Allah jang Palsoe: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Farras (bicara | kontrib)
baru
 
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.3
 
(30 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{artikel pilihan}}
{{underconstruction}}
{{Infobox play
| name = Allah jang Palsoe
Baris 26:
| theatricalia_id =
}}
'''''Allah jang Palsoe''''' ({{IPA-id|aˈlah ˈjaŋ palˈsu|}}; [[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: '''''Allah yang Palsu''''') adalah drama panggung enam bagian tahun 1919 karya penulis [[Cina Indonesia|etnis Tionghoa]] [[Kwee Tek Hoay]]. DramaLakon berbahasa Melayu ini berkisah tentang dua bersaudara, satu taat dengan moral dan kehormatan pribadinya, satu lagi mencintai harta dan mengutamakan keuntungan pribadi. Selama lebih dari satu dasawarsa, keduanya akhirnya tahu bahwa uang (Allah yang palsu) bukanlah jalan menuju kebahagiaan. Bagian dramalakon yang lain menunjukkan identitas nasionalis Cina dan penggambaran sifat-sifat negatif wanita.
 
DramaLakon panggung pertama Kwee Tek Hoay, ''Allah jang Palsoe'', ditulis sebagai tanggapan [[realisme (sastra)|realis]] terhadap teater [[bangsawan]] dan stambul. Pertunjukan perdananya sukses secara komersial, meskinamun terbitanversi dramanyaterbitannya merugi. Pada tahun 1930, meski dianggap sulit, dramalakon ini dipentaskan oleh sejumlah grup sandiwara Tionghoa. ''Allah jang Palsoe'' juga menginspirasi dua karya terakhir Kwee Tek Hoay, dramalakon panggung ''Korbannja Kong-Ek'' (1926) dan novel ''[[Boenga Roos dari Tjikembang (novel)|Boenga Roos dari Tjikembang]]'' (1927). Tahun 2006, naskahnya diterbitkan kembali dengan ejaan baru oleh [[LontarYayasan FoundationLontar]].
 
==Catatan Alur ==
Kakak beradik Tan Kioe Lie dan Tan Kioe Gie bersiap-siap meninggalkan rumah mereka di [[Cicurug|Cicuruk]] dan bekerja di kota: Lie hendak pergi ke [[Bandung]] dan bekerja di sebuah perusahaan di sana, sedangkan Gie pergi ke Batavia (sekarang [[Jakarta]]) dan menjadi [[tata cetak|penata cetak]]. Ketika mereka mengepak barang, tunangan Kioe Lie, Gouw Hap Nio, bertamu. Ia meninggalkan makanan ringan untuk ayahnya, petani miskin Tan Lauw Pe, sebelum pulang. Ayahnya berjanji mengasuh Pe ketika kedua putranya sedang merantau. Lie dan Gie sudah bersiap-siap, berpisah dengan ayahnya, dan berangkat ke stasiun kereta api.
 
Tiga tahun kemudian, Lie mengunjungi Gie di rumahnya di Batavia. Gie menjadi wakil kepala editor surat kabar ''Kamadjoean'' dan dikenal sebagai dermawan di seluruh kota. Sementara itu, Lie menjadi manajer sebuah pabrik tapioka, tetapi berencana meninggalkan bosnya Lie Tjin Tjaij dan pindah ke pesaingnya, Tjio Tam Bing, yang menawarkan Lie dua kali lipat gajinya. Gie meminta Lie mempertimbangkan ulang atau setidaknya berusaha tidak merebut semua pelanggan Tjaij. Lie sudah kukuh dengan tujuannya sambil mengatakan bahwa Tuhan membantu siapapun yang berusaha. Sebelum Lie keluar makan siang dengan Bing, keduanya membahas pernikahan. Karena Lie tidak berencana menikahi Hap Nio secepatnya, Gie meminta izin menikah duluan. Meski Lie tidak suka dengan tambatan hati Gie, seorang gadis yatim miskin bernama Oeij Ijan Nio, ia merestui Gie.
 
