Kartini: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 118.96.133.230) dan mengembalikan revisi 7582778 oleh SamanthaPuckettIndo
k Membatalkan 1 suntingan by 182.2.104.228 (bicara) (Star! ✨)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(287 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{Untuk|film dengan nama yang sama|R.A. Kartini (film)|Kartini (film)}}
{{no footnotes}}
{{refimprove|date=April 2019}}
{{Untuk|film dengan nama yang sama|R.A. Kartini (film)}}
{{Infobox Person
| pre-nominals = Raden Ayu Adipati
|name = R.A. Kartini
| name =
|image = COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van Raden Ajeng Kartini TMnr 10018776.jpg
Kartini Djojoadhiningrat
|image_size = 200px
|caption image = ReproCOLLECTIE TROPENMUSEUM negatifPortret potretvan Raden Ajeng Kartini (fotoTMnr [[1890-an]])10018776.jpg
| image_size = 200px
|birth_date = {{birth date|1879|4|21|mf=y}}
| caption = Repro negatif potret Raden Ajeng Kartini (foto [[1890-an]])
|birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Jepara]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]]
|death_date birth_date = {{deathbirth date and age|1904|9|17|1879|4|21|mf=y}}
|death_place =birth_place {{flagicon|Belanda}} = [[RembangMayong, Jepara|Mayong]], [[Jawa TengahJepara]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|1904|9|17|1879|4|21|mf=y}}
|other_names = Raden Ayu Kartini
| death_place = [[Rembang]], [[Hindia Belanda]]
|known_for = Emansipasi wanita
| restingplace = TMP Bulu, Kec. Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah
|religion = [[Islam]]
| other_names = Raden Ayu Kartini
|spouse = R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat
| known_for = Emansipasi wanita.
| spouse = K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat (m. 1903 - 1904, kematiannya)
| children = [[Soesalit Djojoadhiningrat]]
| signature = Signature of Kartini 2.svg
}}
 
'''Raden Adjeng Kartini''' ({{lahirmati|[[Jepara]], [[Jawa Tengah]]|21|4|1879|[[Rembang]], [[Jawa Tengah]]|17|9|1904}}) atau sebenarnya lebih tepat disebut '''[[Raden Ayu]] Kartini'''<ref>,[[Raden Ayu]] adalah gelar untuk wanita bangsawan yang menikah dengan pria bangsawan dari keturunan generasi kedua hingga ke delapan dari seorang raja Jawa yang pernah memerintah, sedang penggunaan gelar R.A. (Raden Ajeng) hanya berlaku ketika belum menikah.</ref> adalah seorang tokoh [[suku Jawa]] dan [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan [[pribumi]].
'''Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat''' ({{lahirmati|[[Mayong, Jepara|Mayong]], [[Jepara]]|21|4|1879|[[Rembang]]|17|9|1904}}) atau sering disebut dengan gelarnya sebelum menikah: '''Raden Ajeng Kartini''', adalah seorang tokoh [[suku Jawa|Jawa]] dan [[Pahlawan Nasional Indonesia]].<ref>{{Cite news|title=Diperingati Setiap 21 April, Ini Biografi Singkat RA Kartini dan Sejarah Ditetapkannya Hari Kartini|url=https://www.tribunnews.com/nasional/2021/04/20/diperingati-setiap-21-april-ini-biografi-singkat-ra-kartini-dan-sejarah-ditetapkannya-hari-kartini|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|access-date=2021-05-26|first=Lanny|last=Latifah|editor-last=Widyastuti|editor-first=Pravitri Retno|date=2021-04-20|archive-date=2021-05-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20210526081848/https://www.tribunnews.com/nasional/2021/04/20/diperingati-setiap-21-april-ini-biografi-singkat-ra-kartini-dan-sejarah-ditetapkannya-hari-kartini|dead-url=no}}</ref> Kartini adalah seorang pejuang kemerdekaan dan kedudukan kaumnya, pada saat itu terutama wanita Jawa.<ref>{{Cite book|last=poerbakawatja|first=Soegarda|date=1976|title=Ensiklopedi Pendidikan|location=Jakarta|publisher=Gunung Agung|pages=140-141|url-status=live}}</ref> Ia mempunyai tanggal lahir yang sama seperti dr. [[Radjiman Wedyodiningrat]], yakni sama-sama lahir pada 21 April 1879.
 
Ia dilahirkan dalam keluarga bangsawan [[suku Jawa|Jawa]] di [[Hindia Belanda]] (sekarang [[Indonesia]]). Setelah bersekolah di sekolah dasar berbahasa Belanda, ia ingin melanjutkan pendidikan lebih lanjut, tetapi perempuan Jawa saat itu dilarang mengenyam pendidikan tinggi. Ia bertemu dengan berbagai pejabat dan orang berpengaruh, termasuk J.H. Abendanon, yang bertugas melaksanakan [[Kebijakan Etis Belanda]].
 
