Chen Fu Zhen Ren: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-di tahun +pada tahun)
Cun Cun (bicara | kontrib)
k Pengembalian suntingan oleh 180.246.135.70 (bicara) ke revisi terakhir oleh 41.113.220.229
Tag: Pengembalian
 
(39 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Efigi Tanhucinjin Rogojampi.jpg|thumbjmpl|240px|Efigi [[Gongzu]] Chen Fu Zhen Ren pada Klenteng Tik Liong Tian, [[Rogojampi, Rogojampi, Banyuwangi|Rogojampi]], [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]] ]]
[[Berkas:Kirab_Tanhucinjin_10_Mar_2013_RogojampiKirab Tanhucinjin 10 Mar 2013 Rogojampi.jpg|thumbjmpl|240px|Acara [[Xun Jing|kirab]] membawa efigi Chen Fu Zhen Ren, [[Banyuwangi, Banyuwangi|Banyuwangi]] tahun 2013]]
 
'''Chen Fu Zhen Ren''' ([[Hanzi]]= 陈府真人; [[Hokkien]]= ''Tan Hu Cin Jin'') adalah salah satu leluhur etnis CinaTionghoa (Tionghoa) yang dipermuliakandipuja di wilayah [[Banyuwangi]] dan sekitarnya. Selain dipuja oleh [[peranakan]] CinaTionghoa yang menetap di Indonesia, Yang Mulia [[Gongzu]] Chen Fu Zhen Ren juga dimuliakandipuja oleh sebagian etnis [[Suku Bali|Bali]] dan [[Jawa]] terutama yang memeluk kepercayaan [[Kejawen]].
 
Klenteng-klenteng yang memuja Chen Fu Zhen Ren sebagai panutan utama mereka tersebar di wilayah [[Pulau Jawa]], [[Pulau Bali|Bali]], hingga [[Pulau Lombok]]. Namun, masyarakat yang mengenal kebesaran Yang Mulia Kongco Chen Fu Zhen Ren tersebar lebih luasjuga lagidikenal hingga ke [[Jawa Barat]] dan [[Mancanegara]]. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa warga Cina[[Tionghoa]] dari [[Banyuwangi]] dan sekitarnya yang menetap di [[Jawa Barat]] serta masih memiliki sanak keluarga di daerah asal mereka. Selain itu, umat [[Klenteng]] Chen Fu Zhen Ren juga secara periodik melakukan [[Xun Jing|kirab]] ke berbagai daerah, misalnya mengunjungi TITD Hwie Ing Kiong di [[Kota Madiun|Madiun]], dengan membawa rupang sang [[Dewa]] dalam sebuah arak-arakan. Jalur perdagangan serta penelitian akademis juga berperan besar membawa kemasyuran nama Chen Fu Zhen Ren hingga ke [[Singapura]], [[RRC|ChinaRRT]], [[Belanda]], dan sebagainya.
 
== Etimologi ==
Nama Chen Fu Zhen Ren merupakan sebuahmenyandang gelar yang[[Zhenren]], memilikibila artiditerjemahkan menjadi ''Manusia Sejati Tan''. Istilah [[Zhenren|Zhen Ren]] (atau ''Cin Jin'' menurut dialek [[Hokkien]]) memiliki arti ''Manusia Sejati'', sementara ''Chen'' (Fujian/Hokkian[[Hokkien]]: ''Tan'') merupakan nama keluarga atau [[Marga]].
 
'''陈''' ([[pinyin]]=Chén)<ref name=mdbg>MDBG. Unduh=3 Februari 2014. [http://www.mdbg.net/chindict/chindict.php Chinese-English Dictionary].</ref>
== Sejarah tertulis ==
:Sebagai [[kata benda]] digunakan sebagai nama [[marga]]; nama negara bagian para periode [[Zaman Musim Semi dan Gugur|Musim Semi dan Musim Gugur]] (770-475 SM); dan "Chen dari Dinasti Selatan" (557-589 M).
Hanya ada dua sumber tertulis yang mengisahkan kehidupan Chen Fu Zhen Ren, sementara sumber-sumber lain tidak ditulis melainkan diturunkan secara oral. Sumber pertama adalah biografi singkat yang tertuang dalam prasasti pendirian Klenteng Liong Coan Bio di Probolinggo. Sumber kedua berasal dari dokumen Melayu yang disimpan di KITLV, [[Leiden]], Belanda. Dokumen tersebut berhasil disalin oleh seorang cucu dari pengurus Klenteng Ho Tong Bio Banyuwangi (nama penyalin tidak berhasil diidentifikasikan) pada tahun 1880 saat ia berada di [[Kota Buleleng|Buleleng]], Bali <ref>Salmon, Claudine dan Sidharta, Myra. 24 Juni 2000. Kebudayaan Asia-Dari Kapten Hingga Nenek Moyang yang Didewakan: Pemujaan Terhadap Kongco di Jawa Timur dan Bali (Abad ke-18 dan 20).</ref>.
:Sebagai [[kata kerja]] memiliki arti "mengeluarkan", "menunjukkan", "menampilkan", "menceritakan", "menegaskan", "menjelaskan", "Mengatakan", "tua", "kuno".
 
