Bahasa Jawa Banyumasan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ken Cot En (bicara | kontrib)
jj
Marchenlien (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(323 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{bahasa
{{bahasa|name=Bahasa Banyumasan|nativename=Basa mBanyumasan
| name = Jawa Banyumasan
| familycolor=Austronesian
| nativename = {{jav|ꦧꦱꦗꦮꦧꦚꦸꦩꦱꦤ꧀}}<br>''basa Jawa Banyumasan''
| states=Wilayah Banyumasan ([[Jawa]], [[Indonesia]])
| states = [[Indonesia]]
| region=[[Banyumasan]]
| region = {{tree list}}
| speakers=12 - 15 juta|rank =
* [[Jawa Tengah]]
| fam2=[[rumpun bahasa Formosa|Paiwanik]]
** eks-[[Keresidenan Banyumas]]
| fam3=[[Bahasa Jawanik|Jawanik]]
** [[Kabupaten Wonosobo]]
| fam4=[[Bahasa Jawa]]
** [[Kabupaten Kebumen]] ({{small|bagian barat}})
| nation=-
** [[Kabupaten Pemalang]] ({{small|bagian selatan}})
| agency=-
** [[Kabupaten Pekalongan]] ({{small|bagian selatan}})
| iso1=-|iso2=-|sil=map-bms
** [[Kabupaten Batang]] ({{small|bagian selatan, timur dan sebagian tengah}})
* [[Jawa Barat]]
** [[Kabupaten Ciamis]]<ref name="Potret 5 Daerah di Ciamis yang Gunakan Bahasa Jawa">{{Cite web |url=https://www.detik.com/jabar/foto/d-6598090/potret-5-daerah-di-ciamis-yang-gunakan-bahasa-jawa|title=Salinan arsip |access-date=2024-05-13 |archive-date=2022-05-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221013084756/https://www.detik.com/jabar/foto/d-6598090/potret-5-daerah-di-ciamis-yang-gunakan-bahasa-jawa|dead-url=no }}</ref>
*** [[Lakbok, Ciamis|Kecamatan Lakbok]]
*** [[Purwadadi, Ciamis|Kecamatan Purwadadi]]
** [[Kabupaten Pangandaran]]<ref name="Potret 5 Daerah di Ciamis yang Gunakan Bahasa Jawa"/>
*** [[Padaherang, Pangandaran|Kecamatan Padaherang]]
*** [[Kalipucang, Pangandaran|Kecamatan Kalipucang]]
** [[Kota Banjar]]
*** [[Langensari, Banjar|Kecamatan Langensari]]
{{Tree list/end}}
| speakers = 13.940.028
| date = 2023
| ref = <ref>{{Cite web|url=http://www.bps.go.id/aboutus.php?sp=0&kota=35|title=Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010 Provinsi JAWA Tengah|website=bps.go.id|publisher=Badan Pusat Statistik|dead-url=yes|archive-url=https://web.archive.org/web/20111031214926/http://www.bps.go.id/aboutus.php?sp=0&kota=33|archive-date=28 Oktober 2011|access-date=29 Mei 2020}}</ref>
| agency = Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah
| familycolor = Austronesia
| fam2 = [[Rumpun bahasa Melayu-Polinesia|Melayu-Polinesia]]
| fam3 = [[Bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]]
| fam4 = [[Bahasa Jawa|Jawa Pertengahan]]
| fampos = Jawa
| glotto = bany1247
| script = *[[Aksara Jawa|Hanacaraka]]
* [[Abjad Pegon|Pegon (Arab-Jawa)]]
* [[Alfabet Latin|Latin]]
| contoh_teks =
| map = Banyumasan.svg
| mapcaption = Peta distribusi bahasa Jawa Banyumasan dengan legenda:
{{legend3|#0080FE|Dialek Jawa Banyumasan sebagai mayoritas}}
{{legend3|#89CFEF|Dialek Jawa Banyumasan sebagai minoritas}}
}}
 
