Wudu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Nadiruski (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(115 revisi perantara oleh 64 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Istiqlal Mosque Wudhu (Ablution).JPG|thumb|300px|Orang-orang sedang berwudu sebelum melaksanakan salat di [[Masjid Istiqlal]].]]
{{Islam}}
'''Wudu''' ([[Bahasa Arab|Arab]]: <font size=5> الوضوء </font> '''al-wu{{IPA|ḍ}}ū'''', [[Bahasa Urdu|Urdu]]: وضو '''wazū'''') atau '''abdas''' ([[Bahasa Persia|Persia]]: آبدست ''ābdast'', [[Bahasa Turki|Turki]]: abdest) adalah salah satu cara menyucikan anggota [[tubuh]] dengan [[air]].{{Sfn|Muiz|2013|p=15|quote="Menurut bahasa, wudu berasal dari kata wadha'ah yang berarti kebersihan dan baik."}} Seorang Muslim diwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan [[salat]]. Berwudu juga dapat dilakukan dengan [[debu]] yang disebut [[tayammum]].{{Sfn|Muiz|2013|p=15|quote="Menurut istilah syara' (terminologi), wudu adalah menggunakan air yang suci dan menyucikan pada anggota tubuh yang empat (yaitu wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki) dengan cara yang khusus menurut syariat."}} Sejarah pensyariatan wudu terdapat dalam [[Al-Qur'an]] pada [[Surah Al-Ma’idah|Surah Al-Ma'idah]] ayat 6, bersamaan dengan perintah salat fardu, yaitu enam bulan sebelum Nabi [[Muhammad]] hijrah ke [[Madinah]].<ref>{{Cite book|last=Ahyar|first=H. Ahmad|last2=Najibullah|first2=Ahmad|date=2021-09-17|url=https://books.google.com/books?id=eINDEAAAQBAJ&newbks=0&hl=id|title=Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VII|publisher=Bumi Aksara|isbn=978-602-444-933-9|language=id}}</ref> Persyaratan untuk melaksanakan wudu ada lima, dengan enam hukum fardu. Selain itu, terdapat delapan hal yang membatalkan wudu.{{Sfn|Adil|2018|p=76}}
'''Wudu''' ([[Bahasa Arab|Arab]]:<font size=5> الوضوء </font>'''al-wu{{IPA|ḍ}}ū'''', [[Persian language|Persian]]:آبدست ''ābdast'', [[Turkish language|Turkish]]: abdest, [[Urdu language|Urdu]]: وضو '''wazū'''') adalah salah satu cara mensucikan anggota tubuh dengan [[air]]. Seorang muslim dwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan [[salat]]. Berwudu bisa pula menggunakan debu yang disebut dengan [[tayammum]].
 
== Persyaratan ==
== Air yang boleh digunakan ==
Sebelum melaksanakan salat, tiap muslim wajib melakukan wudu. Caranya adalah dengan membersihkan bagian tubuh tertentu menggunakan [[air]]. Wudu mejadi syarat wajib sebelum melaksanakan salat wajib maupun salat sunah. Syarat pelaksanaan wudu adalah berislam, berakal sehat, menggunakan air suci,{{Sfn|Muiz|2013|p=16}} dan tidak berpenghalang.<ref>Hadits Kholid bin Mi’dan bahwasanya nabi {{saw}} melihat seorang laki-laki yang pada kakinya ada seukuran dirham yang tidak terkena air (wudlu), maka nabi {{saw}} memerintahkan laki-laki tersebut untuk mengulangi wudlu. Hadits shohih riwayat Abu Dawud dan ada tambahan الصَّلاَةَ yaitu (nabi {{saw}} memerintahkannya untuk mengulangi sholat, Irwaul Golil no 86).</ref> Makna berakal sehat ialah mampu membedakan antara hal yang baik dengan hal yang buruk. Sementara itu, air suci adalah air yang belum pernah digunakan untuk kegunaan lain, misalnya [[Hujan|air hujan]], [[air laut]], air sungai, [[salju]] yang mencair, dan air dari [[Tangki air|tangki]] atau [[kolam]] besar. Penghalang di dalam wudu adalah najis atau [[hadas]]. Penghalang ini terbagi menjadi dua yaitu penghalang lahir dan penghalang [[biologi]]s. Penghalang lahir misalnya kotoran yang menempel di sela-sela [[kuku]], sedangkan penghalang biologis misalnya [[Menstruasi|haid]] dan [[nifas]] bagi wanita. Syarat tambahan diberikan kepada orang dengan penyakit yang membuatnya selalu berhadas. Bagi penderita penyakit selalu berhadas, wudu dilakukan setiap memasuki waktu salat. Penyakit berhadas ini misalnya [[keputihan]] dan tidak mampu menahan [[buang air kecil]].{{Sfn|Syafril|2018|p=2}}
* Air hujan
* Air sumur
* Air terjun, [[laut]] atau [[sungai]]
* Air dari lelehan [[salju]] atau [[es batu]]
* Air dari tangki besar atau kolam
 
== Tata cara ==
== Air yang tidak boleh digunakan ==
Wudu dimulai dengan niat kemudian membaca Basmalah dilanjutkan dengan membasuh kedua telapak tangan. Selanjutnya berkumur membasuh hidung lalu bagian muka, kedua telapa tangan hingga mencapai [[siku]], mengusap bagian kepala dan telinga lalu diakhiri dengan membasuh kedua telapak kaki hingga [[tumit]]. Pelaksanaan wudu ini dilakukan secara berurutan dan di dahulukan bagian kanan masing-masing 1x akan tetapi kalau di rasa belum sempurna bisa di ulangi sampai batasnya 3x.{{Sfn|Syafril|2018|p=3-4}}
* Air yang tidak bersih atau ada [[najis]]
* Air sari [[buah]] atau [[pohon]]
* Air yang telah berubah warna, rasa dan bau dan menjadi pekat karena sesuatu telah direndam didalamnya
* Air dengan jumlah sedikit (kurang dari 1000 liter) yang terkena sesuatu yang tidak bersih seperti [[urin]], [[darah]] atau minuman anggur atau ada seekor binatang mati didalamnya
* Air bekas Wudu
Air bekas wudu apabila sedikit, maka tidak boleh digunakan, dan termasuk sebagai air [[musta'mal]], sebagaimana hadits:
Abdullah bin Umar ra. Mengatakan, “Rasulullah SAW telah bersabda: “Jika air itu telah mencapai dua qullah, tidak mengandung kotoran. Dalam lafadz lain:”tidak najis”. (HR Abu Dawud, Tirmidhi, Nasa’i, Ibnu Majah)
 
