayah kandung dari [[Payung Bangun (tokoh militer)|Payung Bangun]], tokoh militer yang memimpin pasukan [[Barisan Harimau Liar]] (BHL).
 
== Riwayat ==
Kiras Bangun lahir pada tahun [[1852]], di kampung Batu Karang, Kecamatan Payung, [[Kabupaten Karo]], Sumatera Utara.<ref name=":0">{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=398}}</ref> Semasa mudanya, ia bekelana dari satu ''urung'' (desa) ke ''urung'' lain untuk memelihara norma, adat dan budaya.<ref>{{harvnb|Ajisaka|2008|p=233}}</ref> Kerjasama antar desa yang digalang tersebut menghasilkan pasukan yang disebut pasukan Urung, yang beberapa kali terlibat pertempuran dengan Belanda di Tanah Karo sejak tahun 1905. Kiras juga memimpin gerakan bawah tanah di daerah tersebut. Sementara itu tentara Belanda menggunakan taktik ''oportuniteit beginsel'' yang membuatnya keluar dari persembunyian dan menangkap serta membuangnya ke Riung.<ref>{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=400}}</ref> Pada tahun 1909, ia dilepaskan, meskipun masih dalam pengawasan Belanda.<ref>{{harvnb|Sudarmanto|2007|pp=400–401}}</ref> Dari tahun 1919 sampai 1926, ia dibantu oleh kedua putranya memimpin pemberontakan di Tanah Karo. Kiras yang juga dikenal dengan nama Garamata itu bersama kedua anaknya akhirnya dibuang ke Cipinang di mana ia terus berjuang melawan penjajahan Belanda dalam bidang kemanusiaan.<ref name="sudarmanto401"/> Kiras meninggal pada tanggal [[22 Oktober]] [[1942]] dan dimakamkan di [[Batukarang, Payung, Karo|Desa Batukarang]], [[Payung, Karo|Payung]], [[Kabupaten Karo]].<ref name="sudarmanto401">{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=401}}</ref> Kiras Bangun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]] pada [[9 November]] [[2005]] dalam rangka peringatan Hari Pahlawan [[10 November]] 2005.<ref>Keppres No. 82/TK/2005.</ref>
 
== Masa Muda ==
Kiras Bangun pada waktu muda tidak pernah menempuh pendidikan formal. Meskipun begitu beliau berhasil menguasai bahasa Melayu dan aksara Karo. Tak hanya itu beliau juga mampu menulis dan membaca huruf latin.<ref name="Media"/> Kiras Bangun juga pernah diangkat sebagai Ketua Adat Karo Lima Senina hingga kemudian menjadi Penghulu Lima Senina di Batu Karang.<ref>{{Cite web|title=Kiras Bangun (Garamata)|url=http://ikpni.or.id/pahlawan/kiras-bangun/|website=IKPNI|language=en-US|access-date=2023-01-14}}</ref>
 
== Referensi ==
'''Kiras Bangun''' adalah seorang [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Kiras Bangun menggalang kekuatan lintas agama di [[Sumatera Utara]] dan [[Aceh]] untuk menentang penjajahan [[Belanda]]. Dia merupakan ulama kelahiran [[1852]], kampung Batu Karang, Kabupaten [[Karo]], Sumatera Utara. Kerjasama yang digalang tersebut menghasilkan pasukan yang disebut pasukan Urung yang beberapa kali terlibat pertempuran dengan Belanda di Tanah Karo. Kiras juga memimpin gerakan bawah tanah di daerah tersebut. Kiras yang juga dikenal dengan nama Garamata itu akhirnya dibuang ke Cipinang bersama kedua anaknya antara tahun 1919-1926. Kiras gugur pada [[22 Oktober]] [[1942]] dan dimakamkan di [[Desa Batu­karang]], [[Kecamatan Payung]].
{{reflist}}
 
== Pustaka ==
{{refbegin}}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=a53K2ngY_Y8C |title=Jejak-Jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia |language=Indonesian |first=J.B. |last=Sudarmanto |publisher=Grasindo |location=Jakarta |year=2007 |isbn=978-979-759-716-0 |ref=harv}}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=rVQoHVbUNvIC |title=Mengenal Pahlawan Indonesia |language=Indonesian |edition=Revised |first=Arya |last=Ajisaka |publisher=Kawan Pustaka |location=Jakarta |year=2008 |isbn=978-979-757-278-5 |ref=harv}}
{{refend}}
 
{{lifetime|1852|1942|}}
Tanger ko nakan si nipan kami enda, (masaklah engkau nasi yang kami makan)
Tangar ko bengkau si nipan kami enda,(masaklah engkau lauk-pauk yang hendak kami makan)
Tanger ko lau si inem kami enda, (masaklah enkau air yang hendak kami minum)
Kami ersumpah bekas arih – arih kami ersada ngelawan Belanda adi ia reh ku Tanah Karo njajah kami (kami bersumpah dengan bahu menbahu melawan Belanda jika datang ke Tanah Karo hendak menjajah kami)
Ras ipelawes sienggo ringan i kabanjahe (dan kami akan mengusir yang telah berada di Kabanjahe)
Si bagi Mara – mata Belanda.(Dan seperti orang(pihak-pihak) yang merah/membara matanya seperti Belanda(maksudnya ketamakan, hendak menguasai/menjajah))
Ndigan pagi kami engkar ibas perbelawanen kami enda(Jikalau suatu waktu kami mengingkari sumpah kami)
Mate kami ibunuh nakan, ibunuh bengkau, ibunuh lau sini inem kami enda(matilah kami karena makanan dan minuman yang kami telan)
Janah keturunen kami (Juga keturunan kami)
La nai banci selamat merjat Tanah Karo enda.(Tidak akan selamat jika menginjak Taneh Karo ini).
 
