Kesultanan Bone: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
EmausBot (bicara | kontrib)
k Bot: Migrasi 4 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q892292
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(112 revisi perantara oleh 44 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Former Country
'''Kesultanan Bone''' atau sering pula dikenal dengan '''''Kesultanan Bugis''''', merupakan kesultanan yang terletak di [[Sulawesi]] bagian [[barat daya]] atau tepatnya di daerah Provinsi [[Sulawesi Selatan]] sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 [[kilometer persegi|km<sup>2</sup>]].
|conventional_long_name = Kesultanan Bone
|common_name =
|native_name = ᨕᨀᨑᨘᨂᨛ ᨑᨗ ᨅᨚᨊᨛ<br>Akkarungeng ri Bone
|image_flag = Flag of Bone.png
|image_map = Locator Bone Regency.svg
|religion = Dari [[Tolotang]] berpindah ke [[Islam]]<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-05-01|title=Kerajaan Bone: Letak, Sejarah, Masa Keemasan, dan Keruntuhan|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/01/170901879/kerajaan-bone-letak-sejarah-masa-keemasan-dan-keruntuhan|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-05-16}}</ref>
|s1 = Indonesia
|flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
|year_start = 1300
|date_event1 = 1905
|year_end = 1905
|event_start = Didirikan
|event1 = Ditaklukkan oleh Belanda
|event_end = Wilayahnya dijadikan [[Kabupaten Bone]]
|capital = [[Watampone]]
|common_languages = [[Bahasa Bugis|Bugis]] (resmi), [[Bahasa Makassar|Makassar]], [[Bahasa Mandar|Mandar]], dll.
|government_type = [[Monarki]], [[Akkarungeng]]
|title_leader = [[Sultan]], ''Arung Mangkaue ri' Bone''
}}
 
'''Kesultanan Bone''' ({{lang-bug|ᨕᨀᨑᨘᨂᨛ ᨑᨗ ᨅᨚᨊᨛ|Akkarungeng ri Bone}}) merupakan salah satu [[Akkarungeng]] ({{lit|kerajaan}}) yang terletak di [[Sulawesi]] bagian [[barat daya]] atau tepatnya di daerah Provinsi [[Sulawesi Selatan]] sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 [[kilometer persegi|km<sup>2</sup>]].
Sejak berakhirnya kekuasaan [[Kesultanan Gowa|Gowa]], Bone menjadi penguasa utama di bawah pengaruh [[Belanda]] di [[Sulawesi Selatan]] dan sekitarnya pada tahun [[1666]]. Bone berada di bawah kontrol [[Belanda]] sampai tahun [[1814]] ketika [[Inggris]] berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke [[Belanda]] pada [[1816]] setelah perjanjian di [[Eropa]] akibat kejatuhan [[Napoleon Bonaparte]].
 
Dalam Attoriolong ri Bone (ARB) di Perpustakaan Negara Berlin, dicatat La Tenri Tompo adalah orang yang membuka Bone sebagaimana juga diriwayatkan dalam Lontaraq Akkarungeng Sulsel (ARS) di bagian Bone halaman 62 dimana La Tenri Tompo sebagai Arung Tanete Riawang yang turun temurun melahirkan generasi sampai pada La Pattikkeng [[Arung Palakka]] yang menikahi We Pattanra Wanua Arung Majang yang merupakan putri dari La Ubbi, ManurungngE ri Matajang, ArungPone Bone Pertama
Pengaruh [[Belanda]] ini kemudian menyebabkan meningkatnya perlawanan Bone terhadap [[Belanda]], namun Belanda-pun mengirim sekian banyak ekspedisi untuk meredam perlawanan sampai akhirnya Bone menjadi bagian dari [[Indonesia]] pada saat [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi]]. Di Bone, para raja bergelar '''''Arumponé'''''.
 