'''Bahasa Jawa Banyumasan''' ({{lang-jv|ꦧꦱꦗꦮꦧꦚꦸꦩꦱꦤ꧀|basa Jawa Banyumasan}}; dikenal juga sebagai ''bahasa Ngapak'') adalah dialek [[bahasa Jawa]] tertua yang masih dituturkan di [[Jawa Tengah]] bagian barat, lebih tepatnya di dua eks-keresidenan Banyumas dan sebagian eks-keresidenan Kedu.<ref>Budiono Herusasoto (2008) Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa Dan Watak</ref> Wilayah eks-[[Keresidenan Banyumas]] meliputi [[Banjarnegara]], [[Purbalingga]], [[Banyumas]], dan [[Cilacap]], serta sebagian [[Kebumen]], [[Wonosobo]], [[Pemalang]], [[Pekalongan]], dan [[Batang]] yang notabene bukan termasuk wilayah eks-Keresidenan Banyumas.
'''Dialek Banyumasan''' atau sering disebut '''Bahasa Ngapak''' adalah kelompok bahasa [[bahasa Jawa]] yang dipergunakan di wilayah barat [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]. Beberapa kosakata dan dialeknya juga dipergunakan di [[Banten]] utara serta daerah [[Cirebon]]-[[Indramayu]]. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa [[Banyumasan]] masih berhubungan erat dengan [[bahasa Jawa Kuna]] ([[Kawi]]).
 
Bahasa Jawa Banyumasan juga dituturkan hingga ke [[Lakbok, Ciamis|Kecamatan Lakbok]] dan [[Purwadadi, Ciamis|Purwadadi]], [[Kabupaten Ciamis]], sebagian kecil [[Kota Banjar]] dan sebagian kecil di timur [[Kabupaten Pangandaran]],<ref>{{Cite book|url=https://petabahasa.kemdikbud.go.id/infobahasa2.php?idb=55&idp=Jawa%20Barat|title=Peta Bahasa Jawa Provinsi Jawa Barat|publisher=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|location=Jakarta}}</ref> yang merupakan daerah perbatasan antara [[Jawa Barat]] dengan [[Jawa Tengah]]. Dialek Banyumasan di daerah ini telah tercampur dengan [[bahasa Sunda Priangan]].<ref>Politik Mataram yang Membentuk Bahasa Jawa Banyumasan[https://tirto.id/politik-mataram-yang-membentuk-bahasa-jawa-banyumasan-gvBd]</ref> Dialek ini menjadi salah satu dialek bahasa Jawa yang masih mempunyai kaitan dengan [[fonetik]] [[bahasa Jawa Kuno]].<ref>{{Cite book|url=https://archive.org/details/kamus-bahasa-jawa-banyumasan--indonesia|title=Kamus Bahasa Jawa Banyumasan-Indonesia|author=Ahmad Tohari, dkk|date=2014|publisher=Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah|location=Semarang|isbn=9786027664630}}</ref>
Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut '''''Banyumasan''''' karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah [[Banyumasan]].
 
Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur.
 
Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan [[Jawa Barat]]/[[Bahasa Sunda]]) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan (ngapak-ngapak).
 
Secara geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar wilayah berbudaya [[Banyumasan]] tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini menarik untuk dikaji secara historis.
 
Dibandingkan dengan [[bahasa Jawa]] dialek [[Yogyakarta]] dan [[Surakarta]], dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (nasi), di wilayah [[Banyumasan]] orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata ''enak'' oleh dialek lain bunyinya ''ena'', sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca ''enak'' dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan dikenal dengan bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.
 
