Kerajaan Bali: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
M. Adiputra (bicara | kontrib) k →top |
||
(201 revisi perantara oleh 75 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox country
| conventional_long_name = Kerajaan Bali
| common_name = Bali
| native_name = {{script/Bali|height=2.5em|ᬓ᭄ᬭᬚᬵᬦ᭄ᬩᬮᬶ}} ([[Bahasa Bali|Bali]])<br>बली राज्य ([[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]])
| religion = • [[Hindu Bali|Hindu]] (resmi)<br>• [[Buddha Mahayana]]<br>• [[animisme]]
| p1 = Prasejarah Indonesia
| p2 = Kerajaan Medang
| p3 = Kerajaan Panjalu
| s1 = Hindia Belanda
| flag_s1 = Flag of the Netherlands.svg
| year_start = 914
| year_end = 1908
| date_start =
| date_end =
| event_start = [[Sri Kesari Warmadewa]] menerbitkan [[Prasasti Blanjong]]
| event_end = [[Intervensi Belanda di Bali (1908)|Invasi Belanda]]
| image_coat =
| symbol_type =
| image_map = Bali Kingdom Gelgel.svg
| image_map_caption = Wilayah kekuasaan kerajaan bali pada pertengahan abad ke-16 wilayah kekuasaanya mencakup Blambangan(Banyuwangi) hingga Sumbawa bagian barat
| anthem = "Bali Dwipa jaya"
| status = Kerajaan
| capital = {{Flatlist|
* [[Bedulu, Blahbatuh, Gianyar|Bedulu]] (Periode Warmadewa)
* [[Samplangan, Gianyar, Gianyar|Samprangan]] (Periode Majapahit)
* [[Gelgel, Klungkung, Klungkung|Gelgel]] (Periode Gelgel)
* [[Klungkung, Klungkung|Klungkung]] (Periode sembilan kerajaan)}}
| common_languages = [[Bahasa Bali|Bali]] (Bahasa Utama) <br/>[[Bahasa Jawa kuno|Kawi]] dan
[[Bahasa Sansekerta|Sansekerta]] (Religius)
| government_type = Monarki
| title_leader = Raja, Arya, Dalem, [[Dewa Agung]]
| leader1 = [[Sri Kesari Warmadewa]]
| year_leader1 = c. 914
| leader2 = [[Udayana|Udayana Warmadewa]]
| year_leader2 = c. akhir abad ke-10
| leader3 = [[Anak Wungsu|Anak Wungçu]]
| year_leader3 = c. awal abad ke-11
| leader4 = [[Jayapangus]]
| year_leader4 = c. 1180
| leader5 = [[Sri Aji Kresna Kepakisan]]
| year_leader5 = c. 1343
| leader6 = [[Dalem Baturenggong]]
| year_leader6 = c. pertengahan abad ke-16
| leader7 = Dewa Agung Jambe II ([[Kerajaan Klungkung]])
| year_leader7 = c. 1908
| currency = Koin perak lokal, dan uang kepeng China (pis bolong)
| category =
| today = {{INA}}
| footnotes =
| demonym =
| area_km2 =
| area_rank =
| GDP_PPP =
| GDP_PPP_year =
| HDI =
| HDI_year =
| image_flag = Historical Flag of Bali.png
| image-flag-caption = Bendera Kerajaan Bali
| p4 = Kerajaan Tumapel
| p5 = Kerajaan Majapahit
| event1 = Invasi [[Kerajaan Singasari|Tumapel]]
| established_event1 = Invasi Tumapel
| date_event1 = 1284
| event2 = Invasi [[Majapahit]]
| date_event2 = 1343
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
'''Kerajaan Bali''' ([[Aksara Bali]]: {{Script/Bali|ᬓ᭄ᬭᬚᬵᬦ᭄ᬩᬮᬶ}} translit. ''krajaan Bali'') merupakan istilah untuk serangkaian kerajaan [[Hindu]]-[[Budha]] yang pernah memerintah di [[Bali]]. Adapun kerajaan-kerajaan tersebut terbagi dalam beberapa masa sesuai dinasti yang memerintah saat itu. Dengan sejarah kerajaan asli Bali yang terbentang dari awal abad ke-10 hingga awal abad ke-20, kerajaan Bali menunjukkan budaya istana Bali yang luhur, di mana unsur-unsur spiritual penghormatan kepada arwah leluhur dikombinasikan dengan pengaruh ajaran [[Agama Hindu|Hindu]], yang diadopsi dari India melalui perantara Jawa kuno, berkembang, memperkaya, dan membentuk budaya Bali.
Karena kedekatan dan hubungan budaya yang erat dengan [[pulau Jawa]] yang berdekatan selama periode [[Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha|Hindu-Budha]] Indonesia, sejarah Kerajaan Bali sering terjalin dan sangat dipengaruhi oleh kerajaan di Jawa, dari kerajaan Medang pada abad ke-9 sampai ke kerajaan Majapahit pada abad ke-13 hingga 15. [[Budaya]], [[bahasa]], [[seni]], dan [[arsitektur]] di pulau Bali dipengaruhi oleh Jawa. Pengaruh dan kehadiran orang Jawa semakin kuat dengan jatuhnya [[Majapahit|kerajaan Majapahit]] pada akhir abad ke-15. Setelah kekaisaran jatuh di bawah Kesultanan Muslim Demak, sejumlah abdi dalem Hindu, [[bangsawan]], [[pendeta]], dan pengrajin, menemukan tempat perlindungan di pulau Bali. Akibatnya, Bali menjadi apa yang digambarkan oleh sejarawan Ramesh Chandra Majumdar sebagai benteng terakhir budaya dan peradaban Indo-Jawa. Kerajaan Bali pada abad-abad berikutnya memperluas pengaruhnya ke pulau-pulau tetangga. Kerajaan Gelgel Bali misalnya memperluas pengaruh mereka dan mendirikan [[koloni]] di wilayah Blambangan di ujung timur Jawa, pulau tetangga Lombok, hingga bagian barat pulau [[Sumbawa, Sumbawa|Sumbawa]], sementara Karangasem mendirikan [[Koloni]] mereka di [[Kabupaten Lombok Barat|Lombok Barat]] pada periode selanjutnya.