'''府''' ([[pinyin]]=fǔ)<ref name=mdbg/>
Prasasti di Probolinggo menuliskan asal-usul beliau sebagai berikut:
:"kedudukan pemerintahan", "repositori pemerintah" (arsip), "kediaman resmi", "rumah besar", "istana presidensial", "rumah Anda" (sebutan kehormatan), "prefektur" (dari masa [[Dinasti Tang]] hingga [[Dinasti Qing]]).
 
'''真人''' ([[pinyin]]=zhēnrén)<ref name=mdbg/>
:"manusia yang sesungguhnya", "dalam daging", "guru spiritual [[Taoisme]]".
 
== Sejarah tertulis ==
Hanya ada dua sumber tertulis yang mengisahkan kehidupan Chen Fu Zhen Ren, sementara sumber-sumber lain tidak ditulis melainkan diturunkan secara orallisan. Sumber pertama adalah biografi singkat yang tertuang dalam prasasti pendirian Klenteng Liong Coan Bio di Probolinggo. Sumber kedua berasal dari dokumen Melayu yang disimpan di KITLV, [[Leiden]], Belanda. Dokumen tersebut berhasil disalin oleh seorang cucu dari pengurus Klenteng Ho[[Hoo Tong Bio]] [[Banyuwangi, Banyuwangi|Banyuwangi]] (nama penyalin tidak berhasil diidentifikasikan) pada tahun 1880 saat ia berada di [[Kota Buleleng|Buleleng]], [[Bali ]].<ref name=salmon>Salmon, Claudine dan Sidharta, Myra. 24 Juni 2000. Kebudayaan Asia-Dari Kapten Hingga Nenek Moyang yang Didewakan: Pemujaan Terhadap Kongco di Jawa Timur dan Bali (Abad ke-18 dan 20).</ref>.
 
Prasasti di Probolinggo menuliskan asal- usul beliaudia sebagai berikut:
{{Cquote|Keluarga Tan Hu Cinjin datang dari [[Chaozhou]], propinsi [[Guangdong]]. Saat ia masih anak-anak, ia anak yang rajin, berbakti pada ibunya bersama dengan kedua kakak laki-lakinya; ia taat aturan, tahu sopan santun, dan seorang pengrajin yang berbakat. Ia membangun sebuah istana di Bali dan hidup kekal di pelabuhan Blambangan.}}
 
Tulisan Melayu mengisahkan perjalanan hidup Chen Fu Zhen Ren saat beliaudia masih sebagai manusia hingga legenda yang terjadi setelah beliaudia meninggalkan dunia. Kisah hidup Chen Fu Zhen Ren dibawah ini merupakan ringkasan dari salinannya yang dibuat oleh Penulis ''Aku'' (Buleleng, 2 Juni 1880).<ref name=salmon/>
 
=== Masa kehidupan sebagai manusia ===
Dalam tulisan ini, Chen Fu Zhen Ren disebutkan bernama '''Tan Cin Jin''' (menurut dialek [[Hokkien]]). BeliauIa adalah kakak tertua yangdan memiliki dua adik pria danyang datang ke Indonesia bersama-sama. Tan Cin Jin menjadi kapten dari kapal bertiang satu (Perahu Sloop). Pada suatu ketika mereka mengadakan perjalanan dari [[Batavia]] menuju Bali, tetapi perahu mereka naas di [[Selat Bali]]. Tan Cin Jin terdampar di pantai [[Blambangan]], adik keduanya hilang di laut, sementara yang ketiga terdampar di pantai Bali. Umat Klenteng Chen Fu Zhen Ren meyakini bahwa adik kedua beliaudia menjadi Dewa di Pantai [[Watu Dodol]] dan disebut '''Ji Kongco''' (''Kakek Buyut Kedua'') sementara yang ketiga menjadi harimau dan disebut '''Sa Kongco''' (''Kakek Buyut Ketiga''). Itulah sebabnya masyarakat setempat, terutama suku [[Fujian]] (Hokkian), percaya bahwa harimau tidak akan memangsa mereka yang telah dianggap sebagai cucu-cucunya.
 
Chen Fu Zhen Ren kemudian menuju [[Kerajaan Blambangan]]. Dituliskan bahwa ''Ketika itulah mulai baharu ada orang CinaTiongkok di negri Blambangan'', yang menurut C. Salmon dan M. Sidharta diartikan bahwa ''pada waktu itu orang CinaTionghoa baru saja mulai menetap di kerajaan Blambangan''. (Menurut ''Babad Blambangan'' yang ditulis oleh Raden Haryo Notodiningrat dan Ottolander, 1915, masyarakat CinaTionghoa mulai menetap di Blambangan pada tahun 1631<ref name=":0">Arifin, Winarsih Partaningrat. ''Babad Blambangan''. Yogyakarta, EcoleÉcole francaisefrançaise d'ExtremeExtrême-Orient & Yayasan Benteng Budaya, 1995, hal. 252 dan 278 untuk ringkasan dalam bahasa Indonesia. Sumber: Salmon dan Sidharta, 2000.</ref>). Meskipun tulisan Melayu tidak menyebutkan kapan hal tersebut terjadi, tetapi disebutkan bahwa pada saat itu Kerajaan Blambangan berada di bawah kekuasaan Kerajaan [[Mengwi, Badung|Mengwi]]. DasarHal tersebut menjadi dasar bagi kedua peneliti untuk menyimpulkan bahwa kedatangan Chen Fu Zhen Ren di Blambangan terjadi setelah tahun 1729, yaitu setelah [[Kerajaan Buleleng]] dikalahkan Kerajaan Mengwi sehingga kekuasaan atas [[Blambangan]] beralih ke Kerajaan Mengwi.<ref>Henk Schulte Nordholt. ''The Spell of Power, A History of Balinese Politics, 1650-1940'', Leiden, Penerbit KITVL, 1996, hal. 30-32. Sumber: Salmon dan Sidharta, 2000.</ref>
 
