Raden Abdul Jalil: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jenar Abang Merah
Tag: Pengembalian manual VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(246 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{Lindungidarianon}}
{{refimprove}}
{{Redirect|Artikel|artikel mengenai Wahdatul Wujud|Wahdatul Wujud}}
[[Berkas:Makam lemah abang.jpg|right|thumb|Makam Syekh Siti Jenar di [[Demak]].]]
{{Infobox religious biography
'''Syekh Siti Jenar''' (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain '''Sitibrit''', '''Lemahbang''', dan '''Lemah Abang''') adalah seorang tokoh yang dianggap sebagai [[sufi]] dan salah seorang penyebar [[agama]] [[Islam]] di [[Pulau Jawa]].<ref>[http://books.google.com.my/books?id=mQXYAAAAMAAJ&q=Syekh+Siti+Jenar&dq=Syekh+Siti+Jenar&hl=en&ei=ypy8TbP6AYKGrAeR0IDzBQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=3&ved=0CDMQ6AEwAg Syekh Siti Jenar: pergumulan Islam-Jawa, Abdul Munir Mulkhan]</ref> Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya. Di masyarakat, terdapat banyak variasi cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar.
| honorific-prefix =As-Syekh
| name = Abdul Jalil <br>
( Syekh Siti Jenar )
| image =
| alt =
| caption =
| religion = [[Islam]]
| denomination = [[Sufi]]
| known_for = [[Wali Songo]] Yang Diganti Karena Telah Mencapai Maqom/Derajat Jadzab
| birth_name = Hasan Ali
| birth_date = 1426
| birth_place = [[Persia]]
| death_date = 1517
| death_place = [[Kesultanan Demak]]
| children = {{unbulleted list
|
}}
| father = [[Datuk Sholeh]]
| mother =
| spouse =
|predecessor=[[Sunan Ampel]]|successor=[[Abdul Qahhar]] (Sunan Sedayu)|office1=|term_start1=|term_end1=|predecessor1=|successor1=|title=|region=|other names=Sunan Jepara {{br}} Syekh Lemah Abang {{br}} Sitibrit {{br}} Puyang Ngawak Raje Nyawe}}
 
'''Syekh Siti Jenar (artinya: tanah merah)''' yang memiliki nama '''Abdul Jalil''' dan nama kecil '''San Ali''' (juga dikenal dengan nama '''Sunan Jepara''', '''Sitibrit''', '''Syekh Lemahbang''', '''Syekh Jabarantas''').
Sebagian [[muslim|umat Islam]] menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal, yaitu ''[[Manunggaling Kawula Gusti]]''. Akan tetapi, sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah seorang intelektual yang telah memperoleh esensi Islam itu sendiri. Ajaran-ajarannya tertuang dalam karya sastra buatannya yang disebut ''[[pupuh]]''. Ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah ''budi pekerti''.
 
Beliau adalah seorang tokoh [[Sufisme|sufi]] dan penyebar [[agama]] [[Islam]] di [[Pulau Jawa]], khususnya di [[Kabupaten Demak]].<ref>[http://books.google.com.my/books?id=mQXYAAAAMAAJ&q=Syekh+Siti+Jenar&dq=Syekh+Siti+Jenar&hl=en&ei=ypy8TbP6AYKGrAeR0IDzBQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=3&ved=0CDMQ6AEwAg Syekh Siti Jenar: pergumulan Islam-Jawa, Abdul Munir Mulkhan]</ref>
Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang dinilai bertentangan dengan ajaran [[Walisongo]]. Pertentangan praktik sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan [[syariah]] yang dilakukan oleh Walisongo.
 
== KonsepNama dan ajaranjulukan ==
Syaikh Siti Jenar (menurut Drs. K.H. Ng. Agus Sunyoto, M.Pd.) beliau memiliki nama asli San Ali (Bangsawan Malaka) dan setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil. Dan pada saat berdakwah keliling nusa Jawa dari pesisir utara jawa hingga pedalaman inilah beliau mendapat beberapa julukan Syaikh Siti Jenar, Syaikh Lemah Abang, Syaikh Lemah Brit, Syaikh Jabarantas dan lainnya
{{taknetral}}
Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang [[hidup]] dan [[mati]], Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, apa yang disebut umum sebagai kematian, justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi olehnya.
 