Sejak pertengahan abad ke-19, negara kolonial [[Hindia Belanda]] mulai terlibat di Bali, ketika mereka meluncurkan kampanye mereka melawan kerajaan kecil Bali satu per satu. Pada awal abad ke-20, Belanda telah menaklukkan Bali karena kerajaan-kerajaan kecil ini jatuh di bawah kendali mereka, baik dengan kekerasan atau dengan pertempuran, diikuti dengan [[Puputan|ritual massal bunuh diri]], atau menyerah dengan damai kepada Belanda. Dengan kata lain, meskipun beberapa penerus kerajaan Bali masih hidup, peristiwa-peristiwa ini mengakhiri masa kerajaan independen asli Bali, karena pemerintah daerah berubah menjadi pemerintahan kolonial Belanda, dan kemudian pemerintah Bali di dalam [[Republik Indonesia]].
== Nama Resmi Kerajaan ==
Salah satu [[prasasti]] berangka tahun 875 Saka/953 M berbahasa [[Sansekerta]] menyebut nama ''"Sri Walipuram"'' yang mengandung arti, bahwa Bali merupakan suatu kerajaan. Selain itu juga, ada beberapa prasasti yang menyebut kata ''baladwipamandala'', misalnya [[Prasasti Klandis]] menyebutkan;<blockquote>''“… ring maniratna singhasana siniwi sabalidwipamandala…”'' artinya: “… (sang raja) yang duduk di atas singgasana bertahtakan emas-permata dipuja oleh seluruh rakyat di wilayah Pulau Bali…”</blockquote>Selanjutnya dalam [[Prasasti Dausa Indrakila A II]] (983 Saka/1061 M) menyebutkan:<blockquote>''“… nityasa kuminking sakaparipunnakna nikang balipamandala…”'' artinya: “… (raja) senantiasa memikirkan kesejahteraan rakyat di seluruh wilayah Pulau Bali…”.</blockquote>Selain ungkapan tersebut, dalam [[Prasasti Cempaga A]] yang berangka tahun 1103 Saka/1181 M, Bali disebut dengan istilah ''“baliwipanagara”'' yang dapat diartikan Bali merupakan suatu Negara.
== Sumber Sejarah ==
Sumber yang cukup penting tentang Kerajaan [[Bali]] adalah [[prasasti]] yang berangka 881 M. Bahasa yang dipakai adalah Bahasa Bali Kuno. Ada juga [[prasasti]] yang tertulis dalam [[bahasa Sanskerta]]. Pada abad ke-11, sudah ada berita dari [[Tiongkok]] yang menjelaskan tentang tanah ''Po-Li'' ([[Bali]]). Berita [[Tiongkok]] itu menyebutkan bahwa adat istiadat penduduk di tanah ''Po-Li'' hampir sama dengan masyarakat ''Ho-ling'' ([[Kalingga]]). Penduduknya menulis di atas [[daun]] [[lontar]]. Bila orang meninggal, mulutnya di masukan [[emas]] kemudian dibakar. Adat semacam ini masih berlangsung di [[Bali]]. Adat itu dinamakan ''[[Ngaben]]''. Salah satu keluarga terkenal yang memerintah Bali adalah [[Wangsa Warmadewa]]. Hal itu dapat diketahui dari Prasasti Blanjong berangka 914 ditemukan di Desa Blanjong, dekat [[Sanur]], [[Denpasar]], [[Bali]]. Tulisannya bertulisan Nagari ([[India]]), dan sebagian berbahasa [[Sanskerta]]. Diberitakan bahwa raja yang memerintah adalah Raja Khesari Warmadewa. Pada tahun 915, Raja Khesari Warmadewa digantikan oleh [[Ugrasena]].
== Daftar Raja - Raja Bali ==
{{utama|Daftar Raja Bali}}
Raja-raja Bali sebelum penyerangan Majapahit yang datanya didapat berdasarkan prasasti.
=== Wangsa Warmadewa ===
{{utama|Wangsa Warmadewa}}
{{:Wangsa Warmadewa}}
=== Wangsa Jaya ===
{{utama|Wangsa Jaya}}
Berikut daftar raja Bali Kuno, Wangsa Jaya;<ref name="tatkala">{{Cite web|date=2020-01-29|title=Tercatat 23 Nama Raja pada Masa Bali Kuno – Siapa Saja Mereka?|url=https://tatkala.co/2020/01/29/tercatat-23-nama-raja-pada-masa-bali-kuno-siapa-saja-mereka/|website=tatkala.co|language=en-US|access-date=2020-10-20}}</ref>
* Paduka Sri Maharaja [[Śri Jayaśakti]] tahun 1055-1072 Ç (1133-1150 M)
* Paduka Sri Maharaja Sri [[Ragajaya]] tahun 1077 Ç (1155 M)
* Paduka Sri Maharaja [[Jayapangus|Sri Jayapangus Arkajacihna]] tahun 1099-1103 Ç (1178-1181 M)
* Paduka Sri Maharaja Sri [[Arjjaya Dengjaya Ketana]] (ratu, ca. 1200){{efn|Permaisuri [[Jayapangus]] dan ibu dari [[Ekajayalancana]]. Tidak diketemukan tahunnya, namun diperkirakan bersama Ekajayalancana}} dan ''Paduka Sri Maharaja Haji [[Ekajayalancana]]'' (penguasa bersama ca. 1200) [anak] mengeluarkan prasastinya prasasti Kintamani E pada tahun 1122 Ç (1200 M)
<!-- * [[Bhatara Guru Śri Adikuntiketana]] (ca. 1204)-->
* [[Bhatara Parameswara Sri Wirama]] (1126 Ç) terbaca dalam prasasti Pura Kehen C
<!-- * Masula Masuli.{{fact}} -->
* [[Bhatara Parameswara Hyang ning Hyang Adidewalancana|Adidewalancana]] atau ''Pameswara Çri Hyangning Hyang Adhidewalancana'' (1182 Ç, prasasti Bulihan B, ca. 1260-1286 M).
