Suku Toraja: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Upacara pemakaman: penambah berkas
Tag: halaman dengan galat kutipan
 
(216 revisi perantara oleh 100 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{lindungi}}
{{ethnic group|
| image = [[Berkas:Célèbes 6543a.jpg|nonenir|300px]]
| image_caption = Anak perempuan Toraja pada upacara pernikahan
| group = Suku Toraja
|poptime=650.000<ref name="official">{{cite web|url=http://www.toraja.go.id/sosial.php|title=Tana Toraja official website|accessdate=2006-10-04|language=[[Bahasa Indonesia|Indonesia]]}}</ref>
| native_name = To Raya, To Raa, To Riaja
|popplace=[[Sulawesi Barat]], [[Sulawesi Selatan]]
| poptime = 650.000
|langs=Toraja-Sa'dan, Kalumpang, Mamasa, Ta'e, Talondo' dan Toala'.
| popplace = [[Sulawesi BaratSelatan]]: 60%, [[Sulawesi SelatanBarat]]: 14%
|religions=[[Protestan]]: 65.15%, [[Katolik]]: 16.97%, [[Islam]]: 5.99% dan Aluk To Dolo: 5.99%.<ref name="official"/>
| langs = [[Bahasa Toraja-Sa'dan|Toraja-Sa'dan]], [[Bahasa Kalumpang|Kalumpang]], [[Bahasa Mamasa|Mamasa]], [[Bahasa Tae'|Tae']], [[Bahasa Talondo'|Talondo']] dan [[Bahasa Toala'|Toala']]
|related=[[Bugis]], [[Suku Makassar|Makassar]]}}
| religions = {{•}} 82,12% [[Berkas:Christian cross.svg|12px]] [[Kekristenan di Indonesia|Kekristenan]] (65,15% [[Berkas:Christian cross.svg|12px]] [[Protestan|Kristen Protestan]], 16,97% [[Berkas:Christian cross.svg|12px]] [[Katolik]])<br>{{•}} 5,99% [[Berkas:Rumah Tongkonan.jpeg|20px]] [[Aluk To Dolo]]<br>
'''Suku Toraja''' adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara [[Sulawesi Selatan]], [[Indonesia]]. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di [[Kabupaten Tana Toraja]], [[Kabupaten Toraja Utara]], dan [[Kabupaten Mamasa]].<ref name="official"/> Mayoritas suku Toraja memeluk agama [[Kristen]], sementara sebagian menganut [[Islam]] dan kepercayaan [[animisme]] yang dikenal sebagai ''Aluk To Dolo''. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari [[Agama Hindu Dharma]].<ref name="Volkman1990"/>
{{•}} 5,99% [[Berkas:Allah-green.svg|15px]] [[Islam Sunni]]<ref name="official"/>
| related = [[Suku Bugis|Bugis]], [[Suku Mamasa|Mamasa]], [[Suku Mandar|Mandar]]
}}
 
'''Suku Toraja''' adalah sebuah [[suku bangsa]] yang menetap di [[pegunungan]] bagian utara [[Sulawesi Selatan]], [[Indonesia]]. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih tinggal di [[Kabupaten Tana Toraja]], [[Kabupaten Toraja Utara]], dan [[Kabupaten Mamasa]] (di Mamasa disebut juga sebagai [[suku Mamasa]]).<ref name="official">{{cite web|url=http://www.toraja.go.id/sosial.php|title=Tana Toraja official website|accessdate=2006-10-04|language=[[Bahasa Indonesia|Indonesia]]|archive-date=2006-05-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20060529201932/http://www.toraja.go.id/sosial.php|dead-url=yes}}</ref> Mayoritas suku Toraja memeluk [[Kekristenan]], sebagian masih menganut agama asli ''[[Aluk Todolo|Aluk To Dolo]]'', dan sebagian lagi menganut [[Islam]]. Pemerintah Indonesia telah mengakui [[Aluk To Dolo]] atau Hindu Alukta sebagai bagian dari [[Hindu di Indonesia]].<ref name="Volkman1990">{{cite journal|last=Volkman|first=Toby Alice|title=Visions and Revisions: Toraja Culture and the Tourist Gaze| url= http://links.jstor.org/sici?sici=0094-0496%28199002%2917%3A1%3C91%3AVARTCA%3E2.0.CO%3B2-G |journal= American Ethnologist |issue=1| volume=17| pages=91–110|accessdate=2007-05-18|doi=10.1525/ae.1990.17.1.02a00060|month=February|year=1990 | issn = 0094-0496}}</ref>{{sfn|Segara|2023}}
Kata ''toraja'' berasal dari bahasa [[Bugis]], ''to riaja'', yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". [[Hindia Belanda|Pemerintah kolonial Belanda]] menamai suku ini ''Toraja'' pada tahun 1909.<ref name="Nooy-Palm1975">{{cite journal|author=Nooy-Palm, Hetty| title=Introduction to the Sa'dan People and their Country| journal=Archipel| volume=15 |year=1975 |pages=163–192}}</ref> Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat [[tongkonan]] dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.
 
Kata ''Toraja'' berasal dari [[bahasa Bugis]], ''To Riaja'', yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". [[Hindia Belanda|Pemerintah kolonial Belanda]] menamai suku ini ''Toraja'' pada tahun 1909.<ref name="Nooy-Palm1975">{{cite journal|author=Nooy-Palm, Hetty| title=Introduction to the Sa'dan People and their Country| journal=Archipel| volume=15 |year=1975 |pages=163–192}}</ref> Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat [[tongkonan]] dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Suku Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris [[Bangsa Belanda|Belanda]] datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang [[pariwisata Indonesia]]. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog.<ref name="Adams1990">{{cite journal|last=Adams|first=Kathleen M.|title=Cultural Commoditization in Tana Toraja, Indonesia |url= http://209.200.101.189/publications/csq/csq-article.cfm?id=841 |journal= Cultural Survival Quarterly|volume=14|issue=1|date=January 31, 1990|accessdate=2007-05-18|archive-date=2007-09-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20070927222440/http://209.200.101.189/publications/csq/csq-article.cfm?id=841|dead-url=yes}}</ref> Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor [[pariwisata]] yang terus meningkat.<ref name="Adams1995">{{cite journal|last=Adams|first=Kathleen M.|title=Making-Up the Toraja? The Appropriate of Tourism, Anthropology, and Museums for Politics in Upland Sulawesi, Indonesia| url=http://www.jstor.org/pss/3774103|journal= Ethnology| volume=34 |issue=2|pages=143|id={{ISSN|0014-1828}}|date=Spring 1995|accessdate=2007-05-18|doi=10.2307/3774103}}</ref>
 
