Aksara Jawa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Apri DAV (bicara | kontrib)
Merapikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
Baris 1:
{{Teks Jawapp}}
{{Infobox Writing system
|name=Aksara Jawa
|altname=ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ
|type=Abugida[[abugida]]
|languages=[[Bahasa Jawa|Jawa]]<br />[[Bahasa Sunda|Sunda]]<br/>[[Bahasa (sebagaiMadura|Madura]]<br/>[[Bahasa Cacarakan)Sasak|Sasak]]<br/>[[Bahasa Melayu|Melayu]]<br/>[[bahasa Kawi|Kawi]]<br/>[[Sanskerta]]
|fam1={{hipotesis abjad aram-brahmi}}{{efn|name=fn1}}
|fam2=[[Aksara Pallawa]]
|fam3=[[Aksara Kawi]] (Jawa Kuna)
|sisters={{keluarga kawi}}
|time=sekitar abad ke-1615 hingga sekarang
|unicode=[httphttps://www.unicode.org/charts/PDF/UA980.pdf <ttcode>U+A980</ttcode>–<ttcode>U+A9DF</ttcode>]
|iso15924=Java
|imagesize=230px
|sample=Aksara Jawa.png
|sample=Aksara Jawa.svg
|sample_desc=Huruf-huruf dasar dalam aksara Jawa.
| footnotes = {{notelist|refs=
{{efn|name=fn1|Asal-usul Semitik dari aksara-aksara Brahmik tidak disetujui secara universal.}}}}
}}
{{Contains special characters|Javanese}}
'''Aksara Jawa''', atau dikenal dengan nama ''[[Hanacaraka]]'' ({{jav|ꦲꦤꦕꦫꦏ}})</big> atau ''Carakan'' ({{jav|ꦕꦫꦏꦤ꧀}}), adalah [[aksara]] jenis [[abugida]] turunan [[aksara Brahmi]] yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah ber[[bahasa Jawa]], [[bahasa Makasar]], <!--[[bahasa Madura]]{{fact}}, [[bahasa Melayu]]{{fact}}([[bahasa Melayu Pasar|Pasar]]),--> [[bahasa Sunda]]<ref name=Everson08>Everson M. 2008. [http://std.dkuug.dk/JTC1/SC2/wg2/docs/n3319.pdf Proposal for encoding the Javanese script in the UCS]. Project Report. </ref><!--, [[bahasa Bali]]{{fact}}-->, dan [[bahasa Sasak]]<ref name=Everson08/>. Bentuk aksara Jawa yang sekarang dipakai (modern) sudah tetap sejak masa [[Kesultanan Mataram]] (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari [[aksara Kawi]] atau dikenal dengan Aksara Jawa Kuno yang juga merupakan [[abugida]] yang digunakan sekitar abad ke-8 – abad ke-16. Aksara ini juga memiliki kedekatan dengan [[aksara Bali]]. Nama aksara ini dalam bahasa Jawa adalah '''Dentawiyanjana'''.
 
'''Aksara Jawa''', juga dikenal sebagai '''Hanacaraka''', '''''Carakan''''',{{sfn|Poerwadarminta|1939|pp=627}} atau '''''Dentawyanjana''''',{{sfn|Poerwadarminta|1939|pp=68}} adalah salah satu [[aksara]] tradisional Indonesia yang berkembang di pulau [[pulau Jawa|Jawa]]. Aksara ini terutama digunakan untuk menulis bahasa [[bahasa Jawa|Jawa]], tetapi dalam perkembangannya juga digunakan untuk menulis beberapa bahasa daerah lainnya seperti bahasa [[bahasa Sunda|Sunda]], [[bahasa Madura|Madura]], [[bahasa Sasak|Sasak]], dan [[Bahasa Melayu|Melayu]], serta bahasa historis seperti [[Sanskerta]] dan [[bahasa Kawi|Kawi]]. Aksara Jawa merupakan turunan dari [[aksara Brahmi]] India melalui perantara [[aksara Kawi]] dan berkerabat dekat dengan [[aksara Bali]]. Aksara Jawa aktif digunakan dalam sastra maupun tulisan sehari-hari masyarakat Jawa sejak pertengahan abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-20 sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di [[DI Yogyakarta]], [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]],{{sfn|Behrend|1996|pp=161}}{{sfn|Everson|2008|pp=1}} dan [[Kota Cirebon|Cirebon]] serta [[Kabupaten Indramayu|Indramayu]]<ref>{{cite web|url=https://www.scribd.com/doc/48550229/SILABUS-BAHASA-INDRAMAYU|title=Silabus bahasa Indramayu Sekolah Dasar|last=Tarmid|first=Muhammad|location=Indramayu|publisher=UPTD Pendidikan Kecamatan Kroya|access-date=2021-03-20|archive-date=2023-10-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20231005064207/https://www.scribd.com/doc/48550229/SILABUS-BAHASA-INDRAMAYU|dead-url=no}}</ref> sebagai bagian dari muatan lokal, tetapi dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.
== Sejarah ==
=== Aksara Jawa-Hindu ===
Dalam periode ini aksara Jawa mengikuti sistem Sanskerta [[Panini]], yaitu mengikuti urutan ka-ga-nga (ini adalah urutan yang sama yang digunakan di Unicode aksara Jawa)
 
[[File:Aksara Jawa Nyk Ngayogyan Jejeg.svg|thumb|Tulisan Aksara Jawa menggunakan font [[Nyk Ngayogyan Jejeg]]]]
[[Berkas:Aksara jawa-hindu.jpg|left|300px]]
Aksara Jawa adalah sistem tulisan [[abugida]] yang terdiri dari sekitar 20 hingga 33 aksara dasar, tergantung dari penggunaan bahasa yang bersangkutan. Seperti aksara [[Aksara Brahmi|Brahmi]] lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/ atau /ɔ/ yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan aksara Jawa adalah kiri ke kanan. Secara tradisional aksara ini ditulis tanpa spasi antarkata (''[[scriptio continua]]'')<ref>{{Cite journal|last=Widiarti|first=Anastasia Rita|last2=Pulungan|first2=Reza|date=28 April 2020|title=A method for solving scriptio continua in Javanese manuscript transliteration|url=http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844020306721|journal=Heliyon|language=en|volume=6|issue=4|pages=e03827|doi=10.1016/j.heliyon.2020.e03827|issn=2405-8440|access-date=2020-08-16|archive-date=2023-08-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20230823222156/https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844020306721|dead-url=no}}</ref> namun umum diselingi dengan sekelompok [[tanda baca]] yang bersifat dekoratif.
{{clear}}
Referensi: <ref>http://ganeshana.org/in/file/artikel/budaya/09022009/Lampiran%202%20Aks%20Vokal%20dan%20Semivokal%206-2-09%20Panini.pdf</ref>
 
== Sejarah ==
Sedangkan menurut Prof. [[Zoetmulder]], ejaan aksara Jawa adalah sebagai berikut:
<!--[{{multiple image
| align = left
| direction = vertical
| width = 400
| footer = Naskah ''Serat Selarasa'' koleksi British Library yang disalin pada tahun 1804 di [[Surabaya]]<br>'''Atas''' Halaman pembuka ''Serat Selarasa''<br>'''Bawah''' Detail salah satu halaman dengan gambaran pertunjukkan. Dua figur di paling kiri terlihat sedang [[macapat|melantunkan]] bacaan beraksara Jawa
| image1 = Mss jav 28 f001v.png
| image2 = Mss jav 28 f064v.jpg
| caption2 =
}}-->
Aksara Jawa merupakan salah satu aksara turunan [[aksara Brahmi|Brahmi]] di Indonesia yang sejarahnya dapat ditelusuri dengan runut karena banyaknya peninggalan-peninggalan yang memungkinkan penelitian [[epigrafi]]s secara mendetail. Akar paling tua dari aksara Jawa adalah aksara Brahmi di India yang berkembang menjadi [[aksara Pallawa]] di Asia Selatan dan Tenggara antara abad ke-6 hingga 8. Aksara Pallawa kemudian berkembang menjadi [[aksara Kawi]] yang digunakan sepanjang periode Hindu-Buddha Indonesia antara abad ke-8 hingga 15. Di berbagai daerah Nusantara, aksara Kawi kemudian berkembang menjadi aksara-aksara tradisional Indonesia yang salah satunya adalah aksara Jawa.<ref name="holle">{{Cite Journal|title=Tabel van oud-en nieuw-Indische alphabetten|last=Holle|first=K F|journal=Bijdrage tot de palaeographie van Nederlandsch-Indie|year=1882|place=Batavia|publisher=W. Bruining|oclc=220137657|url=http://dbooks.bodleian.ox.ac.uk/books/PDFs/590496015.pdf|page=xi, 9-35|access-date=2020-05-26|archive-date=2023-05-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20230519223932/http://dbooks.bodleian.ox.ac.uk/books/PDFs/590496015.pdf|dead-url=no}}</ref> Aksara Jawa modern sebagaimana yang kini dikenal berangsur-angsur muncul dari [[aksara Kawi]] pada peralihan abad ke-14 hingga 15 ketika ranah Jawa mulai menerima pengaruh Islam yang signifikan.<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books/about/Indonesian_Palaeography.html?id=cLUfAAAAIAAJ&redir_esc=y|title=Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia from the Beginnings to C. A.D. 1500|volume=4|isbn=9004041729|publisher=Brill|year=1975|first=J G de|last=Casparis}}</ref>{{sfn|Behrend|1996|pp=161-162}}
 
Selama kurang lebih 500 tahun antara abad ke-15 hingga awal abad ke-20, aksara Jawa aktif digunakan sebagai tulisan sehari-hari maupun sastra Jawa dengan cakupan yang luas dan beragam. Pada silang waktu tersebut, banyak daerah Jawa yang saling terpencil dan sulit berkomunikasi antara satu sama lainnya, sehingga aksara Jawa berkembang dengan berbagai macam variasi dan gaya penulisan yang digunakan silih-bergantian sepanjang sejarah penggunaannya.{{sfn|Behrend|1996|pp=162}}{{efn|Mengenai ragam langgam aksara Jawa, T E Behrend menulis sebagaimana berikut:{{Verse translation|lang=en|
[[Berkas:Jawa Zoetmulder.jpg|left|300px]]
Javanese script was used over the entire period of Modern Javanese literature, and throughout the island, at a time when there was no easy means of communication between remote areas and no impulse towards standardization. As a result, there is a huge variety in historical and local styles of Javanese writing throughout the ages. The ability of a person to read a bark-paper manuscript from the town of Demak, say, written around 1700, is no guarantee that that person would also be able to make sense of a palm-leaf manuscript written at the same time only 50 miles away on the slopes of mount Merapi. The great differences between regional styles almost makes it seem that "Javanese script" is in fact a family of script, and not just one.{{sfn|Behrend|1996|pp=162}}
{{clear}}
|Aksara Jawa digunakan sepanjang periode sastra Jawa modern, dan digunakan di seantero pulau Jawa, di masa ketika komunikasi antarwilayah sering kali sulit dan tidak terdapat dorongan untuk menstandarisasi aksara Jawa. Akibatnya, aksara Jawa memiliki berbagai langgam historis dan kedaerahan yang digunakan silih-berganti seiring waktu. Kemampuan seseorang untuk membaca naskah dluwang dari Demak yang ditulis pada tahun 1700-an, semisal, tidak menjadi jaminan orang yang sama dapat memahami aksara pada naskah lontar dari kaki gunung Merapi (sekitar 80 km dari Demak) yang ditulis pada periode waktu yang sama. Perbedaan yang sangat besar antara langgam-langgam daerah memberikan kesan bahwa "aksara Jawa" adalah sekumpulan aksara, alih-alih sebuah aksara tunggal.
Dalam susunan abjad Jawa di atas belum ada penggolongan serta pemisahan aksara Murda seperti yang dikenal sekarang dalam setiap susunan abjad Jawa, dalam susunan abjad
|attr1=Behrend (1996:162)
Jawa pra Islam di atas masih ditemukan beberapa aksara yang keberadaanya wajib hadir untuk menuliskan kata – kata Jawa kuna, dan aksara – aksara tersebut pada susunan aksara Jawa –
}} }} Tradisi tulis aksara Jawa terutama terpupuk di lingkungan keraton pada pusat-pusat budaya Jawa seperti [[Yogyakarta]] dan [[Surakarta]], tetapi naskah beraksara Jawa dibuat dan dipakai dalam berbagai lapisan masyarakat dengan intensitas penggunaan yang bervariasi antardaerah. Di daerah [[Jawa Barat]], semisal, aksara Jawa terutama digunakan oleh kaum ningrat Sunda (''ménak'') akibat pengaruh politik [[dinasti Mataram]].{{sfn|Moriyama|1996|pp=166}} Namun begitu, kebanyakan masyarakat Sunda pada periode waktu yang sama lebih umum menggunakan abjad [[Pegon]] yang diadaptasi dari [[abjad Arab]].{{sfn|Moriyama|1996|pp=167}} Sebagian besar tulisan sastra Jawa tradisional dirancang untuk [[macapat|dilantunkan]] dalam bentuk [[tembang]], sehingga teks sastra tidak hanya dinilai dari isi dan susunannya, tetapi juga dari pelantunan dan pembawaan sang pembaca.{{sfn|Behrend|1996|pp=167-169}} Tradisi tulis Jawa juga mengandalkan penyalinan dan penyusunan ulang secara berkala karena media tulis yang rentan terhadap iklim tropis; akibatnya, kebanyakan naskah fisik yang kini tersisa merupakan salinan abad ke-18 atau 19 meski isinya sering kali dapat ditelusuri hingga purwarupa yang beberapa abad lebih tua.{{sfn|Behrend|1996|pp=161-162}}
Islam sedikit mengalami perubahan terutama sekali setelah adanya peran pemerintah kolonial Belanda untuk meresmikan tata eja aksara Jawa kala itu. Perubahan tersebut menghasilkan
<!--
pengelompokan aksara Murda seperti yang dikenal sampai saat ini.
Dengan lumrahnya penggunaan aksara Jawa dalam ranah publik, tumbuh pula upaya untuk menstandarisasi ortografi aksara Jawa dari praktek tradisional yang bervariasi. Salah satu upaya ini adalah [[lokakarya]] yang berlangsung di [[Sriwedari]], [[Surakarta]] pada tahun 1926. Lokakarya ini menghasilkan ''Wewaton Sriwedari'' (Ketetapan Sriwedari), yang merupakan salah satu landasan awal standardisasi penulisan aksara Jawa ke depannya.-->
 
=== AksaraMedia Jawa-Islam ===
{{multiple image
[[Berkas:Palllawa1.jpg|thumb|Perubahan Aksara Pallawa ke aksara-aksara Nusantara]]
| align = left
Periode ini adalah periode ketika aksara Jawa berkembang pada dekade awal
| direction = vertical
perkembangan Islam di Jawa, dan campur tangan bangsa asing (pemerintah Kolonial Hindia Belanda)
| width = 250
belum mendominasi ranah politik dan kekuasaan di Jawa. Masa ini berlangsung kurang lebih jaman [[Demak]] – akhir
| footer =
Pajang, dan tulisan dalam periode ini diwakili tata tulis aksara Jawa yang terdapat pada teks serat ''[[Suluk Wujil]]'' dan ''[[serat Ajisaka]]''. Pada periode ini aksara Jawa diurutkan menggunakan urutan ha-na-ca-ra-ka yang disusun untuk mempermudah
| image1 = COLLECTIE TROPENMUSEUM Verhaal van Yusup in het Javaans op lontarblad TMnr 499-1.jpg|Naskah lontar beraksara Jawa dengan isi ''[[Serat Yusuf]]''
penghapalan dan pengingatannya dengan cara yang kreatif yaitu
| image2 = Serat yusuf.jpg
dengan menyusun dalam suatu fragmen pendek yang menarik yang dikaitkan
| caption1 = ''Serat Yusuf'' dalam naskah lontar, koleksi Tropenmuseum
dengan mitos [[Ajisaka]]. Fragmen tersebut terdiri dari 4 baris masing‐masing terdiri
| caption2 = ''Serat Yusuf'' dalam naskah kertas, koleksi [[Museum Sonobudoyo]]
dari 5 aksara, menyerupai metrum atau puisi/''[[Sekar Kawi]]''<ref>[http://www.ganeshana.org/file/artikel/budaya/16022009/TELAAH%20ABJAD%20HANACARAKA%2011-2-2009.pdf Telaah Abjad Hanacaraka]</ref>:
}}
Sepanjang sejarahnya, aksara Jawa ditulis dengan sejumlah media yang berganti-ganti seiring waktu. [[Aksara Kawi]] yang menjadi nenek moyang aksara Jawa umum ditemukan dalam bentuk [[prasasti]] batu dan lempeng logam. Tulisan Kawi sehari-hari dituliskan menggunakan media [[lontar]], yakni daun [[siwalan|palem tal]] (''Borassus flabellifer'', disebut juga palem siwalan) yang telah diolah sedemikian rupa hingga dapat ditulisi. Lembar lontar memiliki bentuk persegi panjang dengan lebar sekitar 2,8 hingga 4&nbsp;cm dan panjang yang bervariasi antara 20 hingga 80&nbsp;cm. Tiap lembar lontar hanya dapat memuat beberapa baris tulisan, umumnya sekitar empat baris, yang digurat dalam posisi horizontal dengan pisau kecil kemudian dihitamkan dengan jelaga untuk meningkatkan keterbacaan. Media ini memiliki rekam jejak penggunaan yang panjang di seantero Asia Selatan dan Asia Tenggara.<ref>{{cite journal|url=https://www.researchgate.net/publication/41017543_Balinese_palm-leaf_manuscripts|title=Balinese palm-leaf manuscripts|first=H I R|last=Hinzler|year=1993|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|volume=149|issue=3|doi=10.1163/22134379-90003116|access-date=2020-05-08|archive-date=2023-04-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20230407140706/https://www.researchgate.net/publication/41017543_Balinese_palm-leaf_manuscripts|dead-url=no |issn = 0006-2294}}</ref>
 
Pada abad ke-13, [[kertas]] mulai diperkenalkan di Nusantara, hal ini berkaitan dengan penyebaran agama [[Islam]] yang tradisi tulisnya didukung oleh penggunaan kertas dan format buku [[kodeks]]. Ketika Jawa mulai menerima pengaruh Islam yang signifikan pada abad ke-15, bersamaan ketika aksara Kawi mulai bertransisi menjadi aksara Jawa modern, kertas menjadi lebih lumrah digunakan di Jawa dan penggunaan lontar hanya bertahan di beberapa tempat.{{sfn|Behrend|1996|pp=165-167}} Terdapat dua jenis kertas yang umum ditemukan dalam naskah beraksara Jawa: kertas produksi lokal yang disebut [[daluang]], dan kertas impor. Daluang (bahasa Jawa: ''dluwang'') adalah kertas yang terbuat dari tumbukan kulit pohon [[Daluang|saéh]] (''Broussonetia papyrifera'', disebut juga pohon glugu). Secara tampak, daluang cukup mudah dibedakan dengan kertas biasa dari warna cokelatnya yang khas dan tampilannya yang berserat-serat. Daluang yang dibuat dengan telaten akan memiliki permukaan yang mulus dan tahan lama dari macam-macam bentuk degradasi (terutama serangga), sementara daluang yang tidak bagus memiliki permukaan yang tidak rata dan mudah rusak. Daluang umum digunakan dalam naskah yang ditulis di [[keraton]] dan [[pesantren]] Jawa antara abad ke-16 dan 17.{{sfn|Behrend|1996|pp=165-167}}<ref name="tey">{{cite book|last=Teygeler|first=R|chapter=The Myth of Javanese Paper|url=https://www.academia.edu/35977126/The_myth_of_Javanese_paper|title=Timeless Paper|editor=R Seitzinger|publisher=Gentenaar & Torley Publishers|year=2002|isbn=9073803039|location=Rijswijk|language=EN|ref=harv|access-date=2020-05-08|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914035406/https://www.academia.edu/35977126/The_myth_of_Javanese_paper|dead-url=no}}</ref>
# hana caraka (''ana utusan'')
# data (sabanjuré) sawala (= suwala –kêrêngan)
# pada jayanya (babag kekuwatané)
# maga (ma‐ang‐ga) batanga (bangké) = mangawak bangké = palastra !
 
Sebagian besar kertas impor yang digunakan di naskah-naskah Nusantara didatangkan dari [[Eropa]]. Pada awalnya, kertas Eropa hanya digunakan oleh sebagian kecil juru tulis Jawa karena harganya yang mahal–kertas yang dibuat dengan teknik Eropa pada masa itu hanya bisa diimpor dalam jumlah terbatas.{{efn|VOC berupaya untuk mendirikan pabrik kertasnya sendiri di Jawa yang beroperasi antara tahun 1665–1681. Namun pabrik tersebut tidak mampu memenuhi semua permintaan kertas di Jawa, sehingga suplai kertas terus mengandalkan pengiriman dari Eropa.<ref name="tey"/>}} Dalam administrasi kolonial sehari-hari, penggunaan kertas Eropa perlu disuplementasikan dengan kertas daluang Jawa serta kertas impor Tiongkok setidaknya hingga abad ke-19.<ref name="tey"/> Seiring meningkatnya jumlah kertas impor dan pengiriman yang lebih berkala, juru tulis di keraton dan permukiman urban makin memilih kertas Eropa sebagai media tulis utama sementara daluang kian diasosiasikan dengan naskah yang dibuat di pesantren dan desa.{{sfn|Behrend|1996|pp=165-167}} Bersamaan dengan meningkatnya impor kertas Eropa, teknologi cetak aksara Jawa juga mulai dirintis oleh sejumlah tokoh Eropa dan mulai digunakan secara luas pada tahun 1825. Dengan adanya teknologi cetak, materi beraksara Jawa dapat diperbanyak secara massal dan menjadi lumrah digunakan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa pra-kemerdekaan, seperti surat-surat, buku, koran, majalah, hingga pamflet, iklan, dan uang kertas.{{sfn|Molen|2000|pp=154-158}}
Dalam periode ini, pengertian aksara Murda masih belum disamakan dengan huruf kapital seperti halnya dalam tulisan Latin,
namun keberadaan aksara Murda yang dipisahkan dari susunan huruf Jawa dasar (''nglegana'') karena merupakan aksara lama yang
keberadaannya tetap dipertahankan, dan penggunaan aksara ini masih sama seperti pada aksara Jawa – Hindu.
 
== Penggunaan ==
Kemudian periode ini juga ditandai dengan digunakannya aksara rekan untuk menyesuaikan penulisan kata-kata Arab yang sudah mulai dikenal masyarakat Jawa
{| class="wikitable" style="margin:0 auto;" align="center" colspan="2" cellpadding="3" style="font-size: 80%; width: 100%;"
kala itu dengan semakin intensifnya dakwah Islam di tanah Jawa.
|-
|state = {{{1<includeonly>|collapsed</includeonly>}}} align=center colspan=2 style="background:#D3D3D3; font-size: 100%;"| '''Penggunaan Aksara Jawa'''
|-
|align=center; colspan=2|
<gallery mode="packed" heights="200px">
Berkas:Serat jatipustaka.jpg| Halaman pembuka ''Serat Jatipustaka'' yang disalin pada tahun 1830, koleksi Museum Denver
Berkas:Babad-tanah-jawi.jpg| Halaman pembuka ''[[Babad Tanah Jawi]]'' yang disalin pada tahun 1862, koleksi Perpustakaan Kongres Amerika
Berkas:Groot Javaansch No.2 cursief - Lettergieterij Amsterdam.jpg| Contoh aksara Jawa cetak dalam katalog [[pabrik huruf]] [[Lettergieterij Amsterdam|"Amsterdam"]] tahun 1910
Berkas:Kajawen 1933-08-16-1 sampul.jpg|Sampul majalah ''[[Majalah Kajawen|Kajawèn]]'' edisi 65, tanggal 16 Agustus 1933
Berkas:TDKGM 01.147 Koleksi dari Perpustakaan Museum Tamansiswa Dewantara Kirti Griya.pdf|Dokumen [[Serat kekancingan|''kekancingan'']] yang dikeluarkan Keraton Yogyakarta pada tahun 1935, koleksi Museum Dewantara Kirti Griya
</gallery>
|}
[[Berkas:Serat Selarasa (1804) - BL MSS Jav 28 (page 128 crop).jpg|ka|400px|jmpl|Detail salah satu halaman dalam ''Serat Selarasa'' yang disalin pada tahun 1804 di [[Surabaya]]. Dua figur di paling kiri terlihat sedang [[macapat|melantunkan]] bacaan beraksara Jawa.]]
Selama kurang lebih 500 tahun antara abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-20, aksara Jawa aktif digunakan dalam berbagai lapisan masyarakat Jawa sebagai tulisan sehari-hari maupun sastra dengan cakupan yang luas dan beragam. Karena pengaruh tradisi lisan yang kuat, teks [[sastra Jawa|sastra tradisional Jawa]] hampir selalu disusun dalam bentuk [[tembang]] yang dirancang untuk [[macapat|dilantukan]], sehingga teks Jawa tidak hanya dinilai dari isi dan susunannya, tetapi juga dari [[irama]] dan [[nada]] pelantunan.{{sfn|Behrend|1996|pp=167-169}} Pujangga sastra Jawa umumnya tidak dituntut untuk menciptakan cerita dan karakter baru, peran pujangga adalah untuk menulis dan menyusun ulang cerita-cerita yang telah ada ke dalam gubahan yang sesuai dengan selera lokal dan perkembangan zaman. Akibatnya, karya sastra Jawa seperti ''[[Cerita Panji]]'' bukanlah sebuah teks dengan edisi otoriter yang menjadi rujukan teks lainnya, melainkan kumpulan variasi cerita dengan benang merah tokoh Panji.{{sfn|Behrend|1996|pp=172}} Genre sastra dengan akar paling kuno adalah [[wiracarita]] atau epos Sanskerta seperti [[Ramayana]] dan [[Mahabharata]] yang telah disadur sejak periode Hindu-Buddha dan memperkenalkan tokoh-tokoh pewayangan seperti [[Arjuna]], [[Srikandi]], [[Gatotkaca]], dan puluhan karakter lainnya yang kini akrab dalam masyarakat Jawa. Sejak masuknya Islam di Jawa, tokoh-tokoh dari sumber Timur Tengah seperti [[Hikayat Amir Hamzah|Amir Hamzah]] dan [[Nabi Yusuf]] juga menjadi salah satu subjek yang sering dituliskan. Terdapat pula tokoh-tokoh lokal yang sering kali mengambil latar semi legendaris di Jawa masa lampau, misal [[Cerita Panji|Pangeran Panji]], [[Damar Wulan]], dan [[Calon Arang]].{{sfn|Behrend|1996|pp=172-175}}
 
Ketika kajian mendalam mengenai bahasa dan sastra Jawa mulai menarik perhatian kalangan Eropa pada abad ke-19, timbullah keinginan untuk menciptakan aksara Jawa cetak agar materi sastra Jawa dapat mudah diperbanyak dan disebarluaskan. Upaya paling awal untuk menghasilkan aksara Jawa cetak dirintis oleh [[Paul van Vlissingen]] yang aksara Jawa cetaknya pertama kali digunakan dalam surat kabar ''Bataviasch Courant'' edisi bulan Oktober 1825.{{sfn|Molen|2000|pp=137}} Meski diakui sebagai suatu pencapaian teknis yang patut dipuji pada masa itu, aksara Jawa cetak Vlissingen dinilai memiliki gubahan bentuk yang canggung, sehingga upaya awal ini kemudian diteruskan oleh berbagai pihak seiring dengan berkembanganya kajian sastra Jawa.{{sfn|Molen|2000|pp=136-140}} Pada tahun 1838, [[Taco Roorda]] menyelesaikan [[Tuladha Jejeg|fon]] cetak untuk aksara Jawa yang ia gubah berdasarkan langgam penulisan [[Surakarta]]{{efn|Bagi kalangan Eropa abad ke-19, tulisan tangan Surakarta disetujui sebagai langgam aksara Jawa yang paling indah sehingga tokoh seperti [[J.F.C. Gericke]] menyarankan agar langgam Surakarta dijadikan panutan untuk membuat rancangan aksara Jawa yang layak.{{sfn|Molen|2000|pp=149-154}}}} dengan sedikit campuran elemen [[tipografi]] Eropa. Rancangan Roorda disambut dengan baik dan dengan cepat menjadi pilihan utama untuk mencetak segala tulisan yang beraksara Jawa. Sejak itu, bacaan beraksara Jawa, dengan [[Fon (tipografi)|fon]] Jawa yang digubah Roorda, menjadi lumrah beredar di khalayak umum dan diterapkan pula dalam berbagai materi selain sastra. Hadirnya teknologi cetak menumbuhkan industri percetakan yang selama seabad ke depan menghasilkan berbagai macam bacaan sehari-hari dalam aksara Jawa, dari surat administratif, buku pelajaran, hingga media massa populer seperti majalah [[majalah Kajawen|''Kajawèn'']] yang seluruh kolom dan artikelnya dicetak dengan aksara Jawa.{{sfn|Molen|2000|pp=154-158}}<ref name="astuti">{{Cite conference|last=Astuti|first=Kabul|title=Perkembangan Majalah Berbahasa Jawa dalam Pelestarian Sastra Jawa|url=https://www.academia.edu/5280381/Perkembangan_Majalah_Berbahasa_Jawa_dalam_Pelestarian_Sastra_Jawa|conference=International Seminar On Austronesian - Non Austronesian Languages and Literature|date=Oktober 2013|location=Bali|access-date=2020-05-09|archive-date=2023-04-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20230417113704/https://www.academia.edu/5280381/Perkembangan_Majalah_Berbahasa_Jawa_dalam_Pelestarian_Sastra_Jawa|dead-url=no}}</ref> Pada tingkat pemerintahan, salah satu bentuk penerapan aksara Jawa adalah penggunaannya sebagai salah satu teks legal multi-bahasa dalam [[:Commons:File:IND-78b-De Javasche Bank-5 Gulden (1937).jpg|uang kertas]] [[Gulden Hindia Belanda|Gulden]] yang disirkulasikan [[De Javasche Bank]].<ref>{{numis cite SCWPM|date=1994}}</ref>
=== Aksara Jawa-Kolonial ===
Periode ini adalah periode ketika aksara Jawa berkembang pada zaman
pemerintah Kolonial Hindia Belanda berkuasa atas tanah Jawa, yang diwakili tata tulis aksara Jawa keluaran ejaan Sriwedari yang terdapat
pada teks-teks Jawa yang ditulis sebelum adanya tata eja aksara Jawa [[Kongres Bahasa Jawa]] II Malang (1996).
 