== Daftar Arumpone BoneSejarah ==
=== Sejarah Awal ===
# Matasilompoé [Manurungngé ri Matajang] (1392-1424)
 
# La Umassa Petta Panré Bessié [To' Mulaiyé Panreng] (1424-1441)
Terbentuknya kerajaan Bone pada awal [[Abad ke-11 hingga 20#Abad ke-14|abad XIV]] dimulai dengan kedatangan Tomanurung ri Matajang MatasilompoE yang mempersatukan 7 komunitas yang dipimpin oleh Matoa. Manurung ri Matajang menikah dengan Manurung ri Toro melahirkan La Ummasa Petta Panre Bessie sebagai Arumpone kedua. We Pattanra Wanua, Saudara perempuannya menikah dengan La Pattikkeng Arung Palakka yang melahirkan La Saliyu Karampelua sebagai Arumpone ketiga. Di masanya, kerajaan Bone semakin luas berkat keberaniannya.
# La Saliyu Karampéluwa/Karaéng Pélua'? [Pasadowakki] (1441-1470)
 
# We Ban-ri Gau Daéng Marawa Arung Majang Makaleppié Bisu-ri Lalengpili Petta-ri La Welareng [Malajangngé ri Cina] (1470-1490)
Perluasan kerajaan Bone ke utara bertemu dengan kerajaan Luwu yang berkedudukan di [[Cenrana, Bone|Cenrana]], muara [[Sungai Walanae|sungai WalennaE]]. Terjadi perang antara Arumpone kelima La Tenrisukki dengan Datu Luwu Dewaraja yang berakhir dengan kemenangan Bone dan Perjanjian Damai Polo MalelaE ri Unynyi. Dinamika politik militer di era itu kemudian ditanggapi dengan usulan penasehat kerajaan yaitu Kajao Laliddong pada Arumpone ketujuh La Tenrirawe BongkangngE yaitu dengan membangun koalisi dengan tetangganya yaitu [[Wajo]] dan [[Soppeng]]. Koalisi itu dikenal dengan [[Persekutuan Tellumpoccoe|Perjanjian TellumpoccoE]].
# La Tenri Sukki Mappajungngé (1490-1517)
 
# La Uliyo/Wuliyo Boté'é [Matinroé-ri Itterung] (1517-1542)
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Hofdames in Bone Celebes TMnr 10003352.jpg|jmpl|kiri|280px|Para penari tradisional Kesultanan Bone]]
# La Tenri Rawe Bongkangngé [Matinroé-ri Gucinna] (1542-1584)
 
# La Icca'/La Inca' [Matinroé-ri Adénénna] (1584-1595)
Ratu Bone, We Tenrituppu adalah pemimpin Bone pertama yang masuk Islam. Namun Islam diterima secara resmi dimasa Arumpone La Tenripale Matinroe ri Tallo, Arumpone ke-12. Pada masa ini pula Arumpone mengangkat Arung Pitu atau Ade' Pitue untuk membantu dalam menjalankan pemerintahan. Sebelumnya yaitu La Tenriruwa telah menerima Islam namun ditolak oleh hadat Bone yang disebut Ade' Pitue sehingga dia hijrah ke Bantaeng dan wafat di sana. Ketika Islam diterima secara resmi, maka susunan hadat Bone berubah. Ditambahkan jabatan Parewa Sara (Pejabat Syariat) yaitu Petta KaliE (Qadhi). Namun, posisi [[Bissu]] kerajaan tetap dipertahankan.
# La Pattawe [Matinroé-ri Bettung] (15xx - 1590)
 
# We Tenrituppu [Matinroé ri Sidénréng] ([[1590]]-[[1607]])
Bone berada pada puncak kejayaannya setelah Perang Makassar, 1667-1669. Bone menjadi kerajaan paling dominan di jazirah selatan Sulawesi. Perang Makassar mengantarkan La Tenritatta Arung Palakka Sultan Sa'adudin sebagai penguasa tertinggi. Kemudian diwarisi oleh kemenakannya yaitu La Patau Matanna Tikka dan Batari Toja. [[La Patau Matanna Tikka, Matinroe ri Nagauleng|La Patau Matanna Tikka]] kemudian menjadi leluhur utama aristokrat di Sulawesi Selatan.
# La Tenrirua [Matinroé ri Bantaéng] ([[1607]]-[[1608]])
 