 
Dengan kekuatan pasukan yang digalang dari wilayah Sumatera Utara dan Aceh, Kiras Bangun terus bergerak melakukan perlawanan, namun satu per satu benteng pertahanan pasukan simbisa dapat dikuasai musuh salah satunya benteng pertahanan di Lingga Julu(Lingga Hulu) yang dimana salah seorang pinpinan pasukan simbisa pun ikut menjadi korban. Kalahnya pertahanan di Lingga Julu, maka pasukan simbisa harus bergerak mundur. 15 September 1904 terjadi pertempuran sengit di Kandibata, Mbesuka, dan Tembisuh, Batu Karang, dan hampir diseluruh dataran tinggi Karo, Dairi, Aceh Tenggara, dan Aceh Selatan. Namun, dibawah komando Kiras Bangun dan juga dibantu oleh kaum pernandén(nandé = ibu) yang dalam setiap pertempuran ikut membantu logistik dan bersorak(er-alep alep) memberi semangat, pasukan urung/simbisa tak henti-hentinya melakukan perlawanan. Dalam pertempuran ini, tercatat setidaknya 30 orang pasukan urung meninggal dunia dan puluhan orang terluka. Pertempuran yang sengit membuat pasukan simbisa/urung berpencar, namun keesokan harinya ditetapkan Kuala menjadi daerah tempat berkumpul seperti yang telah dipesankan kepada seluruh pasukan. Menghindari kejaran Belanda, pasukan simbisa/urung berpindah menuju Liren, Kuta Gamber, Kempawa, Pamah dan Lau Petundal dan membangun basis pertahanan. Daerah ini termasuk dalam wilayah Dairi yang berbatasan dengan Aceh Selatan, Aceh Tenggara dan Tanah Karo yang dimana medanya bergunung-gunung, lembah yang dalam dan terjal, gersang, berpenduduk jarang sehingga Kiras Bangun merasa daerah ini cocok menjadi basis gerillya untuk mengganggu pemerintahan dan basis pertahanan Belanda. Akan tetapi, karena medan yang susah mereka lemah dalam hal dukungan logistik. Dari tempatnya berdiam sementara ini, Kiras Bangun tidak berdiam saja, akan tetapi dia rutin melakukan aksi-aksinya bersama pasukannya, melakukan kunjungan-kunjungan baik ke basis-basis pertahanan maupun untuk meyakinkan penguasa-penguasa di Sumatera Utara dan Aceh untuk jangan henti melawan, sehingga dimana-mana terjadi pertempuran yang dilakukan rakyat setempat untuk mengusir penjajah belanda.
 
karena tertekan, Belanda semakin memperkuat pasukannya di dataran tinggi dan melakukan penyisiran untuk mencari keberadaan Kiras bangun, namun tidak berhasil. Segala usaha dilakukan Belanda untuk menangkap Kiras bangun, dengan cara melakukan tekanan terhadap masyarakat sipil.Dimana mana terjadi pertempuran dan korban berjatuhan baik dari perjuang maupun dari rakyat kecil, yang membuat hati nurani kiras bangun pilu. Sehingga dengan berat hati dan tidak mau jatuh korban yang lebih banyak akhirnya beliau pun menyerahkan diri, namun dengan penuh harapan dan cita cita pada suatu saat dapat bangkit kembali mengusir Belanda.
 
Garamata dihukum dalam bentuk pengasingan di perladangan Riung selama 4 tahunhingga akhirnya dibuang ke Cipinang bersama kedua putranya antara tahun 1919-1926, hal ini dilakukan Belanda agar Kiras Bangun tidak dapat lagi berhubungan dengan pejuang dan masyarakat Karo, sehingga perjuangan dapat diredam dengan mudah. Kiras Bangun atau Garamata gugur pada tanggal 22 Oktober 1942, namun keteladanannya dalam memimpin, serta kemampuannya untuk menyatukan pejuang-pejuang dan penguasa di Sumatera Utara dan Aceh membuat semangat perjuangannya tidak pernah padam.
 
 
Atas keteladanan dan jasa-jasanya, maka pada 9 November 2005 yang juga bertepatan dengan “Hari Pahlawan(10 November)”, Kiras Bangun(Garamata) dianugrahi gelar “Pahlawan Nasional Indonesia” oleh Presiden Repoblik Indonesia : Susilo Bambang Yudhoyono. Kiras Bangun sang pejuang dan teladan layak memperoleh pengakuan negri ini sebagai seorang pahlawan nasional, bahkan pemerintah Sumatera Utara terkhususnya daerah-daerah yang menjadi basis perjuangannya yang saat ini telah tumbuh menjadi daerah tingkat II(Kabupaten/Kota) layaklah menganugrahkan gelar kehormatan dan penghargaan atas jasanya, baik berupa penambalan namanya sebagai nama jalan ataupun tugu(monumen) untuk mengenang perjuangan dan jasa-jasanya. JASMERAH(Jangan sekali-kali lupakan sejarah).
Kiras Bangun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]] pada [[9 November]] [[2005]] dalam kaitan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2005.
 
 
{{Pahlawan Indonesia}}
 
[[Kategori:Tokoh Batak]]
[[Kategori:Tokoh Karo]]
[[Kategori:Marga Bangun]]
[[Kategori:Tokoh dari Karo]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
 
[[en:Kiras Bangun]]