=== Kemunduran ===
Perbedaan yang paling kentara adalah pemakaian aksara Murda pada periode ini, yang walaupun sebagian masih sama perlakuannya untuk aksara murda seperti pada
[[Berkas:Mesin ketik beraksara Jawa buatan pabrik Royal Bar-Lock.jpg|jmpl|ki|240px|Mesin tik beraksara Jawa yang pernah dipakai oleh [[Keraton Surakarta]] dari tahun 1917–1960 untuk surat-menyurat, membuat surat keputusan, dan pengumuman.<ref>{{Cite web|url=https://muspen.kominfo.go.id/koleksi/single?id=228|title=Mesin Ketik Huruf Jawa|last=|first=|date=|website=Museum Penerangan|access-date=8 November 2021|archive-date=2022-06-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20220625130959/https://muspen.kominfo.go.id/koleksi/single?id=228|dead-url=no}}</ref>]]
periode-periode sebelumnya, namun sebagian sudah berubah fungsi sebagai huruf kapital layaknya dalam aksara Latin.
Seiring dengan meningkatnya permintaan bacaan masyarakat pada awal abad ke-20, penerbit Jawa mengurangi produksi materi beraksara Jawa karena alasan ekonomis: mencetak materi apa pun dengan aksara Jawa pada waktu itu memerlukan hingga dua kali lebih banyak bidang kertas dibanding mencetak materi yang sama dengan alih aksara Latin, sehingga produksi bacaan beraksara Jawa memakan lebih banyak waktu dan biaya.{{efn|Sebagaimana dituturkan oleh direktur Balai Poestaka [[D.A. Rinkes]] pada tahun 1920 dalam kata sambutan katalog buku-buku Jawa koleksi [[Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen|Bataviaasch Genootschap]]:<br>{{Verse translation|lang=nl|
Bovendien is voor den druk het Latijnsche lettertype gekozen, hetgeen de zaak voor Europeesche gebruikers aanzienlijk vergemakkelijkt, voor Inlandsche belangstellended geenszins een bezwaar oplevert, aangezien de Javaansche taal, evenals bereids voor het Maleisch en het Soendaneesch gebleken is, zeker niet minder duidelijk in Latijnsch type dan in het Javaansche schrift is weer te geven. Daarbij zijn de kosten daarmede ongeveer ⅓ van druk in Javaansch karakter, aangezien drukwerk in dat type, dat bovendien niet ruim voorhanden is, 1½ à 2 x kostbaarder (en tijdroovender) uitkomt dan in Latijnsch type, mede doordat het niet op de zetmachine kan worden gezet, en een pagina Javaansch type sleechts ongeveer de helft aan woorden bevat van een pagina van denzelfden tekst in Latijnsch karakter.{{sfn|Molen|1993|pp=83}}
|Selain itu, huruf Latin dipilih untuk pencetakan [buku berbahasa Jawa], hal ini tidak hanya memudahkan bagi pembaca Eropa, tetapi juga tidak dikeluhkan oleh pembaca Pribumi, karena bahasa Jawa, sebagaimana bahasa Melayu dan bahasa Sunda, terbukti tetap dapat dipahami dengan baik ketika ditulis menggunakan huruf Latin dan tidak kalah jelas dibanding penulisan yang menggunakan aksara Jawa. Dengan begitu, biaya dapat ditekan hingga ⅓ dari biaya cetak aksara Jawa, mengingat bahwa mencetak dengan aksara Jawa, yang peralatannya tidak selalu tersedia, bisa jadi 1½ hingga 2 kali lipat memakan lebih banyak biaya (dan waktu) dibanding mencetak dengan huruf Latin, dan mengingat pula aksara Jawa tidak dapat dicetak menggunakan mesin ''setting'', dan selembar teks beraksara Jawa hanya dapat memuat sekitar setengah jumlah kata dibanding lembar teks sama yang telah dialihaksarakan menjadi huruf Latin.
|attr1=Poerwa Soewignja dan Wirawangsa (1920:4), disadur oleh Molen (1993:83)
}} }} Dalam rangka menekan biaya dan menjaga agar harga buku tetap terjangkau bagi masyarakat, berbagai penerbit seperti [[Balai Pustaka]] kian mengutamakan penerbitan materi berhuruf Latin.{{sfn|Robson|2011|pp=25}} Meskipun begitu, masyarakat Jawa di awal abad ke-20 cenderung tetap menggunakan aksara Jawa dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kegiatan surat-menyurat, misal, penggunaan aksara Jawa dianggap lebih halus dan sopan daripada penggunaan huruf Latin, terutama dalam surat untuk orang yang lebih tua. Berbagai penerbit, termasuk Balai Pustaka sendiri, tetap mencetak buku, koran, dan majalah dalam aksara Jawa karena adanya minat pembaca yang memadai meski perlahan-lahan menurun. Penggunaan aksara Jawa baru mengalami kemunduran yang signifikan ketika Jepang [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|menduduki Indonesia]] pada tahun 1942.<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=jQ0KAQAAIAAJ&hl=id&source=gbs_book_other_versions_r&cad=4|title=Tata-sastra: ngewrat rembag 4 bab: titi-wara tuwin aksara, titi-tembung, titi-ukara, titi-basa|first=R. D. S.|last=Hadiwidjana|publisher=U.P. Indonesia|year=1967|page=9}}</ref> Beberapa penulis melaporkan adanya aturan Jepang yang melarang penggunaan aksara Jawa dalam ranah publik.{{efn|Meski dokumentasi atau catatan perintah resmi dari larangan tersebut tidak diketahui. Sebagai perbandingan, pemerintahan Jepang yang [[Pendudukan Jepang di Kamboja|menduduki Kamboja]] pada periode waktu yang sama justru menghapus upaya penggunaan huruf Latin yang dimulai [[Kamboja Prancis|pemerintahan kolonial Kamboja Prancis]] dan mengembalikan penggunaan [[aksara Khmer]] sebagai aksara resmi Kamboja.<ref name=Chandler>{{cite book|first=David P|last=Chandler|title=A History of Cambodia|publisher=Silkworm books|year=1993|isbn=9747047098|url=https://books.google.co.id/books/about/A_History_of_Cambodia.html?id=E8BRPgAACAAJ&redir_esc=y}}</ref>}} Namun tidak dipungkiri bahwa penggunaan aksara Jawa memang mengalami kemunduran yang signifikan pada zaman pendudukan Jepang. Program-program pendidikan pemerintahan yang baru didirikan setelah Indonesia merdeka berfokus pada pendidikan Bahasa Indonesia dan pemberantasan buta huruf Latin, sehingga penggunaan aksara tidak kembali sebagaimana semula pada periode pasca-kemerdekaan.<ref>{{cite journal|last=Lowenberg|first=Peter|journal=Studies in the Linguistic Sciences|volume=30|issue=1|date=2000|title=Writing and Literacy in Indonesia|url=https://www.researchgate.net/publication/32963154_Writing_and_literacy_in_Indonesia|page=135–148|access-date=2021-11-09|archive-date=2023-10-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20231005064205/https://www.researchgate.net/publication/32963154_Writing_and_literacy_in_Indonesia|dead-url=no}}</ref>{{sfn|Robson|2011|pp=27-28}}<!--Isu terakhir majalah ''Kajawèn'' terbit pada tahun 1942,<ref name="astuti"/> dan salah satu penggunaan resmi paling akhir aksara Jawa di masa awal Indonesia adalah cetak ulang Gulden De Javasche Bank dari tahun 1950 yang teks legalnya masih memuat aksara Jawa.<ref>{{cite book |last1=Cuhaj |first1=George S. |year=2010|title=Paper Money General Issues 1368–1960|work= |volume= |issue= |pages =885–886 |publisher=Krause Publications |doi= |url= |accessdate=|edition=13|isbn=978-1-4402-1293-2}}</ref>-->
{{clear}}<!-- Paksa buat baris baru agar subjudul tidak menjorok ke dalam. -->
 
=== Penggunaan kontemporer ===
Penggunaan (pengejaan) aksara Jawa pertama kali di[[lokakarya]]kan pada tahun 1926 untuk menyeragamkan tata cara penulisan menggunakan aksara ini, sejalan dengan makin meningkatnya volume cetakan menggunakan aksara ini, meskipun pada saat yang sama penggunaan [[aksara pegon|huruf arab pegon]] dan huruf Latin bagi teks-teks berbahasa Jawa juga meningkat frekuensinya. Pertemuan pertama ini menghasilkan [[Wewaton Sriwedari]] ("Ketetapan Sriwedari"), yang memberi landasan dasar bagi pengejaan tulisan. Nama Sriwedari digunakan karena lokakarya itu berlangsung di [[Sriwedari]], [[Surakarta]]. Salah satu perubahan yang penting adalah pengurangan penggunaan taling-tarung bagi bunyi /o/ ([[O Jawa]]). Alih-alih menuliskan "Ronggawarsita" (bentuk ini banyak dipakai pada naskah-naskah abad ke-19), dengan ejaan baru penulisan menjadi "Ranggawarsita", mengurangi penggunaan taling-tarung.
{{multiple image
| align = right
| direction = horizontal
| header = Perbandingan gaya aksara Jawa untuk papan nama instansi pemerintahan
| width = 200px
| image1 = Papan nama Kantor Ketahanan Pangan Surakarta (2).jpg
| width1 =
| caption1 = [[Tuladha Jejeg|Gagrag Surakarta]]. Aksara Jawa diletakkan di atas huruf Latin (Perwal Solo No. 3/2008).
| image2 = Javanese script use in government organization in Yogyakarta.jpg
| width2 =
| caption2 = [[nyk Ngayogyan|Gagrag Yogyakarta]]. Huruf Latin diletakkan di atas aksara Jawa (Pergub DIY No. 70/2019).
}}
Dalam ranah kontemporer, aksara Jawa hingga kini masih menjadi bagian dari pengajaran muatan lokal di [[DI Yogyakarta]], [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]], dan sebagian kecil [[Jawa Barat]]. Beberapa surat kabar dan majalah lokal memiliki kolom yang menggunakan aksara Jawa, dan aksara Jawa dapat ditemukan pada papan nama tempat-tempat umum tertentu. Akan tetapi, banyak upaya kontemporer untuk menerapkan aksara Jawa hanya bersifat simbolik dan tidak fungsional; tidak ada lagi, sebagai contoh, publikasi berkala seperti majalah ''Kajawèn'' yang isi substansialnya menggunakan aksara Jawa. Kebanyakan masyarakat Jawa hanya sadar akan keberadaan aksara Jawa dan mengenal beberapa huruf, tetapi jarang ada yang mampu membaca atau menulisnya secara substansial,<ref name="wahab">{{cite conference|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/3067/1/Kongres%20Bahasa%20Indonesia%20VIII%20Kelompok%20B%20Ruang%20Rote.pdf|conference=Kongres Bahasa Indonesia VIII|date=Oktober 2003|title=Masa Depan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah|first=Abdul|last=Wahab|publisher=Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Indonesia|volume=Kelompok B, Ruang Rote|page=8-9|access-date=2020-05-07|archive-date=2023-04-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20230417113704/https://repositori.kemdikbud.go.id/3067/1/Kongres%20Bahasa%20Indonesia%20VIII%20Kelompok%20B%20Ruang%20Rote.pdf|dead-url=no}}</ref><ref>{{cite book|last=Florida|first=Nancy K|year=1995|url=https://books.google.com/books?id=JtXWqGzfzGgC&pg=PA37&lpg=PA37&dq=read+javanese+script&source=bl&ots=ovWJe5iN1N&sig=it-50wOMvy1H8EaNhTKxUbebNnM&hl=en&sa=X&ei=Uep5U_6vAcHc8AXwnoC4Dw&redir_esc=y#v=onepage&q=read%20javanese%20script&f=false|title=Writing the Past, Inscribing the Future: History as Prophesy in Colonial Java|publisher=Duke University Press|isbn=9780822316220|page=37}}</ref> sehingga sampai tahun 2019 tidak jarang ditemukan papan nama di tempat umum yang penulisan aksara Jawa-nya memiliki banyak kesalahan dasar.<ref>{{cite web|last=Mustika|first=I Ketut Sawitra|date=12 Oktober 2017|title=Alumni Sastra Jawa UGM Bantu Koreksi Tulisan Jawa pada Papan Nama Jalan di Jogja|url=https://m.solopos.com/alumni-sastra-jawa-ugm-bantu-koreksi-tulisan-jawa-pada-papan-nama-jalan-di-jogja-859202|publisher=Solo Pos|location=Yogyakarta|editor1-first=Nina|editor1-last=Atmasari|access-date=8 Mei 2020|archive-date=2020-06-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20200612103203/https://m.solopos.com/alumni-sastra-jawa-ugm-bantu-koreksi-tulisan-jawa-pada-papan-nama-jalan-di-jogja-859202|dead-url=yes}}</ref><ref>{{cite web |last=Eswe |first=Hana |date=13 Oktober 2019 |title=Penunjuk Jalan Beraksara Jawa Salah Tulis Dikritik Penggiat Budaya |url=https://suarabaru.id/2019/10/13/penunjuk-jalan-beraksara-jawa-salah-tulis-dikritik-penggiat-budaya/ |publisher=Suara Baru |location=Grobogan |access-date=8 Mei 2020 |archive-date=2023-04-17 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230417113708/https://suarabaru.id/2019/10/13/penunjuk-jalan-beraksara-jawa-salah-tulis-dikritik-penggiat-budaya |dead-url=no }}</ref> Beberapa kendala dalam upaya revitalisasi penggunaan aksara Jawa termasuk perangkat elektronik yang sering kali mengalami kendala teknis untuk menampilkan aksara Jawa tanpa galat, sedikitnya instansi dengan kompetensi memadai yang dapat dikonsultasikan, dan kurangnya eksplorasi tipografi yang menarik bagi masyarakat.<ref name="wahab"/><ref name="radar"/> Meskipun begitu, upaya revitalisasi terus digeluti oleh sejumlah komunitas dan tokoh masyarakat yang aktif memperkenalkan kembali aksara Jawa dalam penggunaan sehari-hari, terutama dalam sarana digital.<ref name="radar">{{Cite news|url=https://radarjogja.jawapos.com/2020/02/27/bangkitkan-kongres-bahasa-jawa-setelah-mati-suri/|location=Bantul|title=Bangkitkan Kongres Bahasa Jawa Setelah Mati Suri|date=27 Februari 2020|author=Siti Fatimah|publisher=Radar Jogja|access-date=25 Mei 2020|archive-date=2020-06-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20200619201043/https://radarjogja.jawapos.com/2020/02/27/bangkitkan-kongres-bahasa-jawa-setelah-mati-suri/|dead-url=yes}}</ref>
 
=== AksaraBentuk Jawa Modern ===
=== Aksara ===
[[Berkas:Javanese script01.jpg|thumb|200px|Prasasti modern dengan [[aksara Latin]] ([[bahasa Portugis]]) dan aksara Hanacaraka/Jawa modern ([[bahasa Jawa]]). Prasasti dibuat untuk memperingati pemugaran [[Taman Sari Yogyakarta|Taman Sari]] di komplek Kraton Yogyakarta.]]
''Aksara'' adalah huruf dasar yang merepresentasikan satu suku kata. Aksara Jawa memiliki sekitar 45 aksara dasar, tetapi tidak semuanya digunakan dengan setara. Dalam perkembangannya, terdapat aksara yang tidak lagi digunakan sementara beberapa lainnya hanya digunakan pada konteks tertentu sehingga huruf-huruf dalam aksara Jawa dikelompokkan ke dalam beberapa jenis berdasarkan fungsi dan penggunaannya.
Periode ini adalah periode perkembangan aksara Jawa setelah zaman [[Kemerdekaan Indonesia]] hingga sekarang, antara lain diterbitkannya buku ''Karti Basa'' oleh [[Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|Kementrian Pengadjaran, Pendidikan dan Keboedajaan]] pada tahun 1946 yang berisi ''Patokan Panoelise Temboeng Djawa nganggo Aksara Djawa sarta Angka'' (Pedoman Penulisan Kata Jawa dengan Aksara Jawa serta Angka), serta ''Patokan Panoelise Temboeng Djawa nganggo Aksara Latin'' (Pedoman Penulisan Kata Jawa dengan Huruf Latin), yang kemudian diterbitkan terpisah sebagai ''Tatanan Njerat Basa Djawi'' oleh Tjabang Bagian Bahasa Djawatan Kebudajaan Kementerian P.P. dan K. Jogjakarta pada tahun 1955, yang telah disesuaikan dengan [[Ejaan Suwandi]].
==== ''Wyanjana'' ====
''Aksara wyanjana'' (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦮꦾꦚ꧀ꦗꦤ) adalah aksara konsonan dengan vokal inheren /a/ atau /ɔ/. Sebagai salah satu aksara turunan [[aksara Brahmi|Brahmi]], aksara Jawa pada awalnya memiliki 33 aksara ''wyanjana'' untuk menuliskan 33 bunyi konsonan yang digunakan dalam bahasa [[Sanskerta]] dan [[bahasa Kawi|Kawi]]. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2008|pp=1-2}}<ref name="mardikawi">{{cite book|url=http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20186831-166.%20Serat%20Mardi%20Kawi%20Jilid%20I.pdf|title=Serat Mardi Kawi|volume=1|year=1930|publisher=De Bliksem|place=Solo|first=W J S|last=Poerwadarminta|page=9-12|access-date=2020-05-05|archive-date=2023-04-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20230416105659/https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20186831-166.%20Serat%20Mardi%20Kawi%20Jilid%20I.pdf|dead-url=no}}</ref>
 
{| class="wikitable" style="width:60%;"
Kemudia, untuk menindaklanjuti keputusan Kongres Bahasa Jawa I di Semarang pada tanggal 15-20 Juli 1991, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi DIY pada tahun anggaran 1992/1993 memutuskan ditetapkan penyelenggaraan kegiatan penyusunan pedoman penulisan aksara Jawa. Masalah yang dibahas dalam pedoman tersebut antara lain penyesuaian penulisan bahasa Jawa dengan ahara Jawa dan aksara Latin, penulisan kata-kata serapan dari bahasa serumpun dan bahasa asing dengan aksara Jawa, penulisan bunyi f dan v, penulisan bunyi yang ucapannya bervariasi, dan penulisan singkatan kata.
|+ style="text-align:center;" | ''Aksara Wyanjana'' (deret kuno)
|-
! rowspan="2" |Tempat pelafalan
! colspan="2" |[[Bantuan:Pengucapan#Penyuaraan|Nirsuara]]
! colspan="2" |[[Bantuan:Pengucapan#Penyuaraan|Bersuara]]
! rowspan="2" |[[Konsonan nasal|Sengau]]
! rowspan="2" |[[Semivokal]]
! rowspan="2" |[[Sibilan]]
! rowspan="2" |[[Konsonan celah suara|Celah]]
|-
! Tidak [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]
! [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]
! Tidak [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]
! [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]
|-
! style="text-align:center; "| [[Konsonan langit-langit belakang|Velar]]
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Nglegena ka.png|30px]]<br>ꦏ<hr>ka
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Uniform height Murda ka.png|30px]]<br>ꦑ<hr>kha
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Nglegena ga.png|30px]]<br>ꦒ<hr>ga
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Uniform height Murda ga.png|30px]]<br>ꦓ<hr>gha
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Nglegena nga.png|30px]]<br>ꦔ<hr>ṅa{{ref label|nga|1}}
!
!
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Nglegena ha.png|30px]]<br>ꦲ<hr>ha/a{{ref label|ha|5}}
|-
! style="text-align:center;"|[[Konsonan langit-langit|Palatal]]
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena ca.png|30px]]<br>ꦕ<hr>ca
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Uniform height Murda ca.png|30px]]<br>ꦖ<hr>cha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena ja.png|30px]]<br>ꦗ<hr>ja
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Mahaprana ja.png|30px]]<br>ꦙ<hr>jha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena nya.png|30px]]<br>ꦚ<hr>ña{{ref|nya|2}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena ya.png|30px]]<br>ꦪ<hr>ya
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Uniform height Murda sa.png|30px]]<br>ꦯ<hr>śa{{ref label|sya|6}}
!
|-
! align=center|[[Konsonan tarik-belakang|Retrofleks]]
| align=center| [[Berkas:Nglegena tha.png|30px]]<br>ꦛ<hr>ṭa{{ref label|tha|3}}
| align=center| [[Berkas:Uniform height Mahaprana tha.png|30px]]<br>ꦜ<hr>ṭha
| align=center| [[Berkas:Uniform height Murda da.png|30px]]<br>ꦝ<hr>ḍa{{ref label|dha|4}}
| align=center| [[Berkas:Uniform height Mahaprana dha.png|30px]]<br>ꦞ<hr>ḍha
| align=center| [[Berkas:Uniform height Murda na.png|30px]]<br>ꦟ<hr>ṇa
| align=center| [[Berkas:Nglegena ra.png|30px]]<br>ꦫ<hr>ra
| align=center| [[Berkas:Uniform height Mahaprana sa.png|30px]]<br>ꦰ<hr>ṣa
!
|-
! style="text-align:center;"|[[Konsonan gigi|Dental]]
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena ta.png|30px]]<br>ꦠ<hr>ta
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Uniform height Murda ta.png|30px]]<br>ꦡ<hr>tha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena da.png|30px]]<br>ꦢ<hr>da
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena dha.png|30px]]<br>ꦣ<hr>dha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena na.png|30px]]<br>ꦤ<hr>na
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena la.png|30px]]<br>ꦭ<hr>la
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena sa.png|30px]]<br>ꦱ<hr>sa
!
|-
! align=center|[[Konsonan bibir|Labial]]
| align=center| [[Berkas:Nglegena pa.png|30px]]<br>ꦥ<hr>pa
| align=center| [[Berkas:Uniform height Murda pa.png|30px]]<br>ꦦ<hr>pha
| align=center| [[Berkas:Nglegena ba.png|30px]]<br>ꦧ<hr>ba
| align=center| [[Berkas:Uniform height Murda ba.png|30px]]<br>ꦨ<hr>bha
| align=center| [[Berkas:Nglegena ma.png|30px]]<br>ꦩ<hr>ma
| align=center| [[Berkas:Nglegena wa.png|30px]]<br>ꦮ<hr>wa
!
!
|-
| colspan="11" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | Catatan
<small>
:{{note|nga|1}} /ŋa/ sebagaimana nga dalam kata "mengalah"
:{{note|nya|2}} /ɲa/ sebagaimana nya dalam kata "menyanyi"
:{{note|nya|3}} /ʈa/ sebagaimana tha dalam kata bahasa Jawa "kathah"
:{{note|nya|4}} /ɖa/ sebagaimana dha dalam kata bahasa Jawa "padha"
:{{note|ha|5}} berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ dalam bahasa Kawi
Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Jawa modern:
:{{note|sya|6}} /ɕa/ mendekati pengucapan sya dalam kata "syarat"
</small>
|-
|}
Dalam perkembangannya, bahasa Jawa modern tidak lagi menggunakan keseluruhan aksara ''wyanjana'' dalam deret Sanskerta-Kawi. Aksara Jawa modern hanya menggunakan 20 bunyi konsonan dan 20 aksara dasar yang kemudian disebut sebagai ''aksara nglegena'' (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦔ꧀ꦭꦼꦒꦼꦤ). Sebagian aksara yang tersisa kemudian dialihfungsikan sebagai ''aksara murda'' (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦩꦸꦂꦢ) untuk menuliskan gelar dan [[nama diri|nama]] yang dihormati, baik nama tokoh legenda (misal [[Bima (Mahabharata)|Bima]] ditulis ꦨꦶꦩ) maupun nyata (misal [[Pakubuwana]] ditulis ꦦꦑꦸꦨꦸꦮꦟ).{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=11-13}} Dari 20 aksara ''nglegena'', hanya 9 aksara yang mempunyai bentuk ''murda'', oleh karena itu penggunaan ''murda'' tidak identik dengan penggunaan huruf kapital di dalam ejaan Latin;{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=11-13}} apabila suku kata pertama suatu nama tidak memiliki bentuk ''murda,'' maka suku kata kedua yang menggunakan ''murda''. Apabila suku kata kedua juga tidak memiliki bentuk ''murda'', maka suku kata ketiga yang menggunakan ''murda'', begitu seterusnya. Nama yang sangat dihormati dapat ditulis seluruhnya dengan ''murda'' apabila memungkinkan. Dalam penulisan tradisional, penerapan ''murda'' tidaklah selalu konsisten dan pada dasarnya bersifat pilihan, sehingga nama seperti ''Gani'' dapat dieja ꦒꦤꦶ (tanpa ''murda''), ꦓꦤꦶ (dengan ''murda'' di awal), atau ꦓꦟꦶ (seluruhnya menggunakan ''murda'') tergantung dari latar belakang dan konteks penulisan yang bersangkutan. Sisa aksara yang tidak termasuk ''nglegena'' maupun ''murda'' adalah ''aksara mahaprana''. Aksara ''mahaprana'' tidak memiliki fungsi dalam penulisan Jawa modern dan hanya digunakan dalam penulisan bahasa Sanskerta-Kawi.{{sfn|Everson|2008|pp=1-2}}{{efn|Contoh kata dengan aksara ''mahaprana'' yang digunakan dalam penulisan Kawi misal ''aṣṭa'' (ꦄꦰ꧀ꦛ, delapan)<ref>{{cite book|first=Petrus Josephus|url=http://sealang.net/ojed/|last=Zoetmulder|title=Old Javanese-English Dictionary|page=143, entri 4|year=1982|publisher=Nijhoff|editor-first1=Stuart Owen|editor-last1=Robson|isbn=9024761786|access-date=2020-05-08|archive-date=2023-06-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20230601111918/http://sealang.net/ojed/|dead-url=no}}</ref> dan ''nirjhara'' (ꦤꦶꦂꦙꦫ, air terjun).<ref>{{cite book|first=Petrus Josephus|url=http://sealang.net/ojed/|last=Zoetmulder|title=Old Javanese-English Dictionary|page=1191, entri 11|year=1982|publisher=Nijhoff|editor-first1=Stuart Owen|editor-last1=Robson|isbn=9024761786|access-date=2020-05-08|archive-date=2023-06-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20230601111918/http://sealang.net/ojed/|dead-url=no}}</ref>}}
{| class="wikitable""
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara Wyanjana'' (deret modern)
|-style="text-align:center;"
!
! ha/a{{ref label|ha|1}}
! na
! ca
! ra
! ka
! da
! ta
! sa
! wa
! la
! pa
! dha
! ja
! ya
! nya
! ma
! ga
! ba
! tha
! nga
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:10%; text-align:center;" | ''Nglegena''
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ha.png|30px]]<br>ꦲ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena na.png|30px]]<br>ꦤ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ca.png|30px]]<br>ꦕ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ra.png|30px]]<br>ꦫ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ka.png|30px]]<br>ꦏ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena da.png|30px]]<br>ꦢ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ta.png|30px]]<br>ꦠ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena sa.png|30px]]<br>ꦱ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena wa.png|30px]]<br>ꦮ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena la.png|30px]]<br>ꦭ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena pa.png|30px]]<br>ꦥ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda da.png|30px]]<br>ꦝ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ja.png|30px]]<br>ꦗ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ya.png|30px]]<br>ꦪ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena nya.png|30px]]<br>ꦚ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ma.png|30px]]<br>ꦩ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ga.png|30px]]<br>ꦒ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ba.png|30px]]<br>ꦧ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena tha.png|30px]]<br>ꦛ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena nga.png|30px]]<br>ꦔ
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:10%; text-align:center;" | ''Murda''
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda na.png|30px]]<br>ꦟ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ca.png|30px]]<br>ꦖ{{ref label|camur|2}}
| align="center" |[[Berkas:Uniform height ra agung.png|30px]]<br>ꦬ{{ref label|ragung|3}}
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ka.png|30px]]<br>ꦑ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ta.png|30px]]<br>ꦡ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda sa.png|30px]]<br>ꦯ
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda pa.png|30px]]<br>ꦦ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Murda nya.png|30px]]<br>ꦘ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ga.png|30px]]<br>ꦓ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ba.png|30px]]<br>ꦨ
!
!
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:10%; text-align:center;" | ''Mahaprana''
! align="center" |
! align="center" |
!
! align="center" |
!
| align="center" |[[Berkas:Nglegena dha.png|30px]]<br>ꦣ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana sa.png|30px]]<br>ꦰ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana dha.png|30px]]<br>ꦞ
| align="center" |[[Berkas:Mahaprana ja.png|30px]]<br>ꦙ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana tha.png|30px]]<br>ꦜ
! align="center" |
|-
| colspan="23" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|ha|1}} berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ tergantung kata yang bersangkutan
:{{note|camur|2}} ca murda hanya teratestasi dalam bentuk [[#Pasangan|pasangan]],{{sfn|Everson|2008|pp=1}} bentuk aksara dasarnya merupakan rekonstruksi kontemporer
:{{note|ragung|3}} ra agung, memiliki fungsi yang serupa dengan aksara ''murda'' lainnya namun tidak dikenal secara luas karena penggunaannya yang terbatas di lingkungan kraton{{sfn|Everson|2008|pp=1-2}}
</small>
|}
 