== Pembatalan ==
Menurut pendapat 4 Mahzab:
Wudu dapat menjadi batal akibat beberapa hal. Penyebab paling umum adalah keluarnya kotoran dari [[anus]] atau [[alat kelamin]]. Penyebab berikutnya adalah tidur dengan posisi tubuh tengkurap atau kaki terangkat. Wudu juga dapat batal akibat orang yang berwudu kehilangan akal sehat akibat [[mabuk]], sakit, [[epilepsi]], atau [[gila]]. Batalnya wudu juga disebabkan karena bersentuhan langsung antara [[kulit]] dengan kulit pada orang yang bukan [[mahram]]. Keberadaan atau ketidakberadaan [[hawa nafsu]] tidak mempengaruhi pembatalan wudu. Kondisi terakhir yang dapat membatalkan wudu adalah menyentuh lubang anus sendiri maupun orang lain baik dalam keadaan hidup atau telah meninggal.{{Sfn|Syafril|2018|p=9}}
 
=== Keluar kencing, tinja dan air mani ===
1. Ulama Al-Hanafiyah
Menurut [[ijmak]], air kencing dan kotoran yang keluar dari kemaluan dan anus hukumnya membatalkan wudu. Sesuatu yang lain selain keduanya apabila keluar dari kemaluan dan dubur juga membatalkan wudu. Hanya Mazhab Maliki yang berpendapat bahwa keluarnya sesuatu selain air kencing dan kotoran dari kemaluan dan dubur tidak membatalkan wudu. Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Maliki berpendapat bahwa air mani yang keluar telah membatalkan wudu. Sedangkan Mazhab Syafi'i berpendapat keluarnya air mani tidak membatalkan wudu, tetapi mewajibkan wandi wajib. Sedangkan Mazhab Hanafi berpendapat bahwa air kecing, kotoran dan air mani membatalkan wudu.{{Sfn|ad-Dimasyqi|2017|p=20}}
 
=== Menyentuh kemaluan sendiri ===
Menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta’mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudu` atau mandi.
Para imam mazhab menyepakati bahwa wudu tidak batal ketika seseorang menyentuh [[Alat kelamin|kemaluan]]<nowiki/>nya sendiri bukan dengan tangan. Namun, mereka berbeda pendapat tentang pembatalan wudu akibat menyentuh kemaluan dengan tangan. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukumnya membatalkan wudu dengan menggunakan sisi tangan bagian manapun. Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa wudu batal jika menyentuh kemaluan tanpa penghalang menggunakan tangan bagian dalam. Pembatalan wudu ini berlaku pada kondisi adanya syahwat maupun tidak. Wudu tidak batal jika bagian tangan yang menyentuh adalah punggung tangan. Mazhab Hambali berpendapat bahwa menyentuh kemaluan dengan tangan telah membatalkan wudu dengan menggunakan bagian tangan yang manapun. Sedangkan Mazhab Maliki berpendapat bahwa pembatalan wudu hanya terjadi ketika memiliki syahwat saat tangan menyentuh kemaluan.{{Sfn|ad-Dimasyqi|2017|p=20}}
Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudu` untuk salat atau mandi wajib) atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudu sunnah atau mandi sunnah.
Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta’mal. Bagi mereka, air musta’mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudu atau mandi.
 
=== Menyentuh kemaluan orang lain ===
2. Ulama Al-Malikiyah
Mazhab Hambali dan Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa menyentuh kemaluan orang lain tidak membatalkan wudu. Hal ini berlaku kepada orang yang menyentuh dan orang yang disentuh. Pemberlakuan ini untuk anak-anak maupun [[dewasa]] yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Mazhab Maliki berpendapat bahwa wudu tidak batal ketika kemaluan disentuh oleh anak kecil. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa menyentuh kemaluan orang lain tidak membatalkan wudu siapapun yang disentuh.{{Sfn|ad-Dimasyqi|2017|p=20-21}}
 
Sementara itu, Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Hanafi berpendapat bahwa orang yang disentuh kemaluannya tidak batal wudunya. Hanya Mazhab Maliki yang berpendapat bahwa wudu orang yang disentuh kemaluannya menjadi batal.{{Sfn|ad-Dimasyqi|2017|p=21}}
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudu atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis).
Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan ‘bahwa yang musta’mal hanyalah air bekas wudu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa air musta’mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan.
Artinya, bisa dan sah digunakan digunakan lagi untuk berwudu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah (kurang disukai).
 
=== Pembatalan yang disepakati ===
3. Ulama Asy-Syafi`iyyah
Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan sahnya wudu dan telah disepakati, di antaranya adalah:
# Keluar sesuatu dari lubang kelamin dan anus, berupa tinja, kencing, kentut (buang angin),<ref>Rasulullah {{saw}} memberi fatwa kepada seseorang yang ragu apakah dia kentut dalam salat ataukah tidak, “Jangan dia memutuskan salatnya sampai dia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zaid),</ref>{{Sfn|Muiz|2013|p=26}} dan semua hadats besar seperti keluarnya air mani, madzi, jima', haid, nifas,<ref>Berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib dari nabi {{saw}} bahwa dia bersabda tentang seseorang yang mengeluarkan madzi, “Hendaknya dia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).</ref>
# Tidur lelap (dalam keadaan tidak sadar),{{Sfn|Muiz|2013|p=26}}
# Hilangnya akal karena mabuk, pingsan dan gila,<ref>Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/133.</ref>{{Sfn|Muiz|2013|p=26}}
# Memakan daging unta,<ref>“Ada seseorang yang bertanya pada rasulullah {{saw}}, “Apakah aku mesti berwudhu setelah memakan daging kambing?” Dia bersabda, “Jika engkau mau, berwudhulah. Namun jika enggan, maka tidak mengapa engkau tidak berwudhu.” Orang tadi bertanya lagi, “ Apakah seseorang mesti berwudhu setelah memakan daging unta?” Dia bersabda, “Iya, engkau harus berwudhu setelah memakan daging unta.” (HR. Muslim no. 360.)</ref>
# Menyentuh kawasan sekitar kemaluan (''qubul'') atau anus (dubur) dengan telapak tangan atau jari-jari tanpa ada penghalang<ref name="fath">Fathul Qarib, bab perkara yang membatalkan wudu</ref>{{Sfn|Muiz|2013|p=25}}
 
