Kerajaan Tanah Hitu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Elijah Mahoebessy (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(138 revisi perantara oleh 38 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Former Country
| conventional_long_name = Kerajaan Tanah Hitu
| common_name = Tanah Hitu
| native_name = كراجأن تانه هيتو
| native_name_lang = ms
| continent =
| region =
| country =
| religion = [[Islam]]
| flag_p1 =
| p1 = Peradaban Alifuru
| flag_s1 = Flag of the Netherlands.svg
| s1 = Hindia Belanda
| year_start = 1470
| year_end = 1682
| date_start =
| date_end =
| event_start = Penangkatan Zainal Abidin sebagai raja pertama bergelar ''Upu Latu Sitania''
| event1 = Penaklukkan atas [[Benteng Kapahaha]] oleh [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] yang menandai berakhirnya Tanah Hitu sebagai sebuah kerajaan berdaulat
| date_event1 = 1646
| event2 =
| date_event2 =
| event3 =
| date_event3 =
| event_end = Berakhirnya masa pemerintahan Hunilamu (''Latu Sitania VI'') dan pembubaran Kerajaan Tanah Hitu oleh pemerintah [[Hindia Belanda]]
| image_flag =
| image_coat =
| symbol_type =
| image_map =
| map_caption =
| capital = [[Hitumessing, Leihitu, Maluku Tengah|Hitumessing]]
| admin_center =
| admin_center_type =
| status = [[Monarki|Kerajaan]]
| common_languages = [[Bahasa Hitu|Hitu]] dan [[Bahasa Melayu Ambon|Melayu Ambon]]
| government_type = Monarki
| title_leader = Raja (Upu Latu)
| leader1 = Zainal Abidin
| year_leader1 = 1470–?
| leader2 = Mateuna
| year_leader2 = Abad ke-15
| leader3 = Hunilamu
| year_leader3 = 1637–1682
| currency =
| footnotes =
| today = {{flag|Indonesia}}
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
'''Kerajaan Tanah Hitu''' adalah sebuah [[kerajaan]] [[Islam]] yang terletak di pesisir utara [[pulau Ambon]], [[Maluku]]. Kawasan ini dikenal sebagai [[Leihitu (geografi)|Jazirah Leihitu]], salah satu dari dua ''jazirah'' utama di Ambon. Kerajaan Tanah Hitu berkuasa antara tahun 1470–1682, dengan raja pertama yang bergelar ''Upu Hatta'' atau ''Upu Latu Sitania''. Kerajaan Tanah Hitu menurut legenda masyarakat setempat didirikan oleh ''Empat Perdana''. Kerajaan ini pernah menjadi pusat [[perdagangan rempah-rempah]] dan memainkan peran yang sangat penting di [[Kepulauan Maluku]], disamping melahirkan intelektual dan para pejuang rakyat pada zamannya. Beberapa diantaranya, yaitu Imam Ridjali, [[Kapitan Telukabessy]], [[Kapitan Kakiali]], dan banyak tokoh intelektual lainnya.
 
== Sejarah ==
'''Kerajaan Tanah Hitu''' adalah sebuah kerajaan [[Islam]] yang terletak di [[Pulau Ambon]], [[Maluku]]. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara [[1470]]-[[1682]] dengan raja pertama yang bergelar ''Upu Latu Sitania'' (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh '''Empat Perdana''' yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di [[Maluku]], disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada jamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah [[Imam Ridjali]], [[Talukabessy]], [[Kakiali] dan lainnya yang tidak tertulis didalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu '''Kota Negeri Hitu'''. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.
=== Pendirian oleh ''Empat Perdana'' ===
Kata "''perdana''" berasal dari [[bahasa Sanskerta]] artinya 'pertama'. ''Empat Perdana'' adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin dari empat kelompok tersebut dalam [[bahasa Hitu]] disebut sebagai ''Hitu Upu Hata''.
 
Kedatangan ''Empat Perdana'' merupakan sejarah awal datangnya manusia di Tanah Hitu, sekaligus sebagai penduduk asli pesisir utara [[pulau Ambon]] yang secara kolektif dikenal sebagai [[orang Hitu]]. ''Empat Perdana'' juga merupakan bagian dari penyebaran Islam di [[Kepulauan Maluku]]. Kedatangan ''Empat Perdana'' merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang dicatat oleh sejarah sejarawan lokal maupun Belanda dalam berbagai versi, seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius, dan Valentijn.
==Sejarah==
===Hubungan dengan kerajaan lain===
Kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan barbagai kerajaan Islam di [[Pulau Jawa]] seperti [[Kesultanan Tuban]], [[Kesultanan Banten]], [[Sunan Giri]] di [[Jawa Timur]] dan [[Kesultanan Gowa]] di [[Makassar]] seperti dikisahkan oleh Imam Rijali dalam ''Hikayat Tanah Hitu'', begitu pula hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku seperti [[Kerajaan Huamual]] (Seram Barat), [[Kerajaan Iha]] (Saparua), [[Kesultanan Ternate]], [[Kesultanan Tidore]], [[Kesultanan Jailolo]] dan [[Kerajaan Makian]].
 
