Tjipto Mangoenkoesoemo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
gambar |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(108 revisi perantara oleh 68 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{No footnotes}}{{Infobox Person
| name = Tjipto Mangoenkoesoemo
| image = Tjipto Mangoenkoesoemo - Leden van de Indische Partij, vermoedelijk te 's Gravenhage, KITLV 3725 (cropped).tiff
| caption = Tjipto Mangoenkoesoemo
| birth_date = {{birth date|1886|03|04}}
| birth_place = [[Pecangaan, Jepara|Pecangaan]], [[Kabupaten Jepara|Jepara]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|1943|03|08|1886|03|04}}
| restingplace = Taman Makam Pahlawan [[Ambarawa]], [[Kabupaten Semarang|Semarang]]
| death_place = [[Jakarta]], [[Masa pendudukan Jepang]]
|nationality = [[Jawa]], Indonesia
| occupation = [[Politikus]], [[Aktivis]], [[Penulis]], [[Priyayi]]
| spouse =
}}
[[Berkas:Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, and Suryadi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantoro), 20 Mei Pelopor 17 Agustus, p11.jpg|jmpl|Tjipto Mangoenkoesoemo (tampak kanan) dalam [[Tiga Serangkai]].]]
'''[[Dokter|dr.]] Tjipto Mangoenkoesoemo''' ([[Ejaan Bahasa Indonesia|EBI]]: '''Cipto Mangunkusumo''', [[Aksara Jawa]]: ꦕꦶꦥ꧀ꦠꦩꦔꦸꦤ꧀ꦏꦸꦱꦸꦩ) ([[Pecangaan, Jepara|Pecangaan]], [[Kabupaten Jepara|Jepara]], [[1886]] – [[Jakarta]], [[8 Maret]] [[1943]]) adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Bersama dengan [[Ernest Douwes Dekker]] dan [[Ki Hajar Dewantara]] ia dikenal sebagai "Tiga Serangkai" yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan [[Hindia Belanda]]. Ia adalah tokoh dalam ''[[Indische Partij]]'', suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh [[Belanda]]. Pada tahun [[1913]] ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali [[1917]].
Dokter Cipto menikah dengan seorang [[Indo]] pengusaha [[batik]], sesama anggota organisasi ''[[Insulinde]]'', bernama Marie Vogel pada tahun 1920.
Berbeda dengan kedua rekannya dalam "Tiga Serangkai" yang kemudian mengambil jalur pendidikan, Cipto tetap berjalan di jalur politik dengan menjadi anggota ''[[Volksraad]]''. Karena sikap radikalnya, pada tahun 1927 ia dibuang oleh pemerintah penjajahan ke [[Kepulauan Banda|Banda]].
Ia wafat pada tahun 1943 dan dimakamkan di [[TMP]] [[Ambarawa]]. Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa-jasanya, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikan beliau dia pecahan uang logam rupiah baru, pecahan Rp200.
== Perjalanan Hidup ==
Cipto Mangunkusumo dilahirkan pada 4 Maret 1886 di desa Pecangakan, [[Jepara]], [[Keresidenan Jepara]].<ref name=":0">{{Cite web|title=Tjipto Mangoenkoesoemo: Manusia Buangan & Tak Merasakan Kemerdekaan|url=https://tirto.id/tjipto-mangoenkoesoemo-manusia-buangan-tak-merasakan-kemerdekaan-diF5|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-08-20}}</ref> Ia adalah putra tertua dari Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa. Karier Mangunkusumo diawali sebagai guru [[bahasa Melayu]] di sebuah sekolah dasar di [[Ambarawa]], kemudian menjadi kepala sekolah pada sebuah sekolah dasar di Semarang dan selanjutnya menjadi pembantu administrasi pada Dewan Kota di Semarang. Sementara, sang ibu adalah keturunan dari tuan tanah di [[Mayong, Jepara]].
Meskipun keluarganya tidak termasuk golongan priyayi birokratis yang tinggi kedudukan sosialnya, Mangunkusumo berhasil menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang yang tinggi. Cipto beserta adik-adiknya yaitu Gunawan, Budiardjo, dan Syamsul Ma’arif bersekolah di [[School tot Opleiding van Indische Artsen|STOVIA]], sementara Darmawan, adiknya bahkan berhasil memperoleh beasiswa dari pemerintah Belanda untuk mempelajari ilmu kimia industri di [[Universitas Teknik Delft|Universitas Delft]], Belanda. Si bungsu, Sujitno terdaftar sebagai mahasiswa ''[[Rechtshoogeschool te Batavia]].''
