Dimyathi Syafi'ie: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
*sowf (bicara | kontrib)
 
(114 revisi perantara oleh 33 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Ulama Muslim
{{Infobox_Person
|honorific_prefix =
| name = Kyai Haji Dimyathi Syafi'ie
|notability residence =
<!-- ----------- -->
| other_names =
[[Ulama|Kyai]] [[Haji (gelar)|Haji]]
| image = KH Dimyathi Syafi'ie.jpeg
|image = kyaidimyathibanyuwangi.jpg
| imagesize = 250px
| caption =
<!-- ----------- -->
| birth_name =
|jalur_ayah =
| birth_date = [[1859]]
|jalur_ibu =
| birth_place = Desa Wonokromo, [[Pleret, Bantul|Kecamatan Pleret]], [[Kabupaten Bantul]], [[Yogyakarta]]
|nasab =
| death_date =
<!-- ----------- -->
| death_place = [[Mekkah]] atau [[Makkah al-Mukarramah]], [[Arab Saudi]]
|tgl_lahir_h =
| death_cause =
|tgl_lahir_m =
| known = Pendiri [[Pondok Pesantren Kepundungan]] / [[Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb]]<br />
|bln_lahir_h =
| occupation =
| titlebln_lahir_m = Hadratusy Syaikh
|thn_lahir_h salary =
| term thn_lahir_m = 1912
|tempat_lahir = Wonokromo
| predecessor =
|negara_dilahirkan = Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta era [[Hindia Belanda]]
| successor =
|nama_ayah party = Kyai Syafi'i Istad
|nama_ibu boards = Nyai Munthosiroh
|nama_lahir religion = Islam
|hari_lahir spouse = Nyai= Saudah
<!-- ----------- -->
| partner =
| childrenglr_islam_dpn =
|gelar_aka_dpn relations =
|glr_tengah website = =
|gelar_aka_akhir =
| footnotes =
| employer gelar_bangsawan =
|gelar_adat height =
| weight gelar_lainnya1 =
|gelar_lainnya2 =
|gelar_lainnya3 =
<!-- ---------------- -->
|kunya =
|name = Dimyathi Syafi'i
|nama_arabic =
|nisbah =
|nama_lainnya = Mbah Dim
<!-- ---------------- -->
|istri1 = Ibu Nyai Jazimah binti H.Yusuf Srono
|istri2 = Ibu Nyai Saudah binti Kyai Hadis Tugung
|istri3 = Ibu Nyai Jazamah binti Kyai Sholeh Wonokromo
|anak1_istri1 = Hj. Habibah
|anak1_istri2 = Nyai Hj. Halimah
|anak2_istri2 = Nyai Hj. Hamdah
|anak3_istri2 = Nyai Hj. Hakimah
|anak4_istri2 = KH. Hamadulloh Dimyathi
|anak5_istri2 = KH. Hazim Fikri Dimyathi
|anak1_istri3 = Nyai Hj. Hafidhoh
<!-- ---dakwah ketokohan- -->
|judul1 = Rois Syuriah Pertama
|sub1 = Pengurus [[Nahdlatul Ulama]] Cabang Blambangan [[Banyuwangi]]
|mulai1 = 1944
|selesai1 = 1955 (''wafat'')
|pendahulu1 =
|pengganti =
|judul2 = Pendiri
|sub2 = [[Pondok Pesantren Kepundungan]] di [[Banyuwangi]]
|mulai2 = 1934
|selesai2 = 1955 (''wafat'')
|pendahulu2 =
|penggant2 = KH. As'adi Sufyan
|judul3 =
|sub3 =
|mulai3 =
|selesai3 =
|pendahulu3 =
|penggant3 =
|judul4 =
|sub4 =
|mulai4 =
|selesai4 =
|pendahulu4 =
|pengganti4 =
 
<!-- ---kewafatan------ -->
|status_hidup_wafat = WAFAT
|sebab_wafat =
|tempat_wafat = [[Makkah]]
|hari_wafat =
|tgl_wafat_h =
|tgl_wafat_m =
|bln_wafat_h =
|bln_wafat_m =
|thn_wafat_h = 1374
|thn_wafat_m = 1955
|hari_dimakamkan =
|tempat_makam = Ma'la, Makkah [[Jannatul Mu'alla]]
}}
'''Kyai HajiKH. Dimyathi Syafi'iei''' - Nama pengganti dari '''Mbah DimyathiDim''' adalah pendiri [[Pondok Pesantren Kepundungan]], salah satu Pesantren [[Islam]] yang tertua di [[Banyuwangi]] dan Pesantren yang ikut serta saksidalam perjuanganberjuang meraih kemerdekaan [[Indonesia]] di tanah [[Blambangan]].<ref name="NU Online">{{cite web |title=Komandan Hizbullah Pendiri Madrasah Pertama di Blambangan Selatan |url=http://www.nu.or.id/post/read/14954/komandan-hizbullah-pendiri-madrasah-pertama-di-blambangan-selatan/ |publisher=NU Online |date=12 November 2008 |accessdate=1 Desember 2008}}</ref>
 