Empat tahun berlalu dan Gie menjadi kepala editor ''Kamadjoean'' dan menikahi Ijan Nio. Ia khawatir dengan orientasi politik baru pemiliknya. Alih-alih pro-Cina seperti sebelumnya, sang pemilik, Oeij Tjoan Siat, bertujuan menjadikan koran ini pro-[[Hindia Belanda]], sikap yang dianggap Gie mengkhianati etnis Tionghoa. Ketika Siat datang ke rumah Gie untuk memintanya mengikuti sikap politiknya yang baru, dipengaruhi dana bulanan sebesar 2.000 [[gulden Hindia Belanda|gulden]] dari partai politik anonim, Gie menolak. Ia justru mengundurkan diri dari kantor berita ini.
 
Selama minggu berikutnya, keluarga Gie menjual barang-barang mereka dan bersiap pulang ke Cicuruk. Kedatangannya tertunda oleh kunjungan dari Lie yang mengatakan akan menikahi janda Bing, Tan Houw Nio. Bing sudah meninggal setahun sebelumnya. Gie terkejut, karena janda tersebut memiliki [[marga Cina|marga]] yang sama{{efn|Dalam tradisi Cina, hubungan semacam itu dianggap hubungan sedarah (inses) {{harv|Sidharta|1989|p=59}}.}} dan dua tahun sebelumnya Lie berjanji kepada ayahnya di pembaringan akan menikahi Hap Nio. Setelah bertikai panjang, Lie pulang dan mengatakan tidak lagi menganggap Gie sebagai saudaranya.
 
Lima tahun kemudian, pernikahan Lie dan Houw Nio memburuk. Akibat investasi yang jelek (beberapa di antaranya didanai oleh uang hasil penggelapan), diperparah oleh hobi judi Houw Nio dan sifat selingkuh Lie, mereka kehilangan banyak kekayaannya. Lie mencoba meyakinkan Houw Nio untuk menjual perhiasannya agar bisa membayar uang yang sudah ia curi. Houw Nio menolak dan menyuruhnya untuk menjual rumah dan perhiasan yang ia belikan untuk selingkuhannya sebelum pulang ke rumah keluarganya. Sesaat kemudian, teman Lie Tan Tiang An datang untuk memberitahu bahwa Lie akan ditahan polisi jika tidak meninggalkan negara ini secepatnya. Mereka bersama-sama menyewa mobil dan Lie berangkat ke pelabuhan di Batavia.
 
Dalam perjalanannya melewati Cicuruk, mobil Lie mogok. Ketika si pengemudi berusaha memperbaikinya, Lie berlindung di rumah terdekat dan mengetahui dari si pembantu bahwa rumah tersebut adalah milik Gie. Gie dan Lauw Nio telah membangun pertanian, taman, dan kebun luas dari hasil kerja keras mereka. Pendapatannya lebih dari cukup untuk memungkinkan hidup nyaman. Keduanya, yang terus menjadi dermawan (filantropis), berteman dengan tokoh-tokoh penting di daerah tersebut. Selain itu, Hap Nio sudah menikah dengan pengurus kebun yang tajir. Setelah Gie dan teman-temannya pulang dari bermain tenis, mereka menemukan Lie bersembunyi di bawah piano karena malu dilihat orang. Lie mengaku salah karena rakus. Ketika seorang polisi datang untuk menangkapnya, Lie mengaku telah meracuni Bing, lalu berlari ke luar dan menembak dirinya sendiri.
 
== Penulisan ==
[[Berkas:Henrik Ibsen by Gustav Borgen NFB-19778 restored.jpg|jmpl|kiri|Gaya ''Allah jang Palsoe'' terinspirasi oleh realisme [[Henrik Ibsen]].]]
''Allah jang Palsoe'' ditulis oleh jurnalis [[Kwee Tek Hoay]]. Ia lahir dari pasangan pedagang tekstil [[Cina Indonesia|Tionghoa]] dan istri pribuminya.{{sfn|Sutedja-Liem|2007|p=273}} Ia dibesarkan di [[budaya Cina|budaya]] dan sekolah Cina yang berfokus pada modernitas. Pada saat pembuatan novelnya tersebut, Kwee Tek Hoay adalah pendukung aktif teologi [[Buddha]]. Ia juga sering menulis tentang pribumi Indonesia{{sfn|JCG, Kwee Tek Hoay}} dan merupakan pengamat sosial yang baik.{{sfn|The Jakarta Post 2000, Chinese-Indonesian writers}} Ia sering membaca buku berbahasa Belanda, Inggris, dan Melayu, dan terinspirasi oleh buku-buku tersebut setelah menjadi penulis.{{sfn|Sidharta|1996|pp=333–334}}
 