== Sejarah ==
Sejumlah ahli [[bahasa Jawa]] menyebut bahasa Jawa Banyumasan sebagai bentuk bahasa Jawa tahap awal.<ref>Budiono Herusasoto (2008) Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa Dan Watak</ref><ref>Orang Ngapak Bukannya Kasar, Tapi Blak-blakan dan Apa Adanya[https://tirto.id/orang-ngapak-bukannya-kasar-tapi-blak-blakan-dan-apa-adanya-dkUE]</ref>
Menurut para pakar [[bahasa]]{{siapa}}, sebagai bagian dari [[bahasa Jawa]] maka dari waktu ke waktu, bahasa [[Banyumasan]] mengalami tahap-tahap perkembangan sebagai berikut:
 
Bahasa Jawa Banyumasan mengalami tahap-tahap perkembangan sebagai berikut:
* Abad ke-9 - 13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno
* Abad ke-13 - 16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan
* Abad ke-16 - 20 berkembang menjadi bahasa Jawa baru
* Abad ke-20 - sekarang, sebagai salah satu dialek bahasa Jawa modern.{{br}}(Tahap-tahapan ini tidak berlaku secara universal)
 
* Abad ke-9 hingga ke-13, diklasifikasikan sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno.
Tahap-tahapan perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh munculnya kerajaan-kerajaan di pulau [[Jawa]] yang juga menimbulkan tumbuhnya budaya-budaya feodal. Implikasi selanjutnya adalah pada perkembangan [[bahasa Jawa]] yang melahirkan tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya feodal ini tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah [[Banyumasan]]. Itulah sebabnya pada tahap perkembangan di era bahasa Jawa modern ini, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa [[Banyumasan]] dengan bahasa Jawa standar sehingga di masyarakat [[Banyumasan]] timbul istilah ''bandhekan'' untuk merepresentasikan gaya bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa ''wetanan'' (timur).
* Abad ke-13 hingga ke-16, berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan.
* Abad ke-16 hingga ke-20, berkembang menjadi dialek yang terpisah cukup jauh dengan dialek lain dalam bahasa Jawa.
 
Tahap-tahapan perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh munculnya kerajaan-kerajaan di pulau Jawa yang juga menimbulkan tumbuhnya budaya-budaya feodal. Implikasi selanjutnya adalah pada perkembangan bahasa Jawa yang melahirkan tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya feodal ini tidak terlalu signifikan mempengaruhi masyarakat di wilayah Banyumasan. Meskipun demikian, bahasa ''[[krama]]'' tetap dibutuhkan untuk berbagai acara formal dan ritual keagamaan. Terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa Banyumasan dengan bahasa Jawa standar sehingga di masyarakat Banyumasan timbul istilah ''bandhêkan'' untuk merepresentasikan gaya bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa Jawa ''Wetanan'' (dialek timur).<ref>{{Cite web |title=Bupati Luncurkan Aplikasi Kamus Bahasa Banyumas |trans-title=Banyumas Regent Launches Banyumasan Language Dictionary Application |url=https://www.banyumaskab.go.id/read/18134/bupati-luncurkan-aplikasi-kamus-bahasa-banyumas#XhtSS8ayQwg |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20200113044358/https://www.banyumaskab.go.id/read/18134/bupati-luncurkan-aplikasi-kamus-bahasa-banyumas#XhtSS8ayQwg |archive-date=13 January 2020 |access-date=15 February 2020 |website=banyumaskab.go.id |language=id}}</ref>
Menurut [[M. Koderi]] (salah seorang pakar budaya & bahasa Banyumasan), kata ''bandhek'' secara morfologis berasal dari kata ''gandhek'' yang berarti ''pesuruh'' (orang suruhan/yang diperintah), maksudnya orang suruhan Raja yang diutus ke wilayah [[Banyumasan]]. Para ''pesuruh'' ini tentu menggunakan gaya [[bahasa Jawa]] standar (Surakarta / Yogyakarta) yang memang berbeda dengan bahasa [[Banyumasan]].
 
Menurut M. Koderi, seorang pakar budaya dan bahasa Banyumasan, kata ''bandhêk'' secara morfologis berasal dari kata ''gandhêk'' yang berarti 'pesuruh' (orang yang diperintah), maksudnya 'orang suruhan raja yang diutus ke wilayah Banyumasan'. Para 'pesuruh' ini tentu menggunakan gaya [[bahasa Jawa standar]] (Surakarta–Yogyakarta) yang memang berbeda dengan bahasa Jawa Banyumasan.<ref>{{cite journal|title=MAKALAH BUDAYA BANYUMASAN|author=Dwi Meilani|language=id|url=https://www.academia.edu/6349356/MAKALAH_BUDAYA_BANYUMASAN}}</ref>
== Rumpun Bahasa Jawa Bagian Barat ==
Terdapat 4 sub-dialek utama dalam Bahasa [[Banyumasan]], yaitu Wilayah Utara (Tegalan), Wilayah Selatan (Banyumasan), Wilayah Cirebon - Indramayu (Cirebonan) dan Banten Utara.
 