=== Wangsa Singasari ===
''[[Singasari]] menaklukkan Bali tahun 1284 M (1208 Ç)''
* Kryan Demung Sasabungalan (Saka 1206/1284 M)
* Rajapatih Makakasar, [[Kbo Parud]] atau ''Kebo Parud Makakasir'' (wakil Singasari, ca. 1296-1324 M){{efn|Pada masanya terjadi gelombang kedatangan para Arya dan rohaniawan dari Kerajaan Singasari serta kedatangan para Mpu keturunan Saptra Rsi bersama Bhujangga}} disebutkan dalam prasasti Pengotan E (1218 Ç) dan Sukawana D (1222 Ç). Apabila dilihat dari angka tahun prasasti yang dikeluarkan, maka rajapatih ini mengisi kekosongan pemerintahan setelah masa pemerintahan Raja Adidewalancana.
* Sri Masula Masuli (Saka 1246/1324 M)
''[[Singasari]] runtuh dan Bali menjadi kerajaan mandiri.''
* Mahaguru [[Dharmottungga Warmadewa]] atau ''Bethara Çri Maha Guru'' (sebelum 1324-1328 M) atau Bhatara Sri Mahaguru (1246-1247 Ç). Ia mengeluarkan tiga buah prasasti, namun memuat gelarnya berbeda-beda. Dalam prasasti Srokadan (1246 Ç) disebut dengan ''Paduka Bhatara Guru'' yang memerintah bersama-sama dengan cucunya (putunira), yakni ''Paduka Aji Sri Tarunajaya''. Dalam prasasti Cempaga C (1246 Ç) disebut dengan gelar ''Paduka Bhatara Sri Mahaguru'' dan dalam [[prasasti Tumbu]] (1247 Ç) ''Paduka Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmottungga Warmadewa''.<ref name="tatkala"/>
* [[Walajayakertaningrat]] atau ''Çri Walajaya Krethaningrat'' atau ''Paduka Tara SriWalajayakattaningrat'' (1250 Ç, 1328-1337 M) [anak Dharmottungga], terbaca dalam prasasti Selumbung.<ref name="tatkala"/>
* [[Śri Astasura Ratna Bumi Banten]] atau disebut juga '''Paduka Bhatara Sri Astasura Ratnabhumibanten''' (ca. 1337-1343 M){{efn|Para patihnya yang terkenal [[Pasung Grigis]] dan [[Kebo Iwa]]}} Gelar ini terbaca dalam prasasti Langgahan yang berangka tahun 1259 Ç.<ref name="tatkala"/>
''[[Majapahit]] menaklukkan Bali'' 1343 M.
* [[Dalem Makambika]] (1345–1347){{efn|Berdasarkan penguasa terakhir di [[Kerajaan Bedahulu]].}}
== Kerajaan Bali Dwipa (kerajaan awal) ==
{{utama|Dinasti Warmadewa|Kerajaan Bedahulu}}
[[Berkas:Stupika and artifacts Bali 8th century.jpg|jmpl|kiri|[[Stupika]] yang berisi tablet nazar Buddha, Bali abad ke-8. Stupa berbentuk lonceng mirip dengan seni Budha Jawa Tengah.]]
[[Berkas:Sanur Pilar top inscription.jpg|jmpl|ka|[[Prasasti Blanjong]] di Sanur (914), salah satu prasasti paling awal di Bali.]]
Bali telah dihuni oleh manusia sejak zaman [[Paleolitikum|Paleolitik]] (1 SM ke 200.000 SM), dibuktikan oleh penemuan alat kuno seperti kapak tangan di desa Sembiran dan desa Trunyan di Bali.<ref name="museum">catatan di [[Museum Bali]]</ref><ref>[https://books.google.com/books?id=dSFfD0dpdS4C&pg=PA163 ''Archaeology: Indonesian perspective'' Truman Simanjuntak p. 163]</ref> Diikuti oleh periode [[Mesolitikum|Mesolitik]] (200.000-3.000 SM); nenek moyang penduduk Bali saat ini mencapai pulau itu sekitar 3000 hingga 600 SM selama periode [[Neolitikum]], ditandai dengan teknologi penanaman padi dan berbicara [[Rumpun bahasa Austronesia|bahasa Austronesia]]. Periode [[Zaman Perunggu]] mengikuti, dari sekitar 600 SM hingga 800 M.
Periode sejarah di Bali dimulai sekitar abad ke-8 M, ditandai dengan ditemukannya prasasti nazar Buddhis tertulis yang terbuat dari tanah lempung. Tablet nazar Buddha, yang ditemukan di patung-patung [[stupa]] tanah liat kecil yang disebut "[[stupika]]", adalah prasasti tertulis pertama yang diketahui di Bali dan berasal dari sekitar abad ke-8 M.<ref name="museum"/> Stupika lainnya semacam itu telah ditemukan di Kabupaten Gianyar, di desa [[Pejeng, Tampaksiring, Gianyar|Pejeng]], Tatiapi, dan [[Blahbatuh, Gianyar|Blahbatuh]].<ref name="museum"/> Loka-lava berbentuk lonceng mirip dengan gaya stupa abad ke-8 seni Buddha Jawa Tengah yang ditemukan di [[Borobudur]] dan candi-candi Budha lainnya yang berasal dari periode itu, yang menunjukkan hubungan [[Wangsa Sailendra|Sailendra]] dengan para peziarah Budha atau penduduk sejarah awal Bali.