=== Pembatalan yang diperselisihkan ===
Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan sahnya wudu namun masih diperselisihkan di antaranya adalah:
# Sentuhan laki-laki pada wanita yang mahram atau bukan tanpa penghalang,<ref name="fath" /> kemudian ada hadits yang menjelaskan bahwa bersentuhan tidak membatalkan wudu,<ref>Hadits [[Aisyah]] dia berkata, “Sesungguhnya nabi {{saw}} pernah mencium sebagian istrinya kemudian dia keluar mengerjakan salat dan dia tidak berwudhu lagi.” (HR. Ahmad, An-Nasai, At-Tirmizi dan Ibnu Majah). Ini adalah pendapat Daud Azh-Zhahiri dan mayoritas ulama muhaqqiqin, seperti: Ibnu Jarir Ath-Thabari, Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, Ibnu Katsir, dan dari kalangan muta`akhkhirin: Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin, Asy-Syaikh Muqbil dan selainnya. Adapun sebagian ulama yang berdalilkan dengan firman Allah Ta’ala, “Atau kalian menyentuh wanita …,” (Al-Maidah 5:6) bahwa menyentuh wanita adalah membatalkan wudhu. Maka bisa dijawab dengan dikatakan bahwa kata ‘menyentuh’ dalam ayat ini bukanlah ‘menyentuh’ secara umum, akan tetapi dia adalah ‘menyentuh’ yang sifatnya khusus, yaitu jima’ (hubungan intim). Demikianlah Ibnu Abbas dan Ali bin Abi Thalib menafsirkan bahwa ‘menyentuh’ di sini adalah bermakna jima’. Hal ini sama seperti pada firman Allah Ta’ala tentang ucapan [[Maryam]], “Bagaimana mungkin saya akan mempunyai seorang anak sementara saya belum pernah disentuh oleh seorang manusia pun dan saya bukanlah seorang pezina.” (Maryam 19:20) dan kata ‘disentuh’ di sini tentu saja bermakna jima’ sebagaimana yang bisa dipahami dengan jelas. Ini juga diperkuat oleh hadits Aisyah riwayat Al-Bukhari dan Muslim bahwa dia pernah tidur terlentang di depan rasulullah {{saw}} yang sedang salat. Ketika dia akan sujud, dia menyentuh kaki Aisyah agar dia menarik kakinya. Seandainya menyentuh wanita membatalkan wudhu, niscaya dia {{saw}} akan membatalkan salatnya ketika menyentuh Aisyah. [Lihat An-Nail: 1/195, Fathu Al-Qadir: 1/558, Al-Muhalla: 1/244, Al-Ausath: 1/113 dan Asy-Syarh Al-Mumti’: 1/286-291]. Catatan: Menyentuh wanita (baik yang mahram maupun yang bukan) tidaklah membatalkan wudhu, hanya saja ini bukan berarti boleh menyentuh wanita yang bukan mahram. Karena telah shahih dari rasulullah {{saw}} bahwa dia bersabda, “Seseorang di antara kalian betul-betul ditusukkan jarum besi dari atas kepalanya -dalam sebagian riwayat: Sampai tembus ke tulangnya-, maka itu lebih baik bagi dirinya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dari Ma’qil bin Yasar).</ref>
# Menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan bagian dalam,<ref name="fath" /><ref>Rasulullah {{saw}} pernah ditanya oleh seseorang yang menyentuh kemaluannya, apakah dia wajib berwudhu? Maka dia menjawab, “Tidak, itu hanyalah bagian dari anggota tubuhmu.” (HR. Imam Lima dari Thalq bin Ali) Maka hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh kemaluan tidaklah membatalkan wudhu. Tapi di sisi lain dia {{saw}} juga pernah bersabda, “Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya maka hendaknya dia berwudhu.” (HR. Imam Lima dari Busrah bintu Shafwan) dan ini adalah nash tegas yang menunjukkan batalnya wudhu dengan menyentuh kemaluan. Pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin adalah pendapat yang memadukan kedua hadits ini dengan menyatakan: Menyentuh kemaluan tidaklah membatalkan wudhu akan tetapi disunnahkan -tidak diwajibkan- bagi orang yang menyentuh kemaluannya untuk berwudhu kembali. Jadi perintah yang terdapat dalam hadits Busrah bukanlah bermakna wajib tetapi hanya menunjukkan hukum sunnah, dengan dalil nabi {{saw}} tidak mewajibkan wudhu padanya -sebagaimana dalam hadits Thalq-. Wallahu a’lam bishshawab.
[Lihat Al-Ausath: 1/193, A-Mughni: 1/180, An-Nail: 1/301, Asy-Syarh Al-Mumti’: 1/ 278-284 dan As-Subul: 1/149].</ref>
# Keluarnya darah istihadhah,<ref>Asy-Syaukani berkata dalam An-Nail, “Tidak ada satu pun dalil yang bisa dijadikan hujjah, yang mewajibkan wudhu bagi wanita yang mengalami istihadhah.” Di antara dalil lemah tersebut adalah hadits Aisyah tentang sabda nabi {{saw}} kepada seorang sahabiah yang terkena istihadhah, “Kemudian berwudhulah kamu setiap kali mau salat.” Hadits ini adalah hadits yang syadz lagi lemah, dilemahkan oleh Imam Muslim, An-Nasai, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dan selainnya. [Lihat Al-Fath: 1/409, As-Sail: 1/149 dan As-Subul: 1/99].</ref>{{Sfn|Sabiq|1990|p=114. : "Berkata Hasan r.a. : "Kaum Muslimin tetap bersembahyang dengan luka-luka mereka." (Riwayat Bukhari)}}
# Mimisan dan muntah,<ref>Pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hazm dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiah. Adapun hadits, “Barangsiapa yang muntah (dari perut) atau mimisan atau muntah (dari tenggorokan) atau mengeluarkan madzi maka hendaknya dia pergi dan berwudhu.” (HR. Ibnu Majah dari Aisyah), maka ini adalah hadits yang lemah. Imam Ahmad dan Al-Baihaqi telah melemahkan hadits ini, karena di dalam sanadnya ada Ismail bin Ayyasy dan dia adalah rawi yang lemah.</ref>
# Mengangkat dan memandikan jenazah.<ref>Ada beberapa hadits dalam permasalahan ini, di antaranya adalah hadits Abu Hurairah secara marfu’, “Barangsiapa yang memandikan mayit maka hendaknya dia juga mandi, dan barangsiapa yang mengangkatnya maka hendaknya dia berwudhu.” (HR. Ahmad, An-Nasai dan At-Tirmizi)
Akan tetapi hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Az-Zuhri, Abu Hatim, Ahmad, Ali bin Al-Madini dan Al-Bukhari. Adapun hadits-hadits lainnya, maka kami sendiri pernah mentakhrij jalan-jalannya dan kami menemukannya sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad -rahimahullah-, “Tidak ada satu pun hadits shahih yang ada dalam permasalahan ini.”</ref>
 