== Biografi ==
KH. Dimyathi lahir tahun [[1912]] M di desa Wonokromo, Pleret, Bantul, [[Yogyakarta]], putra dari Kyai Syafi'i (Wonokromo) bin Kyai Istad (Bleberan) bin Kyai Hasan Mubarok bin Kyai Ageng Minak bin Kyai Ageng Kalimundu bin Kyai Ageng Jangkung (Kyai Landoh). Muhibbut Thobari adalah nama kecilnya. Saat usia 14 tahun setelah meninggalnya sang ayah, mulailah ia menimba ilmu agama ke tanah [[Blambangan]] [[Banyuwangi]] dan saat itu ia diajak bersama sang kakak (Kiai Ma'shum).<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie">{{cite web |title=Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie |url=http://nahdlatululama.id/blog/2016/07/28/biografi-kh-dimyathi-syafiie/ |publisher=nahdlatululama dot id |date=12 Juli 2016 |accessdate=28 Juli 2016}}</ref>
 
KH Dimyathi ketika masa-masa remaja, ia ingin menuntut ilmu ke luar dari wilayah [[Blambangan]] [[Banyuwangi]].{{Bio muslim butuh rujukan}} Maka, ia pun mengutarakan maksudnya ini kepada ibundanya(Nyai Munthoshiroh).<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Namun sang ibu menyatakan bahwa keluarganya sedang tidak memiliki bekal yang cukup untuk membiayai keinginannya.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Keluarga di [[Banyuwangi]] hanya memiliki tanah persawahan yang tidak dapat diharapkan banyak karena sulitnya zaman akibat penjajahan.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
 
Namun Dimyathi tampaknya tetap teguh dengan keinginannya.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Ia menginginkan untuk menjual sawah yang menjadi bagain warisannya.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Kendati terheran-heran dan hampir tak percaya, Ibunya pun kemudian menyanggupi ketika melihat tekad bulat anaknya ini.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Ibunya lebih heran lagi ketika melihat bahwa semua uang hasil penjualan sawah satu hektare bagiannya, dibelikan kitab. Saking herannya ibunya bahkan sempat mengatakan, ”Makan tuh kitab.”<ref name="Biografi dari KH Dimyathi">{{cite web |title=Biografi dari KH Dimyathi |url=http://nahdlatululama.id/blog/2016/06/06/biografi-dari-kh-dimyathi/ |publisher=nahdlatululama dot id |date=1 Juni 2016 |accessdate=6 Juni 2016}}</ref>
 
Walhasil Dimyathi pun kemudian berangkat mondok ke Pesantren Tremas, di [[Pacitan]].<ref name="Biografi dari KH Dimyathi"/> Karena seluruh uangnya telah dibelikan kitab, maka ia hanya dibekali oleh ibunya dengan sekarung cengkaruk/ karak campur jagung.<ref name="Biografi dari KH Dimyathi"/>
 
Meski hanya dengan bekal sekarung cengkaruk, Dimyathi mampu bertahan hingga tiga tahun di Pesantren Tremas. Rupanya ia bertahan di Tremas dengan cara menjadi buruh mengabsahi/maknani kitab untuk mencukupi kebutuhannya selama mondok.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
 
Selama di Pesantren Dimyathi memang terkenal sebagai santri yang tekun, konon ia adalah santri kesayangan gurunya.<ref name="NU Online"/> Pada saat itu Pesantren Tremas berada di bawah bimbingan KH. Dimyathi bin Abdulloh saudara Syekh Mahfudz bin Abdulloh Tremas.<ref name="NU Online"/> Karena saking sayangnya, di sinilah Dimyathi berganti namanya menjadi Dimyathi, nama yang digunakannya hingga akhir hayatnya. Sebelumnya, nama lahirnya adalah Muhibbut Thobari. Maka setelah boyongan dari Pesantren Tremas, ia pun menggunakan nama Dimyathi. Sementara nama lahirnya, Muhibbut Thobari, tak lagi digunakan.<ref name="NU Online"/>
 
== Keluarga ==
Selama memimpin [[Pondok Pesantren Kepundungan]], [[KH. Dimyathi Syafi'ie]] telah dikaruniai 2 putra dan 5 putri dari tiga istrinya.<ref name="Elegi Haji Kiai Dimyathi Syafi’ie">{{cite web |title=Elegi Haji Kiai Dimyathi Syafi’ie |url=http://banyuwangi.nu.or.id/2017/08/09/elegi-haji-kiai-dimyati-syafii/ |publisher=NU Banyuwangi |date=22 Juli 2017 |accessdate=9 Agustus 2017 }}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Karenanya Dimyathi kemudian menerapkan metode ini di pesantrennya yang telah ia bangun kembali.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Dua putra Beliau yakni KH. Hamadulloh Dimyathi dan KH. Hazim Fikri, sedangkan putrinya sebagian besar dipinang oleh Pengasuh Pondok Pesantren.<ref name="Elegi Haji Kiai Dimyathi Syafi’ie"/>
 