== Tujuan utama Syeikh Siti Jenar ==
Sebagai konsekuensinya, kehidupan manusia di dunia ini tidak dapat dikenai hukum yang bersifat keduniawian, misalnya hukum negara, tetapi tidak termasuk hukum syariat peribadatan sebagaimana yang ditentukan oleh [[syariah]]. Menurut ulama pada masa itu yang memahami inti ajaran Syekh Siti Jenar, manusia di dunia ini tidak harus memenuhi [[rukun Islam]] yang lima, yaitu [[syahadat]], [[Sholat]], [[puasa]], [[zakat]], dan [[haji]]. Baginya, syariah baru akan berlaku setelah manusia menjalani kehidupan pasca kematian. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa [[Allah]] itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi. Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu, mirip dengan konsep [[Al-Hallaj]] (tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam, kira-kira pada [[abad ke-9]] Masehi) tentang ''hulul'' yang berkaitan dengan kesamaan sifat [[Tuhan]] dan [[manusia]].
Syeikh Siti Jenar mengajak manusia untuk selalu tumbuh berkembang seperti pohon sidratul muntaha, yang selalu aktif, progresif dan positif. Membangkitkan pribadi “insun sejati” melalui tauhid al-wujud, atau yang kenal dengan judul buku ini adalah “manunggaling kawula-gusti”. Gerakan yang dilakukan Syeikh Siti Jenar bersumbu pada pembebasan kultural, yang meliputi pembebasan kemanusiaan dari kungkungan struktur politik yang berdalih agama, sekaligus pembebasan dari pasungan keagamaan yang formalistik. Jadi, Syeikh Siti Jenar bukan hanya seorang penyebar agama Islam awal di Indonesia, namun sekaligus seorang suci yang sangat dihormati berbagai kalangan sampai saat ini, karena memang ajarannya yang aplikatif secara lahir dan batin juga mampu membawa rasa kebebasan bagi para penganutnya. Unsur kebebasan di bawah naungan kemanunggalan inilah mutiara yang termahal dalam hidup.<ref>https://www.nu.or.id/post/read/13217/kearifan-spiritual-syeikh-siti-jenar</ref>
=== ''Manunggaling Kawula Ian Gusti'' ===
Para pendukung Syekh Siti Jenar menegaskan bahwa ia tidak pernah menyebut dirinya sebagai [[Tuhan]]. Ajaran ini bukan dianggap sebagai bercampurnya Dzat Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan sifat-sifat Tuhan yang memancar pada manusia ketika manusia sudah melakukan proses ''fana'' (hancurnya sifat-sifat buruk pada manusia) <ref>Kementerian Agama. 2015. Buku Akidah Akhlak Kelas XI. Jakarta:Kementerian Agama</ref>
 
Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan sifat-sifat Tuhan dikala manusia sudah melakukan proses ''fana'' (''Manunggaling Kawula Gusti''). Perbedaan penafsiran ayat Al-Qur’an ini yang menimbulkan polemik, yaitu bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam roh Tuhan.
Dimana seharusnya pemahaman [[tauhid|ketauhidan]] melewati empat tahap, yaitu:
* ''[[Syariat]]'', dengan menjalankan hukum-hukum agama seperti salat, zakat, dan lain-lain,
* ''[[Tarekat]]'', dengan melakukan amalan-amalan seperti wirid, [[zikir]] dalam waktu dan hitungan tertentu,
* ''[[Hakekat]]'', di mana hakikat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan, dan
* ''[[Makrifat]]'', kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya.
 
Achmad Chodjim dalam bukunya “Syekh Siti Jenar” menjelaskan ketika Demak masih sibuk dalam penaklukan. Ajaran Syekh Siti Jenar lebih bisa diterima oleh raja-raja Jawa yang telah memeluk agama Islam.
Bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut, maka tahapan di bawahnya ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada masa itu tentang ilmu [[tasawuf]] yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami ratusan tahun setelah wafatnya Syekh Siti Jenar. Para ulama mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar kepada masyarakat awam di mana pada masa itu, ajaran Islam yang harus disampaikan seharusnya masih pada tingkatan syariat, sedangkan ajaran Syekh Siti Jenar telah jauh memasuki tahap hakekat, bahkan makrifat kepada Allah. Oleh karena itu, ajaran yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar dikatakan sesat.
 