== Identitas etnis ==
[[Berkas:Rumah Tongkonan Di Toraja.jpg|jmpl|ka|250px|Rumah Tongkonan di Toraja]]
Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelum [[Hindia Belanda|penjajahan Belanda]] dan masa pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal di daerah dataran tinggi, dikenali berdasarkan desa mereka, dan tidak beranggapan sebagai kelompok yang sama. Meskipun ritual-ritual menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam dialek, hierarki sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran tinggi [[Sulawesi]]. "Toraja" (dari bahasa pesisir ''to'', yang berarti orang, dan ''Riaja'', dataran tinggi) pertama kali digunakan sebagai sebutan penduduk dataran rendah untuk penduduk dataran tinggi.<ref name="Nooy-Palm1975">{{cite journal|author=Nooy-Palm, Hetty| title=Introduction to the Sa'dan People and their Country| journal=Archipel| volume=15 |year=1975 |pages=163–192}}</ref> Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki hubungan perdagangan dengan orang luar—seperti [[suku Bugis]] dan [[suku Makassar]], dan [[suku Mandar]] yang menghuni sebagian besar dataran rendah di Sulawesi—daripada dengan sesama suku di dataran tinggi. Kehadiran [[misionaris]] Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di wilayah Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata di [[Tana Toraja]].<ref name="Adams1990"/> Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis utama—suku Bugis (meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut), suku Mandar (pedagang, pembuat kapal dan pelaut), dan suku Toraja (petani di dataran tinggi).<ref name="Sutton1995">{{cite journal| title=Performing arts and cultural politics in South Sulawesi |author=Sutton, R. Anderson |journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde |volume=151 |year=1995 |issue=4 |pages=672–699 |url=http://www.kitlv-journals.nl/files/pdf/art_BKI_1565.pdf |format = PDF}}</ref>
 
Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelum [[Hindia Belanda|penjajahan Belanda]] dan masa pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal di daerah dataran tinggi, dikenali berdasarkan desa mereka, dan tidak beranggapan sebagai kelompok yang sama. Meskipun ritual-ritual menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam dialek, hierarki sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran tinggi [[Sulawesi]]. "Toraja" (dari bahasa pesisir ''to'', yang berarti orang, dan ''Riaja'', dataran tinggi) pertama kali digunakan sebagai sebutan penduduk dataran rendah untuk penduduk dataran tinggi.<ref name="Nooy-Palm1975">{{cite journal|author=Nooy-Palm, Hetty| title=Introduction to the Sa'dan People and their Country| journal=Archipel| volume=15 |year=1975 |pages=163–192}}</ref> Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki hubungan perdagangan dengan orang luar—seperti [[suku Bugis]] dan, [[suku Makassar]], dan [[suku Mandar]] yang menghuni sebagian besar dataran rendah di Sulawesi—daripada dengan sesama suku di dataran tinggi. Kehadiran [[misionaris]] Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di wilayah Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata di [[Tana Toraja]].<ref name="Adams1990"/> Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis utama—suku Bugis (meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut), suku Mandar (pedagang, pembuat kapal dan pelaut), dan suku Toraja (petani di dataran tinggi).<ref name="Sutton1995">{{cite journal| |title=Performing arts and cultural politics in South Sulawesi |author=Sutton, R. Anderson |journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde |volume=151 |year=1995 |issue=4 |pages=672–699 |url=http://www.kitlv-journals.nl/files/pdf/art_BKI_1565.pdf |format=PDF |access-date=2010-05-16 |archive-date=2007-06-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070620185620/http://www.kitlv-journals.nl/files/pdf/art_BKI_1565.pdf |dead-url=yes PDF}}</ref>
 
== Sejarah ==
DuluWilayah ada yang mengira bahwasekitaran [[Teluk Tonkin]], yang terletak antara [[Vietnam]] utara dan [[Cina]] selatan, adalah tempat asal suku Toraja.<ref name="cyrut">{{cite book|author=Kruyt, A.C.|title=De West-Toradjas op Midden-Celebes|year= 1938|publisher=Noord-Hollandsche Uitgevers-Maatschappij|location=Amsterdam|language=[[Bahasa Belanda]]}}</ref> Sebetulnya, orang Toraja hanya salah satu [[kelompok]] penutur [[rumpun bahasa Austronesia|bahasa Austronesia]]. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi.
 
Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi melalui ''[[Vereenigde Oost-Indische Compagnie]]'' (VOC). Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran [[Islam]] di Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar dan Bugis. Belanda melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda.<ref name="Volkman1990"/> Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar wilayah Sa'dan dan disebut ''Tana Toraja''. Tana Toraja awalnya merupakan subdivisi dari [[kerajaan Luwu]] yang mengklaim wilayah tersebut.<ref>{{cite journal |title=Houses, hierarchy, headhunting and exchange; Rethinking political relations in the Southeast Asian realm of Luwu’ |author=Schrauwers, Albert |journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde |volume=153 |year=1997 |issue=3 |pages=356–380 |url=http://www.kitlv-journals.nl/files/pdf/art_BKI_1613.pdf |format=PDF |accessdate=2007-05-18 |archive-date=2007-06-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070620185649/http://www.kitlv-journals.nl/files/pdf/art_BKI_1613.pdf |dead-url=yes }}</ref> Pada tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status ''regentschap'', dan Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.<ref name="Volkman1990"/>
 
Misionaris Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat dari suku Toraja karena penghapusan jalur perdagangan budak yang menguntungkan Toraja.<ref name="Nooy-Palm88">cf. Kis-Jovak et al. (1988), Ch. 2, Hetty Nooy-Palm, ''The World of Toraja'', hal. 12–18.</ref> Beberapa orang Toraja telah dipindahkan ke dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti kekayaan para elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda tersebut tidak merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit orang Toraja yang saat itu menjadi Kristen.<ref name="Ngelow2004">{{cite journal|last=Ngelow|first=Zakaria J.|url=http://www.nanzan-u.ac.jp/SHUBUNKEN/publications/miscPublications/I-R/pdf/45-Ngelow.pdf|format=PDF|title=Traditional Culture, Christianity and Globalization in Indonesia: The Case of Torajan Christians|journal=Inter-Religio|volume=45|date=Summer 2004|accessdate=2007-05-18|archive-date=2007-06-20|archive-url=https://web.archive.org/web/20070620185600/http://www.nanzan-u.ac.jp/SHUBUNKEN/publications/miscPublications/I-R/pdf/45-Ngelow.pdf|dead-url=yes}}</ref> Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja yang berubah agama menjadi Kristen.<ref name="Nooy-Palm88"/>
 
Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang-orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan 1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan [[Darul Islam]], yang bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen.<ref name="Volkman1983Volkman83">{{cite journal|last=Volkman|first=Toby Alice|title=A View from the Mountains|url=http://www.cs.org/publications/csq/csq-article.cfm?id=150|journal=Cultural Survival Quarterly|issue=4|volume=7|date=December 31, 1983|accessdate=2007-05-18|format={{Dead link|date=April 2009}} – <sup>[http://scholar.google.co.uk/scholar?hl=en&lr=&q=author%3AVolkman+intitle%3AA+View+from+the+Mountains&as_publication=Cultural+Survival+Quarterly&as_ylo=&as_yhi=&btnG=Search Scholar search]</sup>|archive-date=2007-09-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20070928070804/http://www.cs.org/publications/csq/csq-article.cfm?id=150|dead-url=yes}}</ref>
 
Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari lima agama yang diakui: [[Islam]], Kristen [[Protestan]], [[Katolik]], [[Hindu]] dan [[Buddha]].<ref name="Yang2005">{{cite journal|last=Yang|month=August | year=2005|first=Heriyanto|title=The history and legal position of Confucianism in postindependence Indonesia|journal=Marburg Journal of Religion|volume=10|issue=1| url=http://web.uni-marburg.de/religionswissenschaft/journal/mjr/pdf/2005/yang2005.pdf |format = PDF |accessdate = 2007-05-18|archive-date=2006-09-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20060910063300/http://web.uni-marburg.de/religionswissenschaft/journal/mjr/pdf/2005/yang2005.pdf|dead-url=yes}}</ref> Kepercayaan asli Toraja (''aluk'') tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya menentang dekret tersebut. Untuk membuat ''aluk'' sesuai dengan hukum, ia harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969, ''Aluk To Dolo'' dilegalkan sebagai bagian dari [[Agama Hindu Dharma]].<ref name="Volkman1990">{{cite journal|last=Volkman|first=Toby Alice|title=Visions and Revisions: Toraja Culture and the Tourist Gaze| url= http://links.jstor.org/sici?sici=0094-0496%28199002%2917%3A1%3C91%3AVARTCA%3E2.0.CO%3B2-G |journal= American Ethnologist |issue=1| volume=17| pages=91–110|accessdate=2007-05-18|doi=10.1525/ae.1990.17.1.02a00060|month=February|year=1990}}</ref>
 
== Masyarakat ==
=== Keluarga ===
[[Berkas:Tana Toraja.jpg|thumbjmpl|rightka|250px|Sebuah perkampungan suku Toraja]]
Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap ''tongkonan'' memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktekpraktik umum yang memperkuat [[hubungan kekerabatan]]. Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta.<ref name="Waterson1986">{{cite journal| title=The ideology and terminology of kinship among the Sa’dan Toraja |journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde| author=Waterson, Roxana| volume=142 |year=1986 |issue=1 |pages=87–112| url=http://www.kitlv-journals.nl/files/pdf/art_BKI_1261.pdf|format=PDF|accessdate=2007-05-18|archive-date=2020-08-09|archive-url=https://web.archive.org/web/20200809105132/http://www.kitlv-journals.nl/files/pdf/art_BKI_1261.pdf|dead-url=yes}}</ref> Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan hutangutang.
 
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya.<ref>{{cite journal| |author=Waterson, Roxana| |journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde| |title=Houses, graves and the limits of kinship groupings among the Sa’dan Toraja |volume=151 |issue=2 |year=1995 |url=http://www.kitlv-journals.nl/files/pdf/art_BKI_1545.pdf| |format=PDF |pages=194–217 |accessdate=2007-05-18 |archive-date=2020-08-09 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200809104846/http://www.kitlv-journals.nl/files/pdf/art_BKI_1545.pdf |dead-url=yes }}</ref> Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah meninggal.
Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas nama ibu, ayah dan saudara kandung.
 
Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh [[Tana Toraja|pemerintah kabupaten Tana Toraja]], masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri. Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani masalah mereka sendiri, beberapa desabiasanyadesa biasanya membentuk kelompok;, kadang-kadang, bebrapabeberapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain. Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi rumah leluhur (''tongkonan''), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan babi dalam ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang dalam hierarki sosial: siapa yang menuangkan [[tuak]], siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, tempat setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, piring apa yang harus digunakan atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang diperbolehkan untuk masing-masing orang.<ref name="Volkman1984"/>
 
=== Kelas sosial ===
Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan [[kelas sosial]]. Ada tiga tingkatan kelas sosial: [[bangsawan]], orang biasa, dan budak ([[perbudakan]] dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah [[Hindia Belanda]]). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tingi,tinggi. iniIni bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.<ref name="Adams1995"/>
 
Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga,<ref name="Wellenkamp1998Wellenkamp98">{{cite journal|last=Wellenkamp|first=Jane C.|title=Order and Disorder in Toraja Thought and Ritual |journal= Ethnology| volume=27 |issue=3 |year=1988|pages=311–326|doi=10.2307/3773523}}</ref> tinggal di ''tongkonan'', sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok bambu yang disebut ''banua''). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat ''tongkonan'' milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa [[gerak sosial]] yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti [[pernikahan]] atau perubahan jumlah kekayaan.<ref name="Waterson1986">{{cite journal| title=The ideology and terminology of kinship among the Sa’dan Toraja |journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde| author=Waterson, Roxana| volume=142 |year=1986 |issue=1 |pages=87–112| url=http://www.kitlv-journals.nl/files/pdf/art_BKI_1261.pdf|format=PDF|accessdate=2007-05-18}}</ref> Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah [[kerbau]] yang dimiliki.
 
Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau [[persetubuhan|berhubungan seksual]] dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu [[hukuman mati]].
 
=== Agama ===
[[Berkas:Toraja.JPG|Toraja|jmpl|250px|Sebuah [[Gereja Toraja]].]]
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan [[animisme]] [[politeisme|politeistik]] yang disebut ''aluk'', atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan ''Puang Matua'', dewa pencipta.<ref name="myth">[http://www.toraja.go.id/sejarah.php toraja.go.id], diakses pada 18 Mei 2007.</ref> Alam semesta, menurut ''aluk'', dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah.<ref name="Nooy-Palm88"/> Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah ''Pong Banggai di Rante'' (dewa bumi), ''Indo' Ongon-Ongon'' (dewi gempa bumi), ''Pong Lalondong'' (dewa kematian), ''Indo' Belo Tumbang'' (dewi pengobatan), dan lainnya.<ref name="philtar">[http://philtar.ucsm.ac.uk/encyclopedia/indon/toraj.html Toraja Religion]. ''Overview of World Religion.'' St. Martin College, Britania Raya. Diakses pada [[6 September]] [[2009]].</ref>
Saat ini, mayoritas orang Toraja telah menganut agama [[Kekristenan]], yang sebagian besar ialah [[Protestan]]. [[Gereja Toraja]], adalah salah satu gereja [[Protestan]] untuk orang Toraja, yang ibadahnya menggunakan [[bahasa Toraja]] dan [[bahasa Indonesia]], dan kantor pusatnya berada di [[Rantepao, Toraja Utara]].<ref>{{cite web|url=https://bps-gerejatoraja.org/|title=Gereja Toraja|website=bps-gerejatoraja.org|accessdate=23 Oktober 2021}}</ref> Dua kabupaten di Sulawesi Selatan sebagai kawasan dominan orang Toraja, yakni [[Kabupaten Tana Toraja]] dan [[Kabupaten Toraja Utara]], dan kedua kabupaten ini penduduknya mayoritas orang Toraja dan mayoritas beragama [[Kristen]]. Selain itu, beberapa kawasan atau kecamatan di [[Luwu]], [[Luwu Utara]], [[Luwu Timur]] dan [[Kota Makassar]], juga banyak orang Toraja.
 