==== ''Swara'' ====
Pada Kongres Bahasa Jawa II 1996 dikeluarkanlah Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tiga gubernur (perda Jawa Tengah, No. 430/76/1996, DI Yogyakarta: No. 214/119/5280/1996, dan Jawa Timur No. 430/5052/0311/1996) pada tahun 1996 yang berusaha menyelaraskan tata cara penulisan yang diajarkan di sekolah-sekolah di ketiga provinsi tersebut.<ref>[https://sites.google.com/site/hanacarakan/pustaka/Pedoman-Penulisan-Aksara-Jawa.pdf?attredirects=0&d=1 Pedoman Penulisan Aksara Jawa]</ref>.
''Aksara swara'' (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦱ꧀ꦮꦫ) adalah aksara yang digunakan untuk menulis suku kata yang tidak memiliki konsonan di awal, atau dalam kata lain suku kata yang hanya terdiri vokal. Pada awalnya, aksara Jawa memiliki 14 aksara vokal yang diwarisi dari tradisi tulis Sanskerta. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:<ref name="mardikawi"/>
{| class="wikitable" style="width:60%;"
|+ style="text-align:center;" | ''Aksara Swara''
|- style="text-align:center;"
! Tempat pelafalan
! [[Konsonan langit-langit belakang|Velar]]
! [[Konsonan langit-langit|Palatal]]
! [[Konsonan bibir|Labial]]
! [[Konsonan tarik-belakang|Retrofleks]]
! [[Konsonan gigi|Dental]]
! Velar-Palatal
! Velar-Labial
|-
! style="text-align:center; "| Pendek
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Vowel akara.png|25px]]<br>ꦄ<hr>a
| style="text-align:center;"| [[File:vowel i kawi.png|25px]]<br>ꦅ<hr>i
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel ukara.png|25px]]<br>ꦈ<hr>u
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Ganten pa cerek2.png|25px]]<br>ꦉ<hr>ṛ/re{{ref label|re|1}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Ganten nga lelet2.png|25px]]<br>ꦊ<hr>ḷ/le{{ref label|le|2}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel ekara.png|25px]]<br>ꦌ<hr>é{{ref label|e|3}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel okara.png|25px]]<br>ꦎ<hr>o
|-
! style="text-align:center;"| Panjang
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel aakara.png|30px]]<br>ꦄꦴ<hr>ā
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel ikara.png|25px]]<br>ꦆ<hr>ī
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel uukara.png|25px]]<br>ꦈꦴ<hr>ū
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Ganten pa cerek dirgha2.png|25px]]<br>ꦉꦴ<hr>ṝ/reu{{ref label|reu|4}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Ganten nga lelet raswadi2.png|25px]]<br>ꦋ<hr>ḹ/leu{{ref label|leu|5}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel aikara.png|25px]]<br>ꦍ<hr>ai{{ref|ai|6}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel aukara.png|25px]]<br>ꦎꦴ<hr>au{{ref|au|7}}
|-
| colspan="11" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|re|1}} pa cerek, /rə/ sebagaimana re dalam kata "remah"
:{{note|le|2}} nga lelet, /lə/ sebagaimana le dalam kata "lemah"
:{{note|e|3}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Jawa modern:
: {{note|reu|4}} pa cerek dirgha, dalam bahasa Sanskerta sebenarnya hanya digunakan sebagai pelengkap sistem fonologi Pāṇini<ref name="woodard">{{cite book|title=The Ancient Languages of Asia and the Americas|first=Roger D|last=Woodard|url=https://books.google.co.id/books/about/The_Ancient_Languages_of_Asia_and_the_Am.html?id=UQpAuNIP4oIC&redir_esc=y|publisher=Cambridge University Press|year=2008|page=9|isbn=0521684943}}</ref>
:{{note|leu|5}} nga lelet raswadi, dalam bahasa Sanskerta sebenarnya hanya digunakan sebagai pelengkap sistem fonologi Pāṇini<ref name="woodard"/>
:{{note|ai|6}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
:{{note|au|7}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au kata "pantau"
</small>
|}
Sebagaimana aksara ''wyanjana'', bahasa Jawa modern tidak lagi menggunakan keseluruhan aksara ''swara'' dalam deret Sanskerta-Kawi, dan kini hanya aksara untuk vokal pendek yang umumnya diajarkan. Dalam penulisan modern, aksara ''swara'' digunakan untuk menggantikan aksara ''wyanjana'' ha ꦲ (yang pelafalannya bisa jadi ambigu karena berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/) pada nama atau istilah asing yang pelafalannya perlu diperjelas.{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=13-15}}
 
''Pa cerek'' ꦉ, ''pa cerek dirgha'' ꦉꦴ, ''nga lelet'' ꦊ, dan ''nga lelet raswadi'' ꦋ adalah [[Syllabic consonant|konsonan silabis]] yang dalam bahasa Sanskerta-Kawi dianggap sebagai huruf vokal.<ref name="woodard"/>{{sfn|Poerwadarminta|1930|pp=11}} Ketika digunakan untuk bahasa selain Sanskerta, pelafalan keempat aksara ini sering kali bervariasi. Dalam perkembangan bahasa Jawa modern, hanya ''pa cerek'' dan ''nga lelet'' yang digunakan; ''pa cerek'' dilafalkan /rə/ (sebagaimana re dalam kata "remah") sementara ''nga lelet'' dilafalkan /lə/ (sebagaimana le dalam kata "lemah"). Dalam pengajaran modern, aksara ini sering kali dipisahkan dari aksara ''swara'' menjadi kategori sendiri yang disebut ''aksara gantèn''. Kedua aksara ini wajib digunakan untuk mengganti tiap kombinasi ra+''pepet'' (ꦫꦼ → ꦉ) serta la+''pepet'' (ꦭꦼ → ꦊ) tanpa terkecuali.{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=20}}
Pada tanggal 17 dan 18 Mei 1996 para ahli bahasa Jawa dari Provinsi DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berkumpul di Yogyakarta dan menghasilkan buku [[Pedoman Penulisan Aksara Jawa]] yang diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Nusatama. Perbedaan yang paling kentara dalam pedoman yang baru ini adalah pemakaian aksara murda sudah dianggap seperti layaknya huruf kapital seperti pada penggunaan huruf kapital dalam aksara Latin, tanpa mengindahkan tradisi lama yaitu hadirnya aksara Murda sebagai pendamping penulisan kata Jawa Kuna – Pertengahan.
 
==== ''Rékan'' ====
Tonggak perubahan lainnya adalah aturan yang dikeluarkan pada [[Kongres Bahasa Jawa|Kongres Basa Jawa]] III, 15-21 Juli 2001 di [[Yogyakarta]]. Perubahan yang dihasilkan kongres ini adalah beberapa penyederhanaan penulisan bentuk-bentuk gabungan (kata dasar + imbuhan), dan KBJ IV yang membuka jalan bagi dimasukkannya aksara Jawa ke [[Unicode]].
''Aksara rékan'' (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦫꦺꦏꦤ꧀) adalah aksara tambahan yang digunakan untuk menulis bunyi asing.{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=16-17}} Aksara ini pada awalnya dikembangkan untuk menuliskan kata serapan dari [[bahasa Arab]], kemudian diadaptasi untuk kata serapan dari [[bahasa Belanda]], dan dalam penggunaan kontemporer juga digunakan untuk menulis kata-kata [[bahasa Indonesia]] dan [[bahasa Inggris|Inggris]]. Sebagian besar aksara ''rékan'' dibentuk dengan menambahkan diakritik ''cecak telu'' pada aksara yang bunyinya dianggap paling mendekati dengan bunyi asing yang bersangkutan. Sebagai contoh, aksara ''rékan'' fa ꦥ꦳ dibentuk dengan menambahkan ''cecak telu'' pada aksara ''wyanjana'' pa ꦥ. Kombinasi ''wyanjana'' dan ekuivalen bunyi asing tiap ''rékan'' bisa jadi berbeda antarpenulis karena ketiadaan persetujuan bersama dan lembaga bahasa yang mengatur.
 
Terdapat lima aksara rekan menurut Padmasusastra<ref>{{cite book|url=https://www.sastra.org/index.php?option=com_content&view=article&id=2677&catid=53|title=Layang Carakan|last=Padmasusastra|year=1917|page=16|access-date=2021-02-10|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914035409/https://www.sastra.org/index.php?option=com_content&view=article&id=2677&catid=53|dead-url=no}}</ref> dan Dwijasewaya:<ref>{{cite book|url=https://www.sastra.org/index.php?option=com_content&view=article&id=2156&catid=53|title=Paramasastra Jawa|last=Dwijasewaya|year=1910|page=21|access-date=2021-02-10|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914035637/https://www.sastra.org/index.php?option=com_content&view=article&id=2156&catid=53|dead-url=no}}</ref> kha, dza, fa, za, dan gha, tetapi menurut Hollander, terdapat sembilan:<ref>{{cite book|url=https://commons.wikimedia.org/w/index.php?title=File:Handleiding_bij_de_beoefening_der_Javaansche_Taal_1886.pdf&page=13|title=Handleiding bij de beoefening der Javaansche Taal en Letterkunde|first=J J de|last=Hollander|place=Leiden|year=1886|publisher=Brill|page=3|access-date=2021-02-10|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914035429/https://commons.wikimedia.org/w/index.php?title=File:Handleiding_bij_de_beoefening_der_Javaansche_Taal_1886.pdf&page=13|dead-url=no}}</ref>
== Bentuk aksara ==
{| class="wikitable" style="width:60%;"
<!-- unreferenced
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara Rékan''
Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di bawah garis), seperti [[aksara Hindi]]. Namun demikian, pengajaran modern sekarang menuliskannya di atas garis.-->
|-style="text-align:center;"
Tulisan jawa adalah sebuah [[abugida]]. Setiap huruf konsonannya memiliki vokal inheren /a/ atau /ɔ/ dalam posisi terbuka, yang diubah dengan penempatan tanda baca tertentu, seperti halnya [[huruf Arab]]. Namun berbeda dengan huruf Arab, tanda baca vokal '''wajib''' ditulis jika diperlukan. Perlu diperhatikan bahwa tulisan Arab aslinya bersifat [[abjad]], yakni hanya memiliki konsonan saja. Tanda baca dalam tulisan Arab hanya dipakai untuk teks penting, dan pengguna aslinya dapat membaca tulisan arab tanpa tanda baca.
!
 
! style="width: 55px;" |ḥa
Setiap huruf konsonan dalam aksara Jawa memiliki bentuk subskrip, disebut ''pasangan'', untuk membentuk klaster konsonan. Beberapa huruf memiliki bentuk 'kapital', namun huruf ini hanya digunakan untuk nama orang atau tempat, tidak untuk awal sebuah kalimat. Terdapat sejumlah huruf yang diadaptasikan untuk kata serapan dan bunyi asing yang tidak terdapat dalam [[bahasa Jawa]]. Terdapat pula angka, sejumlah tanda baca yang berfungsi untuk mengawali paragraf, mengawali surat, mengawali puisi, menandakan tengah puisi, dan mengakhiri puisi, serta tanda koma, titik, kurung, kutip dan penanda angka.
! style="width: 55px;" |kha
 
! style="width: 55px;" |qa
Huruf Jawa ditulis miring ke kanan dan tanpa spasi ([[scriptio continua]]), karena itu pembaca harus mengenal tulisan dan bahasa Jawa untuk mengidentifikasikan batas antar kata.
! style="width: 55px;" |dza
! style="width: 55px;" |sya
! style="width: 55px;" |fa/va
! style="width: 55px;" |za
! style="width: 55px;" |gha
! style="width: 55px;" |'a
|-
! text-align:center;" |Aksara Jawa
| align=center| [[Berkas:Rekan ha2.png|25px]]<br>ꦲ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan kha2.png|25px]]<br>ꦏ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan qa2.png|25px]]<br>ꦐ{{ref label|kasak|1}}
| align=center| [[Berkas:Rekan dza2.png|25px]]<br>ꦢ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan sya2.png|25px]]<br>ꦱ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan fa2.png|25px]]<br>ꦥ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan za2.png|25px]]<br>ꦗ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan gha2.png|25px]]<br>ꦒ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan 'a2.png|25px]]<br>ꦔ꦳
|-
! text-align:center;" |Abjad Arab
| align=center| {{lang|ar|ح}}
| align=center| {{lang|ar|خ}}
| align=center| {{lang|ar|ق}}
| align=center| {{lang|ar|ذ}}
| align=center| {{lang|ar|ش}}
| align=center| {{lang|ar|ف}}
| align=center| {{lang|ar|ز}}
| align=center| {{lang|ar|غ}}
| align=center| {{lang|ar|ع}}
|-
| colspan="23" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|kasak|1}} aksara "ka Sasak", aslinya hanya digunakan dalam penulisan [[bahasa Sasak]]
</small>
|}
 
=== Diakritik ===
=== Konsonan dasar (''aksara nglegena'') ===
Diakritik (''sandhangan'' ꦱꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀) adalah tanda yang melekat pada aksara untuk mengubah vokal inheren aksara yang bersangkutan. Sebagaimana aksara, diakritik Jawa juga dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok tergantung dari fungsi dan penggunaannya.
Untuk menulis [[bahasa Jawa]] modern, digunakan 20 konsonan dasar yang disebut sebagai ''aksara nglegena''. Namun untuk menulis bahasa [[Jawa Kuno]], digunakan 33 konsonan dasar. Huruf-huruf tambahan ini merepresentasikan suara yang tidak dipakai lagi dalam bahasa Jawa modern, yang kemudian digunakan sebagai huruf 'kapital' dalam [[ortografi]] kontemporer.
 
==== ''Swara'' ====
{| border="1" cellpadding="3" style="border-collapse: collapse;text-align:center;"
''Sandhangan swara'' (ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦱ꧀ꦮꦫ) adalah ''sandhangan'' yang digunakan untuk mengubah vokal inheren /a/ menjadi vokal lainnya, sebagaimana berikut:{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=19-24}}
|- bgcolor="#f0f0f0"
{| class="wikitable" style="width:60%;"
| ha ({{Jav|ꦲ}})|| na ({{Jav|ꦤ}})|| ca ({{Jav|ꦕ}})|| ra ({{Jav|ꦫ}})|| ka ({{Jav|ꦏ}})
|+ style="text-align: center;" | ''Sandhangan Swara''
|- style="text-align: center"
!colspan=6| Pendek
!colspan=6| Panjang
|- style="text-align: center"
!style="width: 80px;" | -a
!style="width: 80px;" | -i
!style="width: 80px;" | -u
!style="width: 80px;" | -é{{ref label|1|1}}
!style="width: 80px;" | -o
!style="width: 80px;" | -e{{ref label|2|2}}
! style="width: 80px;" |-ā
! style="width: 80px;" |-ī
! style="width: 80px;" |-ū
! style="width: 80px;" |-ai{{ref label|3|3}}
! style="width: 80px;" |-au{{ref label|4|4}}
! style="width: 80px;" |-eu{{ref label|5|5}}
|- style="text-align: center"
| -
| [[Berkas:Sandangan wulu.png|30px]]<br> ꦶ
| [[Berkas:Sandangan suku.png|30px]]<br> ꦸ
| [[Berkas:Sandangan taling.png|30px]]<br> ꦺ
| [[Berkas:Sandangan taling-tarung.png|30px]]<br> ꦺꦴ
| [[Berkas:Sandangan pepet.png|30px]]<br> ꦼ
| [[Berkas:Sandangan tarung.png|30px]]<br> ꦴ
| [[Berkas:Sandangan wulu melik.png|30px]]<br> ꦷ
| [[Berkas:Sandangan suku mendut.png|30px]]<br> ꦹ
| [[Berkas:Sandangan dirga mure.png|30px]]<br> ꦻ
| [[Berkas:Sandangan dirga mure-tarung.png|30px]]<br> ꦻꦴ
| [[Berkas:Sandangan pepet-tarung.png|30px]]<br> ꦼꦴ
|-
| style="text-align: center" | -
| [[File:Javanese ha.svg|x40px]] || [[File:Javanese na.svg|x40px]] || [[File:Javanese ca.svg|x40px]] || [[File:Javanese ra.svg|x40px]] || [[File:Javanese ka.svg|x40px]]
| style="text-align: center" |wulu
|- bgcolor="#f0f0f0"
| style="text-align: center" |suku
| da ({{Jav|ꦢ}})|| ta ({{Jav|ꦠ}})|| sa ({{Jav|ꦱ}})|| wa ({{Jav|ꦮ}})|| la ({{Jav|ꦭ}})
| style="text-align: center" |taling
| style="text-align: center" |taling-tarung
| style="text-align: center" |pepet
| style="text-align: center" |tarung
| style="text-align: center" |wulu melik
| style="text-align: center" |suku mendut
| style="text-align: center" |dirga muré
| style="text-align: center" |dirga muré-tarung
| style="text-align: center" |pepet-tarung
|- style="text-align: center"
! ka
! ki
! ku
! ké
! ko
! ke
! kā
! kī
! kū
! kai
! kau
! keu
|- style="text-align: center"
| ꦏ
| ꦏꦶ
| ꦏꦸ
| ꦏꦺ
| ꦏꦺꦴ
| ꦏꦼ
| ꦏꦴ
| ꦏꦷ
| ꦏꦹ
| ꦏꦻ
| ꦭꦻꦴ
| ꦏꦼꦴ
|-
| colspan="12" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
| [[File:Javanese da.svg|x40px]] || [[File:Javanese ta.svg|x40px]] || [[File:Javanese sa.svg|x40px]] || [[File:Javanese wa.svg|x40px]] || [[File:Javanese la.svg|x40px]]
<small>
|- bgcolor="#f0f0f0"
:{{note|1|1}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
| pa ({{Jav|ꦥ}})|| dha ({{Jav|ꦢ}})|| ja ({{Jav|ꦗ}})|| ya ({{Jav|ꦪ}})|| nya ({{Jav|ꦚ}})
:{{note|2|2}} /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat", bunyi bahasa Kawi yang tidak berasal dari Sanskerta
Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Jawa modern:
:{{note|3|3}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
:{{note|4|4}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au dalam kata "pantau"
:{{note|5|5}} bunyi bahasa Kawi yang tidak berasal dari Sanskerta, dalam kajian Kawi umum diromanisasi menjadi ö
</small>
|}
Sebagaimana aksara ''swara'', hanya ''sandhangan ''vokal pendek yang umumnya diajarkan dan digunakan dalam bahasa Jawa kontemporer, sementara ''sandhangan'' vokal panjang digunakan dalam penulisan bahasa Sanskerta dan Kawi.
 
==== ''Panyigeging wanda'' ====
''Sandhangan panyigeging wanda'' (ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦥꦚꦶꦒꦼꦒꦶꦁꦮꦤ꧀ꦢ) digunakan untuk menutup suatu suku kata dengan konsonan, sebagaimana berikut:{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=24-28}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Sandhangan Panyigeging Wanda''
|- style="text-align: center"
!style="width:80px;" | [[nasal]]{{ref label|panyangga|1}}
!style="width:80px;" | -ng
!style="width:80px;" | -r
!style="width:80px;" | -h
!style="width:80px;" | pemati{{ref label|pangkon|2}}
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Sandangan panyangga.png|30px]]<br> ꦀ
| [[Berkas:Sandangan cecak.png|30px]]<br> ꦁ
| [[Berkas:Sandangan layar.png|30px]]<br> ꦂ
| [[Berkas:Sandangan wignyan.png|30px]]<br> ꦃ
| [[Berkas:Sandangan pangkon.png|30px]]<br> ꧀
|-
| style="text-align: center" | panyangga
| [[File:Javanese pa.svg|x40px]] || [[File:Javanese dha.svg|x40px]] || [[File:Javanese ja.svg|x40px]] || [[File:Javanese ya.svg|x40px]] || [[File:Javanese nya.svg|x40px]]
| style="text-align: center" | cecak
|- bgcolor="#f0f0f0"
| style="text-align: center" | layar
| ma ({{Jav|ꦩ}})|| ga ({{Jav|ꦒ}})|| ba ({{Jav|ꦧ}})|| tha ({{Jav|ꦛ}})|| nga ({{Jav|ꦔ}})
| style="text-align: center" | wignyan
| style="text-align: center" | pangkon
|- style="text-align: center"
! kam
! kang
! kar
! kah
! k
|- style="text-align: center"
| ꦏꦀ
| ꦏꦁ
| ꦏꦂ
| ꦏꦃ
| ꦏ꧀
|-
| colspan="6" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
| [[File:Javanese ma.svg|x40px]] || [[File:Javanese ga.svg|x40px]] || [[File:Javanese ba.svg|x40px]] || style="padding-top: 15px;" | [[File:Javanese tha.svg|x53px]] || [[File:Javanese nga.svg|x40px]]
<small>
:{{note|panyangga|1}} umumnya hanya ditemukan dalam salinan lontar Bali untuk menuliskan kata keramat seperti ''[[om|ong]]'' ꦎꦀ
:{{note|pangkon|2}} tidak digunakan untuk suku kata tertutup yang terjadi di tengah kata atau kalimat (lihat [[#Pasangan|pasangan]])
|}
 
==== ''Wyanjana'' ====
Huruf "ha" dapat merepresentasikan vokal kosong, yang digunakan dengan tanda baca untuk membentuk huruf vokal independen.
''Sandhangan wyanjana'' (ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦮꦾꦚ꧀ꦗꦤ) digunakan untuk menuliskan gugus konsonan dengan [[semivokal]] dalam satu suku kata, sebagaimana berikut:{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=29-32}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Sandhangan Wyanjana''
|- style="text-align: center"
!style="width:80px;"| -re
!style="width:80px;"| -y-
!style="width:80px;"| -r-
!style="width:80px;"| -l-
!style="width:80px;"| -w-
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Sandangan keret.png|30px]]<br> ꦽ
| [[Berkas:Sandangan pengkal.png|30px]]<br> ꦾ
| [[Berkas:Sandangan cakra2.png|30px]]<br> ꦿ
| [[Berkas:Sandangan panjingan la.png|30px]]<br> ꧀ꦭ
| [[Berkas:Sandangan gembung wa.png|30px]]<br> ꧀ꦮ
|-
| style="text-align: center" | ''keret''
| style="text-align: center" | ''pengkal''
| style="text-align: center" | ''cakra''
| style="text-align: center" | ''panjingan la''
| style="text-align: center" | ''gembung''
|- style="text-align: center"
! kre
! kya
! kra
! kla
! kwa
|- style="text-align: center"
| ꦏꦽ
| ꦏꦾ
| ꦏꦿ
| ꦏ꧀ꦭ
| ꦏ꧀ꦮ
|}
 
==== Pasangan ====
Vokal inheren dari tiap aksara dasar dapat dimatikan dengan penggunaan diaktrik ''pangkon''. Akan tetapi, ''pangkon'' normalnya tidak digunakan di tengah kata atau kalimat, sehingga untuk menuliskan suku kata tertutup di tengah kata dan kalimat, digunakanlah bentuk ''pasangan'' (ꦥꦱꦔꦤ꧀). Berbeda dengan ''pangkon'', ''pasangan'' tidak hanya mematikan konsonan yang diiringinya tetapi juga menunjukkan konsonan selanjutnya. Sebagai contoh, aksara ''ma'' (ꦩ) yang diiringi bentuk ''pasangan'' dari ''pa'' (꧀ꦥ) menjadi ''mpa'' (ꦩ꧀ꦥ). Bentuk ''pasangan'' setiap aksara ada di tabel berikut:{{sfn|Everson|2008|pp=2}}
Ketika sebuah konsonan kosong (konsonan yang vokal inherennya ditekan [[virama]]) muncul ditengah kalimat, tanda baca ''pangkon'' untuk menekan vokal inheren tidak digunakan. Namun huruf '''setelah''' konsonan kosong tersebut berubah menjadi bentuk subskrip yang bernama ''pasangan''. Setiap huruf konsonan Jawa memiliki pasangan, dengan bentuk dan penataan yang beragam. Namun umumnya, pasangan berada '''dibawah garis penulisan''' dan memiliki bentuk yang berbeda dari konsonan dasarnya. Pasangan dapat digabungkan dengan maksimum dua tanda baca menyambung untuk membentuk klaster konsonan.
 