Setelah kematiannya, saudara perempuannya melanjutkan pembelaannya untuk mendidik anak perempuan dan perempuan.<ref>[http://www.san.beck.org/20-11-Indonesia1800-1950.html Indonesia 1800–1950] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170524100635/http://www.san.beck.org/20-11-Indonesia1800-1950.html |date=2017-05-24 }} Beck</ref> Surat-surat Kartini diterbitkan di sebuah majalah Belanda dan akhirnya, pada tahun 1911, menjadi karya: ''Habis Gelap Terbitlah Terang'', ''Kehidupan Perempuan di Desa'', dan ''Surat-Surat Putri Jawa''. Ulang tahunnya sekarang dirayakan di Indonesia sebagai Hari Kartini untuk menghormatinya, serta beberapa [[Sekolah Kartini|sekolah]] dinamai menurut namanya dan sebuah yayasan didirikan atas namanya untuk membiayai pendidikan anak perempuan bangsa Indonesia.
 
== Biografi ==
[[Berkas:RM Sosroningrat, regent van Djapara.jpg|thumbal=|100pxkiri|leftjmpl|214x214px|Ayah Kartini, R.M.A.A. Sosroningrat.]]
Raden Adjeng Kartini adalah seseorangberasal dari kalangan ''[[priyayi]]'' atau kelas bangsawan Jawa,. Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati ArioAryo Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati [[Jepara]] segera setelah Kartini lahir. IaKartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A.Mas Ajeng Ngasirah, putri dari [[Nyai]] Haji Siti Aminah dan [[Kyai]] Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. DariKakek sisiKartini ayahnyadari pihak ayah, silsilahPangeran KartiniAryo dapatTjondronegoro dilacakAdiningrat hinggaIV, menikah dengan Gusti Kangjeng Ratu Ayu, putri ke-10 dari Sultan [[Hamengkubuwana VI]]. Sang nenek juga secara kebetulan adalah saudara seibu dengan Sultan [[Hamengkubuwana VII]] dari pernikahan dengan permaisuri Gusti Kangjeng Ratu Sultan atau Gusti Kangjeng Ratu Hageng.<ref>{{Cite book|last=Mandoyokusumo|first=K.P.H.|date=1988|title=Serat Raja Putra Ngayogyakarta Hadiningrat|location=Yogyakarta|publisher=Bebadan Museum Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat|pages=46|url-status=live}}</ref> Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana [[Kerajaan Majapahit]]. Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati [[Surabaya]] pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja.<ref name="jote p2">{{cite book|title= On feminism and nationalism: Kartini's letters to Stella Zeehandelaar 1899-1903|url= https://archive.org/details/onfeminismnation0000kart|year=2005|page=[https://archive.org/details/onfeminismnation0000kart/page/2 2]|publisher=Monash University Press|isbn=1876924357}}</ref>
 
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang [[wedana]] di [[Mayong, Jepara|Mayong]]. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang [[bupati]] beristerikan seorang bangsawan. Karena Mas Ajeng Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi,<ref>''[http://www.asiaquarterly.com/content/view/170/43/ Interview with Kathryn Robinson: Secularization of Family Law in Indonesia] {{Webarchive|url=https://archive.today/20070928052132/http://www.asiaquarterly.com/content/view/170/43/ |date=2007-09-28 }}'', Harvard Asia Quarterly, diakses 21 April 2010</ref> maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura.<ref name="jote p2"/> Setelah perkawinan itu, ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
 
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari semua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Aryo Tjondronegoro Adiningrat IV, diangkat menjadi bupati [[Demak]] dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.<ref name="jote p2"/> Kakak Kartini, [[Sosrokartono]], adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di [[Europeesche Lagere School]] (ELS). Di sini Kartini belajar [[bahasa Belanda]]. Namun, setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena harus dipingit.
 
[[Berkas:Kartini1900s.jpg|jmpl|Surat Kartini - Rosa Abendanon (fragmen)]]
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang [[wedana]] di [[Mayong]]. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang [[bupati]] beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi<ref>''[http://www.asiaquarterly.com/content/view/170/43/ Interview with Kathryn Robinson: Secularization of Family Law in Indonesia]'', Harvard Asia Quarterly, diakses 21 April 2010</ref>, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman [[korespondensi]] yang berasal dari [[Belanda]]. Salah satunya adalah [[Rosa Abendanon]] yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
 
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang ''[[De Locomotief]]'' yang diasuh [[Pieter Brooshooft]]. Ia juga menerima ''leestrommel'' (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda ''De Hollandsche Lelie''. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di ''De Hollandsche Lelie''. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal [[emansipasi]] wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul ''[[Max Havelaar]]'' dan ''Surat-Surat Cinta'' karya [[Multatuli]], yang pada November [[1901]] sudah dibacanya dua kali. Selain itu, Kartini juga membaca ''De Stille Kraacht'' (''Kekuatan Gaib'') karya Louis Coperus dan karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, ''Die Waffen Nieder'' (''Letakkan Senjata''). Semuanya berbahasa Belanda.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, [[Sosrokartono]], adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di [[ELS]] (''Europese Lagere School''). Di sini antara lain Kartini belajar [[bahasa Belanda]]. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
 