'''Wilayah Utara'''
 
Dialek Tegalan dituturkan di wilayah utara, antara lain Tanjung, Ketanggungan, Larangan, [[Brebes]], Slawi, Moga, [[Pemalang]], Surodadi dan [[Tegal]].
 
'''Wilayah Selatan'''
 
Dialek ini dituturkan di wilayah selatan, antara lain [[Bumiayu]], Karang Pucung, [[Cilacap]], Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, [[Purwokerto]], [[Purbalingga]], Bobotsari, [[Banjarnegara]], Purwareja, [[Kebumen]] serta Gombong.
 
'''Cirebon - Indramayu'''
 
Dialek ini dituturkan di sekitar Cirebon, Jatibarang dan Indramayu. Secara administratif, wilayah ini termasuk dalam propinsi Jawa Barat.
 
'''Banten Utara'''
 
Dialek ini dituturkan di wilayah Banten utara yang secara administratif termasuk dalam propinsi Banten.
 
Selain itu terdapat beberapa sub-sub dialek dalam bahasa [[Banyumasan]], antara lain sub dialek [[Bumiayu]] dan lain-lain.
 
== Kosakata ==
Berikut ini perbandingan kosakata bahasa Jawa Banyumasan, [[bahasa Jawa Tegal|Tegal]], [[bahasa Jawa Pekalongan|Pekalongan]], [[Bahasa Jawa Indramayu|Indramayu]], dan [[Bahasa Jawa Banten|Banten]] yang termasuk kedalam rumpun dialek Jawa Kulonan.
{| class="wikitable"
|+
! Banyumasan
! Tegal
! Pekalongan
! Indramayu
! Banten
! Glosa
|-
| ''inyong'', ''nyong''
| ''ênyong'', ''nyong'', ''aku''
| ''nyong'', ''aku''
| ''kula'', ''réang'', ''ingsun''
| ''kulê'', ''kitê'', ''ingsun''
| saya
|-
| ''rika'', ''ko'', koè
| ''kowên'', ''rika''
| ''sampéyan'', ''kowé''
| ''slira'', ''sira'', ''ira''
| ''sirê'', ''irê''
| Anda, kamu
|-
| ''awaké dhéwék''
| ''awaké dhéwék''
| ''awaké dhéwé''
| ''kita kabeh''
| ''kitê''
| kami
|-
| ''rika kabèh''
| ''kowên kabèh''
| ''kowé kabèh''
| ''sira kabèh''
| ''sirê kabèh''
| kalian
|-
| ''kiyé'', ''iki''
| ''kiyé'', ''iki''
| ''iki''
| ''kién'', ''iki''
| ''kién'', ''puniki'', ''iki''
| ini
|-
| ''kuwé'', ''koh'', ''iku''
| kuwé, kaé
| ''kuwi'', ''koh''
| ''kuèn'', ''kuh'', ''iku''
| ''kuèn'', ''iku''
| itu
|-
| ''kéné'', ''ngénéh'', ''mengené''
| ''kéné'', ''méné''
| ''kéné'', ''méné'', ''mréné''
| ''kéné'', ''méné''
| ''kéné'', ''mérené''
| sini
|-
| ''kana'', ''mengana''
| ''kana'', ''mana''
| ''kana'', ''mono'', ''mrono''
| ''kana'', ''mana''
| ''kana'', ''merana''
| sana
|-
| ''kêpriwé'', ''kêpribé''
| ''kêprimén'', ''kêpribén''
| ''kêpriyé'', ''kêpige''
| ''kêpribén'', ''kêpriwén'', ''kêpriyén''
| ''kêprémén'', ''kêlipun''
| bagaimana
|-
| ''ora'', ''udu'', ''séjén''
| ''ora'', ''dudu'', ''bélih'', ''béléh'', ''séjén''
| ''ora'', ''udu'', ''séjé''
| ''ora'', ''dudu'', ''bêlih'', ''bli'', ''séjén''
| ''orê'', ''udu''
| tidak, bukan
|}
 