''Allah jang Palsoe'' adalah lakon panggung pertama besutan Kwee Tek Hoay{{sfn|Kwee|1930|p=99}} sekaligus drama panggung pertama berbahasa Melayu karya penulis Tionghoa menurut sejarawan [[Nio Joe Lan]].{{sfn|Nio|1962|p=151}} Alurnya didasarkan pada cerita pendek "The False Gods" karya [[E. Phillips Oppenheim]].{{sfn|Sumardjo|2004|p=140}} Karya enam bagian ini ditulis dalam [[bahasa Melayu Pasar]], ''[[lingua franca]]'' Hindia Belanda waktu itu. Sumardjo memuji pemakaian bahasa ini oleh Kwee Tek Hoay karena tertata dengan rapi.{{Sfn|Sumardjo|2004|p=142}}
 
Ketika ''Allah jang Palsoe'' ditulis, pertunjukan panggung sangat dipengaruhi [[sastra oral|oralitas]]. Teater-teater kontemporer seperti [[bangsawan]] dan stambul tidak memiliki naskah dan umumnya memiliki latar dan alur yang tidak realistis.{{sfn|Damono|2006|p=xxii}} Kwee Tek Hoay sangat tidak setuju dengan teknik semacam itu dan berpendapat "lebih baik menuturkan keadaan yang sebenarnya daripada menciptakan yang ada dalam angan-angan, meskipun lebih menyenangkan dan memuaskan para pembaca atau penonton tapi palsu dan dusta, bertentangan dengan keadaan yang benar."{{efn|Teks asli: "... lebih baek tuturkan kaadaan yang sabetulnya, daripada ciptaken yang ada dalem angen-angen, yang meskipun ada lebih menyenangken dan mempuasken pada pembaca atau penonton, tapi palsu dan justa, bertentangan dengan kaadaan yang benar.''"}}{{sfn|Damono|2006|pp=xvii, xvix}} Setelah mencerca pementasan lakon kontemporer yang hanya mengambil cerita-cerita yang sudah ada, Kwee Tek Hoay mengungkapkan harapannya bahwa suatu saat jenis teater Melayu Cina yang unik dapat dikembangkan.{{sfn|Kwee|1989|p=167}}
 
Dalam pengantar dramanya tahun 1926, ''Korbannja Kong-Ek'', Kwee Tek Hoay menulis bahwa ia terinspirasi oleh penulis lakon [[realisme (sastra)|realis]] Norwegia [[Henrik Ibsen]]. Ia membaca dan membaca ulang karya-karya Ibsen. Kritikus sastra indonesia [[Sapardi Djoko Damono]] menemukan tanda-tanda pengaruh Ibsen di ''Allah jang Palsoe''. Ia membandingkan [[pengarahan panggung]] ''[[Hedda Gabler]]'' dan ''Allah jang Palsoe'' dan menemukan kemiripan instruksi rinci di kedua drama tersebut.{{sfn|Damono|2006|pp=xvii, xvix}}
 
== Tema ==
Judul lakon ini mengacu pada uang{{sfn|Damono|2006|p=xxi}} dengan pesan [[didaktis]] tersirat bahwa uang bukanlah segalanya di dunia dan keinginan yang tidak terpuaskan akan mengubah seseorang menjadi "budak uang".{{Sfn|Sumardjo|2004|p=143}} Sepanjang dialognya, uang disebut sebagai Tuhan (Allah) yang palsu. Lie menjadi tokoh yang mendewakan uang sampai-sampai mengabaikan tugasnya dan baru menyadarinya ketika semua sudah terlambat. Gie, meski menjadi orang kaya, tetap tidak menuhankan uang, namun justru menjadi seorang dermawan dan berpegang pada nilai moral. Damono menulis bahwa permasalahan seperti ini lazim ditemukan di kalangan etnis Tionghoa waktu itu di Hindia Belanda dan tema ini akan membuat lakon ini digandrungi organisasi-organisasi sosial.{{sfn|Damono|2006|pp=xxi–xxii}}
 