Oleh orang tuanya, Kartini dijodohkan dengan bupati [[Rembang]], K.R.M. Adipati Aryo Singgih Djojoadiningrat,<ref>{{Cite book|last=Safwan|first=Mardanas|date=2001|url=https://books.google.com/books?id=ewtxAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22Kartini%22&q=%22Kartini%22&hl=id|title=R.A. Kartini: riwayat hidup dan perjuangannya|publisher=Mutiara Sumber Widya|isbn=978-979-9331-17-5|language=id|access-date=2021-09-12|archive-date=2023-04-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20230403203630/https://books.google.com/books?id=ewtxAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22Kartini%22&q=%22Kartini%22&hl=id|dead-url=no}}</ref> yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai [[Gedung Pramuka]]. [[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het gebouw van de Kartinischool geopend op 22 juli 1918 aan de Feitweg in Buitenzorg TMnr 60002657.jpg|jmpl|250px|kiri|Sekolah Kartini (''Kartinischool''), 1918.]] Anak satu-satunya, [[Soesalit Djojoadhiningrat]], lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, [[Kecamatan Bulu]], [[Rembang]].
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman [[korespondensi]] yang berasal dari [[Belanda]]. Salah satunya adalah [[Rosa Abendanon]] yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
 
Berkat kegigihan Kartini, belakangan didirikan Sekolah Wanita oleh [[Van Deventer#Yayasan Kartini|Yayasan Kartini]] di [[Semarang]] pada [[1912]], dan kemudian di [[Surabaya]], [[Yogyakarta]], [[Malang]], [[Madiun]], [[Cirebon]], dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "[[Sekolah Kartini]]". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga [[Van Deventer]], seorang tokoh [[Politik Etis]].
[[Berkas:Raden Adjeng Kartini.jpg|thumb|righ|225px|Kartini bersama suaminya, R.M.A.A. [[Singgih Djojo Adhiningrat]] ([[1903]]).]]
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang ''[[De Locomotief]]'' yang diasuh [[Pieter Brooshooft]], ia juga menerima ''leestrommel'' (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda ''De Hollandsche Lelie''. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di ''De Hollandsche Lelie''. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal [[emansipasi]] wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul ''[[Max Havelaar]]'' dan ''Surat-Surat Cinta'' karya [[Multatuli]], yang pada November [[1901]] sudah dibacanya dua kali. Lalu ''De Stille Kraacht'' (''Kekuatan Gaib'') karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, ''Die Waffen Nieder'' (''Letakkan Senjata''). Semuanya berbahasa Belanda.
 
Meski tidak sempat berbuat banyak untuk kemajuan bangsa dan tanah air, Kartini mengemukakan ide-ide pembaruan masyarakat yang melampaui zamannya melalui surat-suratnya yang bersejarah.
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati [[Rembang]], K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal [[12 November]] [[1903]]. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai [[Gedung Pramuka]]. [[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het gebouw van de Kartinischool geopend op 22 juli 1918 aan de Feitweg in Buitenzorg TMnr 60002657.jpg|thumb|250px|left|Sekolah Kartini (''Kartinischool''), 1918.]] Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, [[Soesalit Djojoadhiningrat]], lahir pada tanggal [[13 September]] [[1904]]. Beberapa hari kemudian, [[17 September]] [[1904]], Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, [[Kecamatan Bulu]], [[Rembang]].
 
Cita-citanya yang tinggi dituangkan dalam surat-suratnya kepada kenalan dan sahabatnya orang Belanda di luar negeri, seperti Tuan EC Abendanon, Ny MCE Ovink-Soer, Zeehandelaar, Prof Dr GK Anton dan Ny Tuan HH von Kol, dan Ny HG de Booij-Boissevain. Surat-surat Kartini diterbitkan di negeri Belanda pada 1911 oleh Mr JH Abendanon dengan judul Door Duisternis tot Licht. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh sastrawan pujangga baru Armijn Pane pada 1922 dengan judul ''Habis Gelap Terbitlah Terang''.<ref>{{Cite news|url=https://www.medcom.id/pilar/kolom/zNPMQPVb-arti-kartini-di-masa-kini|title=Arti Kartini di Masa Kini|last=Adam|first=Mohammad|date=2015-04-21|work=[[Medcom.id]]|accessdate=2020-05-10|editor-first=Mohammad|editor-last=Adam|archive-date=2021-04-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20210421050044/https://www.medcom.id/pilar/kolom/zNPMQPVb-arti-kartini-di-masa-kini|dead-url=no}}</ref>
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh [[Van Deventer#Yayasan Kartini|Yayasan Kartini]] di [[Semarang]] pada [[1912]], dan kemudian di [[Surabaya]], [[Yogyakarta]], [[Malang]], [[Madiun]], [[Cirebon]] dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "[[Sekolah Kartini]]". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga [[Van Deventer]], seorang tokoh [[Politik Etis]].
 