Tan Cin Jin diterima oleh Raja Blambangan yang kemudian memerintahkannya membangun sebuah istana di [[Macanputih, Kabat, Banyuwangi|Macanputih]] (kini berada di wilayah [[Kota Probolinggo|Probolinggo]]). Dikisahkan bahwa istananya begitu sempurna sehingga kabar bahwa Raja Blambangan memiliki arsitek berbakat sampai ke telinga Raja Mengwi. Pada saat itu, Raja Mengwi hendak mengadakan sebuah pesta besar danserta membangun istana baru, sehingga Raja Blambangan mengutus Tan Cin Jin ke Mengwi. Awalnya beliauTan Cin Jin menolak karena mengetahui bahwa ia akan dikhianati, tetapi Raja Blambangan terus memaksa bahkan bersumpah bahwa jika Tan Cin Jin mengalami musibah di sana, Kerajaan Blambangan tidak akan diberkahi selama beberapa generasi. Tan Cin Jin akhirnya berangkat ke Mengwi dan segera membangun istana baru.
 
Saat istana selesai baru separuh, para pegawai istana datang menghadap Raja Mengwi dan berkata bahwa raja telah percuma menyewa si pemahat CinaTionghoa karena pekerjaannya sangat mudah sementara upahnya mahal. Masyarakat Bali sendiri mampu melakukan pekerjaan yang sama dan upahnya tidak semahal itu. Raja Mengwi bingung karena terlanjurtelanjur berjanji akan membayar upahnya, apalagi ia telah memanggilnya dari tempat yang jauh. Para pegawai istana menganjurkan raja untuk membunuhnya karena Tan Cin Jin hanya seorang diri (sebatang kara). Raja Mengwi kemudian mengutus dua orang dari [[kasta]] [[Brahmana]] untuk membunuhnya.
 
Kedua orang ajudan raja mengundang Tan Cin Jin ke pantai untuk menikmati hiburan. Sesampai di pantai, mereka bingung dan terdiam karena menyadari bahwa korban mereka sebenarnya tidak bersalah. Tan Cin Jin menyuruh mereka untuk melaksanakan perintah raja. Namun, karena dirinya tidak bersalah, pembunuhan tersebut akan menjadi peringatan bahwa tidak lama lagi Kerajaan Mengwi dan Blambangan akan hancur. Kedua ajudan tersebut ketakutan dan memohon maaf, disampingselain mereka sendirijuga tidak sanggup membunuh Tan Cin Jin. Mereka jugaKeduanya tidak berniat kembali, karenasebab raja pasti akan membunuh mereka karena gagal melaksanakan perintahperintahnya. Tan Cin Jin mengajak keduanya ke Blambangan.
 
KisahDalam menyebutkan bahwakisah, Tan Cin Jin dikatakan berjalan kaki melintasi laut. Kedua sandalnya digunakan kedua ajudannya untuk mengambang. Sesampai di pantai Blambangan, mereka naik ke puncak Gunung Sembulungan dan [[moksa]] (menghilang) di sana.
 
=== <ref name=":0" />Masa kehidupan setelah Menjadi roh suci ===
40-50 tahun kemudian, dimanadikatakan bahwa ''saat itu banyak sekali orang CinaTionghoa yang menetap di Blambangan'' dan ''empat perkampungan CinaTionghoa terbentuk di [[Blimbingsari, Rogojampi, Banyuwangi|Banyualit]], [[Kedaleman, Rogojampi, Banyuwangi|Kedaleman]], [[Lateng, Banyuwangi, Banyuwangi|Lateng]] dan Kesatrian'', kisah tentang Chen Fu Zhen Ren berlanjutkembali muncul. Peneliti C. Salmon dan M. Sidharta lebih meyakini bahwa kisah ini terjadi tidak sampai 50 tahun kemudian, berdasarkansebab menurut perkiraan bahwa tahun kedatanganmereka, Tan Cin Jin tiba di Blambangan adalah setelah Tahuntahun 1729 (tahun penguasaansetelah Mengwi atasmenguasai Blambangan) dan tahun kehancuran Blambangan (berdasarkan tulisan ini) adalah dipada Tahuntahun 1765. Pada masa itu (Abad XVII), terdapat lalu lintas budak yang penting antara Bali dan Batavia, termasuk lalu lintas perbudakan terpenting di Asia.<ref>A. Van der Kraan. ''Bali; Slavery and Slave Trade'', dalam edisi A.J.S. Reid, ''Slavery, Bondage and Dependency in Southease Asia'', St. Lucia, Penerbit University of Queensland, 1983, hal. 315-340; Schulte Nordholt, 1980, ''Matht, mensen en middelen; Patronen en dynamiek in de Balische politik ca. 1700-1840'', Doctoraalscriptie Vrijie Universiteit Amsterdam, hal. 32-54. Sumber: Salmon dan Sidharta, 2000.</ref>.
 