SistemNamun, sebelum mengenal [[Kekristenan|Kristen]], sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan [[animisme]] [[politeisme|politeistik]] yang disebut ''aluk'', atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan ''Puang Matua'', dewa pencipta.<ref name="myth">[http://www.toraja.go.id/sejarah.php toraja.go.id] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070520015120/http://www.toraja.go.id/sejarah.php |date=2007-05-20 }}, diakses pada 18 Mei 2007.</ref> Alam semesta, menurut ''aluk'', dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah.<ref name="Nooy-Palm88"/> Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah ''Pong Banggai di Rante'' (dewa bumi), ''Indo' Ongon-Ongon'' (dewi gempa bumi), ''Pong Lalondong'' (dewa kematian), ''Indo' Belo Tumbang'' (dewi pengobatan), dan lainnya.<ref name="philtar">[http://philtar.ucsm.ac.uk/encyclopedia/indon/toraj.html Toraja Religion] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20061006221837/http://philtar.ucsm.ac.uk/encyclopedia/indon/toraj.html |date=2006-10-06 }}. ''Overview of World Religion.'' St. Martin College, Britania Raya. Diakses pada [[6 September]] [[2009]].</ref>
 
Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan [[pertanian]] maupun dalam upacara [[pemakaman]], disebut ''to minaa'' (seorang pendeta ''aluk''). ''Aluk'' bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. ''Aluk'' mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara ''Aluk'' bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan.<ref>cf. Wellenkamp (1988).</ref> Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para [[misionaris]] dari [[Belanda]], orang [[Kristen]] Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian.<ref name="Ngelow2004"/> Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.
Baris 52 ⟶ 62:
== Kebudayaan ==
=== Tongkonan ===
[[Berkas:Toraja house.jpg|thumbjmpl|rightka|250px|Tiga ''tongkonan'' di desa Toraja.]]
Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu <!--dan beratapkan layered split-[[bamboo]] roof shaped in a sweeping cu rved arc,--> dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal dari bahasa Toraja ''tongkon'' ("duduk").
 
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan leluhur mereka.<ref name="Volkman1984">{{cite journal| author=Volkman, Toby Alice| journal=American Ethnologist| title=Great Performances: Toraja Cultural Identity in the 1970s| volume=11 |issue=1 | url= http://links.jstor.org/sici?sici=0094-0496%28198402%2911%3A1%3C152%3AGPTCII%3E2.0.CO%3B2-%23 |accessdate=2007-05-21| month=February| year=1984| pages=152| doi=10.1525/ae.1984.11.1.02a00090}}</ref> Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.<ref name="tongkonan">{{cite web|url=http://www.toraja.net/culture/arcitecture/index.html|title=Toraja Architecture|publisher = Ladybamboo Foundation|accessdate=2009-09-04|archive-date=2009-07-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20090727131128/http://www.toraja.net/culture/arcitecture/index.html|dead-url=yes}}</ref>
 
Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan. Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan pekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam [[adat]] dan tradisi lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan batu. Eksklusifitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan yang menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun mampu membangun tongkonan yang besar.
 
=== Ukiran kayu ===
[[Berkas:TorajaArt.JPG|thumbjmpl|leftkiri|250px|Ukiran kayu Toraja: setiap panel melambangkan niat baik.]]
 
Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan.<ref name="Palmer2006">{{cite conference |first= Miquel Alberti |last= Palmer |title= The Kira-kira method of the Torajan woodcarvers of Sulawesi to divide a segment into equal parts |booktitle= Third International Conference on Ethnomathematics: Cultural Connections and Mathematical Manipulations |year= 2006 |publisher = University of Auckland | location= Auckland, New Zealand |url= http://www.math.auckland.ac.nz/~poisard/ICEm3/3.Prez%20Not%20Given/Prez%20not%20given%20papers/Alberti-paper.doc |format= [[DOC (computing)|doc]] |accessdate= 2007-05-18 |archive-date= 2007-06-20 |archive-url= https://web.archive.org/web/20070620185600/http://www.math.auckland.ac.nz/~poisard/ICEm3/3.Prez%20Not%20Given/Prez%20not%20given%20papers/Alberti-paper.doc |dead-url= yes }}</ref> Untuk menunjukkan kosepkonsep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnya ''Pa'ssuraPassura’'' (atau "tulisan"). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.
 
Setiap [[ukiran]] memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah [[hewan]] dan [[tanaman]] yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti [[gulma air]] dan hewan seperti [[kepiting]] dan [[kecebong]] yang melambangkan kesuburan. Gambar kiri memperlihatkan contoh ukiran kayu Toraja, terdiri atas 15 panel persegi. Panel tengah bawah melambangkan [[kerbau]] atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu keluarga memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan simpul dan kotak, sebuah harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan hidup dalam kedamaian, seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak. Kotak bagian kiri atas dan kanan atas melambangkan [[hewan]] [[air]], menunjukkan kebutuhan untuk bergerak cepat dan bekerja keras, seperti hewan yang bergerak di permukaan air. Hal Ini juga menunjukkan adanya kebutuhan akan keahlian tertentu untuk menghasilkan hasil yang baik.
 
Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja (lihat desain tabel di bawah), selain itu ukiran kayu Toraja juga abstrak dan geometris. Alam sering digunakan sebagai dasar dari ornamen Toraja, karena alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur.<ref name="Palmer2006"/> Ornamen Toraja dipelajari dalam [[ethnomatematika]] dengan tujuan mengungkap struktur matematikanya meskipun suku Toraja membuat ukiran ini hanya berdasarkan taksiran mereka sendiri.<ref name="Palmer2006">{{cite conference |first= Miquel Alberti |last= Palmer |title= The Kira-kira method of the Torajan woodcarvers of Sulawesi to divide a segment into equal parts |booktitle= Third International Conference on Ethnomathematics: Cultural Connections and Mathematical Manipulations |year= 2006 |publisher = University of Auckland | location= Auckland, New Zealand |url= http://www.math.auckland.ac.nz/~poisard/ICEm3/3.Prez%20Not%20Given/Prez%20not%20given%20papers/Alberti-paper.doc |format= [[DOC (computing)|doc]] |accessdate= 2007-05-18 |archive-date= 2007-06-20 |archive-url= https://web.archive.org/web/20070620185600/http://www.math.auckland.ac.nz/~poisard/ICEm3/3.Prez%20Not%20Given/Prez%20not%20given%20papers/Alberti-paper.doc |dead-url= yes }}</ref> Suku Toraja menggunakan [[bambu]] untuk membuat oranamen geometris.
 
<div width="100%" align="center" style="margin:10px;">
Baris 73 ⟶ 83:
| colspan=4 style="text-align:center; background-color:#fee8ab;" | '''Beberapa motif ukiran Toraja'''
|-
| width="150px" style="text-align:center;" cellpadding="2" | [[Berkas:Torajan pattern - pa'tedong.pngsvg|150px|thumbjmpl|centerpus|''pa'tedong''<br />(kerbau)]]
| width="150px" style="text-align:center;" cellpadding="2" | [[Berkas:Torajan pattern - pa'barre allo.pngsvg|150px|thumbjmpl|centerpus|''pa'barre allo''<br />(matahari)]]
| width="150px" style="text-align:center;" cellpadding="2" | [[Berkas:Torajan pattern - pa're'po sangbua.pngsvg|150px|thumbjmpl|centerpus|''pa're'po' sanguba''<br />(menari)]]
| width="150px" style="text-align:center;" cellpadding="2" | [[Berkas:Torajan pattern - ne' limbongan.pngsvg|150px|thumbjmpl|centerpus|''ne'limbongan''<br />(perancang legendaris)]]
|-
| colspan=4 | <div class="references-small">sumber:<ref name="Sande1989">{{cite web |publisher=[[Ujung Pandang]] |author=Sande, J.S. |year=1989 |url=http://www.batusura.de/ukiran.htm |title=Toraja Wood-Carving Motifs |accessdate=2007-05-18}}</ref></div>
Baris 83 ⟶ 93:
 
=== Upacara pemakaman ===
[[Berkas:Burial Site 2.jpg|thumbjmpl|rightka|250px|Tempat penguburan Toraja yang diukir.]]
[[Berkas:Manene Tradisi Ganti Baju Mayat di Tana Toraja.jpg|jmpl|ka|250px|[[Ritual Ma'nene]] adalah ritual tradisional di Tana Toraja ketika jenazah leluhur keluarga Toraja akan digantikan kainnya.]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Priester tijdens een dodenfeest van de Toraja TMnr 20018334.jpg||jmpl|ka|250px|Pendeta adat Toraja sedang upacara pemakaman]]
 
Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman ([[Rambu Solo']]) merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk[[Aluk Todolo]], hanya keluarga [[bangsawan]] yang berhak menggelar pestaUpacara pemakaman yang besar. PestaUpacara pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut ''rante'' biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka citadukacita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.<ref name="Wellenkamp1988">{{cite journal| author=Jane C. Wellenkamp| title=Notions of Grief and Catharsis among the Toraja| journal=American Ethnologist| volume=15| issue=3| url=http://links.jstor.org/sici?sici=0094-0496%28198808%2915%3A3%3C486%3ANOGACA%3E2.0.CO%3B2-T| pages=486–500| month=August| year=1988| doi=10.1525/ae.1988.15.3.02a00050}}</ref>
 
Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup [[uang]] untuk menutupi biaya pemakaman.<ref>Pada tahun 1992, seorang pemuka Toraja, mantan bupati Tana Toraja, meninggal, dan keluarganya meminta sebanyak US$125,000 dari sebuah stasiun televisi [[Jepang]] sebagai lisensi untuk merekam upacara pemakaman tersebut. Cf. Yamashita (1994).</ref> Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju ''Puya'' (dunia arwah, atau [[akhirat]]). Dalam masa penungguan itu, [[jenazah]] dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke ''Puya''.<ref>{{cite journal|title=To the Afterworld and Back: Mourning and Dreams of the Dead among the Toraja|journal=Ethos|author=Hollan, Douglas|url=http://links.jstor.org/sici?sici=0091-2131%28199512%2923%3A4%3C424%3ATTAABM%3E2.0.CO%3B2-E|volume=23|issue=4|pages=424–436| accessdate=2007-05-18|doi=10.1525/eth.1995.23.4.02a00030|month=December|year=1995}}</ref>
 
[[Berkas:Burial Site 3.jpg|250px|thumbjmpl|leftkiri|Sebuah makam.]]
 
Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan [[kerbau]] (''Mantunu''). Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan [[golok]]. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di ''Puya'' jika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan [[babi]] merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.<ref name="Yamashita1994">{{cite journal|last=Yamashita|first=Shinji|url=http://e-publishing.library.cornell.edu:80/Dienst/UI/1.0/Summarize/seap.indo/1106970445|title=Manipulating Ethnic Tradition: The Funeral Ceremony, Tourism, and Television among the Toraja of Sulawesi|journal=Indonesia|volume=58|pages=69–82|month=October | year=1994|accessdate=2007-05-18|doi=10.2307/3351103|format={{dead link|date=April 2009}} – <sup>[http://scholar.google.co.uk/scholar?hl=en&lr=&q=author%3AYamashita+intitle%3AManipulating+Ethnic+Tradition%3A+The+Funeral+Ceremony%2C+Tourism%2C+and+Television+among+the+Toraja+of+Sulawesi&as_publication=Indonesia&as_ylo=1994&as_yhi=1994&btnG=Search Scholar search]</sup>}}</ref>
 
Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di [[tebing]]. Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut ''tau tau'' biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar.<!-- clarify --><ref>''Tau tau'' sring dicuri dan dijual sebagai barang antik, contohnya adalah ''tau tau' yang dipamerkan di pameran di [[museum Brooklyn]] pada tahun 1981 serta di Galeri Arnold Herstand di [[New York]] pada 1984. Cf. Volkman Volkman (1990).</ref> Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.
 