== Pendidikan ==
[[File:Cipto_Mangunkusumo_statue_of_prominent_Indonesian_independence_leader.jpg|267x267px|right|thumb|Patung Cipto Mangunkusumo di [[Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo|rumah sakit Cipto Mangunkusumo]], Jakarta]]
Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto mulai memperlihatkan sikap yang berbeda dari teman-temannya. Teman-teman dan guru-gurunya menilai Cipto sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam, dan rajin. “Een begaafd leerling”, atau murid yang berbakat adalah julukan yang diberikan oleh gurunya kepada Cipto. Di STOVIA, Cipto juga mengalami perpecahan antara dirinya dan lingkungan sekolahnya. Berbeda dengan teman-temannya yang suka pesta dan bermain, Cipto lebih suka menghadiri ceramah-ceramah orang, baca buku, dan main catur . Penampilannya pada acara khusus, tergolong eksentrik, ia senantiasa memakai surjan dengan bahan lurik dan merokok kemenyan. Ketidakpuasan terhadap lingkungan sekelilingnya, senantiasa menjadi topik pidatonya. Baginya, STOVIA adalah tempat untuk menemukan dirinya, dalam hal kebebasan berpikir, lepas dari tradisi keluarga yang kuat, dan berkenalan dengan lingkungan baru yang diskriminatif.
Beberapa peraturan di Stovia menimbulkan ketidakpuasan pada dirinya, seperti semua mahasiswa [[Jawa]] dan [[Sumatra]] yang bukan [[Kristen]] diharuskan memakai pakaian tradisional bila sedang berada di sekolah. Bagi Cipto, peraturan berpakaian di STOVIA merupakan perwujudan politik kolonial yang arogan dan melestarikan [[feodalisme]]. Pakaian Barat hanya boleh dipakai dalam hierarki administrasi kolonial, yaitu oleh pribumi yang berpangkat bupati. Masyarakat pribumi dari wedana ke bawah dan yang tidak bekerja pada pemerintahan, dilarang memakai pakaian Barat. Akibat dari kebiasaan ini, rakyat cenderung untuk tidak menghargai dan menghormati masyarakat pribumi yang memakai pakaian tradisional.
Keadaan ini senantiasa digambarkannya melalui [[De Locomotief]], surat harian kolonial yang sangat berkembang pada waktu itu, di samping [[Bataviaasch Nieuwsblad]]. Sejak tahun 1907 Cipto sudah menulis di harian De Locomotief. Tulisannya berisi kritikan, dan menentang keadaan masyarakat yang dianggapnya tidak sehat. Cipto sering mengkritik hubungan feodal maupun kolonial yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan rakyat. Rakyat umumnya terbatas ruang gerak dan aktivitasnya, sebab banyak kesempatan yang tertutup bagi mereka.
Kondisi kolonial lainnya yang ditentang oleh Cipto adalah diskriminasi ras. Sebagai contoh, orang Eropa menerima gaji yang lebih tinggi dari orang pribumi untuk suatu pekerjaan yang sama. Diskriminasi membawa perbedaan dalam berbagai bidang misalnya, peradilan, perbedaan pajak, kewajiban kerja rodi dan kerja desa. Dalam bidang pemerintahan, politik, ekonomi, dan sosial, bangsa Indonesia menghadapi garis batas warna. Tidak semua jabatan negeri terbuka bagi bangsa Indonesia. Demikian juga dalam perdagangan, bangsa Indonesia tidak mendapat kesempatan berdagang secara besar-besaran, tidak sembarang anak Indonesia dapat bersekolah di sekolah Eropa.
Tulisan-tulisannya di harian De Locomotief, mengakibatkan Cipto sering mendapat teguran dan peringatan dari pemerintah. Untuk mempertahankan kebebasan dalam berpendapat Cipto kemudian keluar dari dinas pemerintah dengan konsekuensi mengembalikan sejumlah uang ikatan dinasnya yang tidak sedikit.