{| class="wikitable""
Beberapa ''pasangan'' perlu disambungkan dengan huruf dasar (dengan cara yang sama seperti tanda baca ''suku'') seperti na, wa, dan nya, beberapa ditulis segaris dengan huruf dasar, seperti pa, sa, dan ha. ''Pasangan'' ka, ta, dan la hanya memiliki bentuk unik apabila ditulis tanpa tanda baca menyambung. Ketika ditulis dengan ''suku'' atau ''pengkal'' semisal, bentuk kedua huruf tersebut menjadi sama dengan huruf dasarnya, namun tetap ditulis dibawah garis. Huruf seperti ya dan ra memiliki bentuk pasangan yang persis sama seperti huruf dasarnya.
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara'' dan ''Pasangan''
 
{| border="1" cellpadding="3" -style="border-collapse: collapse;text-align:center;"
! colspan="2"|
|- bgcolor="#f0f0f0"
! ha/a
| ha || na || ca || ra || ka
! na
! ca
! ra
! ka
! da
! ta
! sa
! wa
! la
! pa
! dha
! ja
! ya
! nya
! ma
! ga
! ba
! tha
! nga
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan="2" style="width:10%; text-align:center;" |Nglegena
! align="center" | Aksara
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ha.png|30px]]<br>ꦲ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena na.png|30px]]<br>ꦤ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ca.png|30px]]<br>ꦕ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ra.png|30px]]<br>ꦫ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ka.png|30px]]<br>ꦏ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena da.png|30px]]<br>ꦢ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ta.png|30px]]<br>ꦠ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena sa.png|30px]]<br>ꦱ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena wa.png|30px]]<br>ꦮ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena la.png|30px]]<br>ꦭ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena pa.png|30px]]<br>ꦥ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda da.png|30px]]<br>ꦝ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ja.png|30px]]<br>ꦗ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ya.png|30px]]<br>ꦪ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena nya.png|30px]]<br>ꦚ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ma.png|30px]]<br>ꦩ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ga.png|30px]]<br>ꦒ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ba.png|30px]]<br>ꦧ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena tha.png|30px]]<br>ꦛ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena nga.png|30px]]<br>ꦔ
|-
! align="center" | Pasangan
| [[File: Jawa Ha Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Na Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Ca Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Ra Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Ka Pasangan.png|x60px]]
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ha.png|30px]]<br> ꧀ꦲ
|- bgcolor="#f0f0f0"
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena na.png|30px]]<br> ꧀ꦤ
| da || ta || sa || wa || la
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ca.png|30px]]<br> ꧀ꦕ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ra.png|30px]]<br> ꧀ꦫ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ka.png|30px]]<br> ꧀ꦏ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena da.png|30px]]<br> ꧀ꦢ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ta.png|30px]]<br> ꧀ꦠ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena sa.png|30px]]<br> ꧀ꦱ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena wa.png|30px]]<br> ꧀ꦮ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena la.png|30px]]<br> ꧀ꦭ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena pa.png|30px]]<br> ꧀ꦥ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena dha.png|30px]]<br> ꧀ꦝ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ja.png|30px]]<br> ꧀ꦗ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ya.png|30px]]<br> ꧀ꦪ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena nya.png|30px]]<br> ꧀ꦚ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ma.png|30px]]<br> ꧀ꦩ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ga.png|30px]]<br> ꧀ꦒ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ba.png|30px]]<br> ꧀ꦧ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena tha.png|30px]]<br> ꧀ꦛ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena nga.png|30px]]<br> ꧀ꦔ
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan="2" style="width:10%; text-align:center;" |Murda
! align="center" |Aksara
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda na.png|30px]]<br>ꦟ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ca.png|30px]]<br>ꦖ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height ra agung.png|30px]]<br>ꦬ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ka.png|30px]]<br>ꦑ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ta.png|30px]]<br>ꦡ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda sa.png|30px]]<br>ꦯ
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda pa.png|30px]]<br>ꦦ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Murda nya.png|30px]]<br>ꦘ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ga.png|30px]]<br>ꦒ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ba.png|30px]]<br>ꦨ
!
!
|-
! align="center" |Pasangan
| [[File: Jawa Da Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Ta Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Sa Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Wa Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa La Pasangan.png|x60px]]
! align="center" |
|- bgcolor="#f0f0f0"
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda na.png|30px]]<br>ꦟ
| pa || dha || ja || ya || nya
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda ca.png|30px]]<br> ꧀ꦖ{{ref label|1|1}}
| align="center" |[[Berkas:Pasangan lain-lain ra agung.png|30px]]<br> ꧀ꦬ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda ka.png|30px]]<br> ꧀ꦑ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda ta.png|30px]]<br> ꧀ꦡ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda sa.png|30px]]<br> ꧀ꦯ
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda pa.png|30px]]<br> ꧀ꦦ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda nya.png|30px]]<br> ꧀ꦘ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda ga.png|30px]]<br> ꧀ꦓ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda ba.png|30px]]<br> ꧀ꦨ
!
!
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan="2" style="width:10%; text-align:center;" |Mahaprana
! align="center" | Aksara
! align="center" |
! align="center" |
!
! align="center" |
!
| align="center" |[[Berkas:Nglegena dha.png|30px]]<br>ꦣ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana sa.png|30px]]<br>ꦰ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana dha.png|30px]]<br>ꦞ
| align="center" |[[Berkas:Mahaprana ja.png|30px]]<br>ꦙ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana tha.png|30px]]<br> ꦜ
! align="center" |
|-
! align="center" | Pasangan
| [[File: Jawa Pa Pasangan.png|x40px]] || [[File: Jawa Dha Pasangan.png |x60px]] || [[File: Jawa Ja Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Ya Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Nya Pasangan.png|x60px]]
! align="center" |
|- bgcolor="#f0f0f0"
! align="center" |
| ma || ga || ba || tha || nga
!
! align="center" |
!
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda da.png|30px]]<br> ꧀ꦣ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan mahaprana sa.png|30px]]<br> ꧀ꦰ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan mahaprana dha.png|30px]]<br> ꧀ꦞ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan mahaprana ja.png|30px]]<br> ꧀ꦙ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan mahaprana tha.png|30px]]<br>꧀ꦜ
! align="center" |
|-
| colspan="23" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
| [[File: Jawa Ma Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Ga Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Ba Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Tha Pasangan.png|x60px]] || [[File: Jawa Nga Pasangan.png|x60px]]
<small>
:&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; tanda bulat (◌) pada karakter bukanlah bagian dari ''pasangan'', tetapi mengindikasikan posisi aksara yang diiringinya
:{{note|1|1}} kerap digunakan sebagai bagian dari [[#Pepadan|''pepadan'']] yang tidak memiliki fungsi fonetis
:{{note|2|2}} pasangan dalam tabel ini merupakan bentuk yang digunakan dalam penulisan Jawa modern. Beberapa aksara memiliki bentuk pasangan yang berbeda dalam penulisan Sanskerta-Kawi
</small>
|}
 
Contoh pemakaian pasangan dapat dilihat sebagaimana berikut:
====Tanda baca konsonan====
{| class="wikitable" summary="reordering"
Terdapat dua macam tanda baca konsonan, yaitu tanda baca pengakhir konsonan (''sandhangan panyigeging wanda'') dan tanda baca penyisip konsonan (''sandhangan wyanjana'').
 
'''Tanda Baca Pengakhir Konsonan'''
 
{| border="1" cellpadding="3" style="border-collapse: collapse;text-align:center;"
|- bgcolor="#f0f0f0"
| Panyangga || Cêcak || Wingyan || Layar || Pangkon
|-
! colspan=10 scope="col" | komponen
| || [[File: Jawa Cecak.png|x60px]] || [[File: Jawa Wignyan.png|x60px]] || [[File: Jawa Layar.png|x60px]] || [[File: Jawa Pangkon.png|x60px]]
! scope="col" | penulisan
|- bgcolor="#f0f0f0"
! align="center" | keterangan
| kaṃ || kang || kah || kar || -k
|- align="center"
|-
| [[Berkas:Nglegena ha.png|30px]]
| {{jav|ꦏ ꦀ}} || {{jav|ꦏꦁ}} || {{jav|ꦏꦃ}} || {{jav|ꦏꦂ}} || {{jav|ꦏ꧀}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
|}
| [[Berkas:Nglegena ka.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Sandangan pangkon.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Nglegena sa.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Nglegena ra.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Kata aksara.png|80px|link=|alt=aksara]]
| align="left"| a + (ka + (pangkon + sa)) + ra → a + (ka + (pasangan sa)) + ra = a(ksa)ra
|- align="center"
| [[Berkas:Nglegena ka.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Nglegena na.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Sandangan pangkon.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Nglegena tha.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:sandangan wulu.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Kata kanthi.png|40px|link=|alt=aksara]]
| align="left"| ka + (na + (pangkon + tha) + -i) → ka + (na + (pasangan tha) + -i) = ka(nthi)
|}
 
=== Angka ===
Aksara Jawa memiliki lambang bilangannya sendiri yang berlaku selayaknya [[angka Arab]], tetapi sebagian bentuknya memiliki rupa yang persis sama dengan beberapa aksara Jawa, semisal angka 1 ꧑ dengan aksara ''wyanjana'' ga ꦒ, atau angka 8 ꧘ dengan aksara ''murda'' pa ꦦ. Karena persamaan bentuk ini, angka yang digunakan di tengah kalimat perlu diapit dengan tanda baca ''pada pangkat'' atau ''pada lingsa'' untuk memperjelas fungsinya sebagai lambang bilangan. Semisal, "tanggal 17 Juni" ditulis ꦠꦁꦒꦭ꧀꧇꧑꧗꧇ꦗꦸꦤꦶ atau ꦠꦁꦒꦭ꧀꧈꧑꧗꧈ꦗꦸꦤꦶ. Pengapit ini dapat diabaikan apabila fungsi lambang bilangan sudah jelas dari konteks, misal nomor halaman di pojok kertas. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2008|pp=4}}{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=44-45}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" |Angka
|- style="text-align: center"
! 0
! 1
! 2
! 3
! 4
! 5
! 6
! 7
! 8
! 9
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Angka 0.png|30px]]<br>꧐
| [[Berkas:Angka 1.png|30px]]<br>꧑
| [[Berkas:Angka 2.png|30px]]<br>꧒
| [[Berkas:Angka 3.png|30px]]<br>꧓
| [[Berkas:Angka 4.png|30px]]<br>꧔
| [[Berkas:Angka 5.png|30px]]<br>꧕
| [[Berkas:Angka 6.png|30px]]<br>꧖
| [[Berkas:Angka 7.png|30px]]<br>꧗
| [[Berkas:Angka 8.png|30px]]<br>꧘
| [[Berkas:Angka 9.png|30px]]<br>꧙
|}
 
=== Tanda baca ===
Catatan:
Teks tradisional Jawa ditulis tanpa spasi antarkata (''[[scriptio continua]]'') dan memiliki sejumlah tanda baca yang disebut ''pada'' (ꦥꦢ).
* ''Panyangga'' biasanya hanya digunakan untuk silabel suci [[Hindu]], [[Om]].
* ''Pangkon'' digunakan untuk menghilangkan vokal inheren suatu vokal, namun hanya digunakan pada '''akhir kalimat'''. Apabila sebuah konsonan tanpa vokal muncul ditengah kalimat, digunakan bentuk ''pasangan'' (lihat bagian ''pasangan'').
 
Sebagai pemisah antar kalimat, aksara Jawa menggunakan pada lungsi (꧉) apabila suku kata terakhir terbuka (tidak ada pangkon), tetapi menggunakan pada lingsa (꧈) apabila suku kata terakhir tertutup (menggunakan pangkon). Sebaliknya, sebagai pemisah antar anak kalimat, aksara Jawa menggunakan pada lingsa (꧈) apabila suku kata terakhir tertutup, tetapi menggunakan pemisah spasi apabila suku kata terakhir terbuka. Peraturan penulisan ini berbeda dengan penggunaan titik dan koma pada penulisan Latin, dan tidak jarang tidak dipahami dengan baik oleh pengguna aksara Jawa.
 
Selain itu, dalam aksara Jawa tidak memiliki padanan untuk tanda baca [[tanda tanya]], [[tanda seru]], [[tanda hubung]], simbol-simbol matematika (termasuk [[garis miring]]), dan [[titik koma]]. Oleh karena itu<!--terkait tanda tanya dan tanda seru-->, suatu kalimat yang ditulis dalam aksara Jawa dapat diketahui sebagai kalimat interogatif (tanya) atau imperatif (perintah) dari konteksnya saja.
'''Tanda Baca Penyisip Konsonan'''
 
Berbagai bentuk pada sebagaimana berikut:
{| border="1" cellpadding="3" style="border-collapse: collapse;text-align:center;"
{| class="wikitable" style="width:80%;"
|- bgcolor="#f0f0f0"
|+ style="text-align: center;" | ''Pada''
| Cakra || Kêrêt || Pengkal
|-style="text-align: center"
! rowspan=2|''lingsa''
! rowspan=2|''lungsi''
! rowspan=2|''adeg''
! rowspan=2|''adeg-adeg''
! rowspan=2|''pisèlèh''
! rowspan=2|''rerenggan''
! rowspan=2|''pangkat''
! rowspan=2|''rangkap''
! colspan=5| surat
! colspan=2| koreksi
|-
!''andhap''
| [[File: Jawa Cakra.png|x60px]] || [[File: Jawa Keret.png|x60px]] || [[File: Jawa Pengkal.png|x60px]]
!''madya''
|- bgcolor="#f0f0f0"
!''luhur''
| kra || krê || kya
!''guru''
|-
!''pancak''
| || {{jav|ꦏꦽ }} || {{jav|ꦏꦾ}}
!''tirta tumètès''
!''isèn-isèn''
|-style="text-align: center"
| [[Berkas:pada lingsa1.png|15px]]<br>꧈
| [[Berkas:pada lungsi1.png|15px]]<br>꧉
| [[Berkas:pada adeg2.png|15px]]<br>꧊
| [[Berkas:pada adeg-adeg.png|15px]]<br>꧋
| [[Berkas:pada piseleh kiri kanan.png|30px]]<br>꧌...꧍
| [[Berkas:Pada rerenggan kiri kanan.png|55px]]<br>꧁...꧂
| [[Berkas:pada pangkat1.png|12px]]<br>꧇
| [[Berkas:pada rangkep.png|15px]]<br>ꧏ
| [[Berkas:pada surat andhap.png|40px]]<br>꧃
| [[Berkas:pada surat madya.png|40px]]<br>꧄
| [[Berkas:pada surat luhur.png|40px]]<br>꧅
| [[Berkas:pada guru1.png|32px]]<br>꧋꧆꧋
| [[Berkas:pada pancak1.png|32px]]<br>꧉꧆꧉
| [[Berkas:Pada tirta tumetes tiga.png|35px]]<br>꧞꧞꧞
| [[Berkas:Pada tirta isen-isen tiga.png|35px]]<br>꧟꧟꧟
|}
Dalam pengajaran modern, tanda baca yang paling sering digunakan adalah ''pada adeg-adeg'', ''pada lingsa'', dan ''pada lungsi'', yang masing-masing berfungsi untuk membuka paragraf (sebagaimana ''[[pillcrow]]''), memisahkan kalimat (sebagaimana [[koma (tanda baca)|koma]]), dan mengakhiri kalimat (sebagaimana [[tanda titik|titik]]). ''Pada adeg'' dan ''pada pisèlèh'' umumnya digunakan untuk mengapit sisipan di tengah teks seperti [[tanda kurung|kurung]] atau [[tanda petik|petik]], sementara ''pada pangkat'' berfungsi seperti [[titik dua]]. ''Pada rangkap'' kadang digunakan sebagai [[iteration mark|tanda pengulangan kata]] yang dalam bahasa Indonesia informal setara dengan penggunaan angka 2 untuk kata [[Reduplikasi|berulang]] (misal ''kata-kata'' ꦏꦠꦏꦠ → ''kata2'' ꦏꦠꧏ).{{sfn|Everson|2008|pp=4-5}}
 
Beberapa tanda baca tidak memiliki ekivalen dalam ejaan latin dan sering kali bersifat dekoratif, karena itu bentuk dan penggunaannya cenderung bervariasi antarpenulis, semisal ''rerenggan'' yang kadang digunakan untuk mengapit judul. Dalam surat-menyurat, seperangkat tanda baca digunakan di awal surat sebagai tanda pembuka dan kadang digunakan pula sebagai penanda status sosial dari sang pengirim surat; dari ''pada andhap'' yang rendah, ''pada madya'' yang menengah, hingga ''pada luhur'' yang tinggi. ''Pada guru'' kadang digunakan sebagai pilihan netral yang tidak memiliki konotasi sosial, sementara ''pada pancak'' digunakan untuk mengakhiri surat. Namun perlu diperhatikan bahwa bentuk dan fungsi ini merupakan kaidah yang digeneralisasi. Sebagaimana ''rerenggan'', tanda baca pemulai dan pengakhir surat dalam prakteknya bersifat dekoratif dan opsional, dengan beragam susunan bentuk yang bervariasi antara daerah dan juru tulis.{{sfn|Everson|2008|pp=4-5}}
Catatan:
* Bentuk ''cakra'' yang ditunjukkan disini sebenarnya adalah bentuk [[ligatur]] yang telah menjadi standar.
* ''Cakra'' dan ''pengkal'' dapat digabungkan dengan tanda baca ''suku''.
 
Ketika terjadi kesalahan dalam penulisan naskah, beberapa juru tulis keraton menggunakan tanda koreksi khusus alih-alih mencoret bagian yang salah: ''tirta tumétès'' yang ditemukan di naskah-naskah Yogyakarta, dan ''isèn-isèn'' yang ditemukan di naskah Surakarta. Tanda koreksi ini langsung dibubuhkan mengikuti bagian yang salah sebelum penulis melanjutkan dengan penulisan yang benar. Semisal seorang juru tulis ingin menulis ''pada luhur'' ꦥꦢꦭꦸꦲꦸꦂ namun terlanjur menulis ''pada hu'' ꦥꦢꦲꦸ sebelum ia sadar kesalahannya, maka kata ini dapat dikoreksi menjadi ''pada hu···luhur'' ꦥꦢꦲꦸ꧞꧞꧞ꦭꦸꦲꦸꦂ atau ꦥꦢꦲꦸ꧟꧟꧟ꦭꦸꦲꦸꦂ.{{sfn|Everson|2008|pp=5}}
=== Konsonan tambahan ===
 
==== Murda dan Mahaprana ====
Beberapa huruf Jawa memiliki bentuk ''murda'' yang hampir setara dengan huruf kapital pada huruf latin. Namun ''murda'' hanya digunakan untuk menuliskan nama [[gelar]], [[nama diri]], nama [[geografi]], atau nama lembaga, tidak untuk awal kalimat. Apabila sebuah nama ingin dikapitalisasi, suku kata pertamanya ditulis dengan aksara murda. Apabila tidak tersedia aksara ''murda'' untuk suku pertama, maka suku kedua yang dikapitalisasi. Apabila tidak tersedia aksara ''murda'' untuk suku kedua, maka suku ketiga yang dikapitalisasi, dan seterusnya. Jika diperlukan dan hurufnya tersedia, seluruh nama tersebut dapat ditulis dengan ''murda''.
 
==== ''Pepadan'' ====
Selain tanda baca biasa, salah satu ciri khas penulis aksara Jawa adalah ''pepadan'' (ꦥꦼꦥꦢꦤ꧀), yakni seperangkat tanda baca penanda sajak yang bentuk dan pengerjaannya sering kali memiliki nilai artisik tinggi. Beberapa bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | ''Pepadan''
|+ Aksara Murda
|-
! colspan=2 style="1text-align: center"|Huruf dasarpada kecil
! colspan=3 style="1text-align: center"|Pasangan pada besar
!colspan="1"|Font
!colspan="1"|Nama
|-
| [[File:Jawa Na Murda.png|60px]] || [[File:Jawa Na Murda Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦟ}} || Na murda
|-
| [[File:Ca murda.png|58px]] || [[File:Jawa Ca Murda Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦖ}} || Ca Murda
|-
| style="text-align: center"|[[Berkas:Pepadan from serat jayalengkara 9r.jpg|210px]]
| [[File:Jawa Ka Murda.png|60px]] || [[File:Jawa Ka Murda Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦑ}} || Ka murda
| style="text-align: center"|[[Berkas:Pepadan from babad mataram 10r.jpg|210px]]
|-
| style="text-align: center"|[[Berkas:Pepadan from serat jayalengkara 24r.jpg|210px]]
| [[File:Jawa Ta Murda.png|60px]] || [[File:Jawa Ta Murda Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦡ}} || Ta murda
| style="text-align: center"|[[Berkas:Pepadan from serat selarasa 44r.jpg|210px]]
|-
| style="text-align: center"|[[Berkas:Pepadan from jatikusuma 50v.jpg|210px]]
| [[File:Jawa Sa Murda.png|60px]] || [[File:Jawa Sa Murda Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦯ}} || Sa murda
|-
| colspan=2 rowspan=2 style="text-align: center"| [[Berkas:Pada surat luhur.png|40px]]<br>꧅
| [[File:Jawa Pa Murda.png|60px]] || [[File:Jawa Pa Murda Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦦ}} || Pa murda
| colspan=3 rowspan=2 style="text-align: center"| [[Berkas:Pada tembang purwa.png|120px]]<br>꧅ ꦧ꧀ꦖ ꧅
|-
| [[File:Jawa Nya Murda.png|60px]] || [[File:Nya murda pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦘ}} || Nya murda
|-
| [[File:Jawa Ga Murda.png|60px]] || [[File:Jawa Ga Murda Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦓ}} || Ga murda
|-
| [[File:Jawa Ba Murda.png|60px]] || [[File:Jawa Ba Murda Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦨ}} || Ba murda
|}
Perangkat tanda baca ''pepadan'' dapat dikenal dengan berbagai nama dalam teks-teks tradisional. Behrend (1996) membagi ''pepadan'' ke dalam dua kelompok umum: ''pada kecil'' yang merupakan tanda baca tunggal, serta ''pada besar'' yang sering kali disusun berderet dari beberapa tanda baca. ''Pada kecil'' digunakan untuk menandakan pergantian [[bait (sastra)|bait]] yang biasanya muncul setiap 32 hingga 48 suku kata tergantung [[metrum]] yang digunakan. ''Pada besar'' digunakan untuk menandakan pergantian [[tembang]] (diikuti pula oleh metrum, [[irama]], dan citra pelantunan) yang biasanya muncul tiap 5 hingga 10 halaman, meski hal ini sangat tergantung dari susunan naskah yang bersangkutan.{{sfn|Behrend|1996|pp=188}} Pedoman penulisan aksara Jawa sering kali membagi pada besar menjadi tiga jenis pada, ''purwa pada'' ꧅ ꦧ꧀ꦖ ꧅ yang digunakan di awal tembang pertama, ''madya pada'' ꧅ ꦟ꧀ꦢꦿ ꧅ yang digunakan di pergantian tembang, dan ''wasana pada'' ꧅ ꦆ ꧅ yang digunakan di penutup tembang terakhir.{{sfn|Everson|2008|pp=4-5}} Namun karena bentuknya yang sangat bervariasi antarnaskah, tiga tanda baca ini sering kali melebur dan dianggap satu dalam praktek penulisan sebagian besar naskah Jawa.{{sfn|Behrend|1996|pp=190}}
 
''Pepadan'' adalah elemen aksara yang paling menonjol dalam naskah Jawa dan hampir selalu ditulis dengan kemampuan artisik tinggi yang meliputi kaligrafi, pewarnaan, hingga [[penyepuhan]] dengan [[kertas emas]].{{sfn|Behrend|1996|pp=189-190}} Dalam sejumlah naskah mewah, bentuk ''pepadan'' bahkan bisa menjadi petunjuk untuk tembang yang digunakan; ''pepadan'' dengan elemen sayap atau figur burung yang menyerupai gagak (''dhandhang'' dalam bahasa Jawa) merujuk pada tembang ''dhandhanggula'', sementara ''pepadan'' dengan elemen ikan mas merujuk pada tembang ''maskumambang'' (secara harfiah berarti "emas mengambang di air"). Salah satu pusat penulisan naskah dengan gubahan ''pepadan'' yang paling indah adalah [[skriptorium]] [[Kadipaten Pakualaman]] di Yogyakarta.{{sfn|Behrend|1996|pp=190}}<ref>{{cite book|title=Naskah-naskah Skriptorium Pakualaman|first=Sri Ratna|last=Saktimulya|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|place=Jakarta|year=2016|isbn=602424228X}}</ref>
''Mahaprana'' berarti "dibaca dengan hembusan besar". Huruf-huruf ini merepresentasikan bunyi yang digunakan dalam bahasa [[Jawa Kuno]], namun tidak lagi dipakai dalam [[bahasa Jawa]] modern, karena itu huruf ''mahaprana'' jarang ditemui kecuali dalam teks-teks tua. Beberapa sumber menggunakan ''mahaprana'' seperti halnya ''murda'', yakni untuk mengkapitalisasi nama.
 