Pada awal abad ke-10, [[Sri Kesari Warmadewa]] menciptakan [[Prasasti Blanjong|prasasti pilar Belanjong]] yang ditemukan di dekat jalur selatan pantai Sanur. Itu adalah tulisan tertua yang dibuat oleh penguasa yang ditemukan di Bali. Pilar tersebut bertanggal sesuai dengan [[kalender Saka]] India, pada 836 saka (914 M).<ref>[https://books.google.com/books?id=Cvxw67f7-8wC&pg=PA24 ''The people of Bali'' Angela Hobart p. 24]</ref> Menurut prasasti itu, Sri Kesari adalah seorang raja Buddha dari [[Dinasti Syailendra]] yang memimpin ekspedisi militer,<ref>''Bali handbook with Lombok and the Eastern Isles'' by Liz Capaldi, Joshua Eliot p.98 [https://books.google.com/books?id=-iPvaB380_8C&pg=PA98]</ref> untuk mendirikan pemerintahan [[Buddha Mahayana]] di Bali.<ref>[https://books.google.com/books?id=JlcL6HeY-uAC&pg=PA156 ''Bali & Lombok'' Lesley Reader, Lucy Ridout p. 156]</ref> Dua prasasti lain oleh Kesari dikenal di pedalaman Bali, yang menunjukkan konflik di pedalaman pegunungan di pulau itu. Sri Kesari dianggap sebagai pendiri [[dinasti Warmadewa]], penguasa Bali yang diketahui paling awal, yang makmur selama beberapa generasi sebelum ekspansi dari pulau Jawa.
Tampaknya, pusat peradaban awal Bali pertama kali terletak di daerah Sanur di sebelah timur kota Denpasar hari ini, dan kemudian pusat politik, agama dan budaya pindah ke pedalaman utara, berkelompok di sekitar dataran selatan di masa kini di [[Kabupaten Gianyar]]; lebih tepatnya di pusat kerajaan tua di [[Bedulu, Blahbatuh, Gianyar|Bedulu]], dekat [[Goa Gajah]] dan Gianyar. Kuil gua batu dan tempat pemandian Goa Gajah, dekat [[Ubud, Gianyar|Ubud]] di Gianyar, dibuat sekitar periode yang sama. Ini menunjukkan kombinasi ikonografi Buddha dan Hindu Siwa. Beberapa ukiran stupa, stupikas (stupa kecil), dan gambar Boddhisattva menunjukkan bahwa dinasti Warmadewa adalah pelindung Buddhisme Mahayana. Namun demikian, agama Hindu juga dipraktikkan di Bali selama periode ini.
=== Raja dari Wangsa Warmadewa ===
Raja-raja dari [[Wangsa Warmadewa]] yang pernah memerintah Bali yaitu
* [[Sri Kesari Warmadewa]] (913–914 M)
* [[Ugrasena (raja Bali)|Sri Ugrasena]] (915–942 M)
* Sang Ratu Sri Haji [[Tabanendra Warmadewa]] (955–967 M)
* [[Indrajayasingha Warmadewa]]/Candrabhaya Singha Warmadewa (956–974 M)
* [[Janasadhu Warmadewa]] (975–983 M)
* [[Śri Wijaya Mahadewi|Sri Wijaya Mahadewi]] (983–989 M)
* Gunapriya Dharmapatni/Dharmo [[Udayana]] Warmadewa (989–1011 M)
* [[Śri Ajñadewi|Sri Ajnadewi]] (1011–1016 M)
* Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja/[[Marakata Pangkaja]] Sthana Tunggadewa/Paduka Haji Sri Dharmawangsawardhana (1016–1025 M)
* [[Anak Wungsu]] (1025–1077 M)
* [[Śri Maharaja Walaprabhu|Sri Maharaja Walaprabhu]] (1079–1088 M)
* [[Śri Maharaja Sakalendukirana Laksmidhara Wijayottunggadewi|Sri Maharaja Sakalendukirana Laksmidhara Wijayotunggadewi]] (1088–1101 M)
* [[Śri Maharaja Sri Suradhipa|Sri Maharaja Sri Suradhipa]] (1115–1119 M)
== Ikatan dengan Kerajaan di Jawa ==
{{utama|Kerajaan Medang|Kahuripan}}
[[Berkas:Gunung Kawi, Tampaksiring, Bali (492096076).jpg|jmpl|kiri|Ukiran batu di [[Candi Indonesia|candi]] kuil [[Gunung Kawi]] menunjukkan gaya candi serupa Jawa selama periode Medang akhir.]]
Pada paruh kedua abad ke-10, Bali diperintah oleh raja [[Udayana|Udayana Warmadewa]] dan ratunya, [[Mahendradatta]], seorang putri dinasti Isyana dari Jawa Timur. Mahendradatta adalah putri raja [[Sri Makutawangsawardhana|Sri Makutawangsawarddhana]], dan saudara perempuan raja [[Dharmawangsa]] dari [[Kerajaan Medang]]. Kehadiran ratu Jawa di istana Bali menunjukkan bahwa kemungkinan Bali telah membentuk aliansi dengan Jawa Timur, atau Bali adalah bawahan Jawa; pernikahan mereka adalah pengaturan politik untuk menyegel Bali sebagai bagian dari wilayah Medang, Jawa Timur. Pasangan kerajaan Bali adalah orang tua dari raja Jawa yang terkenal, [[Airlangga]] (991-1049). Adik laki-laki Airlangga, Marakata dan kemudian Anak Wungçu naik ke tahta orang Bali.
Kuil candi batu dari Gunung Kawi di Tampaksiring dibuat sekitar periode yang sama. Ini menunjukkan gaya candi serupa Jawa selama periode Medang akhir. Dinasti Warmadewa terus memerintah Bali dengan baik sampai abad ke-12 dengan masa pemerintahan [[Jayasakti]] (1146–50) dan [[Jayapangus]] (1178–81). Tidak ada bukti jelas tentang kontak dengan kekaisaran Cina secara politik selama periode ini namun koin Cina yang disebut ''[[kepeng]]'' banyak digunakan dalam perekonomian Jawa-Bali. Pada abad ke-12, raja Jayapangus dari Bali utara diketahui telah menikahi seorang wanita pedagang tiongkok, dan telah diabadikan melalui bentuk seni Barong Landung sebagai patung raja dan permaisur Cina-nya.
Setelah dinasti Warmadewa, keturunan mereka dan hubungan mereka dengan istana Jawa, tidak ada informasi lebih lanjut yang terus menerus ditemukan tentang para penguasa Bali. Tampaknya Bali telah mengembangkan dinasti asli baru yang cukup independen dari Jawa.