Selain dalam bentuk tulisan, Cipto juga sering melancarkan protes dengan bertingkah melawan arus. Misalnya larangan memasuki sociteit bagi bangsa Indonesia tidak diindahkannya. Dengan pakaian khas yakni kain batik dan jas lurik, ia masuk ke sebuah sociteit yang penuh dengan orang-orang Eropa. Cipto kemudian duduk dengan kaki dijulurkan, hal itu mengundang kegaduhan di sociteit. Ketika seorang opas (penjaga) mencoba mengusir Cipto untuk keluar dari gedung, dengan
== Budi Utomo ==
Terbentuknya [[Budi Utomo]] pada [[20 Mei]] [[1908]] disambut baik Cipto sebagai bentuk kesadaran pribumi akan dirinya. Pada kongres pertama Budi Utomo di [[Yogyakarta]], jati diri politik Cipto makin tampak. Walaupun kongres diadakan untuk memajukan perkembangan yang serasi bagi [[orang Jawa]], namun pada kenyataannya terjadi keretakan antara kaum konservatif dan kaum progesif yang diwakili oleh golongan muda. Keretakan ini sangat ironis mengawali suatu perpecahan ideologi yang terbuka bagi orang Jawa.
Dalam kongres yang pertama terjadi perpecahan antara Cipto dan [[Radjiman Wedyodiningrat]]. Cipto menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik yang harus bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia.<ref name=":0" /> Organisasi ini harus menjadi pimpinan bagi rakyat dan jangan mencari hubungan dengan atasan, bupati, dan pegawai tinggi lainnya. Sedangkan Radjiman ingin menjadikan Budi Utomo sebagai suatu gerakan kebudayaan yang bersifat Jawa.<ref name=":0" />
Cipto tidak menolak [[kebudayaan Jawa]], tetapi yang ia tolak adalah kebudayaan [[keraton]] yang feodalis. Cipto mengemukakan bahwa sebelum persoalan kebudayaan dapat dipecahkan, terlebih dahulu diselesaikan masalah politik. Pernyataan-pernyataan Cipto bagi zamannya dianggap radikal. Gagasan Cipto menunjukkan rasionalitasnya yang tinggi, serta analisis yang tajam dengan jangkauan masa depan, belum mendapat tanggapan luas. Untuk membuka jalan bagi timbulnya persatuan di antara seluruh rakyat di Hindia Belanda yang mempunyai nasib sama di bawah kekuasaan asing, ia tidak dapat dicapai dengan menganjurkan kebangkitan kehidupan Jawa. Sumber keterbelakangan rakyat adalah penjajahan dan feodalisme.
Meskipun diangkat sebagai pengurus Budi Utomo, Cipto akhirnya mengundurkan diri dari Budi Utomo yang dianggap tidak mewakili aspirasinya. Sepeninggal Cipto tidak ada lagi perdebatan dalam Budi Utomo akan tetapi Budi Utomo kehilangan kekuatan progesifnya.
== Indische Partij ==
Setelah mengundurkan diri dari Budi Utomo, Cipto membuka praktik dokter di [[Solo]]. Ia juga berandil besar dalam pemberantasan wabah pes di Malang pada 1911. Berkat jasanya itulah, Dokter Tjipto mendapat bintang emas, penghargaan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.<ref name=":0" />
Meskipun demikian, Cipto tidak meninggalkan dunia politik sama sekali. Di sela-sela kesibukan melayani pasien, Cipto mendirikan Raden Ajeng Kartini Klub yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat. Perhatiannya pada politik makin menjadi setelah dia bertemu dengan [[Ernest Douwes Dekker|Douwes Dekker]] dan [[Ki Hadjar Dewantara|Soewardi Soerjaningrat]] untuk mendirikan ''[[Indische Partij]]'' pada tahun 1912.<ref name=":0" /> Cipto melihat Douwes Dekker sebagai kawan seperjuangan. Kerja sama dengan Douwes Dekker telah memberinya kesempatan untuk melaksanakan cita-citanya, yakni gerakan politik bagi seluruh rakyat Hindia Belanda. Bagi Cipto, ''Indische Partij'' merupakan upaya mulia mewakili kepentingan-kepentingan semua penduduk [[Hindia Belanda]], tidak memandang suku, golongan, dan agama.
Pada tahun [[1912]] Cipto pindah dari [[Solo]] ke [[Bandung]], dengan dalih agar dekat dengan Douwes Dekker. Ia kemudian menjadi anggota redaksi penerbitan harian ''de Express'' dan majalah ''het Tijdschrijft''. Perkenalan antara Cipto dan Douwes Dekker yang sehaluan itu sebenarnya telah dijalin ketika Douwes Dekker bekerja pada ''[[Bataviaasch Nieuwsblad]]''. Douwes Dekker sering berhubungan dengan murid-murid STOVIA.