== Pengurutan ==
{| class="wikitable"
Aksara Jawa modern umum diurutkan menggunakan deret Hanacaraka yang dinamakan berdasarkan lima aksara pertama dalam deret tersebut.{{efn|Setara dengan kata "alfabet" yang berasal dari nama dua huruf pertama dalam [[alfabet Yunani]] (A-B, alfa-beta) serta kata "abjad" yang berasal dari empat huruf pertama dalam [[abjad Arab]] (ا-ب-ج-د, alif-ba-jim-dal).}} Dalam urutan tersebut, ke-20 aksara dasar yang digunakan dalam bahasa Jawa modern membentuk sebuah [[pangram]] yang sering kali dikaitkan dengan legenda [[Aji Saka]].{{sfn|Robson|2011|pp=13-14}}{{sfn|Rochkyatmo|1996|pp=8-11}}<!--Terdapat pula berbagai versi dan legenda lainnya mengenai asal-usul legendaris hanacaraka, misal pada ''Serat Manik Maya'', asal-usul hanacaraka dikaitkan ke seorang tokoh bernama Empu Sangkaadi.{{sfn|Robson|2011|pp=13-14}}<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=2W25AAAAIAAJ&q=Javaansch+Leesboek&dq=Javaansch+Leesboek&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjFxsG_7KDpAhVBJHIKHTeWAK4Q6AEIbzAI|title=Javaansch Leesboek: vier verhalen uit de oudere Javaansche letterkunde
|+ Aksara Mahaprana
|year=1937|publisher=H.J. Paris|place=Amsterdam|first=M|last=Prijohoetomo|page=3, 10}}</ref>--> Asal-usul deret ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi deret Hanacaraka diperkirakan telah digunakan oleh masyarakat Jawa setidaknya sejak abad ke-15 ketika ranah Jawa mulai menerima pengaruh Islam yang signifikan.{{sfn|Everson|2008|pp=5-6}}<ref>{{cite journal|last=Ricci|first=Ronit|journal=Itinerario|volume=39|issue=03|date=Desember 2015|publisher=Leiden|doi=10.1017/S0165115315000868|title=Reading a History of Writing: heritage, religion and script change in Java|url=https://www.academia.edu/41523387/Reading_a_History_of_Writing_heritage_religion_and_script_change_in_Java|page=424|access-date=2020-06-18|archive-date=2023-09-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20230928054116/https://www.academia.edu/41523387/Reading_a_History_of_Writing_heritage_religion_and_script_change_in_Java|dead-url=no}}</ref> Terdapat berbagai macam tafsiran mengenai makna filosofis dan esoteris yang konon terkandung dalam urutan hanacaraka.{{sfn|Rochkyatmo|1996|pp=35-41}}{{sfn|Rochkyatmo|1996|pp=51-58}}
 
{| class="wikitable" style="width:80%;"
|+ ''Deret Hanacaraka''
|-style="text-align:center;"
|[[Berkas:Hanacaraka legend 1.png|200px]]
|[[Berkas:Hanacaraka legend 2.png|200px]]
|[[Berkas:Hanacaraka legend 3.png|200px]]
|[[Berkas:Hanacaraka legend 4.png|200px]]
|-
| align=center| {{java|ꦲꦤꦕꦫꦏ}}
!colspan="1"|Huruf dasar
| align=center| {{java|ꦢꦠꦱꦮꦭ}}
!colspan="1"|Pasangan
| align=center| {{java|ꦥꦝꦗꦪꦚ}}
!colspan="1"|Font
| align=center| {{java|ꦩꦒꦧꦛꦔ}}
!colspan="1"|Nama
|-
| [[File:Dha mahaprana.png|58px]] || [[File:Dha murda pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦞ}} || Da mahaprana
|-
| [[File:Jawa Sa Gede.png|60px]] || [[File:Jawa Sa Gede Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦰ}} || Sa mahaprana
|-
| align=center| ''(h)ana caraka''<br>ada dua utusan
| [[File:Jawa Jha.png|60px]] || [[File:Ja mahaprana pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦙ}} || Ja mahaprana
| align=center| ''data sawala''<br>yang berselisih pendapat
|-
| align=center| ''padha jayanya''<br>sama kuatnya
| [[File:Tha mahaprana.1.png|60px]] || [[File:Tha mahaprana pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦜ}} || Tha mahaprana
| align=center| ''maga bathanga''<br>inilah mayat mereka
|}
 
Deret hanacaraka bukanlah satu-satunya cara untuk mengurutkan aksara Jawa. Untuk penulisan bahasa [[Sanskerta]] dan [[bahasa Kawi|Kawi]] yang memerlukan 33 aksara dasar, aksara Jawa dapat diurutkan berdasarkan [[fonologi|tempat pelafalannya]] (''warga'') menurut prinsip fonologi Sanskerta yang pertama kali dijabarkan oleh [[Pāṇini]].<ref name="mardikawi"/>{{sfn|Everson|2008|pp=5-6}} Deret ini, yang kadang disebut deret Kaganga berdasarkan tiga aksara pertamanya, merupakan deret standar dalam aksara-aksara turunan [[aksara Brahmi|Brahmi]] yang masih bisa digunakan untuk menulis bahasa Sanskerta, seperti aksara [[Devanagari|Dewanagari]], [[aksara Tamil|Tamil]], dan [[aksara Khmer|Khmer]].
==== Rekan ====
Kebanyakan bunyi yang tidak terdapat dalam [[bahasa Jawa]] asli ditulis dengan huruf yang bunyinya mendekati ditambah tanda ''cecak telu''. Huruf semacam ini disebut ''rekan'' atau ''rekaan'', dan dapat dibagi menjadi dua jenis; ''rekan'' untuk menulis bunyi dari [[bahasa Arab]], dan ''rekan'' untuk huruf latin dan bahasa-bahasa Eropa seperti [[bahasa Belanda]]. Terdapat dua jenis ''rekan'' lainnya yang kurang dikenal, yakni ''rekan'' untuk [[bahasa Sunda]] dan [[bahasa Cina]]. Namun ''rekan'' untuk bahasa Cina sangat jarang ditemui, dan tidak diikut-sertakan dalam range [[Unicode]].
 
{| class="wikitable" style="width:80%;"
|+ ''Deret Sanskerta (Kaganga)''
|-style="text-align:center;"
! colspan="5"|''Pancawalimukha''
! rowspan=3|[[Semivokal|''Ardhasuara'']]
! rowspan=3|[[Sibilan|''Ūṣma'']]
! rowspan=3|[[Konsonan celah suara|''Wisarga'']]
|-style="text-align:center;"
! [[Konsonan langit-langit belakang|''Kaṇṭya'']]
! [[Konsonan langit-langit|''Tālawya'']]
! [[Konsonan tarik-belakang|''Mūrdhanya'']]
! [[Konsonan gigi|''Dantya'']]
! [[Konsonan bibir|''Oṣṭya'']]
|-style="text-align:center;"
|[[Berkas:Labiaal.svg|95px]]
|[[Berkas:Dentaal.svg|95px]]
|[[Berkas:Retroflex.svg|95px]]
|[[Berkas:Palataal.svg|95px]]
|[[Berkas:Velaar.svg|95px]]
|-
| align=center| {{java|ꦏꦑꦒꦓꦔ}}
| align=center| {{java|ꦕꦖꦗꦙꦚ}}
| align=center| {{java|ꦛꦜꦝꦞꦟ}}
| align=center| {{java|ꦠꦡꦢꦣꦤ}}
| align=center| {{java|ꦥꦦꦧꦨꦩ}}
| align=center| {{java|ꦪꦫꦭꦮ}}
| align=center| {{java|ꦯꦰꦱ}}
| align=center| {{java|ꦲ}}
|-
| align=center| ka kha ga gha nga
| align=center| ca cha ja jha nya
| align=center| ṭa ṭha ḍa ḍha ṇa
| align=center| ta tha da dha na
| align=center| pa pha ba bha ma
| align=center| ya ra la wa
| align=center| śa ṣa sa
| align=center| ha
|}
 
== Contoh teks ==
Berikut adalah cuplikan ''[[Serat katuranggan kucing|Serat Katuranggan Kucing]]'' yang dicetak pada tahun 1871 dengan bahasa dan ejaan Jawa modern.<ref name="gb">[https://books.google.co.id/books?id=BfRhOG2SfNoC&pg=PP7&hl=id&source=gbs_toc_r&cad=2#v=onepage&q&f=false ''Serat Katoerangganing ning Koetjing'' ({{script/Java|ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦏꦠꦸꦫꦁꦒꦤ꧀ꦤꦶꦁꦏꦸꦠ꧀ꦕꦶꦁ}})], diterbitkan oleh Percetakan GCT Van Dorp & Co di Semarang, tahun 1871. Pindaian Google Books dari koleksi Perpustakaan Nasional Belanda, No 859 B33.</ref>
{| class="wikitable"
|+ Rekan untuk Latin
|-
! rowspan=2 style="text-align: center"| Pada
|-
! colspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Jawa
|-
! rowspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Indonesia
| [[File:Rekan fa.png|60px]] || [[File:Ka sasak.png|50px]] || [[File:Rekan va.png|60px]] || [[File:Rekan za.png|60px]]
|-
! style="text-align: center"| Aksara Jawa
| {{jav|ꦥ꦳}} || {{jav|ꦐ}} || {{jav|ꦮ꦳}} || {{jav|ꦗ꦳}}
! style="text-align: center"| Latin
|- bgcolor="#f0f0f0"
|-
| fa || qa || va || za
| style="text-align: center" | 7
|- bgcolor="#f0f0f0"
| {{script/Java|꧅ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦱꦶꦫꦔꦶꦔꦸꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ ꦲꦮꦏ꧀ꦏꦺꦲꦶꦉꦁꦱꦢꦪ꧈ ꦭꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦶꦮꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦁꦥꦸꦠꦶꦃ꧈ ꦊꦏ꧀ꦱꦤꦤ꧀ꦤꦶꦫꦥꦿꦪꦺꦴꦒ꧈ ꦲꦫꦤ꧀ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦏꦿꦲꦶꦤꦤ꧀‍꧈ ꦠꦶꦤꦼꦏꦤꦤ꧀ꦱꦱꦼꦢꦾꦤ꧀ꦤꦶꦥꦸꦤ꧀‍꧈ ꦪꦺꦤ꧀ꦧꦸꦟ꧀ꦝꦼꦭ꧀ꦭꦁꦏꦸꦁꦲꦸꦠꦩ꧈ }}
| fa || qa || va || d͡ʒa
| ''Lamun sira ngingu kucing, awaké ireng sadaya, lambung kiwa tèmbong putih, leksanira prayoga, aran wulan krahinan, tinekanan sasedyanira ipun, yèn bundhel langkung utama''
| Kucing yang berwarna hitam semua tetapi perut sebelah kirinya terdapat tèmbong (bercak) putih disebut wulan krahinan. Kucing ini membawa kebaikan berupa tercapainya semua keinginan. Lebih baik jika ekornya buṇḍel (membulat).
|-
| style="text-align: center" | 8
| {{script/Java|꧅ꦲꦗꦱꦶꦫꦔꦶꦔꦸꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ ꦭꦸꦫꦶꦏ꧀ꦲꦶꦉꦁꦧꦸꦤ꧀ꦠꦸꦠ꧀ꦥꦚ꧀ꦗꦁ꧈ ꦥꦸꦤꦶꦏꦲꦮꦺꦴꦤ꧀ꦭꦩꦠ꧀ꦠꦺ꧈ ꦱꦼꦏꦼꦭꦤ꧀ꦱꦿꦶꦁꦠꦸꦏꦂꦫꦤ꧀‍꧈ ꦲꦫꦤ꧀ꦝꦣꦁꦱꦸꦁꦏꦮ꧈ ꦥꦤ꧀ꦲꦢꦺꦴꦃꦫꦶꦗꦼꦏꦶꦤꦶꦥꦸꦤ꧀‍꧈ ꦪꦺꦤ꧀ꦧꦸꦟ꧀ꦝꦼꦭ꧀ꦤꦺꦴꦫꦔꦥꦲ꧈}}
| ''Aja sira ngingu kucing, lurik ireng buntut panjang, punika awon lamaté, sekelan sring tukaran, aran dhadhang sungkawa, pan adoh rijeki nipun, yèn bundhel nora ngapa''
| Kucing dengan bulu lurik hitam berekor panjang jangan dipelihara. Kucing itu disebut dhadhang sungkawa. Kehidupanmu akan sering bertengkar dan jauh dari rizki. Apabila ekornya buṇḍel, maka tidak masalah.
|}
 
Berikut adalah cuplikan dari ''[[Kakawin Ramayana|Kakawin Rāmāyaṇa]]'' yang dicetak pada tahun 1900 dengan bahasa dan ejaan Kawi.<ref>{{cite book|first=Hendrik|last=Kern|year=1900|title=Rāmāyaṇa Kakawin. Oudjavaansch heldendicht|place=’s Gravenhage|publisher=Martinus Nijhoff}}</ref><ref>{{cite book|last=Santoso|first=Soewito|year=1980|url=https://archive.org/details/RamayanaKakawinVol.2/page/n111/mode/2up|title=Rāmāyaṇa Kakawin|volume=II|p=398|publisher=International Academy of Indian Culture|location=New Delhi}}</ref>
{| class="wikitable"
|+ Rekan untuk bahasa Arab
|-
! rowspan=2 style="text-align: center"| Pada
|-
! colspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Jawa
|-
! rowspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Indonesia
| [[File:Rekan tsa.png|60px]] || [[File:Rekan ha.png|60px]] || [[File:Rekan kha.png|60px]] || [[File:Rekan dza.png|60px]] || [[File:Rekan za.png|60px]] || [[File:Rekan sho.png|60px]] || [[File:Rekan dho.png|60px]] || [[File:Rekan tho.png|60px]] || [[File:Rekan zho.png|60px]] || [[File:Rekan a'.png|60px]] || [[File:Rekan gho.png|60px]] || [[File:Rekan fa.png|60px]] || [[File:Ka sasak.png|50px]]
|-
! style="text-align: center"| Aksara Jawa
| {{jav|ꦱ꦳ }} || {{jav|ꦲ꦳}} || {{jav|ꦏ꦳}} || {{jav|ꦢ꦳ }} || {{jav|ꦗ꦳}} || {{jav|ꦰ꦳}} || {{jav|ꦝ꦳}} || {{jav|ꦛ꦳}} || {{jav|ꦘ꦳}} || {{jav|ꦔ꦳}} || {{jav|ꦒ꦳}} || {{jav|ꦥ꦳}} || {{jav|ꦐ}}
! style="text-align: center"| Latin
|- bgcolor="#f0f0f0"
|-
| tsa || ḥa || kha || dza || za || ṣa || ḍa || ṭa || ẓa || a' || gha || fa || qa
| style="text-align: center" | XVI<hr>31
|- bgcolor="#f0f0f0"
| {{script/Java|꧅ꦗꦲ꧀ꦤꦷꦪꦴꦲ꧀ꦤꦶꦁꦠꦭꦒꦏꦢꦶꦭꦔꦶꦠ꧀꧈ ꦩꦩ꧀ꦧꦁꦠꦁꦥꦴꦱ꧀ꦮꦸꦭꦤꦸꦥꦩꦤꦶꦏꦴ꧈ ꦮꦶꦤ꧀ꦠꦁꦠꦸꦭꦾꦁꦏꦸꦱꦸꦩꦪꦱꦸꦩꦮꦸꦫ꧀꧈ ꦭꦸꦩꦿꦴꦥ꧀ꦮꦺꦏꦁꦱꦫꦶꦏꦢꦶꦗꦭꦢ꧉}}
| θa || ħa || xa || ða || d͡ʒa || sˤa || ðˤa || tˤa || dˤa || ʔ || ɣa || fa || qa
| ''Jahnī yāhning talaga kadi langit, mambang tang pās wulan upamanikā, wintang tulya ng kusuma ya sumawur, lumrā pwekang sari kadi jalada.''
| Air jernih telaga bagaikan langit, seekor kura-kura mengambang di dalamnya bagai bulan, bintangnya adalah bunga-bunga yang bertebaran, menyebarkan sarinya bagaikan awan.
|}
 
== Perbandingan dengan aksara Bali ==
Kerabat paling dekat dari aksara Jawa adalah [[aksara Bali]]. Sebagai keturunan langsung [[aksara Kawi]], aksara Jawa dan Bali masih memiliki banyak kesamaan dari segi struktur dasar masing-masing huruf. Salah satu perbedaan mencolok antara aksara Jawa dan Bali adalah sistem tata tulis; Tata tulis Bali cenderung bersifat konservatif dan mempertahankan banyak aspek dari ejaan Kawi yang tidak lagi digunakan dalam aksara Jawa. Sebagai contoh, kata ''desa'' dalam aksara Jawa kini ditulis ꦢꦺꦱ. Dalam tata tulis Bali kontemporer, ejaan ini dianggap sebagai ejaan kasar atau kurang tepat, karena ''desa'' adalah kosakata serapan Sanskerta yang seharusnya dieja sesuai pengucapan Sanskerta aslinya: ''deśa'' ꦢꦺꦯ, menggunakan aksara sa ''murda'' alih-alih aksara sa ''nglegena''. Seperti bahasa Jawa, [[bahasa Bali]] juga tidak lagi membedakan pelafalan seluruh aksara dalam deret Sanskerta-Kawi, termasuk antara sa ''nglegena'' dan sa ''murda'', tetapi ejaan asli selalu dipertahankan kapan pun memungkinkan. Salah satu alasannya agar sejumlah kata serapan dari bahasa Sanskerta-Kawi [[homofon|yang bunyinya sama]] dalam bahasa Bali dapat tetap dibedakan dalam tulisan, misal antara kata ''pada'' (ꦥꦢ, tanah/bumi), ''pāda'' (ꦥꦴꦢ, kaki), dan ''padha'' (ꦥꦣ, sama), serta antara kata ''asta'' (ꦲꦱ꧀ꦠ, adalah), ''astha'' (ꦲꦱ꧀ꦡ, tulang), dan ''aṣṭa'' (ꦄꦰ꧀ꦛ, delapan).<ref>{{cite book|last=Tinggen|first=I Nengah|year=1993|title=Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali|place=Singaraja|publisher=UD. Rikha|page=7}}</ref><ref>{{cite book|last=Medra|first=I Nengah|title=Pedoman Pasang Aksara Bali|place=Denpasar|publisher=Dinas Kebudayaan Pemerintah Daerah Tingkat I Bali|year=1998|url=http://www.babadbali.com/aksarabali/books/tobacaan.htm|page=44|access-date=2020-05-21|archive-date=2023-09-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20230928054059/http://www.babadbali.com/aksarabali/books/tobacaan.htm|dead-url=no}}</ref><ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=fqRkAAAAMAAJ&dq=kamus+inggris+bali+indonesia&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjUuJ3l66XpAhVIbSsKHYplDocQ6AEIKzAA|title=Kamus Inggris, Bali, Indonesia|first=I Gusti Made |last=Sutjaja|year=2006|publisher=Lotus Widya Suari bekerjasama dengan Penerbit Univ. Udayana|isbn=9798286855}}</ref>
 
Perbandingan bentuk kedua aksara tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut:
 
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | Aksara Dasar (konsonan)
|+ Rekan untuk bahasa Sunda
|-style="text-align:center;"
!
! ka
! kha
! ga
! gha
! nga
! ca
! cha
! ja
! jha
! nya
! ṭa
! ṭha
! ḍa
! ḍha
! ṇa
! ta
! tha
! da
! dha
! na
! pa
! pha
! ba
! bha
! ma
! ya
! ra
! la
! wa
! śa
! ṣa
! sa
! ha/a
|-
! text-align:center;" |Jawa
|-
| align=center| ꦏ
|-
| align=center| ꦑ
| [[File:Sundanese nya.png|60px]] || [[File:Pa cerek dirga.png|60px]] || [[File:Jawa Nga Lelet Dirga.png|60px]]
| align=center| ꦒ
|-
| align=center| ꦓ
| {{jav|}} || {{jav|ꦉꦴ}} || {{jav|ꦋ}}
| align=center| ꦔ
|- bgcolor="#f0f0f0"
| align=center| ꦕ
| nya || rêu || lêu
| align=center| ꦖ
|- bgcolor="#f0f0f0"
| align=center| ꦗ
| ɳa || rɤ || lɤ
| align=center| ꦙ
| align=center| ꦚ
| align=center| ꦛ
| align=center| ꦜ
| align=center| ꦝ
| align=center| ꦞ
| align=center| ꦟ
| align=center| ꦠ
| align=center| ꦡ
| align=center| ꦢ
| align=center| ꦣ
| align=center| ꦤ
| align=center| ꦥ
| align=center| ꦦ
| align=center| ꦧ
| align=center| ꦨ
| align=center| ꦩ
| align=center| ꦪ
| align=center| ꦫ
| align=center| ꦭ
| align=center| ꦮ
| align=center| ꦯ
| align=center| ꦰ
| align=center| ꦱ
| align=center| ꦲ
|-
! text-align:center;" |Bali
| align=center| {{script/Bali|ᬓ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬔ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬕ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬖ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬗ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬘ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬙ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬚ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬛ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬜ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬝ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬞ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬟ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬠ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬡ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬢ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬣ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬤ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬥ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬦ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬧ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬨ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬩ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬪ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬫ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬬ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬭ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬮ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬯ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬰ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬱ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬲ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬳ}}
|}
 
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | Aksara Dasar (vokal)
|+ Rekan untuk bahasa Cina
|-style="text-align:center;"
!
! a
! ā
! i
! ī
! u
! ū
! ṛ
! ṝ
! ḷ
! ḹ
! é{{ref label|1|1}}
! ai{{ref label|2|2}}
! o
! au{{ref label|3|3}}
|-
! text-align:center;" |Jawa
|-
| align=center| ꦄ
|-
| align=center| ꦄꦴ
| [[File:Rekan the.png|60px]] || [[File:Rekan se.png|60px]] || [[File:Rekan nie.png|60px]] || [[File:Rekan hwe.png|60px]] || [[File:Rekan yo.png|80px]] || [[File:Rekan syo.png|75px]]
| align=center| ꦅ
|- bgcolor="#f0f0f0"
| align=center| ꦆ
| the || se || nie || hwe || yo || syo
| align=center| ꦈ
| align=center| ꦈꦴ
| align=center| ꦉ
| align=center| ꦉꦴ
| align=center| ꦊ
| align=center| ꦋ
| align=center| ꦌ
| align=center| ꦍ
| align=center| ꦎ
| align=center| ꦎꦴ
|-
! text-align:center;" |Bali
| align=center| {{script/Bali|ᬅ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬆ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬇ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬈ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬉ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬊ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬋ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬌ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬍ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬎ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬏ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬐ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬑ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬒ}}
|-
| colspan="34" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|1|1}}/e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
:{{note|2|2}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
:{{note|3|3}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au dalam kata "pantau"
</small>
|}
 
==== Lainnya ====
 
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | Diakritik
|+ Huruf lainnya
|- style="text-align: center"
!
! -a
! -ā
! -i
! -ī
! -u
! -ū
! -ṛ
! -ṝ
! -é{{ref label|1|1}}
! -ai{{ref label|2|2}}
! -o
! -au{{ref label|3|3}}
! -e{{ref label|4|4}}
! -eu{{ref label|5|5}}
! -m
! -ng
! -r
! -h
! pemati
|- style="text-align: center"
! Jawa
| -
| ꦴ
| ꦶ
| ꦷ
| ꦸ
| ꦹ
| ꦽ
| ꦽꦴ
| ꦺ
| ꦻ
| ꦺꦴ
| ꦻꦴ
| ꦼ
| ꦼꦴ
| ꦀ
| ꦁ
| ꦂ
| ꦃ
| ꧀
|- style="text-align: center"
! Bali
| -
|{{script/Bali| ᬵ}}
|{{script/Bali| ᬶ}}
|{{script/Bali| ᬷ}}
|{{script/Bali| ᬸ}}
|{{script/Bali| ᬹ}}
|{{script/Bali| ᬺ}}
|{{script/Bali| ᬻ}}
|{{script/Bali| ᬾ}}
|{{script/Bali| ᬿ}}
|{{script/Bali| ᭀ}}
|{{script/Bali| ᭁ}}
|{{script/Bali| ᭂ}}
|{{script/Bali| ᭃ}}
|{{script/Bali| ᬁ}}
|{{script/Bali| ᬂ}}
|{{script/Bali| ᬃ}}
|{{script/Bali| ᬄ}}
|{{script/Bali| ᭄}}
|- style="text-align: center"
!
! ka
! kā
! ki
! kī
! ku
! kū
! kṛ
! kṝ
! ké
! kai
! ko
! kau
! ke
! keu
! kam
! kang
! kar
! kah
! k
|- style="text-align: center"
! Jawa
| ꦏ
| ꦏꦴ
| ꦏꦶ
| ꦏꦷ
| ꦏꦸ
| ꦏꦹ
| ꦏꦽ
| ꦏꦽꦴ
| ꦏꦺ
| ꦏꦻ
| ꦏꦺꦴ
| ꦭꦻꦴ
| ꦏꦼ
| ꦏꦼꦴ
| ꦏꦀ
| ꦏꦁ
| ꦏꦂ
| ꦏꦃ
| ꦏ꧀
|- style="text-align: center"
! Bali
| {{script/Bali|ᬓ}}
| {{script/Bali|ᬓᬵ}}
| {{script/Bali|ᬓᬶ}}
| {{script/Bali|ᬓᬷ}}
| {{script/Bali|ᬓᬸ}}
| {{script/Bali|ᬓᬹ}}
| {{script/Bali|ᬓᬺ}}
| {{script/Bali|ᬓᬻ}}
| {{script/Bali|ᬓᬾ}}
| {{script/Bali|ᬓᬿ}}
| {{script/Bali|ᬓᭀ}}
| {{script/Bali|ᬓᭁ}}
| {{script/Bali|ᬓᭂ}}
| {{script/Bali|ᬓᭃ}}
| {{script/Bali|ᬓᬁ}}
| {{script/Bali|ᬓᬂ}}
| {{script/Bali|ᬓᬃ}}
| {{script/Bali|ᬓᬄ}}
| {{script/Bali|ᬓ᭄}}
|-
| colspan="20" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
!colspan="1"|Basic letter
<small>
!colspan="1"|Pasangan
:{{note|1|1}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
!colspan="1"|Font
:{{note|2|2}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
!colspan="1"|Nama
:{{note|3|3}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au dalam kata "pantau"
|-
:{{note|4|4}} /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat"
| [[File:Ra agung.png|60px]] || [[File:Ra agung pasangan.1.png|60px]] || {{jav|ꦬ}} || Ra agung
:{{note|5|5}} /ɨ/ sebagaimana eu dalam kata bahasa Sunda "peyeum". Dalam alih aksara bahasa Kawi, diromanisasi menjadi ö<ref name="mardikawi"/>
|-
</small>
| [[File:Jawa Pa Cerek.png|60px]] || [[File:Jawa Pa Cerek Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦉ}} || Pa cêrêk
|-
| [[File:Jawa Nga Lelet.png|60px]] || [[File:Jawa Nga Lelet Pasangan.png|60px]] || {{jav|ꦊ}} || Nga lêlêt
|}
 
{| class="wikitable" style="width:40%;"
* ''Ra agung'' digunakan untuk menulis nama orang yang dihormati, layaknya huruf ''murda''. Namun huruf ini berada dalam kategorinya sendiri, dan tidak dilabeli ''murda''.
|+ style="text-align: center;" | Angka
* ''Pa cêrêk'' merepresentasikan silabel rê, dan menggantikan setiap kombinasi ra + pêpêt.
|- style="text-align: center"
* ''Nga lêlêt'' merepresentasikan silabel lê, dan menggantikan setiap kombinasi la + pêpêt.
!
! 0
! 1
! 2
! 3
! 4
! 5
! 6
! 7
! 8
! 9
|- style="text-align: center"
! Jawa
| ꧐
| ꧑
| ꧒
| ꧓
| ꧔
| ꧕
| ꧖
| ꧗
| ꧘
| ꧙
|- style="text-align: center"
! Bali
| {{script/Bali|᭐}}
| {{script/Bali|᭑}}
| {{script/Bali|᭒}}
| {{script/Bali|᭓}}
| {{script/Bali|᭔}}
| {{script/Bali|᭕}}
| {{script/Bali|᭖}}
| {{script/Bali|᭗}}
| {{script/Bali|᭘}}
| {{script/Bali|᭙}}
|}
 