== Surat-surat ==
Setelah Kartini wafat, [[Mr.]] [[J.H. Abendanon|Jacques Abendanon]] mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan [[Hindia Belanda]]. Buku itu diberi judul ''Door Duisternis tot Licht'' yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada [[1911]]. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.
 
Pada tahun 1922, [[Balai Pustaka]] menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi ''Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran'', yang merupakan terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah ''[[Habis Gelap Terbitlah Terang]]'' versi [[Armijn Pane]] seorang sastrawan [[Pujangga Baru]]. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
 
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh [[kebangkitan nasional]] Indonesia, antara lain [[Wage Rudolf Soepratman|W.R. Soepratman]] yang menciptakan lagu berjudul "[[Ibu Kita Kartini]]". Lagu tersebut menggambarkan inti perjuangan wanita untuk merdeka.
 
== Pemikiran ==
[[Berkas:Indonesia 1952 5r o.jpg|thumbjmpl|Uang kertas pecahan [[IDR]] 5 cetakan tahun 1952 dengan gambar Kartini.]]
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: ''Zelf-ontwikkeling'' dan ''Zelf-onderricht'', ''Zelf- vertrouwen'' dan ''Zelf-werkzaamheid'' dan juga ''Solidariteit''. Semua itu atas dasar ''Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid'' (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan ''[[Humanitarianisme]]'' (peri kemanusiaan) dan ''[[Nasionalisme]]'' (cinta tanah air).
 
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
 
Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "''...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu...''" Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
 
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di [[Betawi]], meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
Baris 55 ⟶ 66:
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. "''...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin...''" Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
 
Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan [[Pribumi-Nusantara|bumiputra]] saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.
 
Perubahan pemikiran Kartini ini menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi, bahwa ketika Kartini hampir mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih berkorban untuk mengikuti prinsip patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan Adipati Rembang.<!--== Catatan Pinggir ==
Mengenai Kartini ada satu hal menarik yang jarang dikemukakan pada publik. Dalam surat yang dikirim oleh R.A.Kartini pada 27 Oktober 1902 kepada nyonya R.M.Abendanon-Mandri seperti yang dimuat dalam buku ''Door Duisternis tot Licht'',
 
Terjemahan surat itu sebagai berikut:
 
<blockquote>"Saja ada satoe Botjah-Boedha, maka itoe ada mendjadi satoe alesan mengapa saja kini tiada memakan barang berdjiwa.
<!--== Catatan Pinggir ==
Ketika saja masih anak-anak, saja telah dapat sakit keras, dokter-dokter tidak bisa menolong, mereka poetoes asah.
Mengenai Kartini ada satu hal menarik yang jarang dikemukakan pada publik. Dalam surat yang dikirim oleh R.A.Kartini pada 27 Oktober 1902 kepada nyonya R.M.Abendanon-Mandri seperti yang dimuat dalam buku ''Door Duisternis tot Licht'',
Waktoe itoe, seorang Tionghoa (seorang hoekoeman dengan siapa kita masih anak-anak soeka bersahabatan) tawarkan
dirinja boeat menolong saja. Saja poenja orang toea menoeroet dan saja betoel-betoel djadi semboeh.
 
Apa jang obat-obatan dari orang-orang terpeladjar tidak mampoe, djoestroe obat-tachajoel jang menolongnja.
Terjemahan surat itu sebagai berikut:
Ia menolong saja dengan tjoema-tjoema, saja disoeroe minoem aboe dari hioswa jang dibakar sebagi sembah-bakti
pada satoe Tepekong Tionghoa. Lantaran minoem obat itoe saja djadi anaknja Orang Soetji itoe, Santikkong Welahan.
 
Pada kira-kira satoe tahoen jang laloe saja mengoenjoengi Orang Soetji itoe. Ia ada hanja satoe Patoeng Emas
<blockquote>"Saja ada satoe Botjah-Boedha, maka itoe ada mendjadi satoe alesan mengapa saja kini tiada memakan barang berdjiwa.
jang ketjil dan siang malam dilipoeti asep hio. Bilamana ada berdjangkit wabah penjakit heibat, patoeng ketjil ini
Ketika saja masih anak-anak, saja telah dapat sakit keras, dokter-dokter tidak bisa menolong, mereka poetoes asah.
Waktoe itoe, seorang Tionghoa (seorang hoekoeman dengan siapa kita masih anak-anak soeka bersahabatan) tawarkan
dirinja boeat menolong saja. Saja poenja orang toea menoeroet dan saja betoel-betoel djadi semboeh.
Apa jang obat-obatan dari orang-orang terpeladjar tidak mampoe, djoestroe obat-tachajoel jang menolongnja.
Ia menolong saja dengan tjoema-tjoema, saja disoeroe minoem aboe dari hioswa jang dibakar sebagi sembah-bakti
pada satoe Tepekong Tionghoa. Lantaran minoem obat itoe saja djadi anaknja Orang Soetji itoe, Santikkong Welahan.
Pada kira-kira satoe tahoen jang laloe saja mengoenjoengi Orang Soetji itoe. Ia ada hanja satoe Patoeng Emas
jang ketjil dan siang malam dilipoeti asep hio. Bilamana ada berdjangkit wabah penjakit heibat, patoeng ketjil ini
digotong-gotong kesana-sini dengan pake oepatjara boeat oesir pengaroeh djahat dari iblis-iblis."</blockquote>
 