“Diceritakan dalam Babad Jaka Tingkir bahwa ada 40 orang tokoh yang berguru kepada Syekh Siti Jenar”, ungkap Chodjim dikutip Kamis (3/6/2021).<ref>https://hidayatuna.com/mengenal-deretan-murid-murid-syekh-siti-jenar</ref> Mereka antara lain adalah:
Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus memperdebatkan masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam [[agama]] apa pun, setiap pemeluknya sebenarnya menyembah zat [[Allah|Yang Maha Kuasa]], hanya saja masing-masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing-masing pemeluk agama tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agama yang dianutnya adalah yang paling benar.
{{Col|2}}
# Ki Ageng Banyubiru,
# Ki Ageng Getas Aji,
# Ki Ageng Balak,
# Ki Ageng Butuh,
# Ki Ageng Ngerang,
# Ki Ageng Jati,
# Ki Ageng Watalunan,
# Ki Ageng Pringapus,
# Kiai Ageng Nganggas,
# Ki Ageng Ngamba,
# Ki Ageng Babadan,
# Ki Ageng Wanantara,
# Ki Ageng Majasta,
# Ki Ageng Baya,
# Ki Ageng Baki,
# Ki Ageng Tembalang,
# Ki Ageng Karnggayam.
# Ki Ageng Ngargaloka,
# Ki Ageng Kayupuring,
# Ki Ageng Selandaka,
# Ki Ageng Purwasada,
# Kebo Kangan,
# Kiai Ageng Kebonalas,
# Ki Ageng Waturante,
# Kiai Ageng Taruntum,
# Kiai Ageng Pataruman,
# Kiai Ageng Purna,
# Kiai Ageng Gugulu.
# Kiai Ageng Gunung Pragota,
# Kiai Ageng Ngadibaya,
# Kiai Ageng Karungrungan,
# Kiai Jatingalih,
# Kiai Ageng Wandadi,
# Kiai Ageng Tambangan,
# kiai Ageng Ngampuhan,
# Kiai Ageng Bangsri,
# Kiai Ageng Pengging,
# Ki Ageng Tingkir,
{{EndDiv}}
 
== Masa Pendidikan ==
Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan [[surga]] atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.
Naskah ''Negara Kretabhumi'' Sargha III pupuh 77, menyebutkan bahwa Abdul Jalil sewaktu dewasa pergi menuntut ilmu ke Persia dan tinggal di Baghdad selama 17 tahun. Ia berguru kepada seorang yang menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan agama. Menurut cerita tutur di kalangan penganut tarekat Akmaliyah, orang itu bernama Abdul Malik Al-Baghdadi dan kelak menjadi mertua Syaikh Lemah Abang. Rupanya, selama menuntut ilmu di Baghdad, Abdul Jalil lebih berminat mendalami ilmu tasawuf sehingga ia sangat mendalam penguasaannya atas ilmu tersebut. Bahkan karena kesukaannya pada ilmu tasawuf tersebut, ia berguru pada Syaikh Ahmad yang menganut aliran Tarekat Akmaliyah yang jalur silsilahnya sampai kepada Abu Bakar as-Shiddiq ra. Silsilah Tarekat Akmaliyah yang diperoleh Syaikh Datuk Abdul Jalil dari Syaikh Ahmad Baghdady. Selain menganut Tarekat Akmaliyah, Syikh Lemah Abang juga menganut tarekat Syathariyah yang diperoleh dari saudara sepupunya, yang juga guru ruhaninya, Syaikh Datuk Kahfi.
 
Pergumulan menguasai berbagai disiplin keilmuan di Baghdad yang dewasa itu merupakan pusat peradaban, telah menjadikan pandangan-pandangan Syaikh Datuk Jalil berbeda dari kelaziman. Ilmu tasawuf yang berdiri tegak di atas fenomena pengetahuan intuitif yang bersumber dari kalbu, oleh Syaikh Datuk Abdul Jalil diformulasikan sedemikian rupa dengan ilmu filsafat dan manthiq (logika). Sehingga, ajarannya menimbulkan ketidaklaziman dalam pengembangan ilmu tasawuf - yang merupakan pengetahuan intuitif - yang bersifat rahasia, yang serta merta berubah menjadi ilmu, yang terbuka untuk dijadikan bahasan filosofis. Sebab, Syaikh Datuk Abdul Jalil beranggapan bahwa pengetahuan makrifat (gnostik) yang bersifat suprarasional tidak harus dijabarkan dengan sistem isyarat (kode) yang bersifat mistis dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara masuk akal. Sebaliknya, pengetahuan gnostik harus bisa dijelaskan secara rasional yang bisa diterima akal.<ref>Agus Sunyoto, ''Atlas Walisongo,'' Depok: Pustaka Iman, 306.</ref>
=== Manunggaling Kawula Gusti ===
 