Sebagian besarPerbandingan kosakata asli dari bahasa iniJawa tidakBanyumasan memilikidengan kesamaan[[bahasa denganJawa Surakarta|bahasa Jawa standar]] (Surakarta/YogyakartaSurakarta–Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik.
 
{| class="wikitable" width="75%"
|+
! Banten Utara
! Cirebonan & Dermayon
! Banyumasan
! Jawa standar<br>{{small|(Surakarta–Yogyakarta)}}
! Tegal, Brebes
! Glosa
! Pemalang
! Solo/Yogya
! Sunda
! Indonesia
|-
| ''inyong'', ''nyong''
| kita
| ''aku'', ''awakku'', ''kula''
| kita/reang/ingsun/isun
| saya
| inyong/nyong
| inyong/nyong
| nyong
| aku
| kuring
| aku/saya
|-
| ''rika'', ''ko''
| sire
| ''kowé'', ''sampéyan'', ''awakmu''
| sira
| rika
| koen
| koe
| kowe
| maneh
| kamu
|-
| ''awaké dhéwék''
| pisan
| ''kita'', ''awaké dhéwé''
| pisan
| bangetkami
| nemen/temen
| nemen/temen/teo
| tenan
| pisan
| sangat
|-
| ''rika kabéh''
| keprimen
| ''kowé kabéh''
| kepriben/kepriwe
| kepriwekalian
| kepriben/priben/pribe
| keprimen/kepriben/primen/prime/priben/pribe
| piye/kepriye
| kumaha
| bagaimana
|-
| ''kiyé'', ''iki''
| ore
| ''iki'', ''ki''
| ora/beli
| oraini
| ora/belih
| ora/beleh
| ora
| henteu
| tidak
|-
| ''kuwé'', ''koh'', ''iku''
| manjing
| ''kuwi'', ''iku''
| manjing
| mlebuitu
| manjing/mlebu
| manjing/mlebu
| mlebu
| asup
| masuk
|-
| ''kéné'', ''méngéne''
| arep
| ''kéné'', ''méné''
| arep/pan
| arepsini
|-
| pan
| ''kana'', ''mengana''
| pan/pen/ape/pak
| ''kana'', ''mrana''
| arep
| areksana
|-
| akan
| ''kêpriwé'', ''kêpribe''
| ''kêpiyé'', ''piyé''
| bagaimana
|-
| ''ora'', ''udu'', ''séjén''
| ''ora'', ''dudu''
| tidak, bukan
|}
=== Perbandingan kosakata Banyumasan dengan bahasa Jawa baku ===
 
Berikut ini dikutip dari perkataan [[Ahmad Tohari]] tentang bahasa Jawa Banyumasan.
* Inyong >>> aku (bandingkan dengan bahasa Jawa Kuna ''ingwang'' dan Jawa Pertengahan ''ingong'')
* Gandhul >>> pepaya
* Rika >>> kamu
 