Pada akhir abad ke-13, Bali sekali lagi muncul dalam sumber Jawa seperti pada 1284, raja [[Kertanagara|Kertanegara]] meluncurkan ekspedisi ofensif Pabali melawan penguasa Bali, yang mengintegrasikan Bali ke dalam wilayah [[Singhasari]]. Namun, setelah pemberontakan Gelang-gelang [[Jayakatwang]] pada tahun 1292 yang menyebabkan kematian Kertanegara dan jatuhnya Singhasari, Jawa tidak dapat menegaskan kekuasaan mereka atas Bali, dan sekali lagi penguasa Bali menikmati kemerdekaan mereka dari Jawa.
Kontak Jawa menyebabkan dampak yang mendalam pada bahasa Bali yang dipengaruhi oleh bahasa Kawi, gaya Jawa Kuno. Bahasa ini masih digunakan di Bali meskipun sudah jarang.<ref name=Zurbuchen/><ref>{{cite book|title=Introduction to Old Javanese Language and Literature: A Kawi Prose Anthology|year=1976|url=https://archive.org/details/introductiontool0000zurb|author=Mary S. Zurbuchen|publisher=Center for South and Southeast Asian Studies, University of Michigan|page=[https://archive.org/details/introductiontool0000zurb/page/n16 3]}}</ref>
== Periode Majapahit ==
{{utama|Majapahit}}
[[Berkas:Pura Maospahit Denpasar Bali.jpg|jmpl|ka|''Pura Maospahit'' ("Pura Majapahit") di [[Denpasar]], Bali, memperagakan arsitektur bata merah khas Majapahit.]]
Di [[Jawa Timur]], [[Majapahit]] di bawah pemerintahan Ratu [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]] dan Perdana Menteri [[Gajah Mada]] yang cakap dan ambisius, menyaksikan perluasan armada Majapahit ke pulau-pulau tetangga di kepulauan Indonesia termasuk Bali yang berdekatan. Menurut naskah Babad Arya Tabanan, pada tahun 1342 pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada dibantu oleh jendralnya [[Arya Damar]], bupati Palembang, mendarat di Bali. Setelah tujuh bulan pertempuran, pasukan Majapahit mengalahkan raja Bali di Bedulu (Bedahulu) pada tahun 1343. Setelah penaklukan Bali, Majapahit mendistribusikan otoritas pemerintahan Bali di antara saudara-saudara muda Arya Damar; [[Arya Kenceng]], Arya Kutawaringin, Arya Sentong dan Arya Belog. Arya Kenceng memimpin saudara-saudaranya untuk memerintah Bali di bawah panji Majapahit, ia menjadi leluhur raja-raja Bali dari trah kerajaan Tabanan dan Badung.
Pupuh 14 [[Nagarakretagama]], disusun pada masa pemerintahan [[Hayam Wuruk]] pada tahun 1365, menyebutkan beberapa tempat di Bali; Bedahulu dan ''Lwa Gajah'' (diidentifikasikan sebagai [[Goa Gajah]]) sebagai tempat di bawah kekuasaan Majapahit. Ibu kota Majapahit di Bali didirikan di [[Samplangan, Gianyar, Gianyar|Samprangan]] dan kemudian [[Gelgel, Klungkung, Klungkung|Gelgel]]. Menyusul kematian Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki periode penurunan yang stabil dengan konflik atas suksesi, di antaranya adalah [[perang Paregreg]] (1405 hingga 1406).<ref name=ricklefs>{{Cite book|isbn = 9780804721950|last = Ricklefs|first = Merle Calvin|title = A history of modern Indonesia since c. 1300|year = 1993|publisher = Stanford University Press/Macmillans|edition = 2nd}}</ref>
Pada tahun 1468, Pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Raja [[Singhawikramawardhana]] dan menguasai [[Trowulan]]. Singhawikramawardhana yang kalah pergi dari ibu kota lebih jauh ke pedalaman ke [[Daha]] (bekas ibu kota Kadiri), secara efektif membagi Majapahit menjadi dua pusat kekuasaan; Trowulan dan Daha. Pada tahun 1474 Singhawikramawardhana meninggal dan digantikan oleh [[Dyah Ranawijaya]], yang memerintah dari Daha. Untuk menjaga pengaruh Majapahit dan kepentingan ekonomi, Kertabhumi menganugerahi hak dagang pedagang Muslim di pantai utara Jawa, sebuah tindakan yang mengarah pada [[kesultanan Demak]] dalam beberapa dekade berikutnya. Kebijakan ini meningkatkan ekonomi dan pengaruh Majapahit, tetapi melemahkan posisi Hindu-Budha sebagai agama utama, karena Islam mulai menyebar lebih cepat dan bebas di Jawa. Keluhan pengikut Hindu-Buddha kemudian mendesak Ranawijaya untuk mengalahkan Kertabhumi.
Pada 1478, pasukan Ranawijaya di bawah [[Patih Udara]] melanggar pertahanan Trowulan dan membunuh Kertabumi di istananya,<ref>Pararaton, p. 40, ''" .... bhre Kertabhumi ..... bhre prabhu sang mokta ring kadaton i saka sunyanora-yuganing-wong, 1400".''</ref><ref>Lihat juga: Hasan Djafar, Girindrawardhana, 1978, p. 50.</ref> Demak mengirim bala bantuan di bawah [[Sunan Ngudung]], yang kemudian mati dalam pertempuran dan digantikan oleh [[Sunan Kudus]], tetapi mereka datang terlambat untuk menyelamatkan Kertabhumi meskipun mereka berhasil mengusir tentara Ranawijaya. Peristiwa ini disebutkan dalam prasasti Jiwu dan Petak, di mana Ranawijaya mengklaim bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan menyatukan kembali Majapahit sebagai satu Kerajaan.<ref name="SNI448">Poesponegoro & Notosusanto (1990), pp. 448–451.</ref> Ranawijaya memerintah dari tahun 1474 hingga 1498 dengan nama resmi [[Girindrawardhana]], dengan Patih Udara sebagai Perdana Menteri. Peristiwa ini menyebabkan perang antara Kesultanan Demak dan Daha, karena penguasa Demak kala itu, [[Raden Patah]], adalah keturunan Bhre Kertabhumi.