=== ''Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah'' ===
Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai [[Tuhan]]. Arti dari ''Manunggaling Kawula Gusti'' dianggap bukan bercampurnya Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah bersatu dengan Tuhannya.
''Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah'' ("Sekelumit Hikmah tentang Wali Ke Sepuluh") ditulis oleh KH. Abil Fadhol Senori, Tuban. Dalam versi ini, Syekh Siti Jenar memiliki nama asli Syekh Abdul Jalil atau Sunan Jepara, keturunan dari Syekh Maulana Ishak. Ia dihukum mati bukan karena ajarannya, melainkan lebih karena alasan politik. Sunan Jepara dimakamkan di Jepara, di samping makam Sultan Hadirin dan [[Ratu Kalinyamat]].<ref name=tanbihun>{{cite news|url=http://tanbihun.com/sejarah/profil-ulama/syeikh-siti-jenar-wali-kesepuluh/|authors=Husni Hidayat el-Jufri|title=Syeik Siti Jenar: Wali Kesepuluh|first=|last=|year=|location=|issn=|isbn=|publisher=|date=16 Juni 2009|accessdate=4 Oktober 2015|archive-date=2015-10-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20151005034250/http://tanbihun.com/sejarah/profil-ulama/syeikh-siti-jenar-wali-kesepuluh/|dead-url=yes}}</ref>
 
Syekh Siti Jenar yang merupakan wali kontroversial ternyata tidak wafat dieksekusi seperti dipersepsikan masyarakat Islam selama ini. "Saya meneliti sejarah Syekh Siti Jenar dari sekitar 300 pustaka kuno yang tidak ada di perpustakaan, ternyata persepsi tentang Syekh Siti Jenar seperti selama ini tidak benar," kata Agus Sunyoto selaku penulis buku di Surabaya.<ref>https://www.nu.or.id/post/read/3450/syekh-siti-jenar-tidak-wafat-dieksekusi</ref>.
Dalam ajarannya pula, ''Manunggaling Kawula Gusti'' bermakna bahwa di dalam diri manusia terdapat [[roh]] yang berasal dari roh Tuhan sesuai dengan ayat [[Al-Quran]] yang menerangkan tentang penciptaan manusia:<ref>[http://books.google.com.my/books?id=pM-iNQAACAAJ&dq=Syekh+Siti+Jenar&hl=en&ei=ypy8TbP6AYKGrAeR0IDzBQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=2&ved=0CC8Q6AEwAQ Syekh Siti Jenar: Asal mula faham manunggaling kawula gusti: Pergumulan tasawwuf Jawa, buku pelengkap Kisah Walisongo, MB. Rahimsyah AR]</ref>
 
=== Silsilah Raden Abdul Jalil menurut ''Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah'':<ref name=tanbihun/> ===
{{cquote2|Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." <sup>''Q.S. Shaad: 71-72''</sup>}}
:Syekh Jumadil Kubra, berketurunan:
:1. [[Maulana Ishaq| Syekh Maulana Ishak]]
::dengan putri Pasa (istri pertama)
:::a. Sayyid Abdul Qodir/ Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar) - murid [[Sunan Ampel]]
:::b. Siti Sarah >< [[Sunan Kalijaga]]
::dengan Dewi Sekardadu
:::a. Raden Paku ([[Sunan Giri]])
:2. Syekh Ibrahim Asmarakandi
::dengan Dewi Condro Wulan (saudari Dewi Mathaningrum atau Putri Campa, istri [[Brawijaya|Prabu Brawijaya]])
:::a. Raja Pendita >< Maduretno
:::b. Raja Rahmat ([[Sunan Ampel]]) >< Condrowati
::::1) Sayyidah Ibrahim ([[Sunan Bonang]])
::::2) Sayyidah Qosim ([[Sunan Drajat]])
::::3) Sayyidah Syarifah
::::4) Sayyidah Mutmainah
::::3) Sayyidah Hafshah
:::c. Sayiddah Zaenah
:3. Siti Afsah
 
Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi. Perbedaan penafsiran ayat Al-Qur’an dari para murid Syekh Siti inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham ''Manunggaling Kawula Gusti''.
 