=== Keturunan ===
==== Dari istri pertama ====
* Hj. Habibah (Srono),
 
==== Dari istri kedua, Nyai Saudah binti Kyai Hadist Tugung ====
 
* Nyai Hj. Halimah (Istri KH. As'adi Sufyan Pengasuh ke II [[Pondok Pesantren Kepundungan]]),
* Nyai Hj. Hamdah (Istri Kyai Basuni Bukhori Pengasuh '''Pondok Pesantren Yayasan Islam Nahdlatuth Thalabah''' Yasinat, [[Kesilir, Wuluhan, Jember]]),
* Nyai Hj. Hakimah (Pengasuh putri [[Pondok Pesantren Kepundungan]] )
* KH. Hamadulloh Dimyathi (Pengasuh ke III [[Pondok Pesantren Kepundungan]] dan Pendiri '''Yayasan Pendidikan Islam An-Naso'ih'''/ YAPINNAS, Kunir Singojuruh Banyuwangi),
* KH. Hazim Fikri Dimyathi (Pengasuh [[Pondok Pesantren Kepundungan]] dan Kepala '''Madrasah Diniyyah Nahdlatuth Thullabb''').
 
==== Dari istri ketiga, Nyai Jazimah binti Kyai Sholeh Wonokromo ====
 
* Nyai Hj. Hafidhoh (Istri KH. Wildan Suyuthi, Pengasuh '''Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyyah''' [[Sukorejo, Bangorejo, Banyuwangi]]).
 
== Pendidikan ==
[[Berkas:Silsilah Keluarga KH Dimyathi Syafi'ie.jpg|jmpl|Keluarga Besar]]
Pesantren yang pertama ia singgahi adalah '''Pesantren Damsari''' Genteng di bawah bimbingan '''KH Abdulloh Syuja''', Lalu ia melanjutkan ke '''Pesantren Cemoro''' di bawah asuhan '''KH Abdulloh Faqih''', di sini kurang lebih selama 6 Tahun. Kemudian ia melanjutkan pendidikan terakhir di '''Pesantren Tremas Pacitan''' dibawah bimbingan '''KH. Dimyati bin Abdulloh bin Abdulmanan Termas''' .<ref name="NU Banyuwangi">{{cite web |title=Memoar Kiai Achjad tentang Kiai Dimjathi dan NU Blambangan |url=http://banyuwangi.nu.or.id/memoar-kiai-achjad-tentang-kiai-dimjathi-dan-nu-blambangan/ |publisher=NU Banyuwangi |date=21 Januari 2016 |accessdate=26 Januari 2016}}</ref>
 
== Metode Pengajaran ==
 
Dalam sistem pendidikan di pesantrennya, KH Dimyathi lebih mengandalkan sistem sorogan. Sistem ini menjadikan santri-santrinya menyimak dengan saksama. Karena sorogan yang dipakai oleh KH Dimyathi adalah “sorogan tak langsung”.<ref name="NU Banyuwangi"/> Artinya para santri mengulangi membaca kitab yang telah dibaca oleh sang kyai beberapa hari sebelumnya.<ref name="NU Banyuwangi"/> Jadi para santri secara otomatis akan mendengarkan dengan saksama ketika sang Kyai sedang membacakan, karena mereka harus mengulanginya secara terjadwal.<ref name="NU Banyuwangi"/>
 
Sementara cara lain yang digunakan oleh KH Dimyathi di Pesantrennya adalah metode bandongan.<ref name="banyuwangi.nu.or.id">{{cite web |title=kisah Kiai Dimyati bersama santrinya melawan kompeni |url=http://banyuwangi.nu.or.id/2016/11/09/kisah-kiai-dimyati-bersama-santrinya-melawan-kompeni/ |publisher=NU Banyuwangi |date=21 Oktober 2016 |accessdate=9 November 2016 }}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Dalam mekanisme bandongan sang kyai bebas menerangkan agar para santri mengerti maksud-maksud tersirat dari teks-teks kitab yang sedang dipelajari.<ref name="banyuwangi.nu.or.id"/> Cara ini lazim digunakan di madrasah-madrasah [[Blambangan]] selatan sebagaimana juga pesantren-pesantren Nusantara lainnya.<ref name="banyuwangi.nu.or.id"/>
 
Selama mengasuh Pesantren, selain terlibat dalam perjuangan melawan para penjajah, KH Dimyathi juga masih sempat untuk membuat karangan kitab baik fan fiqih atau adab.<ref name="NU Banyuwangi"/> Karangan ini semuanya berbentuk '''Nadzom'''. Nadzom karangan KH Dimyati ini berjudul '''Nadzom Safinah Jawa''' dan '''Muidzotus Syibyan'''<ref name="NU Online"/>
 
Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb / [[Pondok Pesantren Kepundungan]] sendiri sangat mengutamakan penguasaan ilmu alat mulai dari nahwu,shorof dan i'lal.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Meski tentu saja ilmu fiqih dan tafsir juga menjadi kajian utama para santrinya.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Menurut beberapa santri yang sempat menimba ilmu kapada KH Dimyati, kehebatan Pesantren Nahdlatut Thullab adalah dalam pengembangan aqoid 50-nya .<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Melalui pembinaan Aqoid 50 ini para santri yang telah boyong dapat membetulkan dan meneguhkan iman dari masyarakat daerahnya sendiri.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
 