== Penggunaan air ==
Jenis air yang diperkenankan untuk berwudu antara lain:{{Sfn|Muiz|2013|p=6}}
* Air hujan,
* Air sumur,
* Air terjun, [[laut]] atau [[sungai]],
* Air dari lelehan [[salju]] atau [[es batu]],
* Air dari tangki besar atau kolam.
Jenis air yang tidak diperkenankan antara lain:
* Air yang terkena [[najis]],
* Air sari [[buah]] atau [[pohon]],
* Air yang telah berubah warna, rasa dan bau dan menjadi pekat karena sesuatu telah direndam di dalamnya,
* Air dengan jumlah sedikit (kurang dari 1000 liter) yang terkena sesuatu yang tidak bersih seperti [[urin]], [[darah]] atau minuman anggur atau ada seekor binatang mati di dalamnya,
* Air yang tersisa setelah binatang [[haram]] meminumnya seperti [[anjing]], [[babi]] atau binatang mangsa,
* Air yang tersisa oleh seseorang yang telah mabuk karena khamr (minuman keras).
 
== Air Musta'mal{{Sfn|Muiz|2013|p=7. : "Air musta'mal adalah air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadas dan najis. Walaupun tidak berubah rasa, warna, dan baunya, serta masih tergolong air yang suci, namun air ini tidak menyucikan."}} ==
 
=== Mahzab Al-Hanafiyah ===
Menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta’mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudu atau mandi.
Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudu` untuk salat atau mandi wajib) atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudu sunnah atau mandi sunnah. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta’mal. Bagi mereka, air musta’mal ini hukumnya suci tetapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tetapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudu atau mandi.
 
=== Mahzab Al-Malikiyah ===
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudu atau mandi, dan tidak dibedakan apakah wudu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis), dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan ‘bahwa yang musta’mal hanyalah air bekas wudu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang.
 
Namun yang membedakan adalah bahwa air musta’mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan.
Artinya, bisa dan sah digunakan digunakan lagi untuk berwudu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah (kurang disukai).
 
=== Mahzab Asy-Syafi`iyyah ===
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta’mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudu atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudu.
Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudu, maka belum lagi dianggap musta’mal. Termasuk dalam air musta’mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta’mal kalau sudah lepas atau menetes dari tubuh.
Air musta’mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudu atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan.
 
Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudu, maka belum lagi dianggap musta’mal. Termasuk dalam air musta’mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila, dan air itu baru dikatakan musta’mal kalau sudah lepas atau menetes dari tubuh.
4. Ulama Al-Hanabilah
Air musta’mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudu atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tetapi tidak mensucikan.
 
=== Mahzab Al-Hanabilah ===
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian.
DanAir musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian, dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya.
Selain itu air bekas memandikan jenazah pun termasuk air musta’mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta’mal. Seperti menuci muka yang bukan dalam rangkaian ibadah ritual wudu. Atau mencuci tangan yang juga tidak ada kaitan dengan ritual ibadah wudu`.
 
Selain itu air bekas memandikan jenazah pun termasuk air musta’mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta’mal. Seperti menuci muka yang bukan dalam rangkaian ibadah ritual wudu. Atau mencuci tangan yang juga tidak ada kaitan dengan ritual ibadah wudu.
* Air yang tersisa setelah binatang [[haram]] meminumnya seperti [[anjing]], [[babi]] atau binatang mangsa
* Air yang tersisa oleh seseorang yang telah mabuk karena anggur
 
== Hukum wudu ==
=== Wajib ===
Wudu wajib dilakukan ketika hendak melakukan ibadah [[salat]] dan [[thawaf]]. Sebagaimana firman Allah SWT dan hadits berikut:
:*Pelaksanaan wudu wajib dilakukan oleh umat Muslim, ketika hendak melakukan ibadah [[salat]], [[thawaf]] di [[Ka''bah]],<ref>"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu serta basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki." (Q.S. Al-Maidah 5: 6).</ref><ref>Dari rasulullah {{saw}} dia bersabda: Salat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia berhadas hingga ia berwudu." (H.R. Abu Hurairah).</ref> dan menyentuh [[al-Qur'an]]. Berwudu untuk menyentuh al-Qur'an menurut pendapat para ulama empat madzhab adalah wajib, berdasarkan salah satu surah dalam al-Qu'ran, yang berbunyi:
{{Cquote|''Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara ([[Lauhul Mahfuzh]]), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.'' (Al-Waaqi'ah [56]:77-79)}}
:* ''"Dari Rasulullah saw. beliau bersabda: Salat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia berhadas hingga ia berwudu." (H.R. Abu Hurairah ra).''
 