# La Tenripalé [Matinroé ri Tallo] ([[1608]]-[[1626]])
Sejak kejatuhan Kerajaan terbesar di timur Nusantara [[Kesultanan Gowa]] oleh gabungan Belanda dan bone, Bone menjadi penguasa utama setelah melepaskan diri dari pendudukan dan perbudakan Gowa dan berada di bawah pengaruh [[Belanda]] di [[Sulawesi Selatan]] dan sekitarnya pada tahun [[1666]] sampai tahun [[1814]] ketika [[Inggris]] berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke [[Belanda]] pada [[1816]] setelah perjanjian di [[Eropa]] akibat kejatuhan [[Napoleon Bonaparte]]. Setelah perang beberapa kali dimulai pada tahun 1824, Bone akhir berada di bawah kontrol [[Belanda]] pada tahun 1905 yang dikenal dengan peristiwa Rumpa'na Bone.
# La Ma'daremméng Matinroé ri Bukaka ([[1626]]-[[1643]])
 
# Tobala', Arung Tanété Riawang, dijadikan ''regent'' oleh [[Kesultanan Gowa|Gowa]] ([[1643]]-[[1660]])
Pengaruh [[Belanda]] ini kemudian menyebabkan meningkatnya perlawanan Bone terhadap [[Belanda]], tetapi Belanda-pun mengirim sekian banyak ekspedisi untuk meredam perlawanan sampai akhirnya Bone menjadi bagian dari [[Indonesia]] pada saat [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi]]. Di Bone, para raja bergelar '''''Arumponé'''''.
# La Ma'daremméng Matinroé ri Bukaka ([[1667]]-[[1672]])
 
# [[Arung Palakka|La Tenritatta Matinroé ri Bontoala']] (Arung Palakka) Petta Malampe'é Gemme'na Daéng Sérang ([[1672]]-[[1696]])
== Keagamaan ==
# La Patau Matanna Tikka Walinonoé To Tenri Bali Malaé Sanrang Petta Matinroé ri Nagauléng ([[1696]]-[[1714]])
Raja Bone ke-13, La Maddaremmeng (1631-1644) sangat meyakini ajaran [[Islam]] dan berusaha mematuhi semua [[syariat Islam]] secara murni. Ia berguru tentang Islam dari [[Qadi]] Bone bernama Faqih Amrullah. Rakyat Kesultanan Bone diwajibkan melaksanakan ajaran Islam secara patuh. Selama masa kekuasannya, ajaran Islam menyebar dan ditaati oleh penduduk dalam waktu relatif singkat. Salah satu ketetapan pada masa pemerintahannya adalah larangan [[perbudakan]] dan kemerdekaan bagi [[Hamba Sahaya|hamba sahaya]]. Tiap budak yang telah merdeka harus diberi [[upah]] yang sama seperti pekerja lainnya.<ref>{{Cite book|last=Patarai|first=Muhammad Idris|date=2016|url=http://eprints.ipdn.ac.id/5753/1/ARUNG%20PALAKKA%20SANG%20FENOMENAL.pdf|title=Arung Palakka Sang Fenomenal|location=Makassar|publisher=De La Macca|isbn=978-602-263-089 0|pages=3|url-status=live}}</ref>
# Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiyat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1714-1715) ''(masa jabatan pertama)''
 
# La Padassajati/Padang Sajati To' Apaware Paduka Sri Sultan Sulaiman ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Béula] (1715-1720)
== Hubungan luar negeri ==
# Bata-ri Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1715) ''(masa jabatan kedua)''
 
# La Pareppa To' Aparapu Sappéwali Daéng Bonto Madanrang Karaéng Anamonjang Paduka Sri Sultan Shahab ud-din Ismail ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din (1720-1721). Ia menjadi Sultan Gowa [Tumamenanga-ri Sompaopu], Arumpone Bone, dan Datu Soppeng.
=== Kesultanan Buton ===
# I-Mappaurangi Karaéng Kanjilo Paduka Sri Sultan Siraj ud-din ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Kadir (1721-1724). Menjadi Sultan Gowa dengan gelar Tuammenang-ri-Pasi dan Sultan Tallo dengan gelar Tomamaliang-ri Gaukana.
Kesultanan Bone dan [[Kesultanan Buton]] telah menjalin hubungan kekerabatan sebelum masa pemerintahan Raja Bone ke-15. Hubungan kekerabatan ini dikukhkan melalui filosofi pameo yang menganggap Kerajaan Bone sebagai negeri orang Buton dan Kesultanan Buton sebagai negeri orang Bone. Para calon raja Bone juga dikirim ke Kesultanan Buton sebagai perwakilan sebelum menjabat sebagai raja.<ref>{{Cite book|last=Dirman|first=La Ode|date=2018|url=http://karyailmiah.uho.ac.id/karya_ilmiah/Dirman/5.BUKU_SEJARAH_BUTON.pdf|title=Sejarah dan Etnografi Buton|location=Kendari|publisher=Himpunan Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Sultra|isbn=978-602-60719-1-0|pages=96|url-status=live}}{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
# La Panaongi To' Pawawoi Arung Mampu Karaéng Biséi Paduka Sri Sultan 'Abdu'llah Mansur ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Tuammenang-ri Biséi] (1724)
 
# Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1724-1738) ''(masa jabatan ketiga)''
=== Kesultanan Gowa ===
# I-Danraja Siti Nafisah Karaéng Langelo binti al-Marhum (1738-1741)
Kesultanan Bone dan [[Kesultanan Gowa]] selalu bertentangan dan saling bermusuhan satu sama lain. Kedua kesultanan ini memiliki pengaruh kekuasaan yang besar di wilayah [[Indonesia Timur]]. Hubungan keduanya menjadi semakin buruk setelah [[Hindia Belanda]] ingin menguasai wilayah Kesultanan Gowa. Konflik antara kedua kesultanan ini dimulai sejak abad ke-17. Ini ditandai dengan adanya [[suku Bugis]] dan [[suku Makassar]] di [[Kabupaten Bantaeng|Bantaeng]] yang menjadi garis perbatasan. Kesultanan Bone menjadikan Bantaeng sebagai pintu masuk ke pusat Kesultanan Gowa di Makassar melalui laut.<ref>{{Cite book|last=Kaungan, Haliadi, dan Rabani, L.O.|first=|date=2016|url=http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cff5f5fb646044330d686d0/6f68aa623c26bbbe878d094b06e1e48c.pdf|title=Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi|location=Jakarta|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=978-602-1289-43-3|pages=36|url-status=live|access-date=2021-02-14|archive-date=2021-04-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20210421170733/http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cff5f5fb646044330d686d0/6f68aa623c26bbbe878d094b06e1e48c.pdf|dead-url=yes}}</ref>
# Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1741-1749) ''(masa jabatan keempat)''
 
# La Temmassogé Mappasossong To' Appaware' Petta Paduka Sri Sultan 'Abdu'l Razzaq Jalal ud-din ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé ri-Malimongang] (1749-1775)
== Penguasa Bone ==
# La Tenri Tappu To' Appaliweng Arung Timurung Paduka Sri Sultan Ahmad as-Saleh Shams ud-din [Matinroé-ri-Rompégading] (1775-1812)
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Paleis van de vorstin van Bone op Celebes TMnr 60015648.jpg|jmpl|center|300px|[[Bola Soba|Bola Soba']] (1910-an)]]
# La Mappatunru To Appatunru' Paduka Sri Sultan Muhammad Ismail Muhtajuddin [Matinroé-ri Laleng-bata] (1812-1823)
Penguasa Bone menggunakan gelar '''''Arung Mangkaue' ri Bone''''' yang artinya "Raja yang berkedudukan di Bone", biasa disingkat menjadi '''Arumpone, MangkauE,''' atau '''ArungE' ri Bone.'''
# I-Manéng Paduka Sri Ratu Sultana Salima Rajiat ud-din [Matinroé-ri Kassi] (1823-1835)
 
# La Mappaséling Paduka Sri Sultan Adam Nazim ud-din [Matinroé-ri Salassana] (1835-1845)
===Daftar Arumpone===
# La Parénréngi Paduka Sri Sultan Ahmad Saleh Muhi ud-din [Matinroé-ri Aja-bénténg] (1845-1858)
{{:Daftar penguasa Kerajaan Bone}}
# La Pamadanuka Paduka Sri Sultan Sultan Abul-Hadi (1858-1860)???
 