Kritikus sastra Indonesia Jakob Sumardjo juga menyebut uang sebagai masalah utama ''Allah jang Palsoe''. Ia menulis bahwa lakon ini menunjukkan seseorang dapat melakukan segalanya, bahkan sampai mengorbankan nilai-nilainya, untuk mendapatkan uang. Ia menulis bahwa kondisi semacam ini dapat ditemukan di setiap zaman{{Sfn|Sumardjo|2004|p=143}} dan menganggap pesan Kwee Tek Hoay terlalu didasarkan pada moralitas alih-alih pertimbangan faktor sosial dan manusia. Akibatnya, pembaca digiring untuk memahami bahwa cinta uang adalah penyakit kemanusiaan yang harus diatasi: berperilakulah seperti Tan Kioe Gie, bukan Tan Kioe Lie.{{Sfn|Sumardjo|2004|pp=143–144}} John Kwee dari [[University of Auckland]], mengutip mundurnya Gie dari ''Kamadjoean'', berpendapat bahwa ini adalah tantangan yang ditujukan pada pers Melayu Cina yang semakin bersifat komersial.{{sfn|Kwee|1989|p=167}}
 
Pembaca lainnya lebih beragam. Sinolog Thomas Rieger mengangkat masalah identitas nasional Cina sambil menunjuk Gie sebagai pemuda yang "menguasai semua nilai [[Konfusianisme|Konfusianis]]", meninggalkan pekerjaannya alih-alih menunjukkan sikap pemaaf terhadap pemerintah kolonial Belanda hingga mengecewakan teman-teman Tionghoanya.{{Sfn|Rieger|1996|p=161}} Sinolog lainnya, [[Myra Sidharta]], melihat pandangan Kwee Tek Hoay terhadap wanita. Sidharta menulis bahwa penggambaran wanita ideal oleh Kwee tidak sepenuhnya dikembangkan di ''Allah jang Palsoe'', namun ia menganggap Houw Nio sebagai gambaran bagaimana wanita tidak bersikap sepantasnya: egois dan suka berjudi.{{sfn|Sidharta|1989|p=59}}
 
== Rilis dan tanggapan ==
[[Berkas:Allah jang Palsoe ad.jpg|jmpl|Iklan lakon yang disertakan dalam cetakan ''[[Boenga Roos dari Tjikembang (novel)|Boenga Roos dari Tjikembang]]'' tahun 1930]]
Walaupun awalnya dikritik karena tidak ada kostum yang menarik dan menekankan kostum sehari-hari, lakon ini mendapat tanggapan baik.{{sfn|Damono|2006|p=xviii}} Kwee Tek Hoay mencatat ada satu pertunjukan penggalangan dana untuk Tiong Hoa Hak Tong yang berhasil mengumpulkan 10.000 gulden. Pertunjukan penggalangan dana sering dilakukan di Hindia Belanda tahun 1910-an, terutama di kalangan masyarakat Tionghoa.{{sfn|Damono|2006|p=xviii}} Setelah pertunjukan usai, Kwee Tek Hoay mendapat banyak surat penggemar yang memaksanya untuk terus berkarya.{{sfn|Kwee|2002|p=2}} Grup sandiwara lain diizinkan mementaskan drama ini dan keuntungannya diteruskan ke cabang Tiong Hoa Hwe Koan di [[Bogor]].{{sfn|Kwee|1980|p=89}}
 
Naskahnya dirilis dalam bentuk buku oleh penerbit asal Batavia Tjiong Koen Bie pada pertengahan 1919.<ref>{{harvnb|Kwee|1930|p=99}}; {{harvnb|Lontar Foundation|2006|p=95}}</ref> Kwee Tek Hoay membiayai pencetakannya sendiri sebanyak 1.000 kopi dan rugi besar.{{Sfn|Sumardjo|2004|p=140}} Lakon panggung ini diterbitkan kembali tahun 2006 dengan [[Ejaan yang Disempurnakan]] sebagai bagian dari volume pertama antologi drama panggung Indonesia oleh [[Yayasan Lontar]].{{sfn|Lontar Foundation|2006|p=95}} Pada tahun 1926, Kwee Tek Hoay menulis bahwa setelah ''Allah jang Palsoe'', kualitas pementasan panggung di Hindia Belanda semakin bagus.{{Sfn|Kwee|2002|p=9}} Sumardjo menulis bahwa meski ''Allah jang Palsoe'' diterbitkan tujuh tahun sebelum ''Bebarsari'' karya [[Rustam Effendi]] (umumnya dianggap sebagai drama panggung kanonik pertama Indonesia), tulisan Kwee Tek Hoay memiliki semua unsur terhebat dalam suatu karya sastra.{{Sfn|Sumardjo|2004|p=144}}
 