Memahami utuh pikiran Kartini terlihatlah jelas betapa ia orang yang kritis dan cerdas atas kondisi sosial dan sebagai pemeluk agama yang taat dan saleh ia menghargai pengobatan alternatif yang oleh kedokteran Belanda dan Barat saat itu dianggap terbelakang, tetapi ia sekaligus menyayangkan praktekpraktik perdukunan yang seringkali mengikuti pengobatan itu. Sebagai orang muda kuswardhani terpelajar yang berkeinginan melanjutkan studi kedokteran di Betawi (tapi ayahnya melarangnya) Kartini tentu mengerti bahwa penyakit bukan disebabkan oleh arwah jahat yang bisa diusir dengan asap. Namun demikian ia bijak menghargai upaya pengobatan demikian.
-->
 
== Buku ==
 
* '''Habis Gelap Terbitlah Terang'''
[[Berkas:Habis gelap terbitlah terang.jpg|thumbjmpl|180px|Sampul buku versi Armijn Pane.]]
:Pada [[1922]], oleh [[Empat Saudara]], ''Door Duisternis Tot Licht'' disajikan dalam [[bahasa Melayu]] dengan judul ''Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran''. Buku ini diterbitkan oleh [[Balai Pustaka]]. [[Armijn Pane]], salah seorang sastrawan pelopor [[Pujangga Baru]], tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam ''Habis Gelap Terbitlah Terang''. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.
 
:Pada [[1938]], buku ''[[Habis Gelap Terbitlah Terang]]'' diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari ''Door Duisternis Tot Licht''. Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam [[bahasa Jawa]] dan [[bahasa Sunda]]. Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi. Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87 surat Kartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang". Penyebab tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat. Alasan lain adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. Menurut Armijn Pane, surat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan. Ini pula yang menjadi salah satu penjelasan mengapa surat-surat tersebut ia bagi ke dalam lima bab pembahasan.
Baris 95 ⟶ 104:
:Buku terjemahan Sulastin malah ingin menyajikan lengkap surat-surat Kartini yang ada pada ''Door Duisternis Tot Licht''. Selain diterbitkan dalam ''Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya'', terjemahan Sulastin Sutrisno juga dipakai dalam buku ''Kartini, Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya''.
 
* '''''Letters from Kartini, An Indonesian Feminist'' 1900-19041900–1904'''
:Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah ''Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904''. Penerjemahnya adalah Joost Coté. Ia tidak hanya menerjemahkan surat-surat yang ada dalam ''Door Duisternis Tot Licht'' versi Abendanon. [[Joost Coté]] juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada Nyonya Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir. Pada buku terjemahan Joost Coté, bisa ditemukan surat-surat yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam ''Door Duisternis Tot Licht'' versi Abendanon. Menurut Joost Coté, seluruh pergulatan Kartini dan penghalangan pada dirinya sudah saatnya untuk diungkap.
 
:Buku ''Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904'' memuat 108 surat-surat Kartini kepada Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH Abendanon. Termasuk di dalamnya: 46 surat yang dibuat Rukmini, [[Kardinah]], Kartinah, dan Soematrie.
 
* '''''Panggil Aku Kartini Saja'''''
[[Berkas:Samak Pangil Aku Kartini Saja.jpg|thumbjmpl|180px|Sampul ''Panggil Aku Kartini Saja'', dikompilasi oleh [[Pramoedya Ananta Toer]].]]
:Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah ''[[Panggil Aku Kartini Saja]]'' karya [[Pramoedya Ananta Toer]]. Buku ''Panggil Aku Kartini Saja'' terlihat merupakan hasil dari pengumpulan data dari berbagai sumber oleh Pramoedya.
 
Baris 107 ⟶ 116:
:Akhir tahun 1987, [[Sulastin Sutrisno]] memberi gambaran baru tentang Kartini lewat buku ''Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya''. Gambaran sebelumnya lebih banyak dibentuk dari kumpulan surat yang ditulis untuk Abendanon, diterbitkan dalam ''Door Duisternis Tot Licht''.
 