# La Singkeru Rukka Paduka Sri Sultan Ahmad Idris [Matinroé-ri Lalambata] (1860-1871)
== Keruntuhan ==
# I-Banri Gau Paduka Sri Sultana Fatima [Matinroé-ri Bola Mapparé'na] (1871-1895)
Perlawanan Rakyat Bone terhadap Belanda pada tahun 1905 dikenal dengan nama RUMPA’NA BONE. Raja Bone ke-31 Lapawawoi Karaeng Sigeri bersama putranya Abdul Hamid Baso Pagilingi yang populer dengan nama Petta Ponggawae menunjukkan kepahlawanannya dalam perang Bone melawan Belanda tahun 1905. Pendaratan tentara Belanda secara besar-besaran beserta peralatan perang yang sangat lengkap di pantai Timur Kerajaan Bone (ujung Pallette-BajoE-Ujung Pattiro), disambut dengan pernyataan perang oleh Raja bone tersebut. Tindakan penuh keberanian ini dilakukan setelah mendapat dukungan penuh dari anggota Hadat Tujuh serta Seluruh pimpinan Laskar Kerajaan Bone.
# La Pawawoi Karaéng Sigéri [Matinroé-ri Bandung] (1895-1905)
 
# Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaéng Silaja/Selayar Sri Sultan Ibrahim ibnu Sri Sultan Husain (1931-1946) ''(masa jabatan pertama)''
Istilah RUMPA’NA BONE berasal dari pernyataan Lapawawoi Karaeng Sigeri sendiri ketika menyaksikan secara langsung Petta Ponggawae gugur diterjang peluru tentara Belanda. Gugurnya Petta Ponggawae (putranya sendiri) sebagai Panglima Kerajaan waktu itu, membuat Lapawawoi Karaeng Sigeri langsung menaikkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Rupanya La Pawawoi Karaeng Sigeri melihat bahwa putranya itu adalah benteng pertahanan dalam perlawanannya terhadap Belanda sehingga setelah melihat putranya gugur, spontan ia berucap dengan kalimat Bugis yang kental “ RUMPA’NI BONE” (Bobollah Bone).
# Andi Pabénténg Daéng Palawa [Matinroé-ri Matuju] (1946-1950)
 
# [[Andi Mappanyukki|Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaéng Silaja/Selayar Sri Sultan Ibrahim ibnu Sri Sultan Husain]] [Matinroé-ri Gowa] ([[1950]]-[[1960]]) ''(masa jabatan kedua diangkat oleh belanda)''
Salah satu putra terbaik Tana Bone dalam peristiwa heroik itu adalah Arung Ponre, La Semma Daeng Marola atau lebih dikenal dengan nama Anre Guru Semma. Dia berasal dari Watapponre, sebuah perkampungan tua yang dahulu menjadi pusat pemerintahan “kerajaan” Ponre. Pada zaman dahulu ketika Kerajaan Bone belum terbentuk, Ponre adalah sebuah kerajaan kecil yang dipimpin oleh seorang Matowa atau Arung seperti halnya kerajaan-kerajaan kecil lain yang kemudian sama-sama melebur dalam kerajaan Bone pada masa pemerintahan Raja Bone ke-3 yaitu Lasaliyu Karampeluwa (1424–1496). Letaknya berada di puncak Bulu Ponre, sebuah gunung yang berada tepat ditengah-tengah antara [[Palakka, Bone|Palakka]], Ulaweng [[Bengo, Bone|Bengo]], [[Lappariaja, Bone|Lappariaja]], [[Libureng, Bone|Libureng]], [[Mare, Bone|Mare]], [[Cina, Bone|Cina]] dan Barebbo, saat ini.
 
Selama kurang lebih lima bulan (Juli-November 1905) Daeng Marola senantiasa mendampingi Lapawawoi Karaeng Sigeri bersama Petta Ponggawae melakukan perlawanan dengan taktik gerilya secara berpindah-pindah mulai dari Palakka, Pasempe, Gottang, Lamuru, dan Citta di daerah Soppeng hingga ke pusat pertahanan terakhir Bulu Awo (perbatasan Siwa dengan Tanah Toraja), tempat gugurnya Petta PonggawaE.
 