Banyak dari beberapa alumni karena sangat besar kadar kecintaan kepada gurunya dan semangat dalam belajar, mereka memperoleh kebaikan yang begitu banyak, terutama terbukanya Futuh Ilmu yang selama ini terhijab.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Artinya, dulu ketika diajar langsung terkadang mereka tidak memahami pelajaran saat itu juga, tetapi setelah keluar dan mengabdi untuk masyarakat, mereka tiba-tiba teringat dan mengerti maksud penjelasan KH Dimyathi sewaktu di Pesantren dahulu.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
 
Metodenya pembelajaran KH Dimyathi sebenarnya sangat sederhana sekali.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Namun karena keyakinan tinggi dari para santrinya, maka mereka mendapatkan semacam pencerahan.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Hal pertama yang ditancapkan kepada para santri adalah Al-Qur’an. Para santri diwajibkan senantiasa mendawamkan membaca Al-Qur’an di sepanjang hari, di setiap aktivitas mereka.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Kemudian barulah didoktrin dengan Aqoid 50 dan baru belajar nahwu shorof serta ilmu-ilmu lainnya.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
 
Hal penting lain yang diajarkan KH Dimyathi adalah pendidikan bilhal/ bifi’li.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Yakni pendidikan praktik langsung, bukan hanya teori.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> KH Dimyathi terkenal suka mengajak para santrinya untuk bersilaturrahim. Hal ini adalah salah satu aspek pendidikan yang terus tertanam di hati para santrinya sepanjang hidup mereka.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
 
== Peran Dalam Kemerdekaan RI ==
 
Pada zaman-zaman perjuangan merebut kemerdekaan, banyak sekali korban yang harus dipertaruhkan oleh bangsa Indonesia.<ref name="NU Online"/> Tak terhitung lagi korban yang telah dipersembahkan demi sebuah emerdekaan.<ref name="NU Online"/> Bukan sekadar harta dan nyawa, tetapi juga perasaan terhinakan karena terus dikejar-kejar dan terusir dari kampung halaman.<ref name="NU Online"/>
 
Namun tentu saja banyak sekali para pahlawan yang justru memanfaatkannya untuk berjuang di dua ranah, yakni perjuangan fisik dengan mengangkat senjata dan perjuangan dakwah dengan mendidik generasi penerus bangsa.<ref name="Santri News">{{cite web |title=Kiai Banyuwangi dan Perang Kemerdekaan |url=http://www.santrinews.com/read.php?id=5928&judul=Kiai%20Banyuwangi%20dan%20Perang%20Kemerdekaan/ |publisher=Santri News |date=16 Agustus 2016 |accessdate=17 Agustus 2016 }}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Salah satu di antara sekian banyak para pahlawan bangsa yang berjuang di dalam dua medan perjuangan sekaligus ini adalah
KH Dimyathi Pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb [[Kabupaten Banyuwangi]].<ref name="Santri News"/>
 
Seorang ulama kharismatik yang telah memiliki banyak jasa bagi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.<ref name="Santri News"/> Ia adalah salah satu di antara para ulama Nahdlatul Ulama dengan andil besar dalam perjuangan fisik yang berpuncak pada meletusnya Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama.<ref name="Santri News"/> Salah satu bentuk sumbangsih nyata bagi perjuangan fisik merebut kemerdekaan adalah fatwanya yang berbunyi, '''seluruh santri santri di daerah Banyuwangi selatan (kawasan Blambangan lama) wajib masuk Hizbullah.'''<ref name="Santri News"/> Fatwa ini memiliki konsekuensi yang cukup besar bagi santri-santri di kawasan Banyuwangi selatan.<ref name="Santri News"/> Dengan adanya fatwa ini, para santri memiliki tugas ganda. Pada malam hari mereka harus mengendap-endap untuk menyerang pos-pos keamanan tentara Belanda dan Jepang.<ref name="Santri News"/>
 
Sementara pagi harinya mereka kembali memeluk kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran agama.<ref name="NU Online"/> Walhasil sebenarnya mereka belajar di atas timbunan amunisi dan mesiu hasil rampasan dari tentara penjajah.<ref name="NU Online"/> Memang secara struktural, KH Dimyathi adalah Komandan Hizbullah '''laskar pejuang yang berafiliasi ke NU''' untuk wilayah Blambangan selatan.<ref name="NU Online"/>
Kegiatan ganda semacam ini di jalani oleh KH Dimyathi bersama dengan santri-santrinya di Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb.<ref name="NU Online"/> Bukan tanpa risiko, selain menantang bahaya pada malam hari, mereka juga selalu diintai bahaya pada keesokan hari ketika mereka sedang mengaji.<ref name="NU Online"/> Banyaknya intel penjajah yang berkeliaran membuat keselamatan mereka selalu dipertaruhkan setiap saat.<ref name="NU Online"/>
 