{| class="wikitable"
=== Vokal dasar (''aksara swara'') ===
|+ style="text-align: center;" | Tanda Baca
''Aksara swara'' adalah huruf yang merepresentasikan sebuah bunyi vokal mandiri, dimana terdapat lima untuk vokal dasar, tiga untuk vokal panjang, dua untuk [[diftong]], dan satu variasi kuno dimasukkan ke range [[Unicode]]. Setiap hurufnya memiliki bentuk sandhangan untuk mengubah vokal inheren konsonan, dengan pengecualian sandhangan ''tarung'', ''pêpêt'' dan ''tolong'' yang tidak mempunyai bentuk huruf mandiri.
|-
 
! rowspan=2 style="text-align: center"| Jawa
Perlu diperhatikan bahwa huruf vokal mandiri dapat digantikan dengan aksara "ha" sebagai konsonan kosong, diikuti dengan tanda baca vokal yang sesuai. Bentuk vokal mandiri seperti pada tabel dibawah hanya digunakan untuk menuliskan nama atau kata serapan, sementara untuk kata asli [[bahasa Jawa]], digunakan aksara "ha". Sebagai contoh, ''anak'' (anak) ditulis dengan aksara "ha" ({{jav|ꦲꦤꦏ꧀}}), begitu halnya ''iwa'' (ikan), dengan tambahan tanda baca vokal "i" ({{Jav|ꦲꦶꦮ}}). Sementara itu, nama seperti ''Ali'' ({{jav|ꦄꦭꦶ}}) dan ''Irawan'' ({{Jav|ꦆꦫꦮꦤ꧀}}) ditulis dengan bentuk vokal mandiri seperti pada tabel dibawah.
!''pada lingsa''
 
!''pada lungsi''
{| border="1" cellpadding="3" style="border-collapse: collapse;text-align:center;"
!''pada pangkat''
|- bgcolor="#f0f0f0" class=IPA
!''pada adeg-adeg''
|- bgcolor="#f0f0f0"
!''pada luhur''
| a || i || u || e || o
|-
| style="text-align: center" | ꧈
| style="text-align: center" | ꧉
| style="text-align: center" | ꧇
| style="text-align: center" | ꧋
| style="text-align: center" | ꧅
|-
! rowspan=2 style="text-align: center"| Bali
| [[File:Jawa A.png|60px]] || [[File:Jawa I.png|60px]] || [[File:Jawa U.png|60px]] || [[File:Jawa E.png|60px]] || [[File:Jawa O.png|60px]]
!''carik siki''
!''carik parérén''
!''carik pamungkah''
!''panti''
!''pamada''
|-
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭞}}
| {{Jav|ꦄ}} || {{Jav|ꦆ}} || {{Jav|ꦈ}} || {{Jav|ꦌ}} || {{Jav|ꦎ}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭟}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭝}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭚}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭛}}
|}
 
{| class="wikitable"
 
{| border="1" cellpadding="3"+ style="border-collapse: collapse;text-align: center;" | Contoh Kalimat (bahasa Kawi)
|- bgcolor="#f0f0f0" class=IPA
|- bgcolor="#f0f0f0"
| aa || ii || uu || ai || au || i Kawi
|-
! style="text-align: center"| Jawa
| [[File:Jawa Aa.png|60px]] || [[File:Jawa Ii.png|60px]] || [[File:Jawa Uu.png|60px]] || [[File:Jawa Ee.png|60px]] || [[File:Jawa Oo.png|60px]] || [[File:I kawi.png|60px]]
| {{script/Java|꧅ꦗꦲ꧀ꦤꦷꦪꦴꦲ꧀ꦤꦶꦁꦠꦭꦒꦏꦢꦶꦭꦔꦶꦠ꧀꧈ ꦩꦩ꧀ꦧꦁꦠꦁꦥꦴꦱ꧀ꦮꦸꦭꦤꦸꦥꦩꦤꦶꦏꦴ꧈ ꦮꦶꦤ꧀ꦠꦁꦠꦸꦭꦾꦁꦏꦸꦱꦸꦩꦪꦱꦸꦩꦮꦸꦫ꧀꧈ ꦭꦸꦩꦿꦴꦥ꧀ꦮꦺꦏꦁꦱꦫꦶꦏꦢꦶꦗꦭꦢ꧉}}
|-
! style="text-align: center"| Bali
| {{Jav|ꦄꦴ}} || {{Jav|ꦇ}} || {{Jav|ꦈꦴ}} || {{Jav|ꦍ}} || {{Jav|ꦎꦴ}}|| {{jav|ꦅ}}
| {{script/Bali|᭛ᬚᬳ᭄ᬦᬷᬬᬵᬳ᭄ᬦᬶᬂᬢᬮᬕᬓᬤᬶᬮᬗᬶᬢ᭄᭞ ᬫᬫ᭄ᬩᬂᬢᬂᬧᬵᬲ᭄ᬯᬸᬮᬦᬸᬧᬫᬦᬶᬓᬵ᭞ ᬯᬶᬦ᭄ᬢᬂᬢᬸᬮ᭄ᬬᬂᬓᬸᬲᬸᬫᬬᬲᬸᬫᬯᬳᬸᬭ᭄᭞ ᬮᬸᬫ᭄ᬭᬧ᭄ᬯᬾᬓᬂᬲᬭᬶᬓᬤᬶᬚᬮᬤ᭟}}
|-
! style="text-align: center"|
| ''Jahnī yāhning talaga kadi langit, mambang tang pās wulan upamanikā, wintang tulya ng kusuma ya sumawur, lumrā pwékang sari kadi jalada.''<br>(Kakawin Rāmāyaṇa XVI.31)
|}
 
== Penggunaan dalam bahasa Madura ==
Catatan:
Aksara Jawa di dalam [[bahasa Madura]] disebut ''Carakan Madhurâ'' atau ''Carakan Jhâbân'' (aksara yang berasal dari Jawa). Apabila dalam penggunaan bahasa Jawa tiap aksara dapat merepresentasikan suara /a/ atau /ɔ/, maka dalam bahasa Madura mewakili suara /a/ atau /ɤ/. Bentuk ''carakan Madhurâ'' sendiri terdiri dari ''aksara ghâjâng'' (''aksara nglegena''), ''aksara rajâ'' atau ''murdâ'' (''aksara murda''), ''aksara sowara'' atau ''swara'' (''aksara swara''), dan ''aksara rèka'an'' (''aksara rékan''). Terdapat pula ''pangangghuy'' (''sandhangan'') yang terdiri dari ''pangangguy aksara'' (''sandhangan swara''), ''pangangghuy panyèghek'' (''sandhangan panyigeging wanda''), dan ''pangangghuy panambâ'' (''sandhangan wyanjana'').<ref name="sekkaranomi">{{Cite book|last=Hamzah|first=Bambang Hartono|last2=Sayunani|first2=Isya|last3=Gani|first3=Abdul|first4=Rusliy|last5=Dradjid|first5=H.M.|first6=Zaini|date=2014|title=Sekkar Anom I|publisher=Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur|editor-last=Ghazali|editor-first=A. Syukur|pages=148|language=Madura|editor-last2=Poerno|editor-first2=Heru Asri|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|last=Sukardi|first=A.|date=2005|url=|title=Kasustraan Madura Kembang Sataman|location=Jember|publisher=Dinas Pendidikan Kabupaten Jember|isbn=|edition=2|pages=|language=Madura|url-status=live}}</ref>{{sfn|Kiliaan|1897|p=89}}<ref>{{Cite book|last=Wedhawati|first=|date=2001|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/16353/|title=Tata Bahasa Jawa Mutakhir|location=Jakarta|publisher=Pusat Bahasa|isbn=9796851415|pages=39-40|access-date=2021-02-15|archive-date=2023-04-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20230417083014/https://repositori.kemdikbud.go.id/16353/|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite book|last=Davies|first=William D.|date=2010|url=https://books.google.com/books?id=mflajowwD5oC&pg=PA53|title=A Grammar of Madurese|location=Berlin|publisher=Walter de Gruyter|lang=en|isbn=9783110224443|page=53}}</ref>
* Vokal panjang aa, ii, dan uu tidak diromanisasi dengan tanda baca macron.
* I kawi adalah varian kuno vokal i mandiri.
* Ai dan au masing-masing merepresentasikan [[diftong]] /ai/ dan /au/. Namun keduanya tidak dipakai dalam teks berbahasa Jawa karena [[bahasa Jawa]] tidak mengenal diftong. Kedua huruf ini berguna untuk mengtranskripsikan bahasa-bahasa seperti [[bahasa Indonesia]] dan [[bahasa Melayu|Melayu]].
 
==== TandaPerbandingan baca vokal ====
Disebut ''sandhangan swara'', tanda baca ini dipakai sebagai pengubah bunyi vokal dalam tulisan Jawa. Selain vokal yang terdapat pada bentuk mandiri, terdapat beberapa ''sandhangan'' yang tidak mempunyai bentuk mandiri unik. ''Sandhangan'' tersebut adalah ''pěpět'' untuk vokal /ə/, ''pěpět-tarung'' yang digunakan dalam penulisan [[bahasa Sunda|Sunda]] untuk vokal /ɤ/, serta ''tolong'' yang juga digunakan dalam penulisan Sunda untuk vokal /o/.
 
Secara garis besar, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan bahasa Jawa. Meski demikian, dalam bahasa Madura tidak terdapat perbedaan penggunaan konsonan aspirat dan tanaspirat.{{sfn|Kiliaan|1897}}
Tanpa ''sandhangan'', sebuah konsonan dibaca dengan vokal inheren /a/ atau /ɔ/. Untuk mengetahui kapan kedua vokal tersebut digunakan, terdapat peraturan untuk menentukan vokal inheren yang dipakai sebuah konsonan:
{| class="wikitable"
* Konsonan dibaca dengan vokal /ɔ/ apabila '''huruf sebelumnya''' memiliki ''sandhangan swara''.
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara Ghâjâng'' (''Aksara Nglegena'')
* Konsonan dibaca dengan vokal /a/ apabila '''huruf setelahnya''' memiliki ''sandhangan swara''.
|- style="text-align: center;"
* Konsonan awal sebuah kata umumnya dibaca dengan vokal /ɔ/, dengan pengecualian apabila '''dua huruf setelahnya''' merupakan huruf dasar tanpa ''sandhangan'', maka konsonan tersebut dibaca dengan vokal /a/.
!
! ha
! na
! ca
! ra
! ka
! da
! dha
! ta
! sa
! wa
! la
! pa
! ḍa
! ḍha
! ja
! jha
! ya
! nya
! ma
! ga
! gha
! ba
! bha
! tha
! nga
|- style="text-align: center"
! Jawa
| ꦲ
| ꦤ
| ꦕ
| ꦫ
| ꦏ
| ꦢ
| ꦣ
| ꦠ
| ꦱ
| ꦮ
| ꦭ
| ꦥ
| ꦝ
| ꦞ
| ꦗ
| ꦙ
| ꦪ
| ꦚ
| ꦩ
| ꦒ
| ꦓ
| ꦧ
| ꦨ
| ꦛ
| ꦔ
|- style="text-align: center"
!
! ha
! na
! ca
! ra
! ka
! da/dha
!
! ta
! sa
! wa
! la
! pa
! ḍa/ḍha
!
! ja/jha
!
! ya
! nya
! ma
! ga/gha
!
! ba/bha
!
! tha
! nga
|- style="text-align: center"
! Madura
| ꦲ
| ꦤ
| ꦕ
| ꦫ
| ꦏ
| ꦢ
!
| ꦠ
| ꦱ
| ꦮ
| ꦛ
| ꦥ
| ꦝ
!
| ꦗ
!
| ꦪ
| ꦚ
| ꦩ
| ꦒ
!
| ꦧ
!
| ꦛ
| ꦔ
|}
 
''Aksara rèka'an'' dalam bahasa Madura yang diajarkan di sekolah-sekolah hanya ada lima buah, sedangkan dalam ''Madoereesche Spraakkunst'' dan ''Sorat tjarakan Madurah'' berturut-turut terdapat tujuh dan sembilan buah:<ref>{{Cite book|last=Hamzah|first=Bambang Hartono|last2=Sayunani|first2=Isya|last3=Gani|first3=Abdul|first4=Zaini|first5=Rusliy|last6=Dradjid|first6=H.M.|date=2015|title=Sekkar Anom 2|location=Surabaya|publisher=Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur|pages=155|language=Madura|url-status=live}}</ref>{{sfn|Kiliaan|1897|p=97}}
{| border="1" cellpadding="3" style="border-collapse: collapse;text-align:center;"
{| class="wikitable"
|- bgcolor="#f0f0f0" class=IPA
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara Rèka'an'' (''Aksara Rékan'')
|- bgcolor="#f0f0f0"
!
| a || i || u || e || o || ě
! ha
|- bgcolor="#f0f0f0"
! kha
| - || Wulu || Suku || Taling || Taling-tarung || Pěpět
! dza
! fa/va
! za
! gha
! 'a
! ta
! sya
! la
|- style="text-align: center"
! Aksara Jawa
| ꦲ꦳
| ꦏ꦳
| ꦢ꦳
| ꦥ꦳
| ꦗ꦳
| ꦒ꦳
| ꦔ꦳
| ꦠ꦳
| ꦯ꦳
| ꦭ꦳
|- style="text-align: center"
! Abjad Arab
| ح
| خ
| ذ
| ف
| ز
| ع
| غ
| ط
| ش
| ل
|- style="text-align: center"
! Bahasa Belanda
| ''h''
| ''ch''
!
| ''f/v''
!
| ''g''
!
!
!
!
|- style="text-align: center"
! Contoh
| ꦲ꦳ꦺꦴꦏꦺꦴꦩ꧀
| ꦲꦏ꦳ꦺꦫꦠ꧀
| ꦢ꦳ꦶꦏ꧀ꦏꦺꦂ
| ꦭꦥ꦳ꦭ꧀
| ꦗ꦳ꦏꦠ꧀
| ꦒ꦳ꦲꦶꦧ꧀
| ꦔ꦳ꦏꦺꦫꦠ꧀
| ꦠ꦳ꦫꦺꦏ꧀
| ꦯ꦳ꦫꦠ꧀
| ꦭ꦳ꦲꦶꦧ꧀
|- style="text-align: center"
! Transliterasi
| ''hokom''
| ''akhèrat''
| ''dzikkèr''
| ''lafal''
| ''zâkat''
| ''ghaib''
| ''{{`}}akèrat''
| ''tarèk''
| ''syarat''
| ''laib''
|}
 
Perbedaan lainnya yaitu penggunaan ''wignyan'' yang dalam bahasa Jawa berfungsi sebagai akhiran ''-h'', sedangkan dalam bahasa Madura menjadi akhiran ''-{{`}}'' seperti pada tabel berikut:<ref name="sekkaranomi" /><ref>{{Cite book|last=Ashadi|first=Moh. Makhfud|last2=al Farouk|first2=Ghazi|date=1992|title=Kosa Kata Basa Madura|location=Surabaya|publisher=Sarana Ilmu|language=Madura|url-status=live}}</ref>
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | ''Pangangghuy'' (''Sandhangan'')
! colspan="5" | ''Pangangghuy aksara''
! colspan="4" | ''Pangangghuy panyèghek''
! colspan="5" | ''Pangangghuy panambâ''
|- style="text-align: center"
! i
! è
! o
! u
! e
! -ng
! -r
! -'
! pemati
! -r-
! -re
! -y-
! -l-
! -w-
|- style="text-align: center"
| ꦶ
| ꦺ
| ꦺꦴ
| ꦸ
| ꦼ
| ꦁ
| ꦂ
| ꦃ
| ꧀
| ꦿ
| ꦽ
| ꦾ
| ꧀ꦭ
| ꧀ꦮ
|- style="text-align: center"
| ''cèthak''
| ''lèngè''
| ''lèngè-longo''
| ''soko''
| ''petpet''
| ''cekcek''
| ''lajâr''
| ''bisat''
| ''papatèn''
| ''pèḍer''
| ''perper''
| ''sokomaljâ''
| ''la rangkep''
| ''wa rangkep''
|- style="text-align: center"
! pi
! pè
! po
! pu
! pe
! pang
! par
! pa'
! p
! pra
! pre
! pya
! pla
! pwa
|- style="text-align: center"
| ꦥꦶ
| ꦥꦺ
| ꦥꦺꦴ
| ꦥꦸ
| ꦥꦼ
| ꦥꦁ
| ꦥꦂ
| ꦥꦃ
| ꦥ꧀
| ꦥꦿ
| ꦥꦿ
| ꦥꦾ
| ꦥ꧀ꦭ
| ꦥ꧀ꦮ
|}
 
=== Contoh penggunaan ===
Berikut penggunaan ''carakan'' dalam ''Bab oreng megha djhoeko e'tana Djhaba sareng Madhoera'' (Bab orang menangkap ikan di Tanah Jawa dan Madura) disertai dengan ejaan bahasa Madura modern.<ref>{{Cite book|last=Koesoemo|first=R. Sosro Danoe|last2=M. Partosoegondo|first2=|date=1922|title=Bab oreng megha djhoeko e'tana Djhaba sareng Madhoera|publisher=Balai Poestaka|language=Madura|url-status=live}}</ref>
{| class="wikitable"
! colspan="2" | Bahasa Madura
! rowspan="2" | Bahasa Indonesia
|-
! Aksara Jawa
| [[File:Inherent vowel a.png|60px]] || [[File:Jawa Wulu.png|60px]] || [[File:Jawa Suku.png|60px]] || [[File:Jawa Taling.png|60px]] || [[File:Jawa Taling Tarung.png|60px]] || [[File:Jawa Pepet.png|60px]]
! Latin
|-
| {{Script/Java|ꦥꦫꦲꦺꦴꦥꦩꦺꦒꦃꦲꦤ꧀ꦤꦺꦥꦺꦴꦤ꧀ꦗꦸꦏꦺꦴꦃꦏꦺꦔꦺꦁꦧꦶꦢꦃꦲꦒꦶꦢꦢ꧀ꦢꦶꦝꦸꦧꦂꦤ꧇}}
| {{jav|ꦏ}} || {{jav|ꦏꦶ}} || {{jav|ꦏꦸ}} || {{jav|ꦺꦏ}} || {{jav|ꦺꦏꦴ}} || {{jav|ꦏꦼ}}
| ''Parao pamèghâ'ânnèpon jhuko' kèngèng bhidhâ'aghi dhâddhi ḍu bârna:''
| Perahu penangkap ikan dapat dibedakan menjadi dua macam:
|-
| {{Script/Java|꧑꧇ ꦥꦫꦲꦺꦴ꧈ ꦱꦺꦲꦺꦧꦝꦶꦝꦫꦶꦏꦗꦸꦧꦸꦁꦏꦺꦴꦭ꧀ꦱꦺꦲꦺꦭꦺꦴꦧꦔꦺ꧉ ꦧꦝꦱꦺꦲꦺꦱꦺꦩ꧀ꦧꦸꦏꦗꦸꦥꦺꦴꦭꦺꦲꦺꦥꦺꦁꦒꦶꦂ꧈ ꦧꦝꦱꦺꦧꦸꦤ꧀ꦠꦼꦤ꧀꧈}}
| ''1. Parao, sè èbhâḍhi ḍâri kaju bungkol sè èlobângè. Bâḍâ sè èsèmbu kaju polè è pèngghir, bâḍâ sè bhunten''
| 1. Perahu, yang dibuat dari kayu bulat yang dilubangi. Ada yang ditambah kayu lagi di pinggir, ada yang tidak
|-
| {{Script/Java|꧒꧇ ꦥꦫꦲꦺꦴꦱꦺꦲꦺꦧꦝꦶꦝꦫꦶꦥꦥꦤ꧀ꦫꦧ꧀ꦠꦼꦤ꧀ꦧꦤ꧀ꦱꦢꦗ꧉}}
| ''2. Parao sè èbhâḍhi papan rabten bân sadhâjâ.''
| 2. Perahu yang dibuat dari papan dan seluruhnya.
|}
 
== Penggunaan dalam bahasa Sunda ==
[[Berkas:Page 21 of Kitab tjatjarakan Soenda make aksara Walanda.png|jmpl|260x260px|Aksara Cacarakan]]
Aksara Jawa di dalam [[bahasa Sunda]] disebut ''Aksara Sunda Cacarakan,''{{Sfn|Rosyadi|1997|pp=16}} ''Aksara Sunda Basisir Kalér,''{{Sfn|Rosyadi|1997|pp=51}} ''Aksara Sunda Jawa,''{{Sfn|Coolsma|1985|pp=7}} atau ''Cacarakan'' (aksara yang berasal dari Jawa) saja.<ref>{{Cite journal|last=Ruhaliah|first=R.|date=2010|title=Jejak penjajahan pada naskah Sunda: Studi kasus pada Surat Tanah|journal=Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara|volume=1|issue=1|pages=49-60}}</ref> Dari sudut pandang tata bahasa Sunda, istilah "''cacarakan''" tebentuk dari [[kata dasar]] "''caraka''" yang mengalami proses [[reduplikasi]] dengan [[dwipurwa]] yang ditambah [[akhiran]] ''-an''.{{Sfn|Ekadjati|1999}} Bentuk ''cacarakan'' sendiri terdiri dari ''aksara ngalagena'' (''aksara nglegena''), ''aksara gedé'' (''aksara murda''), dan ''aksara panambah'' (''aksara swara''). Terdapat pula ''sandangan'' (''sandhangan'') dan ''pada'' (''pada'').{{Sfn|Holle|1862}} Penggunaan ''cacarakan'' di masa kini telah digantikan oleh [[Aksara Sunda|Aksara Sunda Baku]] yang merupakan hasil penyempurnaan dari [[Aksara Sunda Kuno]].
 
=== Perbandingan ===
{| border="1" cellpadding="3" style="border-collapse: collapse;text-align:center;"
Secara garis besar, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan bahasa Jawa. Penggunaan ''aksara murda'' dan ''aksara gedé'' juga relatif sama. Meski demikian, dalam bahasa Sunda tidak terdapat [[Da (aksara Jawa)|da dental]] dan [[Tha|ta retrofleks]]. Bentuk huruf ''nya'' juga berbeda (perhatikan tabel berwarna kuning).{{Sfn|Holle|1862}}
|- bgcolor="#f0f0f0" class=IPA
{|- bgcolorclass="#f0f0f0wikitable"
|+ style="text-align: center;" |''Aksara Ngalagena (Aksara Nglegena)''
| aa || ii || uu || ai || au || ěu || o Sunda
!
|- bgcolor="#f0f0f0"
!
| Tarung || Wulu mělik || Suku měndut || Dirga mure || Dirga mure-tarung || Pěpět-tarung || Tolong
!ha
!na
!ca
!ra
!ka
!da
!ta
!sa
!wa
!la
!pa
!dha
!ja
!ya
!nya
!ma
!ga
!ba
!tha
!nga
|-
!Jawa
| [[File:Diacritic tarung.png|60px]] || [[File:Diacritic wulu melik.png|60px]] || [[File:Diacritic suku mendut.png|60px]] || [[File:Diacritic dirga mure.png|60px]] || [[File:Diacritic dirga mure-tarung.png|60px]] || [[File:Diacritic pepet-tarung.png|60px]] || [[File:Diacritic tolong.png|60px]]
!''Nglegena''
| align="center" |ꦲ
| align="center" |ꦤ
| align="center" |ꦕ
| align="center" |ꦫ
| align="center" |ꦏ
| align="center" |ꦢ
| align="center" |ꦠ
| align="center" |ꦱ
| align="center" |ꦮ
| align="center" |ꦭ
| align="center" |ꦥ
| align="center" |ꦝ
| align="center" |ꦗ
| align="center" |ꦪ
| align="center" |ꦚ
| align="center" |ꦩ
| align="center" |ꦒ
| align="center" |ꦧ
| align="center" |ꦛ
| align="center" |ꦔ
|-
!
| {{jav|ꦏꦴ}} || {{jav|ꦏꦷ}} || {{jav|ꦏꦹ}} || {{jav|ꦻꦏ}} || {{jav|ꦻꦏꦴ}} || {{jav|ꦏꦼꦴ}} || {{jav|ꦏꦵ}}
!''Pasangan''
|꧀ꦲ
|꧀ꦤ
|꧀ꦕ
|꧀ꦫ
|꧀ꦏ
|꧀ꦢ
|꧀ꦠ
|꧀ꦱ
|꧀ꦮ
|꧀ꦭ
|꧀ꦥ
|꧀ꦝ
|꧀ꦗ
|꧀ꦪ
|꧀ꦚ
|꧀ꦩ
|꧀ꦒ
|꧀ꦧ
|꧀ꦛ
|꧀ꦔ
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan="4" |Sunda
! style="width:10%; text-align:center;" |''Ngalagena''
| align="center" |ꦲ
| align="center" |ꦤ
| align="center" |ꦕ
| align="center" |ꦫ
| align="center" |ꦏ
| style="background: yellow;" align="center" |ꦣ
| align="center" |ꦠ
| align="center" |ꦱ
| align="center" |ꦮ
| align="center" |ꦭ
| align="center" |ꦥ
!
| align="center" |ꦗ
| align="center" |ꦪ
| style="background: yellow;" align="center" |ꦤ꧀ꦚ
| align="center" |ꦩ
| align="center" |ꦒ
| align="center" |ꦧ
!
| align="center" |ꦔ
|-
!''Pasangan''
| align="center" |꧀ꦲ
| align="center" |꧀ꦤ
| align="center" |꧀ꦕ
| align="center" |꧀ꦫ
| align="center" |꧀ꦏ
|style="background: yellow;" align="center" |꧀ꦝ
| align="center" |꧀ꦠ
| align="center" |꧀ꦱ
| align="center" |꧀ꦮ
| align="center" |꧀ꦭ
| align="center" |꧀ꦥ
!
| align="center" |꧀ꦗ
| align="center" |꧀ꦪ
|style="background: yellow;" align="center" |꧀ꦚ
| align="center" |꧀ꦩ
| align="center" |꧀ꦒ
| align="center" |꧀ꦧ
!
| align="center" |꧀ꦔ
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:10%; text-align:center;" |''Gedé''
! align="center" |
| align="center" |ꦟ
| align="center" |ꦖ
! align="center" |
| align="center" |ꦑ
! align="center" |
| align="center" |ꦡ
| align="center" |ꦯ
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |ꦦ
!
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |ꦘ
! align="center" |
| align="center" |ꦓ
| align="center" |ꦨ
!
!
|-
!''Pasangan''
!
| align="center" |꧀ꦟ
| align="center" |꧀ꦖ
!
| align="center" |꧀ꦑ
!
| align="center" |꧀ꦡ
| align="center" |꧀ꦯ
!
!
| align="center" |꧀ꦦ
!
!
!
| align="center" |꧀ꦘ
!
| align="center" |꧀ꦓ
| align="center" |꧀ꦨ
!
!
|}
 
''Aksara panambah'' (ꦔ꦳ꦏ꧀ꦱꦫꦥꦤꦩ꧀ꦧꦃ) adalah aksara tambahan yang digunakan untuk menulis suku kata yang tidak memiliki konsonan di awal, atau dalam kata lain suku kata yang hanya terdiri vokal. Walau mirip dengan ''aksara swara'', ''cacarakan'' hanya mengambil bentuk ''aksara swara i'' (ꦆ) dari aksara Jawa, sisanya diganti dengan ''nga cecek tilu'' (ꦔ꦳) + ''sandangan''. Selengkapnya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{Sfn|Holle|1862}}
 
{| class="wikitable" style="width:60%;"
=== Angka ===
|+ style="text-align:center;" |''Aksara Panambah (Aksara Swara)''
[[Sistem angka]] Jawa mempunyai numeralnya sendiri, yang hanya terdiri dari angka 0–9 sebagai berikut:
!
 