=== Musik dan Tarian ===
[[Berkas:Tarian Pagellu.jpg|jmpl|ka|250px|Peragaan tari pa'gellu di [[Tana Toraja]]]]
Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka citadukacita, dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut ''Ma'badong'').<ref name="Sutton1995"/><ref name="Yamashita1994"/> Ritual tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara pemakaman.<ref name="Wellenkamp1988"/> Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit ''Ma'randing'' ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang, prisaiperisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen lainnya. Tarian ''Ma'randing'' mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju ''rante'', tempat upacara pemakaman. Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian ''Ma'katia'' sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian ''Ma'akatia'' bertujuan untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum. Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut ''Ma'dondan''.
 
[[Berkas:Manganda dance.jpg|thumbjmpl|leftkiri|250px|Tarian Manganda' ditampilkan pada ritual Ma'Bua'.]]Seperti di masyarakat agraris lainnya, suku Toraja bernyanyi dan menari selama [[musim]] panen. Tarian ''Ma'bugi'' dilakukan untuk merayakan [[Hari Pengucapan Syukur]] dan tarian ''Ma'gandangi'' ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk [[beras]]<ref>{{cite web|url=http://www.batusura.de/dances.htm |title=Toraja Dances| publisher=www.batusura.de|accessdate=2007-05-02}}</ref> Ada beberapa tarian perang, misalnya tarian ''Manimbong'' yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh tarian ''Ma'dandan'' oleh perempuan. Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja menari. Sebuah tarian yang disebut ''Ma'bua'' hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali. ''Ma'bua'' adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.
 
Alat musik tradisional Toraja adalah [[suling]] [[bambu]] yang disebut ''Pa'suling''. Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian ''Ma'bondensan'', ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan tidak berbaju dan berkuku jari panjang. Suku Toraja juga mempunyai alat musik lainnya, misalnya ''Pa'pelle'' yang dibuat dari [[daun]] [[palem]] dan dimainkan pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah.<ref>{{cite web|url=http://www.batusura.de/music.htm|publisher=www.batusura.de| title=Toraja Music| accessdate=2007-05-02}}</ref>
Baris 116 ⟶ 129:
! Dialek
|-
! [[Bahasa Kalumpang|Kalumpang]]
| align="center" | [[ISO 639:k#kli|kli]] || align="right" | 12,000 (1991) || Karataun, Mablei, Mangki (E'da), Bone Hau (Ta'da).
|-
! [[Bahasa Mamasa|Mamasa]]
| align="center" | [[ISO 639:m#mqj|mqj]] || align="right" | 100,000 (1991) || Mamasa Utara, Mamasa tengah, Pattae' (Mamasa Selatan, Patta' Binuang, Binuang, Tae', Binuang-Paki-Batetanga-Anteapi)
|-
! [[Bahasa Tae'|Tae']]
! Ta'e
| align="center" | [[ISO 639:r#rob|rob]] || align="right" | 250,000 (1992) || Rongkong, Luwu Timur Laut, Luwu Selatan, Bua.
|-
! [[Bahasa Talondo'|Talondo']]
| align="center" | [[ISO 639:t#tln|tln]] || align="right" | 500 (1986) ||
|-
! [[Bahasa Toala'|Toala']]
| align="center" | [[ISO 639:t#tlz|tlz]] || align="right" | 30,000 (1983) || Toala', Palili'.
|-
! Torajan[[Bahasa Toraja-Sa'dan|Toraja Sa'dan]]
| align="center" | [[ISO 639:s#sda|sda]] || align="right" | 500,000 (1990) || Makale (Tallulembangna), Rantepao (Kesu'), Toraja Barat (Toraja Barat, Mappa-Pana).
|-
Baris 138 ⟶ 151:
</div>
 
Ciri yang menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka citadukacita kematian. Pentingnya upacara kematian di Toraja telah membuat bahasa mereka dapat mengekspresikan perasaan duka citadukacita dan proses berkabung dalam beberapa tingkatan yang rumit.<ref name="Wellenkamp1988">{{cite journal| author=Jane C. Wellenkamp| title=Notions of Grief and Catharsis among the Toraja| journal=American Ethnologist| volume=15| issue=3| url=http://links.jstor.org/sici?sici=0094-0496%28198808%2915%3A3%3C486%3ANOGACA%3E2.0.CO%3B2-T| pages=486–500| month=Agustus| year=1988| doi=10.1525/ae.1988.15.3.02a00050}}</ref>
Bahasa Toraja mempunyai banyak istilah untuk menunjukkan kesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan mental. Merupakan suatu [[katarsis]] bagi orang Toraja apabila dapat secara jelas menunjukkan pengaruh dari peristiwa kehilangan seseorang; hal tersebut kadang-kadang juga ditujukan untuk mengurangi penderitaan karena duka citadukacita itu sendiri.
 
== Perkawinan ==
Suku Toraja menerapkan sistem [[perkawinan]] [[endogami]]. Perkawinan dilakukan antara anggota yang satu lelaki dengan perempuan dari anggota yang lain yang masih dalam lingkungan rumpun yang sama. Perkawinan tidak diperbolehkan dilakukan di luar rumpun. Model perkawinan ini sangat dianjurkan dalam suku Toraja karena adanya kepentingan persatuan dalam hubungan antar keluarga. Perkawinan endogami juga dimanfaatkan sebagai alat untuk mempertahankan kepemilikan tanah sebagai milik lingkungan keluarga sendiri atau milik rumpun sendiri. Suku Toraja memiliki sistem endogami yang bertentangan sekali dengan sifat [[hubungan kekerabatan]] yang ada di wilayahnya.<ref>{{Cite book|last=Yulia|first=|date=2016|url=https://repository.unimal.ac.id/3799/1/HUKUM%20ADAT-%20Dr%20Yulia.pdf|title=Buku Ajar Hukum Adat|location=Lhokseumawe|publisher=Unimal Press|isbn=978-602-1373-46-0|pages=59|url-status=live}}</ref>
 
== Pewarisan ==
Suku Toraja melakukan pembagian [[warisan]] berdasarkan [[hukum adat]]. Pewarisan harta dilakukan dalam bentuk pembagian harta waris dari pewaris. Pewarisan juga digunakan untuk menentukan proses pelaksanaan upacara adat [[kematian]] pewaris. Anak-anak dari pewaris memiliki hak untuk memperoleh harta warisan dengan berdasarkan pada banyaknya jumlah [[Penyembelihan hewan|penyembelihan]] kerbau. Jumlah warisan yang diperoleh disesuaikan dengan banyaknya kerbau yang disembelih oleh anak-anak yang menjadi [[ahli waris]]. Dalam hukum adat Toraja, pembagian warisan dibagi menjadi dua jenis warisan yang disebut “''Ba’gi'''<nowiki/>' dan “''Pa’tallang''<nowiki>''. ''</nowiki>''Ba’gi''<nowiki>''</nowiki> adalah warisan yang diberikan semasa orang tua masih hidup, sedangkan “Pa’tallang<nowiki>''</nowiki>adalah pembagian pewaris sesudah orang tua meninggal. "Ba’gi" merupakan sebahagian harta orang tua yang dibagi secara merata, sedangkan harta yang belum dibagi akan diperoleh anak-anaknya melalui <nowiki>''</nowiki>Pa’tallang.<nowiki>''</nowiki> Istilah “pa’tallang” berarti pengorbanan kepada orang tua pada saat telah meninggal dunia.<ref>{{Cite book|last=Tuken|first=Ritha|date=2020|url=http://eprints.unm.ac.id/19019/1/buku.pdf|title=Pembagian Harta Warisan Berdasarkan Hukum Adat Toraja|location=Gowa|publisher=AGMA|isbn=978-623-92321-9-1|pages=4|url-status=live}}</ref>
 