Selain mengasuh Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb, KH Dimyathi juga dipercaya sebagai Rois Suriyah I Nahdlatul Ulama cabang Blambangan '''saat itu Banyuwangi selatan'''.<ref name="NU Online"/> Sementara pada waktu tersebut Pengurus Tanfidiyah dipercayakan kepada K Syuja’i.<ref name="NU Online"/> Keduanya, bersama para ulama lain, bahu membahu memimpin penduduk di sana untuk melawan penjajahan.<ref name="NU Online"/> Baik secara fisik maupun melawan terhadap segala dampak buruk penindasan Belanda dan Jepang, termasuk kebudayaan negative yang dibawa oleh setiap pemerintah penjajah.<ref name="NU Online"/>
 
Keadaan ini berlangsung terus hingga masa-masa setelah kemerdekaan.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Dalam mempertahankan kemerdekaan, para santri terus melakukan penyerangan-penyerangan terhadap pos-pos tentara Belanda pada malam hari.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Maka benar saja, lama kelamaan perlawanan mereka pun tercium oleh Belanda.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Sehingga pondok pesantren yang dipimpinnya pun digerebek oleh tentara Belanda.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
 
Seluruh bangunan dibakar, termasuk bangunan pesantren dan tempat tingaal KH Dimyathi diratakan dengan tanah oleh Belanda.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Seluruh kitab-kitabnya sebanyak dua lemari besar pun habis di makan api.<ref name="NU Online"/> Karena di bawah bangunan pesantren banyak tertanam amunisi dan mesiu hasil rampasan para santri ketika bergerilya malam hari, maka akibat pembakaran semakin menjadi-jadi.<ref name="NU Online"/> Mesiu-mesiu ini mengakibatkkan api yang melalap gedung pesantren semakin menyala menjadi-jadi dan menimbulkan ledakan-ledakan hebat.<ref name="NU Online"/>
 
Meski para santri telah diperintahkan menyingkir dan berpencar, salah seorang santri bernama Muhammad Fadlan tertembak dan gugur pada penyerangan Belanda tersebut. Muhammad Fadlan kemudian dikuburkan sebagai syuhada dan dipindahkan ke '''Makam Pahlawan Banyuwangi''' pada tahun '''1962'''.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
== '''Biografi'''==
KH. Dimyathi Syafi'ie lahir tahun [[1859]] M di desa Wonokromo, Pleret, Bantul, [[Yogyakarta]], putra dari Kyai Syafi'ie. Thobiri adalah nama kecil beliau. Saat usia 14 tahun, mulailah beliau melalang dalam menimba ilmu agama dan saat itu beliau diajak bersama sang kakak (Kiai Maksum) ke tanah [[Blambangan]] [[Banyuwangi]].
 
Sementara KH Dimyathi ditangkap oleh Belanda dan ditahan selama 27 bulan hingga pertengahan tahun 1949. Komandan Hizbullah [[Blambangan]] selatan ini sebenarnya sudah hampir dieksekusi oleh Belanda.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Namun menurut beberapa cerita, ketika menjelang hari-hari eksekusi, dokumen-dokumen pidananya oleh Belanda ternyata hilang dan tidak pernah ditemukan lagi.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
KH Dimyathi ketika masa-masa remaja, ia ingin menuntut ilmu ke luar dari wilayah [[Blambangan]] [[Banyuwangi]]. Maka, ia pun mengutarakan maksudnya ini kepada ibundanya. Namun sang ibu menyatakan bahwa keluarganya sedang tidak memiliki bekal yang cukup untuk membiayai keinginannya. Keluarga di [[Banyuwangi]] hanya memiliki tanah persawahan yang tidak dapat diharapkan banyak karena sulitnya zaman akibat penjajahan.
Sehingga eksekusi tidak pernah benar-benar dilaksanakan, sampai waktunya ia dibebaskan karena kekalahan-kelahan Belanda di Indonesia.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
 
== Peran di NU ==
Namun Dimyathi nampaknya telah teguh dengan keinginannya. Ia menginginkan untuk menjual sawah yang menjadi bagain warisannya kelak ketika dewasa. Kendati terheran-heran dan hampir tak percaya, Ibunya pun kemudian menyangupi ketika melihat tekad bulat anaknya ini. Ibunya lebih heran lagi ketika melihat bahwa semua uang hasil penjualan sawah satu hektar bagiannya, dibelikan kitab. Saking herannya ibunya bahkan sempat mengatakan, ”Makan tuh kitab.”
 
KH Dimyathi benar-benar menjadikan hidupnya sebagai pengabdian sepenuhnya kepada sesama, termasuk kepada orang-orang dari tanah kelahirannya, [[Yogyakarta]]. Di manapun para alumni berada, biasanya mereka mendapatkan solusi terkait relasi yang ditunjukkan oleh KH Dimyathi.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
Walhasil Dimyathi pun segera meninggalkan rumahnya untuk mondok ke Pesantren Termas, di [[Pacitan]]. Karena seluruh uangnya telah dibelikan kitab, maka ia hanya dibekali oleh ibunya dengan sekarung cengkaruk/ karak campur jagung. Bahan makanan ini berupa bahan yang menunjukkan betapa sebenarnya keluarga Dimyathi di [[Banyuwangi]] juga sama-sama susah akibat penjajahan Belanda.
 