Walaupun menurut sebuah iklan ''Allah jang Palsoe'' telah dipentaskan puluhan kali pada tahun 1930{{sfn|Kwee|1930|p=99}} dan populer di kalangan grup teater Cina,{{Sfn|Sumardjo|2004|p=140}} drama ini dianggap sulit dipentaskan. Kwee Tek Hoay menganggapnya sulit dipentaskan grup [[pribumi Indonesia|pribumi]]. Ketika grup teater Union Dalia Opera meminta izin untuk mementaskannya, ia malah menulis cerita baru untuk mereka. Cerita baru ini kelak menjadi novel terlaris Kwee Tek Hoay, ''[[Boenga Roos dari Tjikembang (novel)|Boenga Roos dari Tjikembang]]''.{{sfn|Kwee|2001|pp=298–299}} Karya Kwee Tek Hoay lainnya, ''Korbannja Kong-Ek'', terinspirasi oleh surat seorang penonton yang meminta lakon yang lebih nyaman dan didaktis secara moral.{{sfn|Kwee|2002|p=4}}
 
== Catatan ==
{{notelist}}
 
== Referensi ==
{{reflist|30em}}
 
== Kutipan ==
{{refbegin|40em}}
* {{cite news
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2000/05/26/chineseindonesian-writers-told-tales-life-around-them.html/
|title=Chinese-Indonesian writers told tales of life around them
|work=[[The Jakarta Post]]
|accessdate=14 MarchMaret 2012
|archivedate=11 March 2013-03-11
|archiveurl=httphttps://www.webcitation.org/6F2dtyZeg?url=http://www.thejakartapost.com/news/2000/05/26/chineseindonesian-writers-told-tales-life-around-them.html/
|ref={{sfnRef|The Jakarta Post 2000, Chinese-Indonesian writers}}
|date=26 MayMei 2000
|dead-url=no
}}
* {{cite book
|last=Damono
|first=Sapardi Djoko
|chapter=Sebermula Adalah Realisme
|pages=xvii–xxix
|trans_chapter=In the Beginning there was Realism
|title=Antologi Drama Indonesia 1895–1930
|pages=xvii–xxix
|titlelanguage=Antologi Drama Indonesia 1895–1930
|editor1-last=Yayasan Lontar
|trans_title=Anthology of Indonesian Dramas 1895–1930
|editor1-link=Yayasan Lontar
|language=Indonesian
|publisher=Yayasan Lontar
|editor1-last=Lontar Foundation
|year=2006
|editor1-link=Lontar Foundation
|location=Jakarta
|publisher=Lontar Foundation
|isbn=978-979-99858-2-8
|year=2006
|ref=harv
|location=Jakarta
|isbn=978-979-99858-2-8
|ref=harv
}}
* {{cite book
|title=Antologi Drama Indonesia 1895–1930
|language=Indonesia
|trans_title=Anthology of Indonesian Dramas 1895–1930
|editor1-last=Yayasan Lontar
|language=Indonesian
|editor1-lastlink=LontarYayasan FoundationLontar
|publisher=Yayasan Lontar
|editor1-link=Lontar Foundation
|year=2006
|publisher=Lontar Foundation
|location=Jakarta
|year=2006
|isbn=978-979-99858-2-8
|location=Jakarta
|ref=harv
|isbn=978-979-99858-2-8
|ref=harv
}}
* {{cite journal
|last=Kwee
|first=John
|title= Kwee Tek Hoay: A Productive Chinese Writer of Java (1880–1952)
|journal=Archipel
|year=1980
Baris 88 ⟶ 124:
|issue=19
|pages=81–92
|access-date=2013-09-12
|archive-date=2014-01-07
|archive-url=https://web.archive.org/web/20140107114517/http://www.persee.fr/web/revues/home/prescript/article/arch_0044-8613_1980_num_19_1_1526
|dead-url=no
}}
* {{cite book
|last=Kwee
|first=John
|chapter=Kwee Tek Hoay, Sang Dramawan
|language=Indonesia
|title=100 Tahun Kwee Tek Hoay: Dari Penjaja Tekstil sampai ke Pendekar Pena
|editor-last=Sidharta
|editor-first=Myra
|isbn=978-979-416-040-4
|year=1989
|pages=166–179
|publisher=Sinar Harapan
|location=Jakarta
|ref=harv
}}
* {{cite bookweb
|last=Kwee
|first=John
|chapter=Kwee Tek Hoay, Sang Dramawan