Suatu hari datang perahu layar besar dari [[Kabupaten Badung|Badung]] menuju Batavia membawa 60-70 orang budak ''laki-laki dan perempuan, besar dan kecil, sangat sederhana dan rendahan'', semuanya ''diikat dengan rantai besi dari leher hingga kaki mereka''. Pada saat perahu tersebut sampai di seberang Gunung Sembulungan, ''seolah-olah perahu layar tersebut telah meninggalkan tempat itu untuk satu siang dan satu malam, dan memiliki angin yang baik dan memiliki kekuatan yang bagus, tetapi tiba-tiba pada pagi harinya perahu itu kembali lagi ke tempat yang sama''. Hal tersebut terjadi hampir sebulan sehingga perbekalan hampir habis dan orang-orang di dalam perahu ketakutan (khawatir bahwa) hidup mereka akan berakhir. DiantaraDi budakantarabudak yang berasal dari kasta [[Ksatria]], ''yang mana telah dijual dan tangan, kaki, serta lehernya terikat oleh rantai besi'', tiba-tiba salah satunya terbebas ''meskipun kuncinya masih terkunci''. Ia mengalami ''trance'', menari-nari dan berbicara kepada kapten kapal dalam bahasa CinaTionghoa:
:"''Hey Kapten, kau seharusnya tahu bahwa aku adalah Kongco dengan nama Tan Cin Jin. Aku tinggal di puncak Gunung Sembulungan. Bawa aku ke wilayah Blambangan, sehingga aku dapat tinggal di sana selamanya''. "
Pria itu kemudian melompat ke laut dan berjalan dengan hati-hati di atas ombak, sementara kapten kapal mengikuti dengan sampan. Setelah si Ksatria sampai di puncak Gunung Sembulungan, ia menjadi sadar dan menemukan tiga patung: satu besar dan dua kecil. Keduanya kemudian membawa tiga patung tersebut ke Pelabuhan Banyualit.
 
Di Banyualit, Kapten kapal mengumpulkan warga CinaTionghoa di sana, dan si Ksatria kembali mengalami trancekesurupan. Ia berbicara dalam bahasa CinaTionghoa tentang kisah hidupnya di Macanputih dan Mengwi, bagaimana kedua pembunuhnya kini menjadi dua ajudannya untuk selamanya. ''Kalian para orang CinaTionghoa di Blambangan, biarlah hal tersebut diketahui'' ...(kata tidak dapat diidentifikasikan) ''ada tiga orang lelaki bersaudara, yang di tengah hidup di Batudodol, yang termuda menjadi seekor harimau, dan hidup di dalam hutan Blambangan dan Bali. Aku tidak berniat untuk pindah dari sini, sehingga aku tahu apa yang akan terjadi di wilayah Blambangan dan Mengwi; aku ingin memuaskan hatiku dan menikmati hasil dari Blambangan dan Bali''.
 
Warga CinaTionghoa menyambut Chen Fu Zhen Ren dengan gembira dan membangun sebuah [[Klenteng]] di [[Lateng, Banyuwangi, Banyuwangi|Lateng]]. Namun, setelah Blambangan diserang Belanda pada Tahun 1765, pusat kerajaan dipindahkan di Kota [[Banyuwangi, Banyuwangi|Banyuwangi]] sekarang (sebelumnya berada di sekitar [[Muncar, Banyuwangi|Muncar]]). Warga CinaTionghoa ikut bermigrasi dan memindahkan lokasi Klenteng Chen Fu Zhen Ren ke Klenteng [[Hoo Tong Bio|Hu Tang Miao]] yang sekarang.
 
Penulis ''Aku'' menambahkan bahwa pada Tahun 1880 hanya terdapat tiga Klenteng Chen Fu Zhen Ren di Jawa, yaitu di Banyuwangi, [[Besuki, Situbondo|Besuki]], dan [[Kota Probolinggo|Probolinggo]]. Sementara di Bali terdapat dua [[Klenteng]], yaitu di [[Kota Buleleng|Buleleng]] dan [[Kabupaten Badung|Badung]]. Selain itu, tiap-tiap rumah orang CinaTionghoa di [[Kabupaten Tabanan|Tabanan]], [[Mengwi, Badung|Mengwi]], [[Kabupaten Bangli|Bangli]], [[Kabupaten Gianyar|Gianyar]], [[Klungkung, Klungkung|Klungkung]], [[Kabupaten Karang Asem|Karang Asem]], dan Sasak juga memiliki altar pribadi untuk Chen Fu Zhen Ren. Tiap tahunnya, penjaga Klenteng Banyuwangi berkeliling di Bali untuk mengadakan Festival ''Sembahyang Rebutan''. Penulis ''Aku'' menyatakan:
:"''Saya memperoleh penjelasan ini dari orangtuaorang tua saya ...wangi , dari kakek saya dan'' ... (nama tidak dapat diidentifikasikan) ''adalah para penjaga kuil Kongco''."
Keterangan: (kata tidak terbaca ''...wangi'' yang tidak terbaca, kini secara umum dianggap '' di Banyuwangi'').
 