Sementara itu ada ayat lainnya yang mewajibkan seorang Muslim untuk berwudu sebelum hendak melakukan salat. Allah berfirman:{{Sfn|Muiz|2013|p=16}}
Berwudu sebelum membaca [[Al-Qur'an]], saat hendak tidur, dan perbuatan baik lainnya hukumnya adalah sunnat, dan makruh saat akan tidur atau hendak makan dalam keadaan junub.
 
{{Cquote|"Wahai orang-orang yang beriman jika kalian berdiri untuk (mendirikan) salat maka cucilah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian hingga ke siku-siku dan basuhlah kepala-kepala kalian den (cucilah) kaki-kaki kalian hingga kedua mata kaki..." (QS. Al-Maidah [5]:6)}}
== Syarat ==
Ada 5 (lima) syarat untuk berwudu;
# Islam
# Sudah Baliqh
# Tidak berhadas besar
# Memakai air yang mutlak (suci dan dapat dipakai mensucikan)
# Tidak ada yang menghalangi sampainya kekulit
 
Sedangkan menurut pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqi'ah di atas ialah: "Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di [[Lauh Mahfuzh|Lauhul Mahfudz]] sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para [[malaikat]] yang telah disucikan oleh [[Allah]]." Pendapat ini adalah tafsir dari [[Ibnu Abbas]] dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh [[Al-Hafidzh Ibnu Katsir]] di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil.
== Rukun ==
Rukun berwudu ada 6 (enam);
# Berniat untuk wudu, dan melafadzkan
:''"Nawaitul wudluua liraf'il hadatsil ashghari fardlallillaahi ta'aalaa.", artinya : "Aku niat berwudlu' untuk menghilangkan hadats kecil fardu karena Allah"''
# Membasuh muka (dengan merata)
# Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)
# Mengusap sebagian kepala
# Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)
# Tertib (berurutan)
# istija sebelum wudlu
# tamyiz
 
Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci (bersih), yakni dengan bentuk ''faa’il'' (subjek/pelaku) bukan ''maf’ul'' (objek). Kenyataannya Allah berfirman: "Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan", yakni dengan bentuk ''maf’ul'' (objek) bukan sebagai ''faa’il'' (subjek).
== Sempurna ==
Dalam mencapai kesempurnaan wudu, Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang selayaknya kita ikuti, sebagaimana kutipan hadits berikut:
:''Selesai salat Subuh, Rasulullah SAW bertanya kepada Bilal: "Wahai Bilal! Ceritakan kepadaku tentang perbuatan yang paling bermanfaat yang telah kamu lakukan setelah memeluk [[Islam]]. Karena semalam aku mendengar suara langkah sandalmu di depanku dalam [[surga]]". Bilal berkata: "Aku tidak pernah melakukan suatu amalan yang paling bermanfaat setelah memeluk Islam selain aku selalu berwudu dengan sempurna pada setiap waktu malam dan siang kemudian melakukan salat sunat dengan wuduku itu sebanyak yang Allah kehendaki". (H.R. Abu Hurairah ra).''
 
“Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci.”<ref>Shahih riwayat Daruquthni dari jalan Amr bin Hazm, dan dari jalan Hakim bin Hizaam diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim, Thabrani di kitabnya Mu’jam Kabir dan Mu’jam Ausath dan lain-lain, dan dari jalan Ibnu Umar diriwayatkan oleh Daruquthni dan lain-lain, dan dari jalan Utsman bin Abil Aash diriwayatkan oleh Thabrani di Mu’jam Kabir dan lain-lain. Irwaa-ul Ghalil no. 122 oleh Syaikhul Imam Al-Albani. Dia telah mentakhrij hadits di atas dan menyatakannya shahih.</ref> Yang dimaksud oleh hadits di atas ialah: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis”<ref>Shahih riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain dari jalan Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah {{saw}} pernah menjumpaiku di salah satu jalan dari jalan-jalan yang ada di Madinah, sedangkan aku dalam keadaan junub, lalu aku menyingkir pergi dan segera aku mandi kemudian aku datang (menemui dia), lalu dia bersabda, “Kemana engkau tadi wahai Abu Hurairah?” Jawabku, “Aku tadi dalam keadaan junub, maka aku tidak suka duduk bersamamu dalam keadaan tidak bersih (suci)”. Maka dia bersabda, “Subhanallah! Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis” (Dalam riwayat yang lain dia bersabda, “Sesungguhnya orang muslim itu tidak najis”).</ref>
Berikut ini adalah cara menyempurnakan wudu, yang mana termasuk hal-hal yang disunnahkan:
* Mendahulukan bagian tubuh yang sebelah kanan
* Mengulagi masing-masing anggota wudu sebanyak 3 (tiga) kali
* Tidak berbicara
* Menghadap [[kiblat]]
* Membaca [[basmalah]] (dalam hati atau melafadzkannya)
* Niat
* Membasuh telapak tangan sampai pergelangan
* Menggosok gigi (bersiwak)
* Berkumur
* Membersihkan hidung (memasukkan air kehidung kemudian dibuang kembali)
* Membasuh muka (dengan merata)
* Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)
* Mengusap sebagian kepala
* Membasuh telinga kanan&kiri
* Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam
* Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)
* Membaca doa sesudah berwudu.
:''"Asyhadu an laa ilaaha illalaahu wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa Rasuuluh, Allahummaj'alnii minat tawwaa biinaa waj'alnii minal mutathahhiriin.", artinya: "Aku bersaksi bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad itu adalah hamba-Nya dan rasul-Nya. Ya allah, masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang bertaubat, dan masukkanlah ke dalam golongan orang-orang yang suci."''
* Kemudian dilanjutkan dengan salat sunnat wudu sebanyak 2 (dua) [[raka'at]].
:''Bahwa Ia (Usman ra.) minta air lalu berwudu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali lalu berkumur dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian membasuh wajahnya tiga kali, lantas membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, tangan kirinya juga begitu. Setelah itu mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, begitu juga kaki kirinya. Kemudian berkata: "Aku pernah melihat Rasulullah saw. berwudu seperti wuduku ini, lalu beliau bersabda: Barang siapa yang berwudu seperti cara wuduku ini, lalu salat dua rakaat, di mana dalam dua rakaat itu ia tidak berbicara dengan hatinya sendiri, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni." (H.R. Usman bin Affan ra).''
* Tertib (berurutan)
 