Pada 1498, Patih Udara melakukan kudeta dan mengalahkan Girindrawardhana dan perang antara Demak dan Daha surut. Tetapi keseimbangan yang rapuh ini berakhir ketika patih Udara meminta bantuan ke Portugal di Malaka dan memimpin [[Adipati Unus]] dari Demak untuk menyerang Malaka dan Daha.<ref>MB. Rahimsyah. Legenda dan Sejarah Lengkap Walisongo. (Amanah, Surabaya, tth)</ref>
Teori lain menyatakan bahwa alasan serangan Demak terhadap Majapahit adalah balas dendam terhadap Girindrawardhana, yang telah mengalahkan kakek Adipati Yunus, [[Bhre Kertabhumi|Prabu Bhre Kertabumi]] (Prabu Brawijaya V).<ref>Marwati Djoenoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid II. Cetakan V. (PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1984)</ref> Kekalahan Daha di bawah Demak menandai berakhirnya era Hindu Majapahit di Jawa. Setelah jatuhnya kekaisaran, banyak bangsawan Majapahit, pengrajin dan pendeta berlindung baik di daerah pegunungan pedalaman Jawa Timur, Blambangan di ujung timur Jawa, atau melintasi selat sempit ke Bali. Para pengungsi mungkin melarikan diri untuk menghindari pembalasan Demak atas dukungan mereka untuk Ranawijaya terhadap Kertabhumi.
Kerajaan Majapahit Jawa mempengaruhi Bali baik secara budaya maupun politik. Seluruh istana Majapahit melarikan diri ke Bali setelah penaklukan oleh penguasa Muslim pada tahun 1478, yang mengakibatkan pengalihan seluruh budaya. Bali dipandang sebagai kelanjutan dari budaya Jawa Hindu dan merupakan sumber utama pengetahuan tentang hal itu pada zaman modern.<ref>{{cite book|title=Seeking the Asian Face of Jesus: A Critical and Comparative Study of the Practice and Theology of Christian Social Witness in Indonesia and India Between 1974 and 1996 with Special Reference to the Work of Wayan Mastra in the Protestant Christian Church of Bali and of Vinay Samuel in the Church of South India|author=Chris Sugden|publisher=Oxford Centre for Mission Studies|page=21}}</ref> Para bangsawan dan pendeta Jawa yang masuk mendirikan istana bergaya Majapahit di Bali. Masuknya menyebabkan beberapa perkembangan penting. Perkawinan keluarga-keluarga Bali terkemuka bersama dengan keluarga kerajaan Majapahit mengarah pada dasar garis keturunan kasta atas Bali. Gagasan Jawa khususnya tradisi Majapahit memengaruhi agama dan seni di pulau ini. Bahasa Jawa juga memengaruhi bahasa Bali yang dipetuturkan.<ref name=Zurbuchen>{{cite book|title=The Language of Balinese Shadow Theater|author=Mary Sabine Zurbuchen|publisher=Princeton University Press|page=18}}</ref> Arsitektur dan kuil-kuil Bali modern memiliki banyak kesamaan dengan estetika dan gaya relief di kuil-kuil Jawa Timur dari zaman keemasan Majapahit.<ref>{{cite book|title=Sari to Sarong: Five Hundred Years of Indian and Indonesian Textile Exchange|year=2003|url=https://archive.org/details/saritosarongfive0000maxw|author=Robyn J. Maxwell|publisher=National Gallery of Australia|page=[https://archive.org/details/saritosarongfive0000maxw/page/n35 26]}}</ref>
Sejumlah besar naskah Majapahit, seperti [[Nagarakretagama]], [[Kakawin Sutasoma|Sutasoma]], [[Pararaton]] dan [[Tantu Pagelaran]], disimpan dengan baik di berbagai perpustakaan kerajaan Bali dan Lombok, dan memberikan sekilas dan catatan sejarah berharga tentang Majapahit. Sebagai hasil dari masuknya unsur Jawa, sejarawan [[Ramesh Chandra Majumdar]] menyatakan bahwa Bali ''"segera menjadi benteng terakhir budaya dan peradaban Indo-Jawa."''<ref>{{cite book|title=The History and Culture of the Indian People: The struggle for empire|author=Rajesh Chandra Majumdar|page=755|publisher=Allen & Unwin}}</ref>
== Kerajaan Gelgel ==
{{Utama|Kerajaan Gelgel}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Poort van een tempelcomplex in Gelgel TMnr 10016393.jpg|jmpl|lurus|kiri|Candi ''pemesuan'' di Gelgel, ibu kota kerajaan tua Bali.]]
Menurut naskah [[Babad Dalem]] (disusun pada abad ke-18), penaklukan Bali oleh kerajaan Jawa Hindu di Majapahit diikuti oleh didirikannya dinasti pengikut di [[Samplangan, Gianyar, Gianyar|Samprangan]], Kabupaten Gianyar saat ini, dekat dengan pusat kerajaan lama [[Kerajaan Bedahulu|Bedulu]]. Perpindahan ini berlangsung pada pertengahan abad ke-14. Penguasa Samprangan pertama [[Sri Aji Kresna Kepakisan]] menjadi bapak tiga putra. Dari mereka, yang tertua, [[Dalem Samprangan]], berhasil memerintah hanya ternyata menjadi penguasa yang tidak kompeten. Adik bungsunya, [[Dalem Ketut]], mendirikan kursi kerajaan baru di Gelgel sementara Samprangan tenggelam dalam ketidakjelasan.<ref>I Wayan Warna et al. (1986), ''Babad Dalem; Teks dan terjemahan''. Denpasar: Dinas Pendidkan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Tingkat I Bali.</ref>
Kontak Eropa pertama dengan Bali dilakukan pada 1512, ketika sebuah ekspedisi Portugis yang dipimpin oleh [[Antonio Abreu]] dan [[Francisco Serrão]] yang berlayar dari [[Melaka Portugis]] dan mencapai pantai utara Bali. Bali juga dipetakan pada 1512, dalam bagan Francisco Rodrigues.<ref>{{cite book|last=Cortesão|first=Jaime|year=1975|title=Esparsos, Volume III|location=Coimbra|publisher=Universidade de Coimbra Biblioteca Geral|page=288}} "...''passing the island of 'Balle', on whose heights the nau Sabaia, of Francisco Serrão, was lost. ..''" - from Antonio de Abreu, and in [[João de Barros]] and Antonio Galvão (''Décadas da Ásia''). [https://books.google.com/books?id=2PbNS0LHn60C&pg=PA288&lpg=PA288&dq=bali+Antonio+de+Abreu+Francisco+Serr%C3%A3o&source=bl&ots=R4l3DsjtGQ&sig=zyZOkFk2J5_MwpCcLZq2fHdzerY&hl=pt-PT&sa=X&ei=OMMZVNG0NYKy7AbRyICYBg&ved=0CEoQ6AEwBQ#v=onepage&q=bali%20Antonio%20de%20Abreu%20Francisco%20Serr%C3%A3o&f=false]</ref> Di Majapahit, Jawa Timur, jatuhnya Daha ke dalam tangan Kesultanan Demak pada tahun 1527 telah mendorong gelombang pengungsian para bangsawan Hindu, pendeta dan pengrajin yang mencari perlindungan ke Bali.