<!--Mohon untuk memberi referensi sebelum menampilkan bagian ini. Mohon juga untuk memperbaiki gaya penulisan.
== Pengertian Zadhab ==
=== Kontroversi ===
{{noref}}{{riset asli}}
Dalam kondisi manusia modern seperti saat ini, sering ditemui manusia yang mengalami ''zadhab'' atau kegilaan berlebihan terhadap Allah. Mereka belajar tentang bagaimana Allah bekerja sehingga ketika keinginannya sudah lebur terhadap kehendak Allah, maka yang ada dalam pikirannya hanyalah Allah. Di sekelilingnya tidak tampak manusia lain, kecuali hanya Allah yang berkehendak.
Kontroversi yang lebih hebat muncul mengenai hal-ihwal kematian Syekh Siti Jenar. Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para pejabat [[Kesultanan Demak]]. Di sisi kekuasaan, Kesultanan Demak khawatir ajaran ini akan berujung pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar, [[Ki Ageng Pengging]] atau Ki Kebokenanga, adalah keturunan elite [[Majapahit]], sama seperti [[Raden Patah]], dan mengakibatkan konflik di antara keduanya.
 
Setiap Kejadian adalah maksud Allah terhadap Hamba ini. Dan inilah yang dibahayakan karena apabila tidak ada Guru yang ''Mursyid'' yang berpedoman pada [[Al Quran]] dan [[Hadits]] maka hamba ini akan keluar dari semua aturan yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Karena hamba ini akan gampang terpengaruh syaitan, semakin tinggi tingkat keimanannya maka semakin tinggi juga Syaitan menjerumuskannya.
 
=== Hamamayu Hayuning Bawana ===
Prinsip ini berarti memakmurkan [[bumi]]. Ini mirip dengan pesan utama Islam, yaitu ''rahmatan lil 'alamin''. Seseorang dianggap [[muslim]] salah satunya apabila dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungannya, bukannya menciptakan kerusakan di muka bumi.
 
== Kontroversi ==
{{taknetral}}
Kontroversi yang lebih hebat muncul mengenai hal-ihwal kematian Syekh Siti Jenar. Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para pejabat [[Kesultanan Demak]]. Di sisi kekuasaan, Kesultanan Demak khawatir ajaran ini akan berujung pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar, [[Ki Ageng Pengging]] atau Ki Kebokenanga, adalah keturunan elite [[Majapahit]], sama seperti [[Raden Patah]], dan mengakibatkan konflik di antara keduanya.
 
Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang kekuasaan Kesultanan Demak khawatir ajaran ini akan terus berkembang sehingga menyebarkan kesesatan di kalangan umat. Kegelisahan ini membuat mereka merencanakan suatu tindakan bagi Syekh Siti Jenar untuk segera datang menghadap ke Kesultanan Demak.
Baris 58 ⟶ 128:
Tidak lama kemudian, terbujurlah jenazah Syekh Siti Jenar di hadapan kelima wali. Ketika hal ini diketahui oleh murid-muridnya, serentak keempat muridnya yang pandai, yaitu [[Ki Bisono]], [[Ki Donoboyo]], [[Ki Chantulo]], dan [[Ki Pringgoboyo]] ikut mengakhiri "kematian"-nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan oleh gurunya di hadapan para wali.{{fact}}
 
Terdapat kisah yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Syekh Siti Jenar disemayamkan di [[Masjid Demak]], menjelang [[Isya|salat Isya]], semerbak [[bunga]] dan [[cahaya]] memancar dari jenazahnya. Jenazah Syekh Siti Jenar sendiri selanjutnya dimakamkan di bawah Masjid Demak oleh para wali. Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di [[Masjid Mantingan]], <big>[[Jepara]]</big>, dengan nama lain.{{fact}}
== Kisah pasca kematian ==
{{taknetral}}
Terdapat kisah yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Syekh Siti Jenar disemayamkan di [[Masjid Demak]], menjelang [[Isya|salat Isya]], semerbak [[bunga]] dan [[cahaya]] memancar dari jenazahnya. Jenazah Syekh Siti Jenar sendiri selanjutnya dimakamkan di bawah Masjid Demak oleh para wali. Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di [[Masjid Mantingan]], [[Jepara]], dengan nama lain.{{fact}}
 
Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya yang mengikuti jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang hakiki, antara lain [[Kiai Lonthang]] dari [[Semarang]], [[Ki Kebo Kenanga]], dan [[Ki Ageng Tingkir]].
 