=== BatalSunnah ===
Wudu bersifat sunnah apabila akan mengerjakan hal-hal berikut ini:
Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan sah nya wudu, diantaranya adalah:
# Mengulangi wudu untuk tiap salat,<ref>Dari Abi Hurairah bahwa rasulullah {{Shalallaahu_%27Alayhi_Wasallam}} bersabda, `Seandainya tidak memberatkan ummatku, pastilah aku akan perintahkan untuk berwudhu` pada tiap mau salat, dan wudhu itu dengan bersiwak. (HR Ahmad dengan isnad yang shahih).</ref>
# Keluar sesuatu dari dua pintu (kubul dan dubur) atau salah satu dari keduanya baik berupa kotoran, air kencing , angin, air mani atau yang lainnya.
# Bagi setiap Muslim untuk selalu tampil dengan wudu,<ref>Dari Tsauban bahwa rasulullah {{Shalallaahu_%27Alayhi_Wasallam}} bersabda, `Tidaklah menjaga wudhu` kecuali orang yang beriman`. (HR Ibnu Majah, Al-Hakim, Ahmad dan Al-Baihaqi).</ref>
# Hilangnya akal, baik gila, pingsan ataupun mabuk.
# Ketika hendak tidur,<ref>Dari Al-Barra` bin Azib bahwa rasulullah bersabda, `Bila kamu naik ranjang untuk tidur, maka berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk salat, dan tidurlah dengan posisi di atas sisi kananmu.. (HR Bukhari dan Tirmizy).</ref> dalam keadaan junub,<ref>Dari Aisyah berkata bahwa rasulullah {{Shalallaahu_%27Alayhi_Wasallam}} bila ingin tidur dalam keadaan junub, dia mencuci kemaluannya dan berwudhu` terlebih dahulu seperti wudhu` untuk salat. (HR Jamaah).</ref>
# Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan [[mahram]].
# Sebelum mandi wajib,<ref>Dari Aisyah berkata bahwa rasulullah {{Shalallaahu_%27Alayhi_Wasallam}} bila dalam keadaan junub dan ingin makan atau tidur, dia berwudhu` terlebih dahulu. (HR Ahmad dan Muslim).</ref>
# Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan bathin telapak tangan, baik milik sendiri maupun milik orang lain. Baik dewasa maupun anak-anak.
# Ketika hendak mengulangi hubungan badan,<ref>Dari Abi Said al-Khudhri bahwa rasulullah {{Shalallaahu_%27Alayhi_Wasallam}} bersabda, `Bila kamu berhubungan seksual dengan isterimu dan ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah berwuhdu terlebih dahulu.(HR Jamaah kecuali Bukhari).</ref>
# Tidur, kecuali apabila tidurnya dengan duduk dan masih dalam keadaan semula (tidak berubah kedudukannya).
# Ketika marah,<ref>Bila kamu marah, hendaklah kamu berwudhu`. (HR Ahmad dalam musnadnya).</ref>
# Ketika hendak membaca [[al-Qur'an]],
# Ketika hendak melantunkan [[azan]] dan [[iqamat]],
# Ziarah ke makam [[Nabi]] [[Muhammad]],
# Menyentuh kitab-kitab syar'i.
 