== Sejarah orallisan dan legenda ==
Berikut ini merupakan berbagai sejarah dan kisah Chen Fu Zhen Ren yang diturunkan dari mulut ke mulut oleh masyarakat [[Jawa]] dan [[Pulau Bali|Bali]].
 
=== Kisah dari Mengwi (Banjar Jawa) ===
Lokasi Banjar Jawa berada di daerah utara Desa [[Mengwi]], [[Bali]]. Penduduk banjar tersebut mengaku berasal dari Jawa dan dibawa ke Bali untuk membangun sebuah istana (puri) dibawah paduan seorang arsitek CinaTionghoa.
 
Pada awal tahun 1980an1980-an, seorang berkebangsaan Belanda bernama [[Henk Schulte Nordholt]] mendengar kisah dari I Gusti Agung Gede Rai (dari Puri Kleran) dan Ida Bagus Ketut Sindu (dari Mengwi) bahwa Raja Mengwi pernah mengadakan suatu kontes membuat rancangan terbaik untuk istana Mengwi yang baru. Seorang [[pandita]] dari Sibang mencobanya, tetapi seorang arsitek CinaTionghoa dari [[Blambangan]] berhasil memenangkannya. Arsitek tersebut membawa orang-orang Jawa untuk membantunya dalam proses pembangunan puri, tetapi hingga 3 hari sebelum batas waktu pembangunan, hanya tembok luar puri yang selesai dibangun. Ajaibnya, puri tersebut berhasil diselesaikan tepat pada waktunya. Penduduk Mengwi pada masa itu merasa takut dan meminta Raja Mengwi untuk membunuh sang arsitek. Namun, sang arsiterkarsitek berhasil melarikan diri ke Jawa dan menghilang di [[Watu Dodol]] dengan ditemani dua orang pengiring yang konon bernama I Gusti Ngurah Subuh dan Ida Bagus Den Kayu.<ref>{{cite news|url=http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2003/2/2/ars1.html|authors=I Nyoman Gde Suardana|title=Kong Tjo di Vihara Dharmayana, Kuta|first=|last=|year=|location=|issn=|isbn=|publisher=Bali Post|date=2 Februari 2003|accessdate=25 Oktober 2015|archive-date=2003-11-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20031117091129/http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/2/2/ars1.html|dead-url=yes}}</ref>
 
C. Salmon dan M. Sidharta (1999) juga berhasil memperoleh informasi dari Anak Agung Gede Ajeng Tisna Mangun (dari Puri Gede Mengwi) bahwa Raja Mengwi saat itu bukan meminta sang arsitek untuk menggambar rancangan puri, melainkan rancangan [[Pura Taman Ayun]]. Sang arsitek membuat kerangka taman dengan menggali parit pembatas taman kemudian menggambar rancangan serta memberi instruksi tentang tanaman serta pepohonan yang akan ditanam. Arsitek itu kemudian pergi menuju pesisir pantai bersama dua orang yang ditugasi untuk menemaninya dan tidak pernah kembali lagi. Kisah ini diilustrasikan pada bagian depan Klenteng Gong Zu Miao di Tabanan, Bali. Kerancuan timbul karena berdasarkan sejarah, [[Pura Taman Ayun]] selesai dibangun pada Tahun 1634, tidak sesuai dengan perkiraan hidup Chen Fu Zhen Ren berdasarkan tulisan Melayu.
 
Menurut Henk Schick Nordholt, penulis berkebangsaan Belanda, dalam bukunya '''Negara Mengwi''', pada Tahun 1750 Taman Ayun direnovasi. Ahli bangunan yang memantau pada saat itu bernama ''Hobin Ho'' .<ref name="Tjahjono dan Soepranoto"tjah>Indrana Tjahjono dan Mas Soepranoto. 2010. ''Kongco Tan Hu Cin Jin''. Banyuwangi.</ref>.
 
=== Kisah dari Klenteng Banyuwangi dan Tabanan ===
Kisah Chen Fu Zhen Ren dikenal cukup baik oleh umat Klenteng Hu Tang Miao, Banyuwangi, yang merupakan [[Klenteng]] tertua di Jawa Timur dan Bali. BeliauDia disebut sebagai ''Wainanmeng Gongzu'' (''Kakek Buyut dari Blambangan'') atau hanya [[Kongco]].<ref name=salmon/>
 
Menurut pengurus Klenteng Banyuwangi, Chen Fu Zhen Ren adalah seorang pengrajin dari Kanton ([[Guangzhou]]). Ia diminta untuk membangun istana bagi Raja Kerajaan [[Singaraja]], tetapi banyak orang yang menjadi dengki kepadanya. Maka Chen Fu Zhen Ren melarikan diri menyeberangi [[Selat Bali]].
 