Kontroversi yang lain adalah bahwa kemungkinan terbesar Syekh Siti Jenar adalah salah satu tokoh Islam yang dengan segala kebijaksanaannya telah dapat mengadaptasi Islam dengan keluhuran ajaran [[Hindu]] dan [[Budha]] yang menjadi pegangan Bangsa Indonesia sehingga dapat terlihat dengan jelas bagaimana nilai daripada kehidupan dan kesejatian manusia dengan penciptanya yang ada dalam Bhagawad Gita berpadu dengan nilai yang diajarkan Alquran.{{fact}}
 
Hal ini tentu saja tak berlebihan, karena dengan tingkat kerohanian dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh Syekh Siti Jenar, ia akan mampu melakukan penghormatan kepada leluhur dan melestarikan nilai kebenaran yang diwariskan, menyerap agama baru dan melakukan penyesuain nilai agar dapat diterima oleh seluruh bangsa sehingga menjadi berkah keluhuran bagi alam semesta. Kalau para wali songo dengan pola gerakan yang lebih kepada keduniawian berusaha mengadopsi konsep Dewata Nawa Sanga di Hindu yang mereka personifikasikan ke dalam Wali Songo untuk mengubah pandangan masyarakat Hindu dan membelokkan kepada Islam pun dalam penggunaan cerita pewayangan Hindu seperti [[Mahabharata]] / Brathayudha dan [[Ramayana]] untuk membantu penyebaran agama Islam dengan melakukan sisipan sisipan ke dalamnya, namun Syekh Siti Jenar mengadaptasi nilai yang terkandung yang memang sudah ada di masyarakat Hindu dan Budha pada jamanzaman keemasan Nusantara sehingga nilai kombinasi yang diperkenalkannya kepada masyarakat terbukti sangat cocok bahkan hingga saat ini. Terbukti bahwa daerah seperti Jogjakarta adalah salah satu daerah dengan eksistensi budaya yang sangat tinggi dan pranata sosial yang sangat beradab sebagai hasil penerapan konsep Hindu Budha dari para leluhur Bangsa Indonesia dengan nilai Islam sebagai budaya serapan baru.{{fact}}qadariyyah is wrong they are kubrawiyyah sufi order
-->
 
== Hubungan Keluarga Dengan Syekh Nurjati ==
Maulana Isa, Kakek dari Syekh Siti Jenar, adalah seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya.
 
Putranya bernama Syekh Datuk Ahmad dan Syekh Datuk Sholeh (ayah dari Syekh Siti Jenar).
 
Syekh Datuk Ahmad, kakak dari ayah Syekh Siti Jenar, memiliki putra yang selanjutnya dikenal dengan nama Syekh Nurjati.<ref>{{id}} [http://web.iaincirebon.ac.id/tutorial/biografi-syekh-nurjati/ Biografi Syekh Nurjati ] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150120102509/http://web.iaincirebon.ac.id/tutorial/biografi-syekh-nurjati/ |date=2015-01-20 }} Situs resmi IAIN Nurijati Cirebon.</ref><ref>{{id}} [http://dalmaspunya.blogspot.com/2013/02/perkembangan-islam-di-cirebon.html Biografi Syekh Nurjati] Drh. H. R. Bambang Irianto, BA dan Dra. Siti Fatimah, M.hum. 2009. Syekh Nurjati (Syekh Datul Kahfi) perintis Dakwah dan Pendidikan. Cirebon: Zulfana Cierbon.</ref>
 
== Dalam budaya populer ==
* Dalam film ''Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar'' (1985), Syech Siti Jenar diperankan oleh [[Ratno Timoer]].
 
== Pranala luar ==
 
* {{en}} [http://www.eastjava.com/books/walisongo/html/otherwali/sitijenar.html Syekh Lemah Abang]
* {{id}} [http://www.pdat.co.id/hg/newbooks_pdat/2006/01/05/nwb,20060105-01,id.html Resensi ''Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Siti Jenar''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060702045958/http://www.pdat.co.id/hg/newbooks_pdat/2006/01/05/nwb,20060105-01,id.html |date=2006-07-02 }}
* {{id}} [http://www.mesias.8k.com/jenar.htm Resensi ''Syekh Siti Jenar, Pergumulan Islam-Jawa''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060614181604/http://www.mesias.8k.com/jenar.htm |date=2006-06-14 }}
 
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
 
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Ulama Sufisufi]]
[[Kategori:Sayyid]]
[[Kategori:Tokoh dari Jepara]]