:Kartini dihadirkan sebagai pejuang emansipasi yang sangat maju dalam cara berpikir dibanding perempuan-perempuan Jawa pada masanya. Dalam surat tanggal [[27 Oktober]] [[1902]], dikutip bahwa Kartini menulis pada Nyonya Abendanon bahwa dia telah memulai pantangan makan daging, bahkan sejak beberapa tahun sebelum surat tersebut, yang menunjukkan bahwa Kartini adalah seorang [[vegetarian]].<ref>[http://nasional.kompas.com/read/2010/04/21/08471776/Siapa.Menyangka.RA.Kartini.Vegetarian Prasetya, L.A. "''Siapa Menyangka R.A. Kartini Vegetarian''"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100423085758/http://nasional.kompas.com/read/2010/04/21/08471776/Siapa.Menyangka.RA.Kartini.Vegetarian |date=2010-04-23 }} - [[Kompas (surat kabar)|Kompas]] Daring Rabu, 21 April 2010]</ref> Dalam kumpulan itu, surat-surat Kartini selalu dipotong bagian awal dan akhir. Padahal, bagian itu menunjukkan kemesraan Kartini kepada Abendanon. Banyak hal lain yang dimunculkan kembali oleh Sulastin Sutrisno.
 
* '''Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903'''
Baris 115 ⟶ 124:
 
== Kontroversi ==
{{Tanpa referensi|date=April 2021}}[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Hari Kartini TMnr 60033701.jpg|leftkiri|200px|thumbjmpl|Peringatan Hari Kartini pada tahun 1953.]]
Ada kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Ada dugaan J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan [[politik etis]] di [[Hindia Belanda]], dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhumah Sulastin Sutrisno, jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda.
 
Penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar juga agak diperdebatkan. Pihak yang tidak begitu menyetujui, mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun merayakannya sekaligus dengan '''Hari Ibu''' pada tanggal [[22 Desember]]. Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya, karena masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini seperti [[Cut Nyak Dhien]], [[Martha Christina Tiahahu]], [[Dewi Sartika]], dan lain-lain. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Sikapnya yang pro terhadap poligami juga bertentangan dengan pandangan kaum feminis tentang arti emansipasi wanita. Dan berbagai alasan lainnya. Pihak yang pro mengatakan bahwa Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja, melainkan adalah tokoh nasional; artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah melingkupi perjuangan nasional.
 
Kematian Kartini yang mendadak juga menimbulkan spekulasi negatif bagi sebagian kalangan. Seperti diketahui dalam sejarah, Kartini meninggal pascamelahirkan, tepatnya empat hari setelah melahirkan. Ketika Kartini, mengandung bahkan sampai melahirkan, dia tampak sehat walafiat. Hal inilah yang mengandung kecurigaan. Efatino Febriana, dalam bukunya ''Kartini Mati Dibunuh'', mencoba menggali fakta-fakta yang ada sekitar kematian Kartini. Bahkan, dalam akhir bukunya, Efatino Febriana berkesimpulan, kalau kartini mamang mati karena sudah direncanakan. Demikian pula Sitisoemandari dalam buku ''Kartini, Sebuah Biografi,'' menduga bahwa Kartini meninggal akibat permainan jahat dari Belanda. Permainan jahat dari Belanda ingin agar Kartini bungkam dari pemikiran-pemikiran majunya yang ternyata berwawasan kebangsaan.
 
Ketika Kartini melahirkan, dokter yang menolongnya adalah Dr van Ravesten, dan berhasil dengan selamat. Selama 4 hari pascamelahirkan, kesehatan Kartini baik-baik saja. Empat hari kemudian, dr van Ravesten menengok keadaan Kartini, dan ia tidak khawatir akan kesehatan Kartini. Ketika Ravesten akan pulang, Kartini dan Ravesten menyempatkan minum anggur sebagai tanda perpisahan. Setelah minum anggur itulah, Kartini langsung sakit dan hilang kesadaran, hingga akhirnya meninggal dunia. Sayangnya, pada saat itu tak ada autopsi. Meski demikian, pihak keluarga tidak mempedulikan desas-desus yang muncul terkait kematian Kartini, melainkan menerima peristiwa itu sebagai takdir Yang Mahakuasa. Sementara pendapat yang berbeda yang dinyatakan oleh para dokter modern pada era sekarang. Para dokter berpendapat Kartini meninggal karena mengalami [[preeklampsia]] atau tekanan darah tinggi pada ibu hamil. Namun, hal ini juga tidak bisa dibuktikan karena dokumen dan catatan tentang kematian Kartini tidak ditemukan.<ref>{{Cite web |url=http://www.tribunnews.com/nasional/2016/04/21/misteri-kematian-kartini-benarkan-dia-dibunuh |title=TribunNews: Misteri Kematian Kartini, Benarkah Dia Dibunuh? |access-date=2016-05-02 |archive-date=2016-04-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160425135917/http://www.tribunnews.com/nasional/2016/04/21/misteri-kematian-kartini-benarkan-dia-dibunuh |dead-url=no }}</ref><ref>{{Cite web |url=http://www.tabloidposmo.co.id/?p=896 |title=Tabloid Posmo: Misteri Kematian Kartini, Benarkah Dia Dibunuh? |access-date=2016-05-02 |archive-date=2016-06-02 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160602122739/http://www.tabloidposmo.co.id/?p=896 |dead-url=yes }}</ref>
 
== Peringatan ==
=== Hari Kartini ===
[[Berkas:Makam Kartini.jpg|rightka|180px|thumbjmpl|Makam R.A. Kartini di [[Bulu, Rembang]].]]
Presiden [[Soekarno]] mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.Nomor 108 Tahun 1964, tanggal [[2 Mei]] [[1964]], yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai '''Hari Kartini'''.
 