Chen Fu Zhen Ren menciptakan seekor harimau dari punggung sebelah kanan dan buaya dari punggung sebelah kiri untuk menahan para pengejarnya. Kemudian beliaudia melintasi Selat Bali dengan menunggangi seekor kepiting raksasa. Versi lain mengatakan Chen Fu Zhen Ren kembali ke Blambangan secara gaib, sementara dua prajurit yang menyertainya melintasi Selat Bali di atas kepiting raksasa. Mereka sampai di pantai Banyuwangi dan menetap di sana. Oleh warga CinaTionghoa yang tinggal di Banyuwangi, beliaudia disapa dengan sebutan '''[[Zhenren]]''' atau ''Manusia Sejati''.
 
=== Legenda Watu Dodol ===
[[Berkas:Makam_Watudodol_2011Makam Watudodol 2011.jpg|thumbjmpl|240px|Makam di [[Watu Dodol]] pada Tahun 2011]]
Chen Fu Zhen Ren adalah seorang arsitek yang memenuhi sayembara Raja Mengwi untuk membangun sebuah taman kerajaan dalam kurun waktu tertentu. Namun, hingga tiga hari dari batas waktu yang ditentukan, arsitek tersebut belum membangun apa-apa. Selama ini Raja Mengwi terus memberinya peringatan, tetapi sang arsitek terlihat acuh. Pada malam dipada hari ketiga sebelum batas waktu berakhir, tiba-tiba saja taman istana yang sangat indah muncul begitu saja.<ref name=dewa>''Dewa-Dewi Kelenteng'', Penerbit: Kelenteng Sam Po Kong, Semarang.</ref>
 
Raja Mengwi memerintahkan untuk menangkap sang arsitek karena takut akan kesaktiannya. Pada malam harinya, dua orang prajurit yang ditugaskan menjaga sang arsitek membawanya kabur ke [[Kerajaan Blambangan|Blambangan]] karena mereka menganggap sang arsitek sebenarnya tidak bersalah. Tidak seberapa jauh, pelarian mereka diketahui dan mereka dikejar hingga menyeberangi [[Selat Bali]]. Kedua prajurit tersebut bertempur mati-matian melindungi sang arsitek dan akhirnya tewas, sementara sang arsitek yang terkepung berubah menjadi batu berukuran besar dengan bentuk aneh, yaitu bagian atasnya lebih besar dari bawahnya. Penduduk setempat memakamkan kedua prajurit di puncak bukit di dekat [[Watubatu Dodol]]besar (makamnya masih sering dikunjungi hingga sekarang oleh berbagai kalangan kepercayaan dan agama)tersebut, sementarayang batukemudian besar itu disebutdinamakan [[Watu Dodol]] <nowiki/>dan masih dikeramatkan hingga sekarang.<ref name=dewa/>
 
Pada saat dilakukan pelebaran jalan, pemerintah berusaha untuk memindahkan [[Watu Dodol]] tetapi tidak berhasil. Itulah sebabnya kini Watu Dodol berada di tengah-tengah dua ruas jalan raya di sebelah utara Banyuwangi.<ref>''Dewa-Dewi Kelenteng'', Penerbit: Kelenteng Sam Po Kong, Semarang.<name=dewa/ref>.
 
=== Kisah Pedagang Hainan ===
Tiga patung kayu di Klenteng [[Hoo Tong Bio|Hu Tang Miao]], Banyuwangi, memiliki kisah lain yang berbeda dari yang dituliskan dalam Tulisan Melayu.<ref>Moetirko, ''Riwayat Klenteng, Vihara, Lithang, Tempat Ibadah Tridharma Se-Jawa'', Semarang, Sekretariat Empeh Wong Kam Fu, 1980, hal. 293. Sumber: Salmon dan Sidharta, 2000.</ref>. Kisah ini menyebutkan seorang pedagang asal [[Hainan]] yang terhenti oleh kekuatan supranatural pada saat melintas dekat [[Muncar, Banyuwangi|Muncar]]. Si pedagang menuju tepi pantai dan menjadi petapa. Suatu hari ia melihat cahaya terang di tengah hutan dan menemukan sebuah kayu terpotong menjadi tiga bagian. Ia membawanya pulang ke Hainan dan mengukirnya. Namun, ukiran kayu tersebut menolak tinggal di Hainan dan minta dibawa kembali ke Blambangan, ditempatkan pada sebuah Klenteng di Banyuwangi.
 
=== Kisah Arcaarca Klenteng Rogojampi ===
{{lihat pula|Tik Liong Tian}}
Menurut tradisi oral, seorang pedagang bernama Lin Jing Feng (1915) bermimpi bahwa Chen Fu Zhen Ren berada di Watu Dodol. Penduduk setempat biasa menyembah dua nisan [[Muslim]] yang berbentuk seperti Watu Dodol. Di sana, Lin Jing Feng menemukan sebuah arca batu yang dipercaya merupakan gambaran dari Chen Fu Zhen Ren. Arca batu tersebut kini berada di [[Tik Liong Tian|Klenteng Rogojampi]].
[[Berkas:Watu dodol.jpg|jmpl|[[Watu Dodol]]]]
Menurut tradisi orallisan, seorang pedagang bernama Lin Jing Feng (1915) bermimpi bahwa Chen Fu Zhen Ren berada di Watu Dodol. Penduduk setempat biasa menyembah dua nisan [[Muslim]] yang berbentuk seperti Watu Dodol. Di sana, Lin Jing Feng menemukan sebuah arca batu yang dipercaya merupakan gambaran dari Chen Fu Zhen Ren. Arca batu tersebut kini berada di [[Tik Liong Tian|Klenteng Rogojampi]].
 