Dalam memperjuangkan NU KH Dimyathi tidak pernah melupakan silaturahmi, dibuktikan dengan keberadaan kunjungan menteri agama Republik Indonesia yang pertama ke [[Pondok Pesantren Kepundungan]], yakni KH A. [[Wahid Hasjim]], tetapi untuk KH [[Saifuddin Zuhri]] dan KH [[Muhammad Dahlan]] melakukan kunjungan ke Pondok Pesantren Kepundungan tatkala Dia belum menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Meski sudah ada pejabat negara di tingkat pusat yang berkunjung, tetapi tamu-tamu ini tetap bersikap santai di Pesantren. Mereka biasa tidur-tiduran dan bercengkerama dengan santri di pendopo pesantren.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
Namun rupanya dengan bekal hanya sekarung cengkaruk ini, Dimyathi mampu bertahan hingga tiga tahun di Pesantren Termas. Rupanya ia bertahan di Termas dengan cara bekerja ke sawah untuk mencukupi kebutuhannya selama mondok. Karenanya Dimyathi kemudian menerapkan metode ini di pesantrennya yang telah ia bangun kembali.
 
Terpenting KH Dimyathi selalu menanamkan jiwa ke-NU-an di hati anak didiknya.<ref name="NU Online"/> Ia menyatakan ingin hidup sebagai orang NU dan kelak jika meninggal pun sebagai orang NU. KH Dimyathi mengabdikan seluruh hidupnya untuk kemajuan NU.<ref name="NU Online"/>
Selama di Pesantren Dimyathi memang terkenal sebagai santri yang tekun, konon ia adalah santri kesayangan sang pengasuh Pesantren Termas. Pada saat itu Pesantren Termas berada di bawah bimbingan KH. Hafidz Dimyathi. Karena saking sayangnya, di sinilah Dimyathi berganti namanya menjadi Dimyathi, nama yang digunakannya hingga akhir hayatnya. Sebelumnya, nama lahirnya adalah Muhibbut Thobari. Maka setelah boyongan dari Pesantren Termas, ia pun menggunakan nama Dimyathi. Sementara nama lahirnya, Muhibbut Thobari, tak lagi digunakan.
 
== Sekilas Kehidupan ==
Dalam pandangan KH Dimyathi, para santri sah-sah saja bekerja selama menimba ilmu di Pesantren, karena justru akan membantu mereka untuk mandiri sejak dini dan tidak membebani orang tua di rumah. Pesantren dapat menyediakan lahan yang digunakan oleh para santri untuk bercocok tanam atau membuka usaha, asalkan tidak mengesampingkan tugas utamanya, yaitu belajar ilmu agama. Dengan demikian para santri dapat menopang sendiri hidupnya, sehingga tidak perlu dikirim oleh orangtua dari rumah.
 
Pandangan KH Dimyathi untuk masa depan anak-anaknya adalah tawakkal dalam artian semua garis masa depan ada pada kehendak Allah SWT, KH. Dimyathi menyatakan bahwa putra-putra saya kelak bisa mengembangkan kehidupan mereka sesuai dengan dunianya masing-masing. Sebagai orang tua do'a adalah elemen penting dalam mengarahkan kehidupan anak-anaknya, untuk itu urusan anak-anaknya ia pasrahkan sama Allah SWT. Termasuk kepada putranya '''KH. Khamadullah Dimyathi''' yang waktu itu masih berusia balita, sudah harus ditinggal oleh KH Dimyathi untuk berpulang ke rahmatullah di tanah suci [[Mekkah]] atau [[Makkah al-Mukarramah]].<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
Begitulah yang dijalani Dimyathi selama mengaji di tiga Pesantren, yakni Pesantren Termas [[Pacitan]], Pesantren Cemoro di bawah asuhan KH Abdullah Fakih dan Pesantren Idham Sari, Genteng di bawah bimbingan KH Abdullah Syuja’. Kedua pesantren yang terakhir berada di wilayah [[Banyuwangi]] sendiri.
 
Tokoh Kharismatik dari Blambangan selatan yang terlahir pada tahun 1912 ini yang berasal dari [[Wonokromo, Pleret, Bantul|Wonokromo]], [[Pleret, Bantul|Kecamatan Pleret]], [[Kabupaten Bantul]], [[Yogyakarta]], sekitar tahun 1915-an sudah harus pindah ke kawasan Blambangan selatan beserta keluarganya yang dibawa oleh Kakaknya Kyai Maksum, dan setelah banyak belajar dari Pesantren akhirnya pada tahun 1936 KH Dimyathi mendirikan pesantren untuk berdakwah di daerah Blambangan selatan.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
Maka demikian pun ia mempraktekkan ilmunya ketika telah mengasuh Pesantren. Para santri di [[Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb]] tidak harus membawa bekal atau dibekali oleh orang tuanya dari rumah. Asalkan santrinya bekerja keras tentu dapat menopang kehidupan dan membiayai pendidikannya selama di pesantren. Karenanya, dana pembangunan pesantren yang diperoleh dari Presiden Soekarno disisakan untuk membeli lahan, agar para santri tidak membebani orang tua masing-masing.
 