Pada November [[1913]], Belanda memperingati 100 tahun kemerdekaannya dari [[Prancis]]. Peringatan tersebut dirayakan secara besar-besaran, juga di Hindia Belanda. Perayaan tersebut menurut Cipto sebagai suatu penghinaan terhadap rakyat bumiputra yang sedang dijajah. Cipto dan [[Suwardi Suryaningrat]] kemudian mendirikan suatu komite perayaan seratus tahun kemerdekaan Belanda dengan nama Komite Bumi Putra. Dalam komite tersebut Cipto dipercaya untuk menjadi ketuanya. Komite tersebut merencanakan akan mengumpulkan uang untuk mengirim telegram kepada [[Ratu Wilhelmina]], yang isinya meminta agar pasal pembatasan kegiatan politik dan membentuk parlemen dicabut. Komite Bumi Putra juga membuat selebaran yang bertujuan menyadarkan rakyat bahwa upacara perayaan kemerdekaan Belanda dengan mengerahkan uang dan tenaga rakyat merupakan suatu penghinaan bagi bumiputra.
Aksi Komite Bumi Putra mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian ''De Express'' menerbitkan suatu artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul ''“Als Ik Een Nederlander Was”'' (Andaikan Saya Seorang Belanda). Pada hari berikutnya dalam harian ''De Express'', Cipto menulis artikel yang mendukung Suwardi untuk memboikot perayaan kemerdekaan Belanda. Tulisan Cipto dan Suwardi sangat memukul Pemerintah Hindia Belanda, pada [[30 Juli]] 1913 Cipto dan Suwardi dipenjarakan. Pada [[18 Agustus]] 1913, keluar surat keputusan untuk membuang Cipto bersama [[Suwardi Suryaningrat]] dan [[Douwes Dekker]] ke Belanda karena kegiatan propaganda anti-Belanda dalam Komite Bumi Putra.
Selama masa pembuangan di Belanda, bersama Suwardi dan Douwes Dekker, Cipto tetap melancarkan aksi politiknya dengan melakukan propaganda politik berdasarkan ideologi Indische Partij. Mereka menerbitkan majalah De Indier yang berupaya menyadarkan masyarakat Belanda dan Indonesia yang berada di Belanda akan situasi di tanah jajahan. Majalah De Indier menerbitkan artikel yang menyerang kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda.
Kehadiran tiga pemimpin tersebut di Belanda ternyata telah membawa pengaruh yang cukup berarti terhadap organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda. [[Indische Vereeniging]], pada mulanya adalah perkumpulan sosial mahasiswa Indonesia, sebagai tempat saling memberi informasi tentang tanah airnya. Akan tetapi, kedatangan Cipto, Suwardi, dan Douwes Dekker berdampak pada konsep-konsep baru dalam gerakan organisasi ini. Konsep “Hindia bebas dari Belanda dan pembentukan sebuah negara Hindia yang diperintah rakyatnya sendiri mulai dicanangkan oleh ''[[Indische Vereeniging]]''. Pengaruh mereka
== Insulinde ==
Oleh karena alasan kesehatan, pada tahun [[1914]] Cipto diperbolehkan pulang kembali ke Jawa dan sejak saat itu dia bergabung dengan ''[[Insulinde]]'', suatu perkumpulan yang menggantikan ''Indische Partij''. Sejak itu, Cipto menjadi anggota pengurus pusat Insulinde untuk beberapa waktu dan melancarkan propaganda untuk Insulinde, terutama di daerah pesisir utara pulau Jawa. Selain itu, propaganda Cipto untuk kepentingan Insulinde dijalankan pula melalui majalah Indsulinde yaitu Goentoer Bergerak, kemudian surat kabar berbahasa Belanda De Beweging, surat kabar Madjapahit, dan surat kabar Pahlawan. Akibat propaganda Cipto, jumlah anggota Insulinde pada tahun [[1915]] yang semula berjumlah 1.009 meningkat menjadi 6.000 orang pada tahun [[1917]]. Jumlah anggota Insulinde mencapai puncaknya pada Oktober [[1919]] yang mencapai 40.000 orang. Insulinde di bawah pengaruh kuat Cipto menjadi partai yang radikal di Hindia Belanda. Pada [[9 Juni 1919]] Insulinde mengubah nama menjadi ''Nationaal-Indische Partij'' (NIP).