=== Pengalaman Kaumkaum Spiritualisspiritualis ===
* Bulan Mei 2010. Istri seorang paranormal dari Bali dimasuki Roh Suci yang bersuara halus serta menggunakan bahasa mandarin. Roh tersebut menyatakan bahwa beliaudia adalah pemimpin tempat tersebut. Menurut pengamatan spiritual, Roh tersebut selanjutnya memasuki altar Chen Fu Zhen Ren .<ref name="Tjahjono dan Soepranoto">Indrana Tjahjono dan Mas Soepranoto. 2010. ''Kongco Tan Hu Cin Jin''. Banyuwangi. Hal. 20.</ref>.
 
=== KontroversiPenelitian Asal-Usulspiritualis ===
Kedua peneliti dan spiritualis Indrana Tjahjono dan Mas Soepranoto mengeluarkan sebuah hipotesahipotesis bahwa Chen Fu Zhen Ren adalah seorang kaisar ke II [[Dinasti Ming]], yaitu Kaisar [[Zhu Yunwen]], yang dikudeta pamannya sendiri dan menghilang. Dugaan tersebut berasal dari adanya aksesoris mahkota kaisar yang disimpan di Klenteng [[Hoo Tong Bio|Hu Tang Miao]], Banyuwangi. Diperkirakan bahwa simbol mahkota tersebut pernah dipakai pada arca Chen Fu Zhen Ren sekitar tahun 1950 sampai 1960an. Selain itu, ukiran pada arca tertua Chen Fu Zhen Ren terdapat ukiran [[naga Tiongkok|naga]]. Bagi Bangsa [[RRC|CinaRRT]], ukiran atau sulaman naga tidak dapat dikenakan oleh sembarangan orang. Hanya kaisar atau panglima yang boleh memakainya. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dijatuhi hukuman mati karena dianggap melakukan makar terhadap kaisar. Sebagai '''Zhen Ren'''[[Zhenren]] (''Manusia Sejati''), Chen Fu Zhen Ren diyakini tidak akan mengenakan sesuatu yang bukan haknya.<ref name="Tjahjono dan Soepranoto"tjah/>
 
Kaisar [[Zhu Yunwen]] bertahta selama tiga tahun sebelum dikudeta pada tahun 1403. Zhu Yunwen menghilang, diduga melarikan diri ke Samudera Selatan. [[Kaisar Yongle|Kaisar Yung Lo]] khawatir Zhu Yunwen akan merebut kembali tahtanya. Ia mengirim tiga panglima, yaitu Wan Lian Fu ke [[Kerajaan Champa|Campa]], Yan Qin ke Jawa, dan [[Cheng Ho]] dalam tujuh pelayarannya.<ref>Gan Kok Hwie dan Kwa Tong Hay. ''600 th Pelayaran Muhibah ZHENG H'' (262 th Tay Kak Sie). KAISAR YANG HILANG, Hal. 57. Sumber: Tjahjono dan Soepranoto, 2010.</ref>
 
Konon, dalam pelayaran Cheng Ho yang ke tujuh (1433), ia singgah di Blambangan dan bertemu dengan Kaisar [[Zhu Yunwen]]. Pada saat itu, [[Kaisar Yongle|Kaisar Yung Lo]] telah wafat. Kedua peneliti memberikan kemungkinan bahwa peristiwa ini melahirkan nama '''Blambangan'''. Warga CinaTionghoa menyebut Kota Banyuwangi (Blambangan) sebagai ''Wai Nan Meng'' ([[Hokkien]]: ''Hway Lam Bang'') yang artinya ''Impian di Luar Batas Selatan'', merujuk kepada harapan Cheng Ho untuk bertemu kaisar telah tercapai di tempat tersebut.<ref name="Tjahjono dan Soepranoto"tjah/>
 
Peristiwa kudeta Kaisar Zhu Yunwen pada tahun 1403 dengan pembangunan Pura Taman Ayu pada tahun 1627 serta perkiraan pembangunan Istana di [[Blambangan]] pada tahun 1700an menimbulkan permasalahan tersendiri. Kelompok spiritualis percaya bahwa rentang tahun yang begitu jauh justru menunjukkan kebesaran dari Chen Fu Zhen Ren.
 