== Ekonomi ==
Sebelum masa [[Orde Baru]], ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan adanya [[terasering]] di lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya adalah [[singkong]] dan [[jagung]]. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak [[kerbau]], [[babi]], dan [[ayam]] yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan.<ref name="Volkman1983">cf. Volkman (1983).</ref> Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, ''Kopi Toraja''.
 
Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan [[Perusahaan multinasional|Multinasional]] membuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke [[Kalimantan]] untuk kayu dan minyak, ke [[Papua]] untuk menambang, dan ke kota-kota di [[Sulawesi]] dan [[Jawa]]. [[Migrasi manusia|Perpindahan]] ini terjadi sampai tahun 1985.<ref name="Volkman1990Volkman90">cf. Volkman (1990).</ref>
 
Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di [[hotel]], menjadi pemandu wisata, atau menjual cinderamatacenderamata. Timbulnya [[Sejarah Indonesia (1998-sekarang)|ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia]] pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dkenaldikenal sebagai tempat asal dari [[kopi Indonesia]]. Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.
 
== Komersialisasi ==
[[Berkas:Toraja tumbs.jpg|thumbjmpl|230px|rightka|uprightlurus|[[Makam]] suku Toraja di tebing tinggi berbatu adalah salah satu tempat wisata di Tana Toraja.]]
Sebelum tahun 1970-an, Toraja hampir tidak dikenal oleh wisatawan barat. Pada tahun 1971, sekitar 50 orang Eropa mengunjungi Tana Toraja. Pada 1972, sedikitnya 400 orang turis menghadiri upacara pemakaman Puang dari Sangalla, [[bangsawan]] tertinggi di Tana Toraja dan bangsawan Toraja terakhir yang berdarah murni. Peristiwa tersebut didokumentasikan oleh ''[[National Geographic]]'' dan disiarkan di beberapa negara Eropa.<ref name="Volkman1990"/> Pada 1976, sekitar 12,000 wisatawan mengunjungi Toraja dan pada 1981, [[seni patung]] Toraja dipamerkan di banyak museum di Amerika Utara.<ref name="Volkman1982">{{cite journal|last=Volkman|first=Toby|title=Tana toraja: A Decade of Tourism|url=http://209.200.101.189/publications/csq/csq-article.cfm?id=69|journal=Cultural Survival Quarterly|volume=6|issue=3|date=31 Juli 1982|accessdate=2007-05-18 |archive-date=2007-09-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20070927222359/http://209.200.101.189/publications/csq/csq-article.cfm?id=69|dead-url=yes}}</ref> "Tanah raja-raja surgawi di Toraja", seperti yang tertulis di brosur pameran, telah menarik minat dunia luar..
 
Pada tahun 1984, [[Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia|Kementerian Pariwisata Indonesia]] menyatakan Kabupaten Toraja sebagai ''primadona'' [[Sulawesi Selatan]]. Tana Toraja dipromosikan sebagai "perhentian kedua setelah [[Bali]]".<ref name="Adams1995"/> Pariwisata menjadi sangat meningkat: menjelang tahun 1985, terdapat 150.000 wisatawan asing yang mengunjungi Tana Toraja (selain 80.000 turis domestik),<ref name="Adams1990Adams90">{{cite journal|last=Adams|first=Kathleen M.|title=Cultural Commoditization in Tana Toraja, Indonesia |url= http://209.200.101.189/publications/csq/csq-article.cfm?id=841 |journal= Cultural Survival Quarterly|volume=14|issue=1|8=dateJ31 Januari 1990|accessdate=2007-05-18|archive-date=2007-09-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20070927222440/http://209.200.101.189/publications/csq/csq-article.cfm?id=841|dead-url=yes}}</ref> dan jumlah pengunjung asing tahunan tercatat sebanyak 40.000 orang pada tahun 1989.<ref name="Volkman1990"/> Suvenir dijual di Rantepao, pusat kebudayaan Toraja, banyak hotel dan restoran wisata yang dibuka, selain itu dibuat sebuah lapangan udara baru pada tahun 1981.<ref name="Volkman1984">{{cite journal| author=Volkman, Toby Alice| journal=American Ethnologist| title=Great Performances: Toraja Cultural Identity in the 1970s| volume=11 |issue=1 | url= http://links.jstor.org/sici?sici=0094-0496%28198402%2911%3A1%3C152%3AGPTCII%3E2.0.CO%3B2-%23 |accessdate=2007-05-21| month=February| year=1984| pages=152| doi=10.1525/ae.1984.11.1.02a00090}}</ref>
 
Para pengembang pariwisata menjadikan Toraja sebagai daerah petualangan yang eksotis, memiliki kekayaan budaya dan terpencil. Wisatawan Barat dianjurkan untuk mengunjungi desa [[zaman batu]] dan [[pemakaman]] purbakala. Toraja adalah tempat bagi wisatawan yang telah mengunjungi [[Bali]] dan ingin melihat pulau-pulau lain yang liar dan "belum tersentuh".<ref name="Volkman1990">{{cite journal|last=Volkman|first=Toby Alice|title=Visions and Revisions: Toraja Culture and the Tourist Gaze| url= http://links.jstor.org/sici?sici=0094-0496%28199002%2917%3A1%3C91%3AVARTCA%3E2.0.CO%3B2-G |journal= American Ethnologist |issue=1| volume=17| pages=91–110|accessdate=2007-05-18|doi=10.1525/ae.1990.17.1.02a00060|month=February|year=1990 | issn = 0094-0496}}</ref> Tetapi suku Toraja merasa bahwa ''tongkonan'' dan berbagai ritual Toraja lainnya telah dijadikan sarana mengeruk keuntungan, dan mengeluh bahwa hal tersebut terlalu dikomersilkandikomersialkan. Hal ini berakibat pada beberapa bentrokan antara masyarakat Toraja dan pengembang pariwisata, yang dianggap sebagai orang luar oleh suku Toraja.<ref name="Adams1990">{{cite journal|last=Adams|first=Kathleen M.|title=Cultural Commoditization in Tana Toraja, Indonesia |url= http://209.200.101.189/publications/csq/csq-article.cfm?id=841 |journal= Cultural Survival Quarterly|volume=14|issue=1|date=January 31, 1990|accessdate=2007-05-18|archive-date=2007-09-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20070927222440/http://209.200.101.189/publications/csq/csq-article.cfm?id=841|dead-url=yes}}</ref>
 