Pemerintahan Orde Lama [[Soekarno]] mendeklarasikan 21 April sebagai Hari Kartini untuk mengingatkan perempuan bahwa mereka harus berpartisipasi dalam "wacana negara hegemonik pembangunan".<ref name="bulbeck">{{cite book | last = Bulbeck | first = Chilla | author-link = Chilla Bulbeck | title = Sex, love and feminism in the Asia Pacific: a cross-cultural study of young people's attitudes | url = https://archive.org/details/sexlovefeminismi0000bulb | publisher = Routledge | location = London New York | series = ASAA women in Asia | year = 2009 | isbn = 9780415470063 }} [https://books.google.com/books?id=chqofjVED54C&pg=PA94 Preview.]</ref> Namun, setelah tahun 1965, pemerintahan [[Orde Baru]] [[Soeharto]] mengubah citra Kartini dari emansipator wanita radikal menjadi citra yang menggambarkannya sebagai istri yang patuh dan putri yang patuh, "sebagai hanya seorang wanita berpakaian kebaya yang bisa memasak."<ref name=Yulianto>{{cite news |last=Yulianto |first=Vissia Ita |title=Is celebrating Kartini's Day still relevant today? |url=http://www.thejakartapost.com/news/2010/04/21/is-celebrating-kartini%E2%80%99s-day-still-relevant-today.html |access-date=15 March 2013 |newspaper=The Jakarta Post |date=21 April 2010 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20130807162432/http://www.thejakartapost.com/news/2010/04/21/is-celebrating-kartini%E2%80%99s-day-still-relevant-today.html |archive-date=7 August 2013 }}</ref> Pada kesempatan itu, yang dikenal sebagai Hari Ibu Kartini, "gadis-gadis muda harus mengenakan jaket ketat yang pas, kemeja batik, gaya rambut yang rumit, dan perhiasan berornamen ke sekolah, yang seharusnya meniru pakaian Kartini tetapi dalam kenyataannya, mengenakan pakaian ciptaan, dan ansambel yang lebih ketat daripada yang pernah dia lakukan."<ref name=Ramusack>{{cite book|last=Ramusack|first=Barbara N.|title=Women's History in Global Perspective|year=2005|publisher=University of Illinois Press|isbn=978-0-252-02997-4|pages=101–138 [129]|chapter-url=https://books.google.com/books?id=cQz2o883S38C&pg=PA129 |editor=Bonnie G. Smith|access-date=15 March 2013|chapter=Women and Gender in South and Southeast Asia}}</ref>
 
Melodi "Ibu Kita Kartini" oleh [[Wage Rudolf Supratman|W. R. Supratman]]:
<score lang="ABC" sound="1">
X:173
L:1/4
M:4/4
K:C
Q:1/4=120
C3/2D/2EF|G3/2E/2C2|A3/2c/2BA|G3|\
F3/2A/2GF|E2C2|D3/2F/2ED|C3|\
F3/2E/2FA|G/2A/2G/2E/2CE|DEFG|E3|\
F3/2E/2FA|G/2A/2G/2E/2CE|DFB,D|C3|
</score>
 
=== Perangko ===
Peringatan 100 tahun Kartini pada tahun 1979 diabadikan melalui seri perangko Republik Indonesia
<gallery>
Kartini 1979 Indonesia stamp.jpg|Bagian pertama, portret Kartini dengan latar belakang dua orang siswi yang bermain [[angklung]] (di sekolah)
Kartini 1979 Indonesia stamp2.jpg|Gabungan antara bagian pertama dan bagian kedua
Kartini 1979 Indonesia stamp3.jpg|Bagian kedua, kondisi wanita Indonesia modern yang mengenyam pendidikan dan dapat memiliki berbagai profesi, seperti polisi. Portret Kartini di latar belakang.
Kartini 1961 Indonesia stamp.jpg|Kartini pada perangko [[Daftar tokoh pada prangko Indonesia|seri Pahlawan Indonesia]] tahun 1961
</gallery>
 