![[Konsonan langit-langit belakang|Velar]]
{| border="1" cellpadding="3" style="border-collapse: collapse;text-align:center;"
![[Konsonan langit-langit|Palatal]]
|- bgcolor="#f0f0f0"
![[Konsonan bibir|Labial]]
| 1 || 2 || 3 || 4 || 5 || 6 || 7 || 8 || 9 || 0
![[Konsonan tarik-belakang|Retrofleks]]
![[Konsonan gigi|Dental]]
!Velar-Palatal
!Velar-Labial
!
|-
!''Aksara''
| style="text-align:center; " |ꦔ꦳
----a
| style="text-align:center;" |ꦆ
----i
| style="text-align:center;" |ꦔ꦳ꦸ
----u
| style="text-align:center; " |ꦉ
----ṛ/re{{ref label|re|1}}
| style="text-align:center;" |ꦊ
----ḷ/le{{ref label|le|2}}
| style="text-align:center;" |ꦔ꦳ꦺ
----é{{ref label|é|3}}
| style="text-align:center;" |ꦔ꦳ꦴ
----o
| style="text-align:center;" |ꦔ꦳ꦼ
----e/eu{{ref label|e|4}}
|-
!''Pasangan''
| [[File:Jawa 1.png|60px]] || [[File:Jawa_Nga_Lelet.png|60px]] || [[File:Jawa 3.png|60px]] || [[File:Jawa 4.png|60px]] || [[File:Jawa 5.png|60px]] || [[File:Jawa_E.png|60px]] || [[File:Jawa 7.png|60px]] || [[File:Jawa_Pa_Murda.png|60px]] || [[File:Jawa_Ya.png|60px]] || [[File:Jawa 0.png|60px]]
| align="center" |꧀ꦲ꦳
| align="center" |꧀ꦲ꦳ꦶ
| align="center" |꧀ꦲ꦳ꦸ
| align="center" |꧀ꦉ
| align="center" |꧀ꦭꦼ
| align="center" |꧀ꦲ꦳ꦺ
| align="center" |꧀ꦲ꦳ꦴ
| align="center" |꧀ꦲ꦳ꦼ
|-
| colspan="9" |'''Catatan''' <small>
| {{jav|꧑}} || {{jav|꧒}} || {{jav|꧓}} || {{jav|꧔}} || {{jav|꧕}} || {{jav|꧖}} || {{jav|꧗}} || {{jav|꧘}} || {{jav|꧙}} || {{jav|꧐}}
: {{note|re|1}} pangreureu, /rə/ sebagaimana re dalam kata "rendah"
: {{note|le|2}} pangwilet, /lə/ sebagaimana le dalam kata "lemah"
: {{note|é|3}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
: {{note|e|4}} juga dibaca eu /ɨ/
|}
 
Bahasa Sunda mengenal tujuh fonem vokal.<ref>{{cite book|last=Müller-Gotama|first=Franz|date=2001|year=|title=Sundanese|place=Munich|publisher=LINCOM Europa|isbn=|series=Languages of the World. Materials|volume=369|pages=}}</ref> Walau begitu, ''cacarakan'' tidak membedakan vokal ''eu'' [ɨ] dan ''e'' [ə].{{efn|Salah satu contohnya dapat dilihat dalam buku ''Dongéng-dongéng Pieunteungeun'' di mana kata ''deui'' ditulis sebagai ꦝꦼꦆ ''de-i''.}} Sandangan dapat dilihat dalam tabel berikut:{{Sfn|Coolsma|1985|pp=6}}{{Sfn|Coolsma|1985|pp=7}}{{Sfn|Holle|1862}}
Untuk menulis angka yang lebih besar dari 9, gabungkan dua angka atau lebih diatas seperti halnya [[angka Arab]]. Misal, 21 ditulis dengan menggabungkan 2 dan 1 menjadi; {{Jav|꧒꧑}}. Dengan cara kerja yang sama, 90 ditulis dengan {{Jav|꧙꧐}}.
{| class="wikitable" style="width:60%;"
|+ style="text-align: center;" |''Sandangan''
! style="width: 80px;" |-a
! style="width: 80px;" |-i
! style="width: 80px;" |-u
! style="width: 80px;" |-é
! style="width: 80px;" |-o
! style="width: 80px;" |-e/-eu
!style="width:80px;" | -ng
!style="width:80px;" | -r
!style="width:80px;" | -h
!style="width:80px;" |-r-
!style="width:80px;" |-y-
! style="width:80px;" | pemati
|- style="text-align: center"
| -
|ꦶ
|ꦸ
|ꦺ
|ꦴ
|ꦼ
|ꦁ
|ꦂ
|ꦃ
|ꦿ
|ꦾ
|꧀
|-
| style="text-align: center" | -
| style="text-align: center" |''panghulu''
| style="text-align: center" |''panyuku''
| style="text-align: center" |''panéléng''
| style="text-align: center" |''panolong''
| style="text-align: center" |''pamepet''
| style="text-align: center" |''panyecek''
| style="text-align: center" |''panglayar''
| style="text-align: center" |''pangwisad''
| style="text-align: center" |''panyakra''
| style="text-align: center" |''pamingkal''
| style="text-align: center" |''pamaéh''
|- style="text-align: center"
!ka
!ki
!ku
!ké
!ko
!ke/keu
!kang
!kar
!kah
!kra
!kya
!k
|- style="text-align: center"
|ꦏ
|ꦏꦶ
|ꦏꦸ
|ꦏꦺ
|ꦏꦴ
|ꦏꦼ
|ꦏꦁ
|ꦏꦂ
|ꦏꦃ
|ꦏꦿ
|ꦏꦾ
|ꦏ꧀
|}
 
=== Contoh penggunaan ===
Beberapa angka Jawa memiliki bentuk yang sangat mirip dengan karakter silabel Jawa, semisal {{Jav|꧖}} (6) dengan {{Jav|ꦌ}} (aksara e), dan {{Jav|꧗}} (7) dengan {{Jav|ꦭ}} (la). Untuk menghindari kerancuan, angka yang muncul dalam teks ditandai dengan tanda ''pada pangkat'', yang ditulis '''sebelum''' dan '''setelah''' angka. Misal, "Selasa 19 Maret 2013" ditulis dengan:
Berikut penggunaan ''cacarakan'' dalam ''Dongéng-dongéng Pieunteungeun'' (Dongeng-dongeng Sebagai Cerminan) disertai dengan ejaan bahasa Sunda modern.<ref>{{Cite book|last=Moesa (.R.Hadji.)|first=Moehamad|date=1867|url=https://books.google.co.id/books?id=0hm2yOwsEgkC|title=Dongeng-dongeng pingĕntĕngĕn|language=su|access-date=2020-05-08|archive-date=2023-04-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20230417194925/https://books.google.co.id/books?id=0hm2yOwsEgkC|dead-url=no}}</ref>
 
{{jav|ꦱꦼꦭꦱ ꧇꧑꧙꧇ ꦩꦉꦠ꧀ ꧇꧒꧐꧑꧓꧇}}
 
Di beberapa kasus, [[angka Arab]] menggantikan peran angka Jawa.
 
=== Tanda-tanda Baca (''pada'') ===
{| class="wikitable"
! colspan="2" | Bahasa Sunda
|+ Pada
! rowspan="2" |Bahasa Indonesia
|-
! Aksara Jawa
!colspan="1"|Nama
! Latin
!colspan="1"|Gambar
|-
!colspan="1"|Font
| {{Script/Java|꧄ ꦠꦸꦮꦤ꧀ ꦮꦶꦤ꧀ꦠꦼꦂꦗꦸꦫꦸꦧꦱ꧈ ꦗꦼꦤꦼꦁꦔꦤ꧀ꦤꦤꦤꦸꦔꦁꦒꦶꦠ꧀꧈ ꦩꦶꦤ꧀ꦝꦃꦏꦼꦤ꧀ꦏꦧꦱꦗꦮ꧈}}
!colspan="1"|Fungsi
| ''Tuwan Winter jurubasa, Jenenganana nu nganggit, Mindahkeun ka basa Jawa,''
|- align="center"
|Tuwan Winter sang ahli bahasa, Beliau yang menulis, Yang menerjemahkan ke bahasa Jawa,
| [[Adeg-adeg (aksara Jawa)|Pada adeg-adeg]] || [[File:Pada adeg-adeg1.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|꧋}} || align="left"|Mengawali suatu teks atau paragraf.
|-
|- align="center"
| {{Script/Java|ꦔ꦳ꦪꦼꦤꦝꦶꦱꦭꦶꦤ꧀ꦝꦼꦆ꧈ ꦝꦶꦱꦸꦤ꧀ꦝꦏꦼꦤ꧀ꦱꦏꦭꦶ꧈ ꦏꦸꦏꦮꦸꦭꦔ꦳ꦸꦫꦁꦒꦫꦸꦠ꧀꧈}}
| Pada adeg || [[File:Pada adeg.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|꧊}} || align="left"| Tanda kutip.
| ''Ayeuna disalin deui, Disundakeun sakali, Ku kawula urang Garut,''
|- align="center"
|Sekarang disalin lagi, Diterjemahkan ke bahasa Sunda, Oleh saya orang Garut,
| Pada piseleh || || {{Jav|꧌}} dan {{Jav|꧍}} || align="left"|Tanda kutip, namun dengan penekanan lebih.
|-
|- align="center"
| {{Script/Java|ꦔ꦳ꦫꦶꦔ꦳ꦤꦸꦝꦶꦥꦭꦂ꧈ ꦔ꦳ꦸꦫꦁꦱꦸꦤ꧀ꦝꦠꦩ꧀ꦧꦃꦫꦗꦶꦤ꧀꧈ ꦫꦺꦪꦕꦿꦶꦠꦧꦫꦶꦱ꧀ꦲ꦳ꦼꦤ꧀ꦠꦼꦁꦏꦭꦏꦸꦮꦤ꧀꧉}}
| Pada lingsa || [[Berkas:Pada lungsi.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|꧈}} || align="left"|Tanda koma.
| ''Ari anu dipalar, Urang Sunda tambah rajin, Réa crita baris eunteung kalakuan.''
|- align="center"
|Harapannya, Orang Sunda tambah rajin, Banyak cerita sebagai cerminan perbuatan.
| Pada lungsi || [[Berkas:Pada lingsa.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|꧉}} || align="left"|Tanda titik
|- align="center"
| Pada pangkat || [[Berkas:Pada pangkat.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|꧇}} || align="left"|Menandakan angka
|- align="center"
| Pada rerengan || || {{Jav|꧁}} dan {{Jav|꧂}} || align="left"|Menandakan judul.
|- align="center"
| Pada tirta tumetes || || {{Jav|꧞}} || align="left"|Menandakan salah tulis.
|- align="center"
| Pada isen-isen || || {{Jav|꧟}} || align="left"|Menandakan salah tulis.
|- align="center"
| Pangrangkep || || {{Jav|ꧏ}} || align="left"|Menandakan kata berulang (reduplikasi atau [[dwilingga]]).
|- align="center"
| Pada guru || [[File:Pada guru.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|꧋꧆꧋}} ||align="left"|Mengawali sebuah surat tanpa membedakan umur atau derajat.
|- align="center"
| Pada pancak || [[Berkas:Pada pancak.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|꧉꧆꧉}} ||align="left"|Mengakhiri surat.
|- align="center"
| Pada luhur || [[Berkas:Pada luhur.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|꧅ }} ||align="left"|Mengawali sebuah surat untuk orang yang lebih tua atau berderajat lebih tinggi.
|- align="center"
| Pada madya || [[Berkas:Pada madya.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|꧄}} ||align="left"|Mengawali sebuah surat untuk orang yang sebaya atau berderajat sama.
|- align="center"
| Pada andhap || [[File:Pada andap.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|꧃}} ||align="left"|Mengawali sebuah surat untuk orang yang lebih muda atau berderajat lebih rendah.
|- align="center"
| Purwa pada || [[Berkas:Purwa pada1.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|}} ||align="left"|Mengawali sebuah tembang/puisi.
|- align="center"
| Madya pada || [[File:Madya pada.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|}} ||align="left"|Memulai bait baru dalam sebuah tembang/puisi.
|- align="center"
| Wasana pada || [[Berkas:Wasana pada.png|center|x40px|link=]] || {{Jav|}} ||align="left"|Mengakhiri suatu tembang/puisi.
|}
</center>
 
== Blok Unicode ==
Terdapat dua peraturan khusus mengenai penggunaan koma.
{{Utama|Javanese (blok Unicode)}}
* Koma tidak diperlukan setelah sebuah kata yang berujung ''pangkon''.
Aksara Jawa resmi dimasukkan ke dalam [[Unicode]] sejak Oktober 2009 dengan dirilisnya Unicode versi 5.2. Blok Unicode aksara Jawa terletak pada kode U+A980–U+A9DF. Terdapat 91 kode yang mencakup 53 huruf, 19 tanda baca, 10 angka, dan 9 vokal. Sel abu-abu menunjukkan titik kode yang belum terpakai.
* Koma menjadi titik apabila tetap ditulis setelah ''pangkon''.
{{Tabel Unicode Aksara Jawa}}
 
: ''Lihat pula [[:jv:Wikipedia:Unicode/Aksara Jawa|Tabel alternatif Unicode aksara Jawa yang diurutkan berdasarkan hanacaraka]]''
''Tirta tumetes'' dan ''Isen-isen'' memiliki fungsi unik yang sekarang tidak ditemukan lagi dalam ortografi Jawa modern. Apabila terjadi kesalahan penulisan di sebuah teks Jawa, bagian yang salah diberikan salah satu dari dua tanda perbaikan diatas sebanyak tiga kali. ''Tirta tumetes'' digunakan oleh penulis [[Yogyakarta]], sementara ''Isen-isen'' digunakan oleh penulis [[Surakarta]]. Sebagai contoh, seorang penulis dari Yogyakarta ingin menulis ''pada luhur'' namun salah tulis menjadi ''pada wu...'', maka akan ditulis:
 
{{jav|ꦥꦢꦮꦸ꧞꧞꧞ꦭꦸꦲꦸꦂ}}
 
''Pada wu---luhur''
 
Penulis dari Surakarta akan menulis:
 
{{jav|ꦥꦢꦮꦸ꧟꧟꧟ꦭꦸꦲꦸꦂ}}
 
 
''Pangrangkep'' pada dasarnya adalah [[angka Arab]] dua (٢) yang menandakan kata berulang. Dari segi bentuk, angka arab dua (٢) and ''pangrangkep'' ({{Jav|ꧏ}}) sama persis. Kedua karakter ini dibedakan agar tidak terjadi rendering penulisan dwi-arah, mengingat Jawa ditulis dari kiri ke kanan dan [[abjad Arab|Arab]] ditulis dari kanan ke kiri. Menariknya, metode menggunakan angka untuk menandakan kata berulang masih sering terlihat dalam teks singkat masa kini, seperti "hati2" atau "anak2". Metode ini bahkan masih resmi pada [[ejaan Republik]] hingga akhirnya dihilangkan pada [[EYD]] tahun 1972.
 
== Penulisan kata ==
=== Kata dasar ===
Kata dasar yang suku pertamanya dapat dilafalkan secara bervariasi, penulisan suku pertama pada kata dasar itu sesuai dengan pelafalan yang dikehendaki. Misalnya: bae/wae, punika/menika, nagara/negara, wasana/wusana, warna/werna, perlu/prelu, makaten/mekaten, dll. Kala dasar yang suku pertamanya mengandung unsur bunyi ɔ terutup nasal, suku kedua (terakhir) terbuka mengandung unsur bunyi ɔ, suku pertama ditulis tanpa sandangan taling tarung, sesuai dengan ejaan bahasa Jawa dengan huruf Latin. Misalnya: tampa, kandha, rangka, sangga, dll. Kata dasar yang suku kata pertamanya mengandung unsur bunyi ɔ terbuka, suku kata kedua (terakhir) mengandung unsur bunyi ɔ tertutup, kedua suku kata itu ditulis dengan sandangan taling tarung.
 
=== Kata turunan ===
==== Akhiran ====
Kata turunan yang bentuk dasamya berakhir konsonan, apabila mendapatkan akhiran yang berwujud vokal atau akhiran yang berawal vokal, konsonan akhir bentuk dasar itu ditulis rangkap. Misalnya: adus->adusa (ditulis adussa), pangan->panganan (ditulis pangannan), kacang->kacange (ditulis kacangnge), kancing->kancingen (ditulis kancingngen). Kata turunan yang bentuk dasamya berakhir vokal atau konsonan n (sigeg na), apabila bentuk dasar itu mendapatkan
akhiran -i (konfiks [[me-i]] dalam bahasa Indonesia) atau akhiran -ana (akhiran [[-lah]] dalam bahasa Indonesia) akan muncul bunyi konsonan n di antara bentuk dasar dan akhiran tersebut, dan selalu dalam bentuk aksara na rangkap (na diberi pasangan na). Misalnya: mari->mareni (ditulis marenni)/marenana (ditulis marennana), takon->nakoni (ditulis nakonni)/takonana (ditulis takonnana), tunggu->nunggoni (ditulis nunggonni)/tunggonana (ditulis tunggonnana), pépé->mèpèni (ditulis mèpènni)/pèpènana (ditulis pèpènnana). Kata turunan yang bentuk dasamya berakhir vokal, apabila bentuk dasar itu mendapatkan akhiran -é (akhiran [[-nya]] dalam bahasa Indonesia) akan muncul bunyi konsonan n di antara bentuk dasar dan akhiran tersebut, namun aksara 'na'-nya tidak dirangkap.
 
Selain perkecualian di atas, kata turunan yang bentuk dasamya berakhir vokal jika diberi [[akhiran]], maka kata turunan itu ditulis sesuai dengan pelafalannya (tidak selalu sesuai dengan penulisan Latinnya). Misalnya: turu->turua (ditulis turuwa), bali->balia (ditulis baliya), dst.
 
==== Awalan ====
Kata turunan yang dibentuk dari kala dasar mendapatkan
awalan (prefiks) nasal 'ang-', 'an-', 'am-', 'any-' (awalan [[me-]]/men-/mem-/meng-/meny- dalam bahasa Indonesia), apabila bunyi (konsonan atau vokal) awal kata
dasamya luluh (bersenyawa dengan awalan nasalnya), aksara 'ha' yang mengawali awalan nasal itu dapat dituliskan ataupun tidak. Misalnya: isi->ngisi juga dapat ditulis angisi (hangngisi), tantang->nantang juga dapat ditulis anantang (hanantang), puter->muter juga dapat ditulis amuter (hamuter), sebar->nyebar juga dapat ditulis anyebar (hanyebar). Namun apabila bunyi awal kata dasamya ''tidak'' luluh, aksara 'ha' yang mengawali awalan nasal itu ''harus'' dituliskan. Misalnya: dadi->andadi (bukan ndadi), buwang->ambuwang (bukan mbuwang), gawa->anggawa (bukan nggawa), jaluk->anjaluk (bukan njaluk).
 
=== Kata ulang dan majemuk ===
Kata turunan yang dibentuk melalui proses prereduplikasi atau [[dwipurwa]], penulisan suku awal yang diulang itu sesuai dengan pelafalannya.
 
Kata turunan yang dibentuk melalui proses reduplikasi penuh atau [[dwilingga]], apabila bentuk dasamya berawal vokal dan berakhir konsonan, vokal awal bentuk dasar itu tidak berubah (tidak dirangkap) walaupun pelafalannya terdengar dirangkap. Misalnya abang->abang-abang (bukan abang-ngabang), anget->anget-anget (bukan anget-tanget), iris->iris-iris (bukan iris-siris), enak->enak-enak (bukan enak-kenak). Demikian pula halny6a dengan kata majemuk, walaupun secara pelafalan terdengar dirangkap, namun penulisannya sama dengan tulisan Latinnya. Misalnya: bedhil angin (tidak ditulis ''bedhil langin''), mangan ati (tidak ditulis ''mangan nati''), mangsuk angin (tidak ditulis ''mangsuk kangin''), buntut urang (tidak ditulis ''buntut turang'').
 
== Gaya Penulisan (''Style'', Gagrag) Aksara Jawa ==
 
Berdasarkan '''Bentuk aksara''' Penulisan aksara Jawa dibagi menjadi 3 yakni:
* Ngetumbar
[[Berkas:aj-ngtmbr.png]]
* Mbata Sarimbag
[[Berkas:aj-bs.png]]
* Mucuk eri
 
{{br}}
{{br}}
Berdasarkan '''Daerah Asal''' Pujangga/Manuskrip, dikenal gaya penulisan aksara Jawa :
 
* Jogjakarta
[[Berkas:Aj-jogja.png]]
* Surakarta
[[Berkas:Aj-solo.png]]
* Lainnya
[[Berkas:Aj-ngtmbr.png]] <br><br>
[[Berkas:Carakan_Gagrag_Pujakesuma.png]]<br><br>
[[Berkas:Carakan_Gagrag_Linge.png]]
 
== Galeri ==
== Perbandingan aksara Jawa dan aksara Bali ==
<!-- Dimohon untuk tidak menambahkan foto lagi karena sudah terlalu banyak. Disarankan untuk menambahkannya ke galeri foto Wikimedia Commons, https://commons.wikimedia.org/wiki/Javanese_script. -->
 
{| class="wikitable" style="margin:0 auto;" align="center" colspan="2" cellpadding="3" style="font-size: 80%; width: 100%;"
{| class=wikitable width=100%
|-
|[[Berkas:Hanacaraka-jawa.svg|center|370px|Hanacaraka gaya Jawa, aksara-aksara dasar]]
|[[Berkas:Hanacaraka-bali.svg|center|370px|Hanacaraka gaya Bali, aksara-aksara dasar]]
|-
|align=center colspan=2|
| Hanacaraka gaya Jawa, aksara-aksara dasar
<gallery mode="packed" heights="200px">
| Hanacaraka gaya Bali, aksara-aksara dasar
Berkas:Facsimile of the Ciéla Map.jpg| Faksimil peta Kerajaan Timbanganten dari [[Ciela, Bayongbong, Garut|Desa Ciéla, Garut]], mungkin dari 1500an ke atas.
<!--Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Steen met tekst Grissee TMnr 60046661.jpg|Prasasti beraksara Jawa dari sekitar abad ke-18 di kompleks makam Kyai Tumenggung Pusponegoro, [[Gresik]], [[Jawa Timur]]-->
<!--Serat jayalengkara wulang 02v-03r.jpg| Salah satu halaman ''Serat Jaya Lengkara Wulang'' yang disalin pada tahun 1803, koleksi British Library-->
Berkas:Mss jav 28 f013v.png| Salah satu halaman ''Serat Damar Wulan'' yang disalin pada tahun 1804, koleksi British Library
Berkas:IND-(NethEastInd)-Government recepis-5 Gulden (1846) unsigned remainder.jpg|Lembar obligasi pemerintahan Hindia Belanda seharga 5 Gulden/Rupiah tahun 1846, dengan nominal yang dieja dengan huruf Latin, abjad [[huruf Pegon|Pégon]], dan aksara Jawa
Berkas:Bromartani.jpg|Koran ''[[Bromartani]]'', koran pertama berbahasa dan beraksara Jawa yang pertama terbit pada tahun 1855.
<!--Berkas:Book title commemorating Wilhelmina's ascension-Semarang 1898.jpg|Halaman judul buku kenang-kenangan yang merayakan kenaikan [[Ratu Wilhelmina]], dicetak di Semarang tahun 1898-->
<!--Berkas:Serat bratayudha.jpg| Salah satu halaman ''Serat [[Baratayuda|Bratayudha]]'' yang disalin pada tahun 1902, koleksi Widya Budaya-->
<!--Berkas:Serat damar wulan f.2r.jpg|Halaman pembuka ''Serat Damar Wulan'' yang disalin sekitar abad ke-18, koleksi British Library-->
<!--Berkas:Javanese advertisement - droste's cacao.jpg|Iklan Droste's Cacao-->
<!--Berkas:Javanese advertisement - lampoe osram.jpg|Iklan Lampoe Osram-->
<!--Berkas:Bocah mangkunagaran.jpg|''Bocah Mangkunagaran'' (1937), kumpulan cerita dan informasi mengenai wilayah [[praja Mangkunegaran|Mangkunegara]]-->
<!--Berkas:IND-78b-De Javasche Bank-5 Gulden (1937).jpg|Uang kertas 5 Gulden yang dikeluarkan [[De Javasche Bank]] tahun 1937, dengan peringatan pemalsuan multiaksara yang termasuk aksara Jawa-->
Berkas:Mesin ketik beraksara Jawa buatan pabrik Royal Bar-Lock dilihat dari dekat.jpg|Detail tombol-tombol mesin tik aksara Jawa bermerek Royal Bar-Lock yang pernah dipakai oleh [[Keraton Surakarta]] dari tahun 1917 hingga 1960, koleksi Museum Penerangan
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Demonstratieauto van de Dienst der Volksgezondheid ca. 1925 TMnr 60012956.jpg|Mobil yang digunakan Dinas Kesehatan Rakyat (''Dienst der Volks Gezondheid'') sekitar tahun 1925
Berkas:Prasasti Pakubuwana X.jpg|[[Prasasti Pakubuwana X]] yang memperingati pembangunan sejumlah gapura di Surakarta pada tahun 1938
<!--Berkas:Netherlands Indies-94-De Javasche Bank-100 Gulden (1946).jpg|Uang kertas 100 Gulden yang dikeluarkan De Javasche Bank tahun 1946, seri Gulden terakhir dengan aksara Jawa yang dicetak ulang pada tahun 1950-->
Berkas:Jalan Slamet Riyadi (Road sign in Surakarta).jpg|Penggunaan aksara Jawa pada papan nama jalan di Surakarta. Terdapat kesalahan penulisan pada kata ''brigjen'' yang seharusnya ditulis dengan diaktrik ''taling'' agar dibaca ''brigjèn''. [[:Commons:File:Jalan Slamet Riyadi.jpg|Papan nama di jalan yang sama namun ruas yang berbeda]] juga menunjukkan ketidakseragaman ejaan.
<!--Berkas:"+arya+" ꦥꦥꦤ꧀ ꦢꦭꦤ꧀ ꦕꦶꦥ꧀ꦠ ꦩꦔꦸꦤ꧀ꦏꦸꦱꦸꦩ papan nama jalan cipto mangunkusumo cirebon 2020.jpg|Papan nama jalan di Cirebon-->
<!--Berkas:Tanda bahaya listrik dalam bahasa Belanda, Melayu dan Jawa.jpg|Tanda bahaya listrik dalam bahasa Belanda, Melayu dan Jawa di Surabaya-->
Berkas:Javanese script in modern use.jpg|Dekorasi kontemporer dengan elemen desain aksara Jawa
Berkas:Yogyakarta Sultanate Hamengkubhuwono X Emblem.svg|Lambang [[Kesultanan Yogyakarta]] dengan stilisasi aksara Jawa di bidang tengahnya
<!--Berkas:"+Arya+" pintu masuk makam buyut tambi 2014.jpg|Pintu masuk situs makam Buyut Tambi di [[Indramayu]], [[Jawa Barat]] menggunakan aksara Jawa. Terdapat kesalahan penulisan pada aksara sa (terbalik) dan pada kata ''kramat'' yang seharusnya ditulis dengan ''sandhangan cakra'' alih-alih ''pasangan'' ra.-->
<!--Berkas:Cireundeu.jpg|Tanda selamat datang di kampung adat Cireundeu, [[Kota Cimahi|Cimahi]].-->
<!--Berkas:Bumialitjpg.jpg|Penggunaan Cacarakan di Pasucian Bumi Alit, [[Panjalu, Ciamis]].-->
<!-- Dimohon untuk tidak menambahkan foto lagi karena sudah terlalu banyak. Disarankan untuk menambahkannya ke galeri foto Wikimedia Commons, https://commons.wikimedia.org/wiki/Javanese_script -->
</gallery>
|}
 