|trans_chapter=Kwee Tek Hoay, the Dramatist
|language=Indonesian
|title=100 Tahun Kwee Tek Hoay: Dari Penjaja Tekstil sampai ke Pendekar Pena
|trans_title=100 Years of Kwee Tek Hoay: From Textile Peddler to Pen-Wielding Warrior
|editor-last=Sidharta
|editor-first=Myra
|isbn=978-979-416-040-4
|year=1989
|pages=166–179
|publisher=Sinar Harapan
|location=Jakarta
|ref=harv
}}
*{{cite web
|url=http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1555/Kwee-Tek-Hoay
|title=Kwee Tek Hoay
|language=IndonesianIndonesia
|accessdate=11 MarchMaret 2013
|archivedate=13 March 2013-03-11
|archiveurl=httphttps://www.webcitation.org/6F2fxZwj9?url=http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1555/Kwee-Tek-Hoay
|work=Encyclopedia of Jakarta
|publisher=JakartaPemerintah CityKota GovernmentJakarta
|ref={{sfnRef|JCG, Kwee Tek Hoay}}
|dead-url=yes
}}
* {{Cite book
|title=Boenga Roos dari Tjikembang
|language=Melayu
|last=Kwee
|first=Tek Hoay
|year=1930
|publisher=Panorama
|location=Batavia
|ref=harv
}}
* {{Citecite book
|last=Kwee
|title=Boenga Roos dari Tjikembang
|first=Tek Hoay
|trans_title=The Rose of Tjikembang
|authorlink=Kwee Tek Hoay
|language=Malay
|chapter=Bunga Roos dari Cikembang
|last=Kwee
|language=Indonesia
|first=Tek Hoay
|pages=297–425
|year=1930
|title=Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia
|publisher=Panorama
|volume=2
|location=Batavia
|isbn=978-979-9023-45-2
|ref=harv
|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia
|location=Jakarta
|year=2001
|editor1-first=Marcus
|editor1-last=A.S.
|editor2-first=Pax
|editor2-last=Benedanto
|ref=harv
}}
* {{cite book
|last=Kwee
|first=Tek Hoay
|authorlink=Kwee Tek Hoay
|chapter=BungaKorbannya Roos dari CikembangKong-Ek
|language=IndonesianIndonesia
|pages=297–4251–108
|title=Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia
|volume=6
|trans_title=Chinese Malay Literature and the Indonesian Nation
|isbn=978-979-9023-82-7
|volume=2
|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia
|isbn=978-979-9023-45-2
|location=Jakarta
|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia
|year=2002
|location=Jakarta
|editor1-first=Marcus
|year=2001
|editor1-firstlast=MarcusA.S.
|editor2-first=Pax
|editor1-last=A.S.
|editor2-firstlast=PaxBenedanto
|ref=harv
|editor2-last=Benedanto
|ref=harv
}}
* {{citeCite book
|title=Sastera Indonesia-Tionghoa
|last=Kwee
|language=Indonesia
|first=Tek Hoay
|oclc=3094508
|authorlink=Kwee Tek Hoay
|ref=harv
|chapter=Korbannya Kong-Ek
|publisher=Gunung Agung
|language=Indonesian
|location=Jakarta
|pages=1–108
|author1=Nio
|title=Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia
|first1=Joe Lan
|trans_title=Chinese Malay Literature and the Indonesian Nation
|year=1962
|volume=6
|isbn=978-979-9023-82-7
|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia
|location=Jakarta
|year=2002
|editor1-first=Marcus
|editor1-last=A.S.
|editor2-first=Pax
|editor2-last=Benedanto
|ref=harv
}}
* {{Citecite book
|last=Rieger
|title=Sastera Indonesia-Tionghoa
|first=Thomas
|trans_title=Indonesian-Chinese Literature
|chapter=From Huaqiao to Minzu: Constructing New Identities in Indonesia's Peranakan-Chinese Literature
|language=Indonesian
|title=Identity in Asian Literature
|oclc=3094508
|pages=151–172
|ref=harv
|editor1-first=Lisbeth
|publisher=Gunung Agung