== Sunah wudu ==
Berikut sunah-sunah wudu yang biasa dilakukan oleh [[Nabi]] [[Muhammad]]:
# Bersiwak,<ref>Rasulullah {{saw}}, Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan berwudu. (Hadis sahih, Irwaul Gholil no 70).</ref>
# Mencuci kedua tangan sampai pergelangan tangan sebelum berwudu,{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=163. : "Membasuh dua tangan sebelum berwudu disukai, bukan wajib."}}
#Berkumur-kumur dan [[istinsyaq|menghisap air kedalam hidung]]<ref>Dari Luqaith bin Shabrah RA berkata: aku bertanya, “Wahai Rosulullah SAW, kabarkan kepadaku tentang wudlu!”. Beliau menjawab, “Sempurnakan wudlu, sela-selalah jari jemarimu dan bersungguh-sungguhlah di dalam istinsyaq kecuali jika kamu sedang shaum”. [HR an-Nasa’iy: I/ 66, Abu Dawud: 142, Ibnu Majah: 407, Ibnu Khuzaimah: 150, 168, al-Hakim: 537 dan Ahmad: IV/ 33.]</ref>
# Mencuci anggota-anggota wudu sebanyak tiga kali, kecuali kepala hanya sekali,<ref>Telah tsabit bahwasanya nabi {{saw}} berwudu tiga-tiga kali, dan hadis mengenai ini banyak (di antaranya hadis Abdullah bin Zaid).</ref><ref>Demikian pula telah tsabit bahwa nabi {{saw}} berwudu dua-dua kali (sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Zaid riwayat Bukhari no 158).</ref><ref>Tsabit bahwa nabi {{saw}} pernah berwudu sekali-sekali (sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas riwayat Bukhari no 157).</ref><ref>Juga telah tsabit bahwasanya nabi {{saw}} berwudu sebagian anggota tubuhnya tiga kali dan sebagian yang lain dua kali (sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Zaid di atas, lihat artikel seri 1) (Lihat Thuhurul Muslim hal 81dan Syarhul Mumti' 1/146).</ref>
# Menyela-nyela jenggot yang tebal,{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=163. : "Menyela-nyela jenggot yang tebal kala berwudu, sunnah."}}
# Menyela-nyela jari-jari kaki dan jari-jari tangan,
# Menyeka (''dalk''),<ref>Yang dimaksud dengan ''dalk'' yaitu menyeka/menggosok anggota wudlu (yang telah terkena air) dengan menggunakan tangan (sebelum anggota wudlu tersebut kering), dan yang dimaksud dengan tangan di sini yaitu telapak (bagian dalam) tangan. Oleh karena itu tidak cukup men-dalk kaki dengan menggunakan kaki lainnya. (al-fiqh al-islami 1/235). (Namun tidak ada dalilnya harus dengan telapak tangan-pen). Menurut jumhur ulama hukum dalk adalah sunnah karena tidak disebutkan dalam ayat. Sedangkan menurut Malikiyah adalah wajib. Dalil mereka: Sesungguhnya mencuci yang diperintahkan dalam ayat tidaklah bisa terwujud kecuali dengan dalk, sedangakan hanya sekadar terkena air tidaklah dianggap sebagai satu cucian. Dicontohkan oleh nabi {{saw}} adalah dengan dalk sebagaimana dalam hadits. Dari Abdullah bin Zaid berkata: Bahwasanya nabi {{saw}} didatangkan air kepada dia (sebanyak) dua per tiga mud, lalu dia mendalk (menggosok) kedua lengannya. (Hadits shohih riwayat Ahmad dan dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah). Tetapi pendapat jumhur yang lebih rojih, sebab yang diperintahkan oleh Allah ta'ala hanyalah mencuci bukan menggosok. Sedangkan sekadar perbuataan nabi {{saw}} tidak bisa menunjukkan akan wajib. Tetapi jika air tidak bisa menyentuh kulit kecuali dengan digosok maka hukum dalk adalah wajib (Taudlihul Ahkam 1/179).</ref>
# Mendahulukan tangan kanan daripada yang kiri dan kaki kanan daripada kaki kiri.<ref>Sebagaimana sabda rasulullah {{saw}} dalam hadits Abu Hurairah; Jika kalian berwudu maka mulailah dengan bagian kanan kalian. (Hadis sahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Baihaqi, Tabrani dan Ibnu Hibban dan dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dihasankan oleh Imam Nawawi).</ref>
# [https://www.muslimina.id/doa-tiap-basuhan-anggota-tubuh-dalam-wudhu/ Berdoa setelah berwudu.]
# Menggunakan air wudu dengan hemat.<ref>Yang afdal adalah berwudu tiga-tiga kali namun tidak boros dan berlebih-lebihan dalam menggunakan air, baik ketika wudu maupun ketika mandi. Sebagaimana dalam hadis, dari 'Aisyah bahwasanya rasulullah {{saw}} mandi janabah dengan satu ina' (yaitu satu farq). (Hadis sahih riwayat Muslim no 319). Berkata Sofyan satu farq adalah tiga sok.</ref><ref>Nabi {{saw}} pernah berwudlu dengan dua per tiga mud, sebagaimana hadis: Dari Abdullah bin Zaid berkata: Bahwasanya nabi {{saw}} didatangkan air kepada dia (sebanyak) dua per tiga mud, lalu dia mendalk (menggosok) kedua lengannya. (Hadits shohih riwayat Ahmad dan dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah).</ref><ref>Berkata Imam Bukhori: "Nabi {{saw}} telah menjelaskan bahwa wajibnya wudu adalah sekali-sekali, dan nabi {{saw}} juga pernah berwudu dua kali-dua kali dan tiga kali-tiga kali dan nabi {{saw}} tidak menambah lebih dari tiga kali, ..." Oleh karena itu hendaknya berhemat dalam berwdu dan sesuai dengan sunah nabi {{saw}}, dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya berkata: Seorang arab badui datang kepada Nabi {{saw}}, maka Nabi {{saw}} memperlihatkannya wudu dengan tiga kali-tiga kali, kemudian nabi {{saw}} berkata: "Demikianlah wudu, maka barang siapa yang menambah lebih dari ini (lebih dari tiga kali) maka dia telah berbuat jelek dan melampaui batas dan berbuat zalim." (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam shohih Nasai 1/31).</ref><ref>Dari Abdullah bin Mugaffal bahwasanya beliau mendengar Nabi {{saw}} berkata: Sesungguhnya akan ada pada umat ini suatu kaum yang melampaui batas dalam bersuci dan berdoa. (Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Al-Abani dalam shohih Abu Dawud 1/21) (Lihat Thuhurul Muslim hal 82).</ref>
Adapun sunah-sunah wudu yang terkadang dilakukan di sela-sela rukun wudu adalah:{{Sfn|Muiz|2013|p=18}}
 
# Membaca [[basmalah]] pada awal berwudu.
# Membasuh kedua telapak tangan sampai sebatas pergelangan tangan.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=163. : "Membasuh dua tangan sebelum berwudu disukai, bukan wajib."}}
# Berkumur-kumur.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=163. : "Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung sunnah dilakukan pada wudu dan mandi."}}
# Membasuh lubang hidung.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=163. : "Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung sunnah dilakukan pada wudu dan mandi."}}
# Menyapu (membasuh) seluruh kepala.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=164. : "Menyapu kepala cukuplah sekadar mengerjakan yang sudah dapat dinamai menyapu dan tidak dimestikan tangan yang menyapu itu."}}
# Mendahulukan anggota tubuh bagian kanan dibandingkan anggota badan bagian kiri.
# Mengusap daun dan rongga telinga.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=164. : "Menyapu telinga, sunnah, dan hendaklah disapu dengan air baru,"}}
# Tiga kali setiap gerakan membasuh.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=164. : "Disukai kita menyapu kepala tiga kali."}}
# Membasuh sela-sela jari tangan dan jari kaki.
# Membaca doa setelah berwudu. Doa setelah berwudu yaitu:{{Sfn|Muiz|2013|p=25}}
{{Cquote|"Asyhadu al laa ilaaha illallahu wahdahu laa syarikalahu wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhuu wa rasuluuluhu, Allahummaj 'alni minat tawwabiina waj-'alnii minal mutathahhiriina waj-'alnii min 'ibaadikash shaalihiin."}}
 
yang artinya ialah:
 
{{Cquote|"Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang menyucikan diri dan jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang saleh."}}
 