Pada tanggal 18 Mei 1918 Pemerintah Hindia Belanda membentuk ''[[Volksraad]]'' (Dewan Rakyat).<ref name=":0" /> Pengangkatan anggota Volksraad dilakukan dengan dua cara. Pertama, calon-calon yang dipilih melalui dewan perwakilan kota, kabupaten dan provinsi. Sedangkan cara yang kedua melalui pengangkatan yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Gubernur Jenderal [[Van Limburg Stirum]] mengangkat beberapa tokoh radikal dengan maksud agar Volksraad dapat menampung berbagai aliran sehingga sifat demokratisnya dapat ditonjolkan. Salah seorang tokoh radikal yang diangkat oleh Limburg Stirum adalah Cipto.
Bagi Cipto pembentukan Volksraad merupakan suatu kemajuan yang berarti, Cipto memanfaatkan Volksraad sebagai tempat untuk menyatakan pemikiran dan kritik kepada pemerintah mengenai masalah sosial dan politik. Meskipun Volksraad dianggap Cipto sebagai suatu kemajuan dalam sistem politik, namun Cipto tetap menyatakan kritiknya terhadap Volksraad yang dianggapnya sebagai lembaga untuk mempertahankan kekuasaan penjajah dengan kedok [[demokrasi]].
Pada [[25 November]] 1919 Cipto berpidato di Volksraad, yang isinya mengemukakan persoalan tentang persekongkolan Sunan dan residen dalam menipu rakyat. Cipto menyatakan bahwa pinjaman 12 [[gulden]] dari sunan ternyata harus dibayar rakyat dengan bekerja sedemikian lama di perkebunan yang apabila dikonversi dalam uang ternyata menjadi 28 gulden.
== Pengasingan ==
[[Berkas:Ciptomangun-hospital.jpg|jmpl|kiri|300px|[[Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo]], Jakarta.]]
Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda menganggap Cipto sebagai orang yang sangat berbahaya, sehingga [[Dewan Hindia]] (''Raad van Nederlandsch Indie'') pada 15 Oktober 1920 memberi masukan kepada Gubernur Jenderal untuk mengusir Cipto ke daerah yang tidak berbahasa Jawa.<ref name=":0" /> Akan tetapi, pada kenyataannya pembuangan Cipto ke daerah [[Jawa]], [[Madura]], [[Aceh]], [[Palembang]], [[Jambi]], dan [[Kalimantan Timur]] masih tetap membahayakan pemerintah. Oleh sebab itu, Dewan Hindia berdasarkan surat kepada Gubernur Jenderal mengusulkan pengusiran Cipto ke [[Kepulauan Timor]]. Pada tahun itu juga Cipto dibuang dari daerah yang berbahasa Jawa tetapi masih di pulau Jawa, yaitu ke [[Bandung]] dan dilarang keluar kota Bandung. Selama tinggal di Bandung, Cipto kembali membuka praktik dokter. Selama tiga tahun Cipto mengabdikan ilmu kedokterannya di Bandung, dengan sepedanya ia masuk keluar kampung untuk mengobati pasien.
Di Bandung, Cipto dapat bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda, seperti [[Sukarno]] yang pada tahun [[1923]] membentuk ''[[Algemeene Studieclub]]''. Pada tahun 1927 Algemeene Studieclub diubah menjadi [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI). Meskipun Cipto tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studieclub dan PNI, Cipto tetap diakui sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda. Misalnya Sukarno dalam suatu wawancara pers pada [[1959]], ketika ditanya siapa di antara tokoh-tokoh pemimpin Indonesia yang paling banyak memberikan pengaruh kepada pemikiran politiknya, tanpa ragu-ragu Sukarno menyebut Cipto Mangunkusumo.
Pada akhir tahun [[1926]] dan tahun [[1927]] di beberapa tempat di Indonesia terjadi pemberontakan [[komunis]]. Pemberontakan itu menemui kegagalan dan ribuan orang ditangkap atau dibuang karena terlibat di dalamnya. Dalam hal ini Cipto juga ditangkap dan didakwa turut serta dalam perlawanan terhadap pemerintah. Hal itu disebabkan suatu peristiwa, ketika pada bulan Juli 1927 Cipto kedatangan tamu seorang [[militer]] pribumi yang berpangkat [[kopral]] dan seorang kawannya. Kepada Cipto tamu tersebut mengatakan rencananya untuk melakukan [[sabotase]] dengan meledakkan persediaan-persediaan [[mesiu]], tetapi dia bermaksud mengunjungi keluarganya di [[Jatinegara]], [[Jakarta]], terlebih dahulu. Untuk itu dia memerlukan uang untuk biaya perjalanan. Cipto menasihati agar orang itu tidak melakukan tindakan sabotase, dengan alasan kemanusiaan Cipto kemudian memberikan uangnya sebesar 10 gulden kepada tamunya.