Pada tahun 1959 setelah usai merampungkan pembangunan gedung pesantrennya dan menyediakan cukup lahan untuk para santrinya menopang kehidupan dan biaya belajar selama di sana, KH Dimyathi berangkat menunaikan ibadah haji ke [[Mekkah]] atau [[Makkah al-Mukarramah]].<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Namun di sanalah rupanya ia datang untuk menghadap kepada Rabb-nya pada usia 47 tahun.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Sebuah pemakaman tanpa penghormatan militer, meskipun ia selalu berada di garis terdepan dalam pertempuran melawan tentara-tentara Belanda. Selamat jalan Komandan Hizbullah Blambangan selatan.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/> Semoga generasi masa kini dapat meneruskan perjuanganmu mengusir imperialisme dari bumi Nusantara.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
Kenyataan ini adalah yang sebenarnya, karena entah kebetulan atau tidak, jumlah santrinya tidak pernah lebih dari kapasitas lahan yang tersedia yang digunakan untuk menopang kehidupan dan kebutuhan belajar santri. Sehingga KH Dimyathi dapat benar-benar mendidik santri dengan seksama, termasuk ketika harus membina mereka sebagai laskar Hizbullah pada kegelapan malam. Mengendap-endap dan menyergap musuh, untuk merangkul kitab kuning pagi harinya di pesantren.
 
== '''Pendidikan'''Karya dan pemikiran ==
K.H. Dimyathi Syafi'ie mempunyai beberapa tulisan dan catatan-catatan.<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
[[File:Silsilah Keluarga KH Dimyathi Syafi'ie.jpg|thumb|Keluarga Besar]]
Pesantren yang pertama beliau singgahi terletak di Pesantren '''Termas, Pacitan'''. Kemudian beliau meneruskan pengembaraan ke '''Pesantren Cemoro di bawah asuhan KH Abdullah Fakih''', di sini kurang lebih selama 6 Tahun. Setelah dirasa cukup beliau meneruskan ke '''Pesantren Pesantren Idham Sari''', '''Genteng di bawah bimbingan KH Abdullah Syuja''' disinilah beliau memperdalam pengkajian '''[[Al-Quran|ilmu Al-Quran]]'''. Lalu beliau melanjutkan pendidikan terakhir di dua pesantren yang berada di wilayah [[Banyuwangi]].
 
Namun dengan berlangsungnya pembakaran Pondok Pesantren Kepundungan oleh pihak Belanda, maka beberapa pemikiran KH. Dimyathi Syafi'ie yang sudah terbukukan dalam beberapa kitab belum bisa terselamatkan;<ref name="Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie"/>
== '''Metode Pengajaran KH. Dimyathi Syafi'ie''' ==
 
Dengan kekurangan informasi itulah, maka penulis masih berusaha mengumpulkan beberapa kitab Dia yang masih bisa diketahui, dan salah satu kitab yang sudah penulis dapatkan adalah:
Dalam sistem pendidikan di pesantrennya, KH Dimyathi mengandalkan lebih mengandalkan sistem sorogan. Sistem ini menjadikan santri-santrinya menyimak dengan seksama. Karena sorogan yang dipakai oleh KH Dimyathi adalah “sorogan tak langsung”. Artinya para santri mengulangi membaca kitab yang telah dibaca oleh sang kyai beberapa hari sebelumnya. Jadi para santri secara otomatis akan mendengarkan dengan seksama ketika sang Kyai sedang membacakan, karena mereka harus mengulanginya secara terjadwal.
 
* ''Syi'ir Jawen Li Mau'idhoti As-Shibyan'' (Syi'ir bahasa Jawa untuk nasihat anak-anak muda)
Sementara cara lain yang digunakan oleh KH Dimyathi di Pesantrennya adalah metode bandongan. Dalam mekanisme bandongan sang kyai bebas menerangkan agar para santri mengerti maksud-maksud tersirat dari teks-teks kitab yang sedang dipelajari. Cara ini lazim digunakan di madrasah-madrasah [[Blambangan]] selatan sebagaimana juga pesantren-pesantren Nusantara lainnya.
* ''Syi'ir Safinatun Najah'' (Syi'ir bahasa Jawa kitab Safinah)
 
== Referensi ==
Selama mengasuh Pesantren, selain terlibat dalam perjuangan fisik secara langsung di malam hari, KH Dimyathi juga sempat membuat karangan tentang akhlak [[karakter]] yang semestinya dimiliki oleh para remaja Islam. Karangan ini berbentuk [[nadzam]] '''semacam pantun dalam bahasa Arab, yang menggunakan susunan rima ab ab. Nadzam karangan KH Dimyati ini berjudul '''Muidzotus Syibyan''' '''Nasehat untuk para Remaja'''
=== Catatan Kaki ===
{{reflist|30em}}
 
== Pranala luar ==
[[Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb]] / [[Pondok Pesantren Kepundungan]] sendiri sangat mengutamakan penguasaan ilmu alat, nahwu dan shorof. Meski tentu saja kitab2 tafsir juga menjadi kajian utama para santrinya. Menurut beberapa santri yang sempat menimba ilmu kapada KH Dimyati, kehebatan Pesantren Nahdlatut Thullab adalah dalam pengembangan aqoid 50-nya. Melalui pembinaan Aqoid 50 ini para santri yang telah boyongan dapat memberikan solusi untuk masalah-masalah ke-Tuhanan kepada masyarakat di daerah alumni itu sendiri.
 