== Lihat pula ==
== Penulisan Aksara Jawa dalam Cacarakan Sunda ==
* [[Bahasa Jawa]]
* [[Sastra Jawa]]
* [[Kongres Aksara Jawa]]
* [[Aksara Nusantara]]
*[[Jawanisasi (aksara)]]
 
== Catatan ==
[[Berkas:cacarakan.png]]
{{notelist}}
 
== Rujukan ==
{{reflist}}
 
=== Daftar pustaka ===
Ada sedikit perbedaan dalam Cacarakan Sunda dimana aksara "Nya" dituliskan dengan menggunakan aksara "Na" yang mendapat pasangan "Nya". Sedangkan Aksara "Da" dan "Tha" tidak digunakan dalam Cacarakan Sunda. Juga ada penambahan aksara Vokal Mandiri "É" dan "Eu", sandhangan "eu" dan "tolong"
* {{cite journal|last=Arps|first=B|url=https://openaccess.leidenuniv.nl/handle/1887/15216|title=How a Javanese Gentleman put his Library in Order|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|year=1999|issue=3|volume=155|page=416-469|ref=harv}}
* {{cite journal|last=Behrend|first=T E|url=https://www.researchgate.net/publication/41017542_Manuscript_production_in_nineteenth-century_Java_Codicology_and_the_writing_of_Javanese_literary_history|title=Manuscript Production in Nineteenth Century Java. Codicology and the Writing of Javanese Literary History|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|year=1993|volume=149|issue=3|doi=10.1163/22134379-90003115|pages=407-437|ref=harv}}
* {{cite book|last=Behrend|first=T E|chapter=Textual Gateways: the Javanese Manuscript Tradition|url=https://archive.org/details/illuminationswri0000kuma|title=Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia|editor=Ann Kumar|editor2=John H. McGlynn|publisher=Lontar Foundation|year=1996|isbn=0834803496|location=Jakarta|language=EN|ref=harv}}
* {{Cite book|last=Coolsma|first=Sierk|year=1985|url=https://archive.org/details/tata-bahasa-sunda/|title=Tata Bahasa Sunda|location=Jakarta|publisher=(Penerbit Asli) Fa. A.W. Sijthoff|pages=|translator-last=Widjajakusumah, Rusyana|translator-first=Husein, Yus|oclc=13986971|ref=harv|orig-year=1904|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Ekadjati|first=Edi S.|date=1999|url=https://books.google.co.id/books?printsec=frontcover&vid=LCCN99503487&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false|title=Direktori Edisi Naskah Nusantara|location=Jakarta|publisher=Yayasan Obor Indonesia dan Masyarakat Pernaskahan Nusantara|isbn=9794613347|ref=harv|url-status=live}}
* {{cite journal|url=http://std.dkuug.dk/jtc1/sc2/wg2/docs/n3319.pdf|first=Michael|last=Everson|title=Proposal for encoding the Javanese script in the UCS|journal=ISO/IEC JTC1/SC2/WG2|issue=N3319R3|date=6 Maret 2008|publisher=Unicode|ref=harv}}
* {{cite book|last=Molen|first=Willem van der|year=1993|title=Javaans Schrift|publisher=Rijksuniversiteit te Leiden|journal=Vakgroep Talen en Culturen van Zuidoost-Azië en Oceanië, Rijksuniversiteit te Leiden|place=Leiden|volume=Semaian 8|isbn=90 73084 09 1|language=nl|url=https://books.google.co.id/books?id=8FNTAAAACAAJ&dq=javaans+schrift&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwi42vnx_J3pAhVWbn0KHRTPDeYQ6AEIKDAA|ref=harv}}
* {{cite book|last=Molen|first=Willem van der|year=2000|chapter=Hoe Heft Zulks Kunnen Geschieden? Het Begin van de Javaanse Typografie|publisher=Vakgroep Talen en Culturen van Zuidoost-Azië en Oceanië, Rijksuniversiteit te Leiden|title=Woord en Schrift in de Oost. De betekenis van zending en missie voor de studie van taal en literatuur in Zuidoost-Azie|editor=Willem van der Molen|place=Leiden|volume=Semaian 19|language=nl|url=https://books.google.co.id/books/about/Woord_en_schrift_in_de_Oost.html?id=TQjZAAAAMAAJ&redir_esc=y|isbn=9074956238|page=132-162|ref=harv}}
* {{cite Journal|last=Moriyama|first=Mikihiro|url=https://kyoto-seas.org/pdf/34/1/340108.pdf|journal=Southeast Asian Studies|volume=34|issue=1|date=Juni 1996|title=Discovering the 'Language' and the 'Literature' of West Java: An Introduction to the Formation of Sundanese Writing in 19th Century West Java|pages=151-183|ref=harv}}
* {{cite book|url=https://www.sastra.org/katalog/judul?ti_id=75|title=Baoesastra Djawa|last=Poerwadarminta|first=W.J.S|publisher=J.B. Wolters|year=1939|isbn=0834803496|location=Batavia|language=JV|ref=harv}}
* {{cite Journal|url=https://research.monash.edu/en/publications/javanese-script-as-cultural-artifact-historical-background|last=Robson|first=Stuart Owen|year=2011|title=Javanese script as cultural artifact: Historical background|journal=RIMA: Review of Indonesian and Malaysian Affairs|volume=45|issue=1-2|page=9-36|ref=harv}}
* {{cite book|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/7638/1/PELESTARIAN%20DAN%20MODERNISASI%20AKSARA%20DAERAH.pdf|title=Pelestarian dan Modernisasi Aksara Daerah: Perkembangan Metode dan Teknis Menulis Aksara Jawa|last=Rochkyatmo|first=Amir|date=1 Januari 1996|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|language=id|ref=harv}}
*{{Cite book|last=Rosyadi|date=1997|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/14862/1/Pelestarian%20dan%20usaha%20pengembangan%20aksara%20daerah%20sunda.pdf|title=Pelestarian Dan Usaha Pengembangan Aksara Daerah Sunda|location=Jakarta|publisher=Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Pusat Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan|ref=harv|url-status=live}}
 
==== Pedoman penulisan ====
== Penggunaan aksara Hanacaraka ==
* {{cite conference|url=https://archive.org/details/wewaton-sriwedari|conference=Kongres Sriwedari|year=1926|title=Wawaton Panjeratipoen Temboeng Djawi mawi Sastra Djawi dalasan Angka|author=Koemisi Kasoesastran ing Sriwedari, Soerakarta|publisher=Landsdrukkerij|place=Weltevreden|ref=harv}} Dikenal juga sebagai ''Wewaton Sriwedari'' atau ''Paugeran Sriwedari''. Terjemahan bahasa Indonesia dapat dibaca [https://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/pengetahuan-bahasa/2520-sastra-sriwedari di sini]
[[Berkas:Ratan Gajah Mada.jpg|thumb|170px|Bahasa Jawa dalam huruf Jawa dipakai pada papan nama jalan di [[Surakarta]].]]
* {{cite book|last=Darusuprapta|title=Pedoman Penulisan Aksara Jawa|place=Yogyakarta|publisher=Yayasan Pustaka Nusantara bekerja sama dengan Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Tingkat I Jawa Tengah, dan Daerah Tingkat I Jawa Timur|year=2002|isbn=979-8628-00-4|url=https://archive.org/details/pedoman-penulisan-aksara-jawa-2002|ref=harv}}
Aksara hanacaraka masih diajarkan di [[sekolah]]-sekolah di wilayah berbahasa Jawa sampai sekarang <ref>[http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0609/25/humaniora/2973155.htm Bahasa Jawa? Ih, "Boring" Banget]. Kompas daring 25-09-2006. Diakses 6-5-2009.</ref> (Provinsi [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]], dan [[DI Yogyakarta]]), sebagai bagian dari muatan lokal dari kelas 3 hingga kelas 5 SD.<ref name="Wahab">Abdul Wahab. [http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=20&row= Masa depan bahasa, sastra, dan aksara daerah]. Nawala.</ref> Walaupun demikian, penggunaannya dalam surat-surat resmi/penting, surat kabar, televisi, media luar ruang, dan sebagainya sangatlah terbatas dan terdesak oleh penggunaan [[alfabet Latin]] yang lebih mudah diakses. Beberapa surat kabar dan majalah lokal memiliki kolom menggunakan aksara Jawa. Penguasaan aksara ini dianggap penting untuk mempelajari naskah-naskah lama, tetapi tidak terlihat usaha untuk menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari. Usaha-usaha revivalisasi bersifat simbolik dan tidak fungsional, seperti pada penulisan nama jalan atau kampung. Salah satu penghambatnya adalah tidak adanya usaha ke arah pengembangan [[ortografi]]/[[tipografi]] aksara ini.<ref name="Wahab"/>
 
Bahasa Sanskerta dan Kawi
== Integrasi Hanacaraka ke dalam sistem informasi komputer ==
Meskipun aksara Jawa banyak digunakan dalam percetakan pada zaman Hindia-Belanda, namun menjelang Perang Dunia II pengembangan ''typeface'' aksara Jawa yang dimulai pada abad ke-19 berhenti dengan tiba-tiba, dan perlahan-lahan aksara Jawa mulai ditinggalkan dan digantikan oleh abjad Latin.<ref>[http://www.monotype.co.uk/NonLatin/wt_info/info_javanese.html AGFA Monotype: Javanese]<!--alternative link: http://www.monotypefonts.com/Library/Non-Latin-Library.asp?show=info&lan=javanese--></ref> Dewasa ini penggunaan aksara Jawa kembali meningkat seiring dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan aksara Jawa yang kompleks didigitalkan.
 
* {{cite book|url=https://archive.org/details/serat-mardi-kawi/W.%20J.%20S.%20Poerwadarminta%20-%20Serat%20Mardi%20Kawi%2C%20Jilid%20I%20%281931%29|title=Serat Mardi Kawi|volume=1|year=1930|publisher=De Bliksem|place=Solo|first=W J S|last=Poerwadarminta|ref=harv}}
Usaha-usaha untuk mengintegrasikan aksara ini ke sistem informasi elektronik telah dilakukan sejak 1983 oleh peneliti dari [[Universitas Leiden]] (dipimpin [[Willem van der Molen]]) dan 1987 oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan<ref>Ibu Sedyati: http://yulian.firdaus.or.id/2005/04/20/unicode-hanacaraka/comment-page-4/#comment-13818</ref>. Integrasi ini diperlukan agar setiap anggota aksara Jawa memiliki kode yang khas yang diakui di seluruh dunia.
* {{cite book|url=https://archive.org/details/serat-mardi-kawi/W.%20J.%20S.%20Poerwadarminta%20-%20Serat%20Mardi%20Kawi%2C%20Jilid%20II%20%281931%29|title=Serat Mardi Kawi|volume=2|year=1931|publisher=De Bliksem|place=Solo|first=W J S|last=Poerwadarminta|ref=harv}}
* {{cite book|url=https://archive.org/details/serat-mardi-kawi/W.%20J.%20S.%20Poerwadarminta%20-%20Serat%20Mardi%20Kawi%2C%20Jilid%20III%20%281931%29|title=Serat Mardi Kawi|volume=3|year=1931|publisher=De Bliksem|place=Solo|first=W J S|last=Poerwadarminta|ref=harv}}
 
Bahasa Sunda
=== Unicode ===
Jeroen Hellingman mengajukan proposal untuk mendaftarkan aksara ini ke [[Unicode]] pada pertengahan tahun 1993 dan Maret 1998. Selanjutnya, sekitar 2002 [[Jason Glavy]] membuat "[[font]]" aksara Jawa<ref>http://yulian.firdaus.or.id/2005/04/20/unicode-hanacaraka/comment-page-4/#comment-3246</ref> yang diedarkan secara bebas sejak 2002 dan mengajukan proposal pula ke Unicode. Namun baru sejak awal 2005 dilakukan usaha bertahap yang nyata untuk mengintegrasikan aksara Jawa ke dalam Unicode setelah [[Michael Everson]] membuat suatu ''code table'' sementara untuk didaftarkan. Kelambatan ini terjadi karena kurangnya dukungan dari masyarakat pengguna aksara ini. Baru semenjak Kongres Bahasa Jawa 2006 mulai terhimpun dukungan dari masyarakat pengguna. Sejak gelaran KBJ IV di Semarang pada tahun 2006, usaha untuk meregistrasi aksara Jawa agar masuk dalam standar Unicode mulai intensif dilaksanakan. Tim khusus Registrasi Unicode aksara Jawa berhasil dibentuk dengan dikomandani oleh [http://ganeshana.org/ Hadiwaratama/Hadi Waratama] (Bandung), Ki [http://ki-demang.com Sudarto HS]/Ki Demang Sokowaten (Jakarta) dan Ki Bagiono Sumbogo/Djokosumbogo (Jakarta). Kerja keras yang telah dikerjakan selama kurang lebih 3 tahun ini akhirnya membuahkan hasil dengan telah diterimanya aksara Jawa sebagai aksara yang diakui dalam standar Unicode pada tanggal 1 Oktober 2009. Sebenarnya dalam aksara-aksara Nusantara, aksara Jawa merupakan aksara ke-5 yang diakui Unicode setelah aksara Bugis, aksara Bali (keduanya sejak 5.0<ref>http://www.unicode.org/versions/Unicode5.0.0/Acknowledge.pdf</ref><ref>[http://yulian.firdaus.or.id/2005/04/20/unicode-hanacaraka/comment-page-4/#comment-4841 Proses komputerisasi aksara Bali]</ref>), aksara Rejang dan aksara Sunda (keduanya sejak 5.1<ref>http://www.unicode.org/acknowledgements/Unicode6.0.0/techcontrib.html</ref>). Selain itu saat ini di Unicode telah ada aksara Batak (sejak Unicode 6.0<ref>http://www.unicode.org/acknowledgements/Unicode6.0.0/techcontrib.html</ref>)dan aksara Nusantara lainnya<!--Filipina?-->.<ref>[http://hanacaraka.fateback.com/ Sejarah Unicode Jawa]</ref> Dalam pernyataan resmi di situs Unicode, disebutkan orang-orang yang terlibat dalam upaya penstandaran aksara Jawa ini adalah: Bagiono Djokosumbogo, Michael Everson (teknis), Hadiwaratama (ketua tim), Donny Harimurti, Sutadi Purnadipura, dan Ki Demang Sokowaten. <ref>http://www.unicode.org/acknowledgements/Unicode6.0.0/techcontrib.html</ref><ref>http://www.unicode.org/acknowledgements/Unicode6.0.0/editorial.html lebih lanjut tentang Michael Everson</ref> dan akhirnya membuahkan hasil dengan diterimanya aksara Jawa untuk dimasukkan dalam Unicode versi 5.2 (tergabung dalam Amandemen 6) yang keluar pada tanggal 1 Oktober 2009.<ref>[http://www.unicode.org/versions/Unicode5.2.0/ Unicode 5.2.0]</ref>
 
* {{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=AupPpeV6EZUC&pg=PP18&dq=Soendasch+spel-+en+lees+boek,+met+Soendasche+letter&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwilx6H1taPpAhUPzTgGHUiXDFoQ6AEIKzAA#v=onepage&q&f=false|title=Soendasch spel- en lees boek, met Soendasche letter|year=1862|publisher=Landsdrukkerij|place=Batavia|first=K F|last=Holle|ref=harv}}
=== Blok ===
Blok Unicode aksara Jawa terletak pada kode U+A980–U+A9DF. Sel abu-abu menunjukkan titik kode yang belum terpakai.
{{Tabel Unicode Aksara Jawa}}
 
Bahasa Madura
=== Font ===
[[Berkas:Hanacaraka Jawa 2 variasi.svg|thumb|Perbandingan font Hanacaraka dan JG Aksara Jawa]]
Dalam situsnya, Unicode memberikan kredit kepada Michael Everson dan Jason Glavy yang telah menyumbangkan ''font'' untuk aksara Jawa<ref>http://www.unicode.org/charts/fonts.html</ref>. Saat ini terdapat beberapa font aksara Jawa yang banyak beredar, seperti Hanacaraka/Pallawa (oleh Teguh Budi Sayoga) yang berdasarkan ANSI<ref>http://hanacaraka.fateback.com/dok&down.htm</ref><ref>http://yulian.firdaus.or.id/2005/04/20/unicode-hanacaraka/comment-page-4/#comment-2759</ref>, Adjisaka (oleh Sudarto HS/Ki Demang Sokowanten)<ref>http://www.adjisaka.com/</ref>, JG Aksara Jawa (oleh Jason Glavy)<ref>http://www.reocities.com/jglavy/asian.html</ref>, Carakan Anyar (oleh Pavkar Dukunov)<ref>https://sites.google.com/site/hanacarakan/font</ref>, serta Tuladha Jejeg (oleh R.S. Wihananto) yang berdasarkan teknologi font pintar Graphite SIL<ref>https://sites.google.com/site/jawaunicode/</ref>. Matthew Arciniega juga sebelumnya pada tahun 1992 telah membuat ''screen font'' untuk [[Macintosh|Mac]] dan ia namakan "Surakarta".<ref>{{dead link}}[http://xentana.com/fonts/ Downloadable Surakarta fonts] by Matthew Arciniega.</ref><ref>http://luc.devroye.org/fonts-46330.html</ref> Font lain yang pernah beredar dengan cakupan yang tidak begitu luas adalah font bernama "Tjarakan" (dikembangkan sekitar tahun 2000) oleh perusahaan bernama AGFA Monotype.<ref>[http://www.monotype.co.uk/NonLatin/wt_glyphs/gr_javanese.html AGFA Monotype: Javanese script]<!--alternative link: http://www.monotypefonts.com/Library/Non-Latin-Library.asp?show=glyph&lan=javanese--></ref><ref>[http://yulian.firdaus.or.id/2005/04/20/unicode-hanacaraka Aksara Jawa dalam Unicode]</ref>
 
* {{Cite book|url=https://archive.org/details/madoereeschespr01kiligoog|title=Madoereesche spraakkunst|last=Kiliaan|first=Hendrik Nicolaas|date=1897|location=Batavia|publisher=Landsdrukkerij|ref=harv}}
=== Program konversi ===
* {{cite book|url=https://books.google.com/books?id=FuTuSGlAMXoC&pg=PP1|title=Sorat tjarakan Madurah|year=1866|place=Batavia|ref={{harvid|Sorat tjarakan Madurah|1866}}}} <!-- Nama penulis tidak diketahui, format sfn: {{sfn|Sorat tjarakan Madurah|1866|p=x}} -->
Selain itu sebelum terdaftar di Unicode, aksara Jawa juga pernah beredar ''font'' serta ''software'' aksara Jawa oleh Yanis Cahyono pada tahun 2001 yang diberi nama "Aljawi"<ref>[http://sites.google.com/site/fontaksarajawa font aksara jawa standar yogyakarta (aljawi)]</ref>, hampir bersamaan disusul Ermawan Pratomo membuat font hanacaraka pada tahun 2001{{fact}}. Selain itu ada pula program pengkonversi font Carakan-Latin oleh Bayu Kusuma Purwanto (2006), yang dapat diekspor ke dalam html<ref>[http://carakan.blogspot.com/2008/05/publikasi-carakan.html Carakan]. Aplikasi pengkonversi Aksara Jawa Hanacaraka ke aksara Latin (''vica versa'')</ref>, dan Setya Amrih Prasadja yang membuat ''font'' Rama Setya yang berdasarkan Serat Rama Cirebonan<ref>http://smada-zobo.jimdo.com/unduhan/</ref> dan Hanacaraka JG Setya (turunan JG Aksara Jawa). Program konversi lain yang beredar antara lain adalah OnScreen Keyboard Jawa oleh Wisudyantoro <ref>http://wisudyantoro.blogspot.com/2010/05/onscreen-keyboard-jawa.html</ref><ref>[http://yonk1991.xtgem.com/jagad%20jawa/nulis%20jawa keyboard jawa versi ''online''] dan [http://yonk1991.xtgem.com/jagad%20jawa/translate transliterasi ''online''] oleh Yayong Ditya K</ref>
 
== Pranala luar ==
{{wikibooks|Pengantar aksara Jawa}}
{{commons category}}
{{commons category|Manuscripts in Javanese script|Naskah Aksara Jawa}}
{{commons category|Printed Javanese Script |Publikasi Cetak Aksara Jawa}}
=== Koleksi digital ===
* [https://www.bl.uk/manuscripts/ Koleksi naskah British Library]
* [http://khastara.perpusnas.go.id/ Koleksi naskah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia]
* [https://www.sastra.org/katalog Koleksi naskah Yayasan Sastra Lestari]
* [https://widyapustaka.webnode.com/paugeran/ Koleksi acuan Widyapustaka] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20211214103733/https://widyapustaka.webnode.com/paugeran/ |date=2021-12-14 }}
* [https://sea.lib.niu.edu/islandora/object/SEAImages%3Alontar?display=list ''Southeast Asia Digital Library'' kompilasi Northern Illinois University]
 
=== CatatanNaskah kakidigital ===
* [https://www.loc.gov/item/2012320671/ ''Babad Tanah Jawi''] (1862) koleksi Perpustakaan Kongres AS no. DS646.27
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=Sloane_MS_1403E Catatan utang pada selempir lontar] (1708) koleksi British Library no. Sloane MS 1403E
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=MSS_Malay_A_3 Kamus bahasa Melayu-Jawa-Madura] dari awal abad ke-19, koleksi British Library no. MSS Malay A 3
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=Add_MS_12341 Kumpulan dokumen Keraton Yogyakarta] (1786–1812) koleksi British Library no. Add Ms 12341
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=Or_15932 ''Papakem Pawukon''] dari Bupati Sepuh Demak di Bogor (1814) koleksi British Library no. Or 15932
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=Add_MS_12337 ''Wejangan Hamengkubuwana I''] (1812) koleksi British Library no. Add MS 12337
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=Add_MS_45273 ''Raffles Paper'' - vol III] (1816) kumpulan surat-surat yang diterima Raffles dari penguasa-penguasa Nusantara, koleksi British Library no. Add MS 45273
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=MSS_Jav_24 ''Serat Jaya Lengkara Wulang''] (1803) koleksi British Library no. MSS Jav 24
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=MSS_Jav_28 ''Serat Selarasa''] (1804) koleksi British Library no. MSS Jav 28
* [http://khastara.perpusnas.go.id/web/detail/335633/usana ''Usana Bali''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200619221833/http://khastara.perpusnas.go.id/web/detail/335633/usana |date=2020-06-19 }} (1870) salinan Jawa dari sebuah lontar Bali berjudul sama, koleksi Perpustakaan Nasional Indonesia no. CS 152
<!--* [https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Bharata-Yuddha_oudjavaansch_heldendicht.pdf Bharata-Yuddha; oudjavaansch heldendicht] (1903) Bharatayuddha dalam bahasa dan ejaan Kawi[https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=MSS_Jav_36 ''Babad Mataram'' dan ''Babad ing Sangkala''] (1738) koleksi British Library no. MSS Jav 36-->
* [https://books.google.co.id/books?id=0hm2yOwsEgkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false ''Dongèng-dongèng Pieuntengen''] (1867) kumpulan dongeng berbahasa Sunda dan beraksara Jawa yang dikompilasikan oleh [[Muhammad Musa]]
 
=== Lainnya ===
{{reflist}}
* [http://std.dkuug.dk/jtc1/sc2/wg2/docs/n3319.pdf Proposal Unicode untuk aksara Jawa]
 
* [https://www.unicode.org/L2/L2019/19004-javanese-keret.pdf Dokumentasi Unicode mengenai diakritik KERET]
== Pranala luar ==
* [https://www.unicode.org/L2/L2017/17038-cakra.pdf Dokumentasi Unicode mengenai diakritik CAKRA]
{{commonscat|Javanese script}}
* [httphttps://www.unicode.org/chartsL2/PDFL2019/UA98019083-javanese-pengkal.pdf TabelDokumentasi Unicode aksaramengenai Jawadiakritik HanacarakaPENGKAL]
* [httphttps://www.omniglotunicode.comorg/writingL2/L2019/19003-javanese-tolong.htmpdf Dokumentasi Unicode Hanacarakamengenai didiakritik OmniglotTOLONG]
* [https://blogs.bl.uk/asian-and-african/javanese/ Blog Studi Asia-Afrika British Library, topik Jawa]
* [http://www.scribd.com/doc/45914716/Tatatulisaksarajawa-pdf Tata Tulis Aksara Jawa]
* [https://www.omniglot.com/writing/javanese.htm Artikel aksara Jawa] di omniglot.com
* [http://www.scribd.com/doc/101133256/PAUGERAN-SRIWEDARI-1926 Wewaton Sriwedari] versi PDF
* [https://r12a.github.io/pickers/java/ ''Character Picker'' aksara Jawa] oleh Richard Ishida
* [http://www.scribd.com/doc/81396215/Belajar-Bahasa-Jawa-Bagi-Pemula Belajar Bahasa Jawa Bagi Pemula]
* [https://bennylin.github.io/transliterasijawa/ Laman transliterasi aksara Jawa oleh Benny Lin]
* [http://www.adjisaka.com/index.php/02-wewaton-sriwedari-1926 Wewaton Sriwedari] versi web
* Unduh fon aksara Jawa di situs web [https://sites.google.com/site/jawaunicode/main-page Tuladha Jejeg] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20211027132347/https://sites.google.com/site/jawaunicode/main-page |date=2021-10-27 }}, [https://aksaradinusantara.com/fonta/aksara/jawa Aksara di Nusantara], atau repositori [https://github.com/googlefonts/noto-fonts/tree/main/hinted/ttf/NotoSansJavanese Google Noto]
* [http://aksara.pallawa.com Aksara Pallawa Nusantara]
* [[:jv:Wikipedia:Unicode/Aksara Jawa|Tabel Unicode Aksara Jawa]]
* [[:jv:Pitulung:Aksara Jawa|Bantuan membaca Aksara Jawa]]
 
{{aksaraAksara Jawa}}
{{Aksara}}
{{jenis aksara|state=show|state2=show}}
{{Bahasa Jawa}}
{{artikel bagus}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Aksara Jawa| ]]
[[Kategori:Aksara Nusantara|Jawa]]
[[Kategori:Rumpun aksara Brahmi|Jawa]]
[[Kategori:Bahasa Jawa]]