Setelah pemberontakan komunis gagal dan dibongkarnya kasus peledakan gudang mesiu di Bandung, Cipto dipanggil pemerintah untuk menghadap pengadilan karena dianggap telah memberikan andil dalam membantu anggota komunis dengan memberi uang 10 gulden dan ditemukannya nama-nama kepala pemberontakan dalam daftar tamu Cipto. Sebagai hukumannya Cipto kemudian dibuang ke [[Banda]], Maluku pada tanggal 19 Desember [[1928|1927]].<ref name=":0" />
== Akhir Hidup ==
Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh. Beberapa kawan Cipto kemudian mengusulkan kepada pemerintah agar Cipto dibebaskan. Ketika Cipto diminta untuk menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat pulang ke Jawa dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih baik mati di Banda daripada melepaskan hak politiknya. Cipto kemudian dialihkan ke Bali, [[Makasar]], dan pada tahun [[1940]] Cipto dipindahkan ke [[Sukabumi]]. Tjipto meninggal dunia pada [[8 Maret]] [[1943]] akibat penyakit asma.
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
== Referensi ==
* Balfas. 1952. Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo: Demokrat Sejati. Jakarta: Pradjaparamita.
* Kartodirdjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru. Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia.
* Nagazumi, Akira. 1989. Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: Grafitipers.
* Notosutanto Nugroho.Et al. 1977. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid V. Jakarta: balai Pustaka.
* Mulyono, Slamet. 1968. Nasionalisme Sebagai Modal Perjuangan Bangsa Indonesia. Jilid I. Jakarta: Balai Pustaka.
* Tashadi. 1984. Dr. D.D. Setiabudhi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional
== Pranala luar ==
* [http://www.britannica.com/EBchecked/topic/362068/Tjipto-Mangunkusumo Article in Britannica.]
* [http://openlibrary.org/books/OL519555M/Dr._Tjipto_Mangoenkoesoemo Biographical notes at the Open library.]
* [http://www.iisg.nl/rebels/en/content/173-tjipto-mangunkusumo International institute of social history.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131213163837/http://www.iisg.nl/rebels/en/content/173-tjipto-mangunkusumo |date=2013-12-13 }}
* [http://www.jstor.org/pss/3350857 JSTOR article.]
* {{id}} [http://www.ekonomirakyat.org/edisi_20/artikel_2.htm Jurnal Ekonomi Rakyat] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20050210153300/http://ekonomirakyat.org/edisi_20/artikel_2.htm |date=2005-02-10 }}
* {{id}} [http://tokohindonesia.com/ensiklopedi/c/cipto-mangunkusumo/index.shtml Artikel di TokohIndonesia.com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20050307025426/http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/c/cipto-mangunkusumo/index.shtml |date=2005-03-07 }}
* {{id}} [http://segitiga.stikom.edu/v.01/main.php?act=tok&xid=200108 biografi di segitigaonline.com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070312022155/http://segitiga.stikom.edu/v.01/main.php?act=tok&xid=200108 |date=2007-03-12 }}
* {{id}} [http://www.solusihukum.com/tokoh/tokoh30.php biografi di solusihukum.com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20050201133510/http://www.solusihukum.com/tokoh/tokoh30.php |date=2005-02-01 }}
{{Pahlawan Indonesia}}
{{lifetime|1886|1943|}}
{{DEFAULTSORT:Mangunkusumo, Tjipto}}
[[Kategori:Dokter Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh
[[Kategori:Tokoh Jepara]]
[[Kategori:Tokoh Semarang]]<!--dilarang memakai kategori "Tokoh dari Semarang"-->
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh dari Ambarawa]]
[[Kategori:Tokoh dari Kecamatan Pecangaan]]
[[Kategori:Kelahiran 1886]]
[[Kategori:Kematian 1943]]
[[Kategori:Politikus Partai Nasional Indonesia]]
[[Kategori:Pendiri partai politik]]
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
|