Pada 1585, pemerintah Portugis di Malaka mengirim sebuah kapal untuk membangun benteng dan pos perdagangan di Bali, tetapi misinya gagal ketika kapal itu kandas di terumbu semenanjung Bukit.
Pada abad ke-16, Puri (istana Bali) Gelgel menjadi pemerintahan yang kuat di wilayah tersebut. Pengganti Dewa Ketut, [[Dalem Baturenggong]], memerintah pada pertengahan abad ke-16. Ia menerima seorang resi Brahmana Jawa bernama [[Dang Hyang Nirartha|Nirartha]] yang melarikan diri dari kemunduran Hindu di Jawa. Raja menjadi pelindung Nirartha, yang juga membawa banyak karya sastra yang luas yang membentuk spiritualisme Hindu Bali. Gelgel mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Dalem Baturenggong, ketika [[Lombok]], [[Sumbawa Barat|Sumbawa barat]] dan [[Kerajaan Blambangan|Blambangan]] di Jawa paling timur, disatukan di bawah kekuasaan Gelgel.
Pengaruh Gelgel terhadap Blambangan yang masih Hindu tampaknya menarik perhatian Sultan Mataram yang bercita-cita menyatukan seluruh Jawa dan juga untuk menyebarkan agama Islam. Pada 1639, Mataram melancarkan invasi ke Blambangan.<ref name="Britannica">{{cite web |title = Mataram, Historical kingdom, Indonesia |publisher = Encyclopædia Britannica |url = http://www.britannica.com/EBchecked/topic/368940/Mataram |accessdate = 1 January 2015}}</ref> Kerajaan Gelgel segera mengirimkan dukungan kepada Blambangan sebagai daerah penyangga terhadap ekspansi Mataram Islam. Blambangan menyerah pada tahun 1639, tetapi dengan cepat mendapatkan kembali kemerdekaannya dan bergabung kembali dengan Bali segera setelah pasukan Mataram menarik diri.<ref name="Soekmono62">{{cite book |author= Soekmono |title= Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 |publisher = Kanisius |page =62 }}</ref> Kesultanan Mataram sendiri, setelah kematian [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]], tampaknya sibuk dengan masalah internal mereka, kehilangan minat untuk meneruskan kampanye militer mereka, dan berhenti melanjutkan permusuhan terhadap Blambangan dan Gelgel.
== Periode Sembilan Kerajaan ==
[[Berkas:Kaart van het eiland Bali.jpg|jmpl|ka|Peta sembilan kerajaan Bali, sekitar tahun 1900]]
Setelah tahun 1651, kerajaan Gelgel mulai terpecah karena konflik internal. Pada tahun 1686, sebuah singgasana kerajaan baru didirikan di Klungkung, empat kilometer utara Gelgel. Para penguasa Klungkung, yang dikenal dengan sebutan [[Dewa Agung]], tidak mampu mempertahankan kekuasaan atas Bali. Pulau itu selanjutnya terbagi menjadi sembilan kerajaan kecil; [[Kabupaten Klungkung|Klungkung]], [[Kabupaten Buleleng|Buleleng]], [[Kabupaten Karangasem|Karangasem]], [[Mengwi, Badung|Mengwi]], [[Kabupaten Badung|Badung]], [[Kabupaten Tabanan|Tabanan]], [[Kabupaten Gianyar|Gianyar]], [[Kabupaten Bangli|Bangli]] dan [[Kabupaten Jembrana|Jembrana]]. Kerajaan-kerajaan kecil ini mengembangkan dinasti mereka sendiri, membangun Puri mereka sendiri (kompleks istana Bali) dan mendirikan pemerintahan mereka sendiri. Namun demikian, sembilan kerajaan di Bali ini mengakui kepemimpinan Klungkung; bahwa raja-raja Dewa Agung Klungkung adalah [[primus inter pares]] mereka di antara raja-raja Bali, dan pantas menerima gelar kehormatan sebagai "Raja Bali". Sebagian besar kerajaan ini,kini membentuk basis dan batas-batas [[Daftar kabupaten dan kota di Bali|Kabupaten di Bali]]. Pada abad-abad berikutnya, berbagai kerajaan di Bali ini berperang berturut-turut di antara mereka sendiri, meskipun mereka memberi Dewa Agung status simbolis terpenting di Bali. Hal ini menyebabkan hubungan yang rumit di antara penguasa Bali, karena ada banyak raja di Bali. Situasi ini berlangsung hingga kedatangan Belanda pada abad ke-19.
== Intervensi asing ==
{{utama|Intervensi Belanda di Bali (1846)|Intervensi Belanda di Bali (1848)|Intervensi Belanda di Bali (1849)|Intervensi Belanda di Bali (1906)|Intervensi Belanda di Bali (1908)}}
[[Berkas:Puputan of the Raja of Boeleleng.jpg|jmpl|kiri|lurus|Raja [[Buleleng]] bunuh diri dengan 400 pengikut, pada tahun 1849 '' puputan '' melawan Belanda.]]