=== Nama jalan di Belanda ===
* [[Utrecht]]: Di Utrecht Jalan R.A. Kartini atau '''Kartinistraat''' merupakan salah satu jalan utama, berbentuk 'U' yang ukurannya lebih besar dibanding jalan-jalan yang menggunakan nama tokoh perjuangan lainnya seperti [[Augusto Sandino]], [[Steve Biko]], [[Che Guevara]], [[Agostinho Neto]].<ref name=":0">{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2011-04-23|title=4 Kota di Belanda Punya Jalan RA Kartini|url=https://nasional.kompas.com/read/2011/04/24/05150781/~Internasional~Unik|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-05-16}}</ref>
* [[Venlo]]: Di Venlo Belanda Selatan, '''R.A. Kartinistraat''' berbentuk 'O' di kawasan Hagerhof, di sekitarnya terdapat nama-nama jalan tokoh wanita [[Anne Frank]] dan [[Mathilde Wibaut]].<ref name=":0" />
* [[Amsterdam]]: Di wilayah Amsterdam Zuidoost atau yang lebih dikenal dengan [[Bijlmer]], jalan '''Raden Adjeng Kartini''' ditulis lengkap. Di sekitarnya adalah nama-nama wanita dari seluruh dunia yang punya kontribusi dalam sejarah: [[Rosa Luxemburg]], [[Nilda Pinto]], [[Isabella Richaards]].{{cn}}
* [[Haarlem]]: Di Haarlem jalan Kartini berdekatan dengan jalan [[Mohammad Hatta|Mohammed Hatta]], [[Sutan Sjahrir]] dan langsung tembus ke jalan [[Chris Soumokil]] presiden kedua Republik Maluku Selatan.{{cn}}
 
== Dalam budaya populer ==
* Film ''[[R.A. Kartini (film)|R.A. Kartini]]'' (1982)
* Film ''[[Surat Cinta untuk Kartini]]'' (2016) — film fiksi berlatar sejarah. Kartini diperankan oleh [[Rania Putri Sari]].
* Film ''[[Kartini (film)|Kartini]]'' (2017) — Kartini diperankan oleh [[Dian Sastrowardoyo]].
 
== Galeri foto ==
{{commonscat|Kartini}}
{{Wikiquote|Kartini}}
<gallery>
<gallery>
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gesigneerd portret van Raden Ajeng Kartini TMnr 10018775.jpg|Potret R.A. Kartini yang bertandatangan.
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Studioportret van Raden Ajeng Kartini met haar ouders zussen en broer TMnr 10018778.jpg|Potret studio R.A. Kartini kecil dengan orangtuaorang tua dan saudara-saudaranya. (''foto 1890-an'').
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Kabinetfoto met gesigneerde portretten van de drie zussen Kartini Kardinah en Roekmini TMnr 60033327.jpg|Foto kabinet bertandatangan Kartini dan saudarinya. Kiri-kanan: Kartini, Kardinah, Roekmini.
</gallery>
 
== LaguCatatan ==
{{notelist}}
{{Lagu/Ibu Kita Kartini}}
 
== Referensi ==
{{reflist|30em}}
 
== Pranala luar ==
{{commonscat|Kartini}}
{{wikiquote-id|Kartini}}
* [https://regional.kompas.com/read/2021/04/21/151500878/buku-buku-yang-dibaca-kartini-dari-karya-multatuli-hingga-perempuan-dan?page=all Buku-Buku yang Dibaca Kartini, Dari Karya Multatuli Hingga Perempuan dan Sosialisme]
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0304/19/pustaka/263526.htm Surat-surat Kartini, Kekaguman pada yang Tak Pernah Dibaca], Kompas
* {{id}} [httphttps://wwwtokoh.tokohindonesia.comid/ensiklopeditokoh/kpahlawan/kartini-ra/index.shtml Kartini, Pejuang Kemajuan Wanita], tokohindonesia.com
* [[wikisource:Index:Letters of a Javanese princess, by Raden Adjeng Kartini, 1921.djvu|Letters of a Javanese Princess]]
* {{id}} [http://www.ibukitakartini.com/wanita/raden-ajeng-ra-kartini Raden Ajeng (RA) Kartini], ibukitakartini.com
* {{id}} [httphttps://www.kompaskartini.co.idinfo/kompas-cetak/0404/24/opini/987602.htm Melihat Sosok BaruStichting Kartini], Kompas
* {{id}} [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0405/21/0802.htm Semangat Kartini dan Politik Etis], Pikiran Rakyat
* {{id}} [http://www.minggupagi.com/print.php?sid=303 Osmose Budaya, Kartini dan Kreativitas Sastra]
* {{nl}} [http://www.kartini.info kartini.info]
 
{{Pahlawan Indonesia}}
{{Authority control}}
{{lifetime|1879|1904|Kartini, Raden Adjeng}}
 
{{DEFAULTSORT:Kartini}}
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Jepara]]
[[Kategori:Tokoh Wanita]]
[[Kategori:Vegetarian Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh pendidikan Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengahwanita]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh Jepara]]<!--dilarang memakai kata "dari"-->
[[Kategori:Tokoh dari Kecamatan Mayong]]
[[Kategori:Kartini| ]]
[[Kategori:Aktivis kesetaraan gender Indonesia]]