== Daftar Sembilansembilan Klentengklenteng Utamautama Chen Fu Zhen Ren ==
*# TITD Hu Tang Miao (Ho[[Hoo Tong Bio]]), Jl Ikan Gurami 54, [[Banyuwangi, Banyuwangi|Banyuwangi]], [[Jawa]]
*# TITD Bao Tang Miao ([[Poo Tong Bio]]), Jl Teratai No 1, [[Besuki, Situbondo|Besuki]], [[Jawa]]
*# TITD Long Quan Miao ([[Liong Coan Bio]]), Jl WR Supratman 51,127 [[Kota Probolinggo|Probolinggo]], [[Jawa]]
*# TITD De Long Dian ([[Tik Liong Tian]]), Jl Raya 69, [[Rogojampi, Rogojampi, Banyuwangi|Rogojampi]], [[Jawa]]
*# Vihara Dharma Cattra (Kong Co Bio), Jl Melati 18, [[Kabupaten Tabanan|Tabanan]], [[Bali]]
*# Vihara Dharmayana ([[Vihara Dharmayana Kuta|Leeng Gwan Bio]]), Jl Blambangan, [[Kuta, Badung|Kuta]], [[Bali]]
*# TITD Ling Yen Gong (Ling Gwan Kiong), Jl Erlangga 65, [[Singaraja]], [[Bali]]
*# TITD Cung Ling Bio, Jl Udayana, [[Negara, Jembrana|Negara]], [[Bali]]
*# Vihara Bodhi Dharma (Pao Hwa Kong), Jl Yos Sudarso 180, [[Ampenan, Mataram|Ampenan]], [[Pulau Lombok|Lombok]]
 
== Kultus ==
Yang Mulia [[Kongco]] Chen Fu Zhen Ren dikenal bagi para pemujanya sebagai ''Kakek Leluhur'' yang ramah dan murah hati, memiliki tutur kata lembut dan santun. Beberapa orang yang memiliki kekuatan supranatutral (baik dari umat Klenteng Chen Fu Zhen Ren maupun agama atau kepercayaan lain)Ia menggambarkannyadigambarkan sebagai seorang tua yang memiliki tubuh sehat, berpakaian putih, berambut putih, dan berjanggut panjang berwarna putih. Banyak umat yang menanyakan masalah kehidupan maupun pengobatan kepada Chen Fu Zhen Ren, yang mana bagi umat Konghucu keakuratannya dipercaya setara dengan [[Kongco]] dari Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban. Beberapa umat yang mengalami kebaikan Chen Fu Zhen Ren meninggalkan kenang-kenangan berupa tulisan (papan nama atau sepasang papan sajak '''Dui Lian''') atau cinderamatacenderamata pada Klenteng yang memuja beliaudia.<ref name=salmon/>
 
=== Prasasti dari Klenteng Hu Tang Miao, Banyuwangi ===
Baris 119 ⟶ 133:
* Prasasti ''Zun Dao De''
{{quote|Dia menghormati yang saleh.}}
* Prasasti bertanggal ''Guangxu Guimao'' (1903) oleh sebuah perusahaan di [[Kota Surabaya|Surabaya]], menyebutkan Chen Fu Zhen Ren adalah pelindung warga CinaTionghoa dan penduduk asli.
{{quote|Kebaikan Kong membenamkan orang China dan penduduk asli, setiap orang mendapat bagian keuntungan, penduduk mendoakan dia seperti sebelumnya; bantuan Co menyelubungi orang-orang Fukien (Fujian) dan Canton (Kanton), empat orang yang berjasa telah menyelesaikan pekerjaan yang baik, pengorbanan musim gugur secara beraturan diperbaharui.}}
* Prasasti bertanggal ''Guangxu Guimao'' (1903) oleh penduduk Xin An, [[Guangdong]], menyebutkan berkah Chen Fu Zhen Ren sampai ke Negara Barat.
Baris 150 ⟶ 164:
* Prasasti bertanggal ''Guang Xu Yimao'' (1879) oleh pemilik perusahaan ''Jiang Fuji'', Singapura.
 
== Lihat Pulapula ==
* [[Tridharma]]
* [[Agama Khonghucu]]
Baris 156 ⟶ 170:
* [[Kepercayaan tradisional Tionghoa]]
 
== Catatan Kakikaki ==
{{reflist}}
 
== Pranala Luarluar ==
* W. Franke, C. Salmon, dan Anthony Siu. ''Chinese Epigraphic Materials in Indonesia'', Singapura, Paris, Masyarakat Laut Selatan, EcoleÉcole francaisefrançaise d'ExtremeExtrême-Orient, Asosiasi Archipel, 1997, II Jawa 2, hal. 846.
* [http://arkeologi.web.id/articles/arkeosinologi/1531-riwayat-klenteng-tertua-di-jawa-timur-dan-bali- Riwayat Klenteng Tertua di Jawa Timur dan Bali] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131001012210/http://arkeologi.web.id/articles/arkeosinologi/1531-riwayat-klenteng-tertua-di-jawa-timur-dan-bali- |date=2013-10-01 }}.
* [http://kelenteng300.blogspot.com/2010/12/hut-tan-hu-cin-jin-tik-liong-tian.html HUT Tan Hu Cin Jin, Tik Liong Tian Rogojampi].
* [http://www.facebook.com/tikliongtian.rogojampi?fref=ts Facebook resmi Klenteng Tik Liong Tian, Rogojampi]
[[Kategori: Dewa-Dewi Taoisme]]
 
{{tambah_infobox}}
 
[[Kategori: Dewa-Dewi Taoisme]]