Meskipun kontak Eropa telah dilakukan sejak 1512 dan kemudian pada 1585 oleh armada [[Kolonialisme Portugis di Indonesia|Portugis]], tidak ada kekuatan Eropa yang nyata dirasakan di Bali karena kerajaan Bali melanjutkan cara hidup mereka terpelihara sejak zaman Hindu Majapahit. Pada 1597, penjelajah Belanda [[Cornelis de Houtman]] tiba di Bali dan bertemu Dalem Gelgel. Ekspedisi Belanda kedua muncul pada 1601, yaitu [[Jacob van Heemskerck]]. Pada kesempatan ini, Dalem Gelgel mengirim surat kepada [[Pangeran Maurits dari Oranye-Nassau, van Vollenhoven|Pangeran Maurits]], terjemahan yang dikirim oleh [[Cornells van Eemskerck]]. Surat itu memberikan izin kepada Belanda untuk berdagang di Bali serta menyatakan permintaan Bali untuk berdagang secara bebas dengan Belanda. Surat persahabatan dan perjanjian dagang diplomatik ini diterjemahkan secara salah sebagai pengakuan orang Bali atas kekuasaan Belanda dan selanjutnya digunakan oleh Belanda untuk mengajukan klaim mereka ke pulau itu. Meskipun VOC — yang berpusat di [[Batavia]] (sekarang Jakarta) — sangat aktif di Kepulauan Maluku, Jawa, dan Sumatra, VOC tidak tertarik pada Bali, karena VOC lebih tertarik pada perdagangan rempah-rempah, sebuah produk langka di Bali yang terutama kerajaan pertanian padi. Pembukaan pos perdagangan dicoba pada tahun 1620 tetapi gagal karena permusuhan lokal. VOC meninggalkan perdagangan Bali ke pedagang swasta, terutama saudagar Cina, Arab, Bugis dan kadang-kadang Belanda, yang terutama berurusan dengan perdagangan opium dan budak.
[[Berkas:Dewa Agung in 1908.jpg|jmpl|lurus|[[Dewa Agung]] dari [[Klungkung]] pada tahun 1908.]]
Namun, ketidakpedulian Belanda terhadap Bali berubah total pada abad ke-19, ketika kontrol kolonial Belanda meluas ke seluruh kepulauan Indonesia dan mereka mulai mengidam-idamkan pulau itu. Belanda menggunakan dalih untuk memberantas penyelundupan opium, perdagangan senjata, tradisi ''tawan karang'' Bali (penjarahan kapal karam), dan perbudakan untuk memaksakan kontrol mereka pada kerajaan Bali. Tentara Hindia Belanda menginvasi Bali utara pada tahun [[Intervensi Belanda di Bali (1846)|1846]], [[Intervensi Belanda di Bali (1848)|1848]], dan akhirnya pada tahun [[Intervensi Belanda di Bali (1849)|1849]] Belanda mampu mengendalikan kerajaan Bali utara, [[Buleleng]] dan [[Jembrana]].<ref>Barski, p.48</ref>
Pada tahun 1894, Belanda menggunakan pemberontakan [[Suku Sasak|Sasak]] melawan penguasa Bali di Lombok Barat, sebagai alasan untuk mengganggu dan menaklukkan Lombok. Belanda mendukung pemberontakan Sasak, dan melancarkan [[Intervensi Belanda di Lombok dan Karangasem|ekspedisi militer]] terhadap Puri Bali di [[Kota Mataram|Mataram]], Lombok. Pada akhir November 1894, Belanda telah memusnahkan posisi orang Bali, dengan ribuan orang tewas, dan orang Bali menyerah atau melakukan ritual bunuh diri [[puputan]]. Lombok dan Karangasem menjadi bagian dari Hindia Belanda.<ref>[https://books.google.com/books?id=JlcL6HeY-uAC&pg=PA298 ''The rough guide to Bali & Lombok'' by Lesley Reader, Lucy Ridout p.298]</ref> Segera sesudahnya kerajaan Bangli dan Gianyar juga menerima kekuasaan Belanda, tetapi Bali selatan terus menolak.
Pada tahun 1906 Belanda melancarkan [[Intervensi Belanda di Bali (1906)|ekspedisi militer]] melawan kerajaan Bali selatan, [[Badung]] dan [[Tabanan]], dan melemahkan kerajaan [[Klungkung]], lagi-lagi dengan dalih tradisi ''tawan karang'' Bali (penjarahan bangkai kapal). Akhirnya pada tahun 1908, Belanda [[Intervensi Belanda di Bali (1908)|meluncurkan invasi]] terhadap kerajaan Klungkung, dengan dalih mengamankan monopoli candu mereka. Tindakan ini merampungkan penaklukan Belanda atas Bali, dan pada saat itu telah menjadikan Bali sebagai [[protektorat]] Belanda.<ref>[https://books.google.com/books?id=JlcL6HeY-uAC&pg=PA496 ''Bali and Lombok'' Lesley Reader, Lucy Ridout p.496]</ref> Meskipun beberapa anggota keluarga kerajaan Bali masih bertahan, Belanda telah sepenuhnya membongkar institusi kerajaan Bali, menghancurkan kekuasaan dan otoritas raja-raja Bali dan dengan demikian mengakhiri berabad-abad sistem pemerintahan kerajaan Bali. Selama periode Hindia Belanda, ibu kota kolonial Bali dan Kepulauan Sunda Kecil berpusat di [[Singaraja (kota)|Singaraja]] di pantai utara.
== Lihat juga ==
* [[Sejarah Bali]]
* [[Kerajaan Kediri]]
* [[Kerajaan Singosari]]
* [[Daftar Raja Bali]]
== Referensi ==
{{reflist}}
=== Catatan ===
<references group="lower-alpha"/>
[[Kategori:Kerajaan Bali| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara]]
[[Kategori:Kerajaan di Bali]]
[[Kategori:Kerajaan Hindu di Indonesia]]
|