Bentrokan antara para pemimpin lokal Toraja dan pemerintah Provinsi [[Sulawesi Selatan]] (sebagai pengembang wisata) terjadi pada tahun 1985. Pemerintah menjadikan 18 desa Toraja dan tempat pemakaman tradisional sebagai "objek wisata". Akibatnya, beberapa pembatasan diterapkan pada daerah-daerah tersebut, misalnya orang Toraja dilarang mengubah tongkonan dan tempat pemakaman mereka. Hal tersebut ditentang oleh beberapa pemuka masyarakat Toraja, karena mereka merasa bahwa ritual dan tradisi mereka telah ditentukan oleh pihak luar. Akibatnya, pada tahun 1987 desa [[Kete Kesu]] dan beberapa desa lainnya yang ditunjuk sebagai "objek wisata" menutup pintu mereka dari wisatawan. Namun penutupan ini hanya berlangsung beberapa hari saja karena penduduk desa merasa sulit bertahan hidup tanpa pendapatan dari penjualan suvenir.<ref name="Adams1990"/>
 
Pariwisata juga turut mengubah masyarakat Toraja. Dahulu terdapat sebuah ritual yang memungkinkan rakyat biasa untuk menikahi bangsawan (''Puang''), dan dengan demikian anak mereka akan mendapatkan gelar bangsawan. Namun, citra masyarakat Toraja yang diciptakan untuk para wisatawan telah mengikis hirarkihierarki tradisionalnya yang ketat,<ref name="Adams1995"/> sehingga status kehormatan tidak lagi dipandang seperti sebelumnya. Banyak laki-laki biasa dapat saja menyatakan diri dan anak-anak mereka sebagai bangsawan, dengan cara memperoleh kekayaan yang cukup lalu menikahi perempuan bangsawan.
 
<!-- == Filosofi Tau ==
Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat toraja hidup dan tumbuh dalam sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi tau dibutuhkan sebagai pegangan dan arah menjadi manusia (manusia="tau" dalam bahasa toraja) sesungguhnya dalam konteks masyarakat toraja.
Filosofi tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan setiap masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain:
Baris 167 ⟶ 186:
- Manarang (Pintar)
- Kinawa (memiliki nilai-nilai luhur, agamis, bijaksana)
Keempat pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara bebas. Seorang toraja menjadi manusia yang sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan hidup sebagai Tau. -->
==Lihat juga==
*[[Muslim Toraja]]
*[[Bahasa Toraja]]
*[[Ma'rambu Langi']]
 
== Catatan kaki ==
Baris 174 ⟶ 197:
== Referensi ==
<div class="references-small">
* {{cite book|last=Adams|first=Kathleen M.|title=Art as Politics: Re-crafting Identities, Tourism and Power in Tana Toraja, Indonesia|url=https://archive.org/details/artaspoliticsrec0000adam|location=Honolulu|publisher=University of Hawaii Press|year=2006|isbn= 978-0-8248-3072-4}}
* {{cite book|last=Bigalke|first=Terance|title=Tana Toraja: A Social History of an Indonesian People|year=2005|isbn= 9971-69-318-6|publisher=KITLV Press| location=Singapore}}
* {{cite book|title=Banua Toraja : changing patterns in architecture and symbolism among the Sa’dan Toraja, Sulawesi, Indonesia|author=Kis-Jovak, J.I.; Nooy-Palm, H.; Schefold, R. and Schulz-Dornburg, U.|publisher=Royal Tropical Institute|location=Amsterdam|year=1988|isbn= 90-6832-207-9}}
* {{cite book|last=Nooy-Palm|first=Hetty|title=The Sa'dan-Toraja: A Study of Their Social Life and Religion|publisher=Martinus Nijhoff|isbn= 90-247-2274-8|year=1988| location=The Hague}}
* {{cite journal |surname=Segara |given=I Nyoman Yoga |title=The Future of Hindu Alukta in Tana Toraja Post-Integration With the Hindu Religion |journal=Heritage of Nusantara |volume=12 |number=2 |date=2023 |doi=10.31291/hn.v12i2.710 |url=https://heritage.kemenag.go.id/index.php/heritage/article/view/710|ref=harv}}
</div>
 
== Bacaan lanjutan ==
* {{cite book|author=Kathleen M. Adams| title=Art as Politics: Re-crafting Identities, Tourism and Power in Tana Toraja, Indonesia. |url=https://archive.org/details/artaspoliticsrec0000adam|location=Honolulu| publisher=University of Hawaii Press| year=2006|isbn= 978-0-8248-3072-4}}
* {{cite book|author=Parinding, Samban C. and Achjadi, Judi|title=Toraja: Indonesia's Mountain Eden|publisher=Time Edition|year=1988|location=Singapore|isbn= 981-204-016-1}}
* {{cite book|author=Douglas W. Hollan and Jane C. Wellenkamp| title=The Thread of Life: Toraja Reflections on the Life Cycle|url=https://archive.org/details/threadoflifetora00holl|location=Honolulu| isbn= 0-82481-839-3| publisher=University of Hawaii Press| year=1996}}
* Buijs, Kees, ''Powers of blessing from the wilderness and from heaven. Structure and transformations in the religion of the Toraja in the Mamasa area of South Sulawesi'', Leiden 2006, [[KITLV]]
 
== Pranala luar ==
{{Commonscat|Toraja}}
* {{id}} [http://www.toraja.go.id/ Situs resmi pemerintah Kabupaten Tana Toraja] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20051110010516/http://www.toraja.go.id/ |date=2005-11-10 }}
* {{id}} [http://www.wiki.sangmane.com/ Informasi Budaya Toraja]
* {{de}} [http://www.batusura.de/ Galeria foto Tana Toraja]
* {{en}} [http://www.torajatreasures.com/ Situs berisi informasi mengenai Tana Toraja]
{{featured article}}
 
[[Kategori:{{Suku bangsa di Indonesia|Toraja]]}}
[[Kategori:Sulawesi Selatan]]
 
[[Kategori:Suku Toraja| ]]
{{Link FA|lv}}
[[Kategori:Kelompok etnik di Indonesia|Toraja]]
{{link FA|en}}
[[Kategori:Sulawesi Selatan]]
{{Link GA|ja}}