* {{id}} [http://www.nu.or.id/post/read/14954/komandan-hizbullah-pendiri-madrasah-pertama-di-blambangan-selatan/ Komandan Hizbullah Pendiri Madrasah Pertama Blambangan Selatan di website NU Online]
Beberapa santri bahkan menyatakan ilmu-ilmu tersebut dapat mereka kuasai secara '''ladunni'''. Artinya, dulu ketika diajar langsung terkadang mereka tidak memahami pelajaran saat itu juga, namun setelah keluar dan mengabdi untuk masyarakat, mereka tiba-tiba teringat dan mengerti maksud penjelasan KH Dimyathi sewaktu di Pesantren dahulu.
* {{id}} [https://ppdarulfalah.net/read/perjuangan-para-kyai-dan-santri-dalam-kemerdekaan-indonesia-tak-tercatat-sejarah-48/ Perjuangan Para Kyai dan Santri dalam Kemerdekaan Indonesia Tak Tercatat Sejarah di website ppdarulfalah dot net] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220308095943/https://ppdarulfalah.net/read/perjuangan-para-kyai-dan-santri-dalam-kemerdekaan-indonesia-tak-tercatat-sejarah-48/ |date=2022-03-08 }}
* {{id}} [http://nahdlatululama.id/blog/2016/07/28/biografi-kh-dimyathi-syafiie/ Biografi KH. Dimyathi Syafi’ie di website nahdlatululama dot id]
* {{id}} [https://www.laduni.id/post/read/196/biografi-kh-dimyathi-syafie/ Biografi KH. Dimyathi Syafi'e di website laduni dot id]
* {{id}} [https://www.timesindonesia.co.id/read/news/156015/meneladani-kiai-dimyati-pendiri-pesantren-nahdlatut-thulab-kepundungan/ Meneladani Kiai Dimyati, Pendiri Pesantren Nahdlatut Thulab Kepundungan di website Times Indonesia]
 
{{Kotak_mulai}}
Metodenya pembelajaran KH Dimyathi sebenarnya sangat sederhana sekali. Namun karena keyakinan tinggi dari para santrinya, maka mereka mendapatkan semacam pencerahan. Hal pertama yang ditancapkan kepada para santri adalah Al-Qur’an. Para santri diwajibkan senantiasa mendawamkan membaca Al-Qur’an di sepanjang hari, di setiap aktifitas mereka. Kemudian barulah didoktrin dengan Aqoid 50 dan baru belajar nahwu shorof serta ilmu-ilmu lainnya.
{{kotak suksesi|jabatan=''Pendiri''<br />[[Pondok Pesantren Kepundungan]]|pendahulu=''tidak ada''|pengganti=[[KH. As'adi Sufyan]]
[[KH. Khamadulloh Dimyathi]]
 
[[KH. Wafiruddin As'adi]]|tahun=1936-1959}}
Hal penting lain yang diajarkan KH Dimyathi adalah pendidikan bilhal/ bifi’li. Yakni pendidikan praktek langsung, bukan hanya teori. KH Dimyathi terkenal suka mengajak para santrinya untuk bersilaturrahim. Hal ini adalah salah satu aspek pendidikan yang terus tertanam di hati para santrinya sepanjang hidup mereka.
{{Kotak selesai}}
 
{{KHNavbox DimyathiUlama Ahli Fiqih Mazhab Syafi'iei}}
{{DEFAULTSORT: Syafi'ie, Dimyathi, KH}}
 
{{DEFAULTSORT:Syafi'ie, Dimyathi, KH}}
[[Kategori:Tokoh Islam Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh JawaIslam Indonesia|Dimyathi]]
[[Kategori:TokohPahlawan darinasional BanyuwangiIndonesia|Dimyathi]]
[[Kategori:Tokoh Bantul|Dimyathi]]
[[Kategori:Tokoh dari Kapanewon Pleret]]
[[Kategori:Tokoh Banyuwangi|Dimyathi]]
[[Kategori:Tokoh dari Blambangan|Dimyathi]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur|Dimyathi]]
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta|Dimyathi]]
[[Kategori:Tokoh Jawa|Dimyathi]]
[[Kategori:Ulama Syafi'i Abad ke-14 H|Dimyathi]]
[[Kategori:Ulama Sunni|Dimyathi]]
[[Kategori:Ulama Indonesia|Dimyathi]]