{{cquote|''Dalam kenyataan sehari-hari keberadaan '''basa Banyumasan''' termasuk dialek lokal yang sungguh terancam. Maka kita sungguh pantas bertanya dengan nada cemas, tinggal berapa persenkah pengguna '''basa Banyumasan''' 20 tahun ke depan? Padahal, bahasa atau dialek adalah salah satu ciri utama suatu suku bangsa. Jelasnya tanpa '''basa Banyumasan''' sesungguhnya "wong Penginyongan" boleh dikata akan Terhapus dari peta etnik bangsa ini… Mana bacaan teks-teks lama Banyumasan seperti babad-babad Kamandaka, misalnya, malah lebih banyak ditulis dalam dialek Jawa Wetanan. Jadi sebuah teks yang cukup mewakili budaya dan semangat "wong Penginyongan" harus segera disediakan.''}}
{| border="1" width="50%" class="wikitable"
|-----
| ''' Dialek Banyumasan ''' || ''' Jawa baku '''
| ''' Indonesia '''
|-----
| agèh<ref>Dalam bahasa Jawa Baku kata ''agé'' atau ''gé'' juga dikenal.</ref> || ayo
&nbsp;
| ayo
|-----
| {{IPA|ambring}} || {{IPA|sepi}} || {{IPA|sepi}}
|-----
| batir<ref>Kata ''batur'' dalam bahasa Jawa Kuna berarti "teman"</ref> || {{IPA|kanca}} || {{IPA|teman}}
|-----
| {{IPA|bangkong}} || {{IPA|kodok}} || {{IPA|katak}}
|-----
| {{IPA|bengel}} || {{IPA|mumet}} || {{IPA|mumet}}
|-----
| {{IPA|bodhol}} || {{IPA|rusak}} || {{IPA|rusak}}
|-----
| {{IPA|brug}}<ref>Dari bahasa Belanda ''brug''.</ref> || {{IPA|kreteg}} || {{IPA|jembatan}}
|-----
| {{IPA|bringsang}} || {{IPA|sumuk}} || {{IPA|panas}}
|-----
| {{IPA|gering}}<ref>Juga dikenal dalam bahasa Jawa Baku.</ref> || {{IPA|kuru}} || {{IPA|kurus}}
|-----
| {{IPA|clebek}} || {{IPA|kopi}} || {{IPA|kopi}}
|-----
| {{IPA|londhog}} || {{IPA|alon}} || {{IPA|pelan}}
|-----
| {{IPA|druni}} || {{IPA|medhit}} || {{IPA|pelit}}
|-----
| {{IPA|dhongé/dhongané}} || {{IPA|kudune}} || {{IPA|harusnya}}
|-----
| {{IPA|egin}} || {{IPA|isih}} || {{IPA|masih}}
|-----
| {{IPA|gableg}} || {{IPA|duwé}} || {{IPA|punya}}
|-----
| {{IPA|gutul}} || {{IPA|tekan}} || {{IPA|datang}}
|-----
| {{IPA|gigal}} || {{IPA|tiba}} || {{IPA|jatuh}}
|-----
| {{IPA|gili}} || {{IPA|dalan}} || {{IPA|jalan}}
|-----
| {{IPA|gujih}} || {{IPA|rewel}} || {{IPA|rewel}}
|-----
| {{IPA|jagong}}<ref>Dalam bahasa Jawa Baku artinya "mengobrol".</ref> || {{IPA|lungguh}} || {{IPA|duduk}}
|-----
| {{IPA|kiyé}} || {{IPA|iki}} || {{IPA|ini}}
|-----
| {{IPA|kuwé}} || {{IPA|iku}} || {{IPA|itu}}
|-----
| {{IPA|letek}} || {{IPA|asin}} || {{IPA|asin}}
|-----
| {{IPA|maen}} || {{IPA|apik}} || {{IPA|baik}}
|-----
| {{IPA|maregi}} || {{IPA|nyebeli}} || {{IPA|buruk}}
|}
 
Sebuah fakta empiris dikemukakan oleh Ahmad Tohari, menurutnya penutur asli bahasa Jawa Banyumasan akan 'mengalah' jika berbicara dengan penutur bahasa Jawa ''Wetanan'' (dialek Surakarta-Yogyakarta). Alasannya, penutur bahasa Jawa Banyumasan tidak ingin dicap sebagai 'orang rendahan' karena menggunakan 'bahasa berlogat kasar'.<ref>{{cite web|url=https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/05/29/ahmad-tohari-kembali-ingatkan-pentingnya-kesetaraan|title=Ahmad Tohari Kembali Ingatkan Pentingnya Kesetaraan|publisher=[[Kompas (surat kabar)|Kompas]]|website=www.kompas.id|date=29-05-2023|access-date=31-03-2024|language=id|first=Wilibrordus Megandika|last=Wicaksono|format=Online}}</ref>
== Tendensi ==
Baca kegundahan [[Ahmad Tohari]] berikut ini:
 