Dalam hikayat Rumpa’na Bone yang terkenal itu, disebutkan bahwa ketika para pimpinan laskar kerajaan Bone seperti Daeng Matteppo’ Arung Bengo dari Bone Barat, Daeng Massere Dulung Ajangale dari Bone Utara, dan Arung Sigeri Keluarga Arungpone serta sejumlah Pakkanna Passiuno lainnya gugur dalam pertempuran melawan armada Belanda yang sangat lengkap persenjataannya, laskar Bone dibawah komando Panglima Perang Petta Ponggawae terdesak mundur dan bertahan di Cellu. Pada tanggal 30 Juli 1905, tentara Belanda berhasil merebut Saoraja (Istana Raja) di Watampone dan menjadikannya sebagai basis pertahanannya. Sepeninggal Panglima Perang Petta Ponggawae, laskar-laskar kerajaan Bone terpencar-pencar. Meski perlawanan masih terus berjalan terutama Laskar-Laskar yang berada di wilayah selatan Kerajaan Bone di bawah komando Latemmu Page Arung Labuaja. Namun kian hari stamina laskar kerajaan Bone semakin menurun sementara serdadu Belanda terus menyisir pusat-pusat pertahanannya.
 
Tanggal 2 Agustus 1905, tentara Belanda menyerbu ke Pasempe, akan tetapi Arumpone dengan laskar dan keluarganya sudah meninggalkan Pasempe dan mengungsi ke Lamuru dan selanjutnya ke Citta. Dalam bulan September 1905, Arumpone dengan rombongannya tiba di Pitumpanuwa Wajo. Tentara Belanda tetap mengikuti jejaknya. Daeng Marola Arung Ponre serta sejumlah laskar pemberani terus mendampingi Petta Ponggawae dan La Pawawoi Karaeng Sigeri hingga di Bulu Awo perbatasan Siwa dengan Tanah Toraja. Di Bulu Awo inilah, pada tanggal 18 November 1905, laskar Kerajaan Bone dibawah komando Panglima Petta PonggawaE kembali bertemu dengan tentara Belanda dibawah komando Kolonel van Loenen dan terjadi pertempuran habis-habisan. Pada saat itulah, Petta PonggawaE gugur terkena peluru Belanda.
 
Lapawawoi Karaeng Sigeri akhirnya ditangkap dan dibawa ke Parepare, seterusnya ke Makassar lalu diasingkan ke Bandung dan terakhir dipindahkan ke Jakarta. Pada tanggal 11 November 1911 M. La Pawawoi Karaeng Sigeri meninggal dunia di Jakarta, maka dinamakanlah dia MatinroE ri Jakarta. Pada tahun 1976, ia dianugrahi gelar sebagai Pahlawan Nasional, dan kerangka jenazahnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata. Ketika La Pawawoi Karaeng Sigeri diasingkan ke Bandung, pemerintahan di Bone hanya dilaksanakan oleh Hadat Tujuh Bone sehingga selama 26 tahun tidak ada Mangkau’ di Bone. Adapun La Semma Daeng Marola, ketika Bone benar-benar telah di kuasai oleh Belanda, mengurungkan niatnya untuk pulang ke kampung halamannya, Ponre. La Semma Daeng Marola Arung Ponre memilih tetap berada di Bajoe dan menghembuskan nafas terakhirnya disana sehingga disebutlah ia sebagai Anre Guru Semma Suliwatang Matinroe Ribajoe.
 
== Referensi ==
<references />
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
 
*[http://www.sapripamulu.com/2018/01/sejarah-silsilah-raja-raja-bone.html M. Pamulu (2018) Sejarah Kerajaan & Silsilah Raja-Raja Bone]
*M. Hadrawi, et al. (2020) Lontara Sakke, Attoriolong Bone. Inninawa, Makassar.
*A. Palloge (1990) Sejarah Kerajaan Tanah Bone. Yayasan Al Muallim, Makassar.
*A. Gottleben (1845) Buginesische Textsammlung.Staatsbibliothek Zu Berlin Ms.
 
*[https://bone.go.id/2019/12/05/sejarah-kabupaten-bone/ Sejarah Kabupaten Bone]
 
{{Kerajaan di Sulawesi}}
{{indo-sejarah-stub}}
 
[[Kategori:Kesultanan Bone| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Bone]]
[[Kategori:Kerajaan di Sulawesi Selatan|Bone]]
[[Kategori:Kesultanan Bone| ]]