== Rukun wudu ==
Rukun berwudu terdiri dari 6 (enam) perihal yang utama, yaitu:{{Sfn|Muiz|2013|p=17}}
* Niat,{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=163. : "Niat diwajibkan pada wudu, mandi dan tayamum. Maka tidak sah thaharah jika tidak dengan niat."}} adapun bacaan niat wudu(dibaca dalam hati) adalah sebagai berikut:
{{Cquote|"Nawaitul wudu'a liraf'il hadatsil ashghari fardha lillahi ta'aala." yang}}
 
Adapun artinya adalah:
 
{{Cquote|"Aku niat berwudu untuk menghilangkan hadas kecil, fardu karena Allah."}}
 
* Membasuh seluruh bagian [[wajah]] (meliputi bagian di antara telinga kiri dan telinga kanan, dan antara mulai tumbuhnya rambut di atas [[dahi]] hingga ke bawah [[dagu]].{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=164. : "Watas muka, ialah: antara tempat tumbuh rambut ke ujung dagu dan dari telinga ke telinga."}}
* Membasuh kedua tangan sampai ke bagian [[siku]].{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=164. : "Dua siku masuk ke dalam bagian tangan yang wajib dibasuh dalam berwudu."}}
* Mengusap sebagian [[rambut]] [[kepala]].{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=164. : "Tidak sah kita menyapu telinga saja dengan tidak menyapu kepala."}}
* Membasuh kedua kaki sampai kedua [[mata kaki]].{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=164. : "Membasuh kedua kaki dalam berwudu, kala sanggup, difardhukan."}}
* Tertib, yaitu teratur dengan mendahulukan mana yang harus didahulukan dan mengakhirkan mana yang harus diakhirkan sesuai dengan yang disyariatkan.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=164. : "Menertibkan wudu, wajib."}}
 
== Referensi ==
 
=== Catatan kaki ===
{{reflist|2}}
 
=== Daftar pustaka ===
 
* {{Cite book|last=Ad-Dimasyqi|first=Muhammad bin 'Abdurrahman|date=2017|title=Fiqih Empat Mazhab|location=Bandung|publisher=Hasyimi|isbn=978-602-97157-3-6|ref={{sfnref|ad-Dimasyqi|2017}}|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Adil|first=Abu Abdirrahman|date=2018|title=Ensiklopedi Salat|location=Jakarta|publisher=Ummul Qura|isbn=978-602-7637-03-0|editor-last=Mujtahid|editor-first=Umar|ref={{sfnref|Adil|2018}}|url-status=live}}
*Ash' Shiddieqy, M. Hasbi. ''Hukum Islam.'' Jakarta: Pustaka Islam. 1962.
*Muiz, Abdul. ''Panduan'' ''Shalat Terlengkap.'' Jakarta: Pustaka Makmur. 2013. ISBN 602-7639-65-2
* Sabiq, Sayyid. ''Fikih Sunnah.'' Bandung: Al-Ma'arif. 1990. ISBN 979-400-038-8
*{{Cite book|last=Syafril|first=Muhammad|date=2018|url=https://www.google.co.id/books/edition/Panduan_Salat_Wajib_dan_Sunah/VSmJDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=salat&printsec=frontcover|title=Panduan Salat Wajib dan Sunah|location=Jakarta|publisher=QultumMedia|isbn=978-979-017-411-5|ref={{sfnref|Syafril|2018}}|url-status=live}}
 
== Lihat pula ==
Baris 115 ⟶ 170:
* [[Salat]]
* [[Zikir]]
* [[Ma'rifat]]
 
== Pranala luar ==
* [https://www.teknobae.com/2022/06/niat-wudhu-dan-doa-sesudah-wudhu.html Niat Wudhu dan Doa Sesudah Wudhu]
http://www.angelfire.com/pro/sembahyang/wuduk.html
* [http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/pembatal-pembatal-wudhu.html#_ftn13 Pembatal-pembatal Wudhu di Muslim.or.id] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130405070612/http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/pembatal-pembatal-wudhu.html#_ftn13 |date=2013-04-05 }}
* [http://agam.punya.web.id/downloads/islam-software/ http://agam.punya.web.id] Download tatacara wudu dalam format flash.
 
* [http://www.lembarislam.com/tata-cara-berwudlu-lengkap-beserta-doa-wudlu/Tata Cara Berwudlu Lengkap Beserta Do’a Wudlu]
{{Bersuci}}
* [http://hadith.al-islam.com/Bayan/Hits.asp?Lang=ind&ID=2205 Hadits-hadits tentang Wudu]
{{Authority control}}
* [http://www.eramuslim.com/ust/thr/44a1499c.htm Celakalah bagi Tumit-Tumit itu dari Siksa Api Neraka]
 
* [http://diarydumay.blogspot.com/2011/05/keutamaan-wudhu.html Keutamaan wudhu]
* [http://www.youtube.com/watch?v=yVuUlec1zMo&feature=related cara wudu' syiah]
[[Kategori:Ibadah Islam]]
[[Kategori:Istilah Islam]]
[[Kategori:Salat]]
[[Kategori:Taharah]]
 
[[ar:وضوء]]
[[az:Dəstəmaz]]
[[bn:অযু]]
[[bs:Abdest]]
[[da:Abdest]]
[[de:Wuduʾ]]
[[en:Wudu]]
[[eo:Vozuo]]
[[es:Abdesto]]
[[et:Abdest]]
[[fa:وضو]]
[[fi:Abdest]]
[[he:ודוא]]
[[it:Wudu']]
[[jv:Wudu]]
[[ko:우두 (의식)]]
[[ku:Destnimêj]]
[[lbe:Иссаву]]
[[ml:വുദു]]
[[ms:Wuduk]]
[[nl:Woedoe]]
[[no:Wudu]]
[[pl:Abdest]]
[[pt:Abdesto]]
[[ru:Вуду (омовение)]]
[[sh:Abdest]]
[[simple:Wudu]]
[[sr:Абдест]]
[[su:Abdas]]
[[sv:Abdest]]
[[tr:Abdest]]
[[ur:وضو]]