== Lihat pula ==
<blockquote style="margin: 1em auto; width: 75%; border: 1px solid #ddd; padding: .5em 1em;">
{{Portal|Bahasa|Indonesia|Jawa}}
{{cquote|
* [[Bahasa Jawa Tegal]]
''dalam kenyataan sehari-hari keberadaan basa banyumasan termasuk dialek lokal yang sungguh terancam. Maka kita sungguh pantas bertanya dengan nada cemas, tinggal berapa persenkah pengguna basa banyumasan 20 tahun ke depan? Padahal, bahasa atau dialek adalah salah satu ciri utama suatu suku bangsa. Jelasnya tanpa basa banyumasan sesungguhnya wong penginyongan boleh dikata akan terhapus dari peta etnik bangsa ini''. Kekhawatiran belau lainnya: ''mana bacaan teks-teks lama Banyumasan seperti babad-babad Kamandaka, misalnya, malah lebih banyak ditulis dalam dialek Jawa wetanan. Jadi sebuah teks yang cukup mewakili budaya dan semangat wong penginyongan harus segera disediakan''.
* [[Bahasa Jawa Pekalongan]]
}}
* [[Bahasa Jawa Indramayu]]
</blockquote>
* [[Bahasa Jawa Serang]]
 
== Referensi ==
Sebuah fakta empiris bahwa penutur asli bahasa Banyumasan (Satria) akan mengalah bila berbicara dengan penutur bahasa wetanan (Satrio). Alasannya, Satria tidak ingin dicap sebagai orang rendahan karena menggunakan bahasa berlogat kasar.
{{Reflist}}
 
salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan melestarikan dialek Banyumasan adalah dengan menggunakan bahasa tersebut di dalam pergaulan baik waktu orang banyumas berada di daerahnya maupun berada di luar daerah. Selain itu salah satu usaha yang lain adalah dengan dimasukkannya bahasa Banyumasan ke dalam kurikulum sekolah sebagai muatan lokal.
<!--Upaya untuk melestarikan bahasa Banyumasan bahkan budaya Banyumasan menjadi sangat penting agar [[Jawa]] tidak kehilangan salah satu sub kulturnya, juga agar [[Indonesia]] tidak kehilangan salah satu ke [[Bhineka Tunggal Ika]] annya.-->
 
== Bacaan lebih lanjut ==
* E. M. Uhlenbeck, [[1964]],''A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura'', [[Den Haag|The Hague]]: Martinus Nijhoff.
 
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
{{InterWiki|code=map-bms}}
{{Bahasa Jawa/Pranala luar}}
* {{id}} [http://hanacaraka.fateback.com/logat_bms.htm hanacaraka.fateback.com] - Dialek Banyumas (logat Banyumas) dapat dilihat keterangannya secara gamblang pada kamus Dialek Banyumas-Indonesia
* [https://archive.org/details/kamus-bahasa-jawa-banyumasan--indonesia Kamus bahasa Jawa Banyumasan - Indonesia]—kamus bahasa Jawa dialek Banyumasan terbitan [[Balai Bahasa Jawa Tengah|Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah]]
* [https://www.gurune.net/2019/06/les-bahasa-ngapak-banyumasan-part-1.html Kata - kata umum dialek banyumasan]—sebagai sarana belajar orang - orang diluar wilayah BRALINGMASCAKEB
 
{{bahasaBahasa jawaJawa}}
 
{{DEFAULTSORT:Banyumas, Dialek}}
[[Kategori:Dialek bahasa Jawa]]
 
[[Kategori:Bahasa Jawa]]
[[Kategori:Banyumasan]]
{{Small|{{Notelist}}}}<div class="reflist reflist-lower-alpha ">
<references group="lower-alpha" responsive="1"></references></div>