|editor1-last=Littrup
|location=Jakarta
|year=1996
|author1=Nio
|isbn=978-0-7007-0367-8
|first1=Joe Lan
|location=Surrey
|year=1962
|publisher=Curzon Press
|ref=harv
}}
* {{cite book
|last=RiegerSidharta
|first=ThomasMyra
|chapter=Bunga-Bunga di Taman Mustika: Pandangan Kwee Tek Hoay Terhadap Wanita dan Soal-soal Kewanitaan
|chapter=From Huaqiao to Minzu: Constructing New Identities in Indonesia's Peranakan-Chinese Literature
|language=Indonesia
|title=Identity in Asian Literature
|title=100 Tahun Kwee Tek Hoay: Dari Penjaja Tekstil sampai ke Pendekar Pena
|pages=151–172
|editor-last=Sidharta
|editor1-first=Lisbeth
|editor-first=Myra
|editor1-last=Littrup
|isbn=978-979-416-040-4
|year=1996
|year=1989
|isbn=978-0-7007-0367-8
|pages=55–82
|location=Surrey
|publisher=CurzonSinar PressHarapan
|location=Jakarta
|ref=harv
|ref=harv
}}
* {{cite book
|last=Sidharta
|first=Myra
|chapter=Bunga-Bunga di Taman Mustika: Pandangan Kwee Tek Hoay, Terhadap Wanita dan Soal-soalPengarang KewanitaanSerbabisa
|language=Indonesia
|trans_chapter=Flowers in the Bejeweled Garden: Kwee Tek Hoay's Views on Women and Related Issues
|pages=323–348
|language=Indonesian
|title=Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia
|title=100 Tahun Kwee Tek Hoay: Dari Penjaja Tekstil sampai ke Pendekar Pena
|publisher=Grasindo
|trans_title=100 Years of Kwee Tek Hoay: From Textile Peddler to Pen-Wielding Warrior
|location=Jakarta
|editor-last=Sidharta
|year=1996
|editor-first=Myra
|editor1-first=Leo
|isbn=978-979-416-040-4
|editor1-last=Suryadinata
|year=1989
|editor1-link=Leo Suryadinata
|pages=55–82
|ref=harv
|publisher=Sinar Harapan
|location=Jakarta
|ref=harv
}}
* {{cite book
|last=SidhartaSumardjo
|first=MyraJakob
|title=Kesusastraan Melayu Rendah
|chapter=Kwee Tek Hoay, Pengarang Serbabisa
|language=Indonesia
|trans_chapter=Kwee Tek Hoay, All-round Author
|publisher=Galang Press
|language=Indonesian
|location=Yogyakarta
|pages=323–348
|ref=harv
|title=Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia
|year=2004
|trans_title=Indonesian Peranakan Chinese Literature
|isbn=978-979-3627-16-8
|publisher=Grasindo
|location=Jakarta
|year=1996
|editor1-first=Leo
|editor1-last=Suryadinata
|editor1-link=Leo Suryadinata
|ref=harv
}}
* {{cite book
|last=SumardjoSutedja-Liem
|first=JakobMaya
|chapter=De Roos uit Tjikembang
|title=Kesusastraan Melayu Rendah
|language=Belanda
|trans_title=Low Malay Literature
|pages=269–342
|language=Indonesian
|title=De Njai: Moeder van Alle Volken: 'De Roos uit Tjikembang' en Andere Verhalen
|publisher=Galang Press
|trans_title=''Njai'': Ibu Semua Orang: 'De Roos uit Tjikembang' dan Cerita-Cerita Lainnya
|location=Yogyakarta
|publisher=KITLV
|ref=harv
|location=Leiden
|year=2004
|year=2007
|isbn=978-979-3627-16-8
|ref=harv
}}
*{{cite book
|last=Sutedja-Liem
|first=Maya
|chapter=De Roos uit Tjikembang
|language=Dutch
|pages=269–342
|title=De Njai: Moeder van Alle Volken: 'De Roos uit Tjikembang' en Andere Verhalen
|trans_title=The ''Njai'': Mother of All Peoples: 'De Roos uit Tjikembang' and Other Stories
|publisher=KITLV
|location=Leiden
|year=2007
|ref=harv
}}
{{refend}}
{{Authority control}}
 
[[CategoryKategori:DramaLakon tahun 1919]]
[[CategoryKategori:DramaLakon Indonesia]]
[[CategoryKategori:Sastra CinaTionghoa Melayu]]