Kedatangan ''Empat Perdana'' ke Tanah Hitu dibagi menjadi empat periode.
==Perdana Hitu==
# Pendatang pertama adalah Pattisilang Binaur dari [[Gunung Binaiya]] di Seram Barat, kemudian singgah di Nunusaku, dan melanjutkan perjalanan hingga ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis. Mereka mendiami suatu tempat yang saat ini disebut sebagai Bukit Paunusa, kemudian mendirikan pemukiman bernama Soupele dengan fam Tomu Totohatu. Pattisilang Binaur disebut juga ''Perdana Totohatu'' atau ''Perdana Jaman Jadi''.
===Etimologi===
# Pendatang kedua adalah Kiai Daud dan Kiai Turi, disebut juga Pattikawa dan Pattituri, dengan saudara perempuannya yang bernama Nyai Mas. Menurut silsilah keturunan Raja Hitumessing bahwa Pattikawa, Pattituri, dan Nyai Mas adalah anak dari Muhammad Taha bin Baina Mala-Mala bin Baina Urati bin Zainal Abidin Baina Yasirullah bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya berasal dari [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]] binti [[Muhammad]]. Sedangkan ibu mereka berasal dari [[Mataram Islam]] yang tinggal di [[Tuban]] dan mereka dibesarkan di sana (menurut Imam Lamhitu; dicatat dengan [[Abjad Jawi|tulisan Arab-Melayu]] pada tahun 1689). Pattikawa kemudian mendirikan sebuah pemukiman di pesisir pantai, nama pemukiman tersebut kemudian menjadi nama ''soa'' atau ''rumahtau'' Wapaliti dengan fam Pellu. Imam Rijali (1646) dalam ''Hikayat Tanah Hitu'' menyebutkan mereka berasal dari Jawa dan datang bersama hulubalangnya yang bernama Tubanbessy yang memiliki arti 'orang kuat dari Tuban'. Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu itu adalah ingin mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum 'perdana ke-3' datang. Mereka sampai ke Tanah Hitu diyakini pada abad ke-10, tepatnya di ''Haita Huseka'a'' (Labuhan Huseka'a).
Kata ''Perdana'' adalah asal kata dari [[Bahasa Sansekerta]] artinya ''Pertama''. Empat Perdana Hitu adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin dari Empat kelompok dalam bahasa Hitu disebut ''Hitu Upu Hata'' atau ''Empat Perdana Hitu''.
# Pendatang ketiga adalah Jamilu dari [[Kesultanan Jailolo]]. Ia datang ke Tanah Hitu pada tahun 1465. Jamilu kemudian mendirikan pemukiman yang bernama Laten, kemudian nama pemukiman tersebut menjadi nama fam Lating. Jamilu dikenal juga sebagai ''Perdana Nustapi'', ''Nustapi'' berarti 'pendamai'. Hal ini karena ia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu. Ia juga digelari sebagai Kapitan Hitumessing.
# Pendatang keempat adalah Pattiwane (nama gelaran) yang berasal dari Jawa. Ia datang ke Tanah Hitu sebelum tahun 1468, sementara yang datang pada tahun 1468 adalah anaknya yang bernama Kiai Patty (nama gelaran) yang diutus ke Tuban untuk mempelajari sistem pemerintahan di sana yang akan menjadi dasar pemerintahan dari Kerajaan Tanah Hitu. Kiai Patty mendirikan pemukiman bernama Olong, nama pemukiman tersebut menjadi nama fam Ollong. Pattiwane dikenal juga dengan nama ''Pattituban''.
 
Oleh karena banyaknya kafilah dagang dari [[Jazirah Arab|Arab]], [[Dinasti Safawi|Persia]], [[Jawa]], [[Melayu]], dan [[Tiongkok]] yang berdagang dan mencari [[rempah-rempah]] di Tanah Hitu, serta banyaknya pendatang dari [[Ternate]], [[Jailolo]], [[Obi]], [[Makian]], dan [[Seram]] yang berdomisili di Tanah Hitu, maka atas gagasan perdana Tanah Hitu, keempat perdana itu bergabung untuk membentuk suatu organisasi politik yang kuat.
===Awal mula kedatangan===
Kedatangan Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah Hitu sebagai penduduk asli [[Pulau Ambon]]. Empat Perdana Hitu juga merupakan bagian dari penyiar Islam di Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di [[Maluku]] yang di tulis oleh penulis sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.
 
Atas dasar itu, kemudian ''Empat Perdana'' mendirikan sebuah negeri yang letaknya kira-kira 1 km dari negeri Hitu (saat ini dikenal sebagai dusun Amanhitu). Di tempat itulah awal berdirinya negeri Hitu yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu. Berdirinya negeri tersebut ditandai dengan pembangunan sebuah masjid yang menjadi bangunan keagamaan pertama di Tanah Hitu. Masjid tersebut bernama [[Masjid Pangkat Tujuh]]. Dinamai 'pangkat tujuh' karena struktur pondasinya terdiri dari tujuh lapis.
Kedatangan Empat Perdana merupakan awal mula perjumpaan antara orang Alifur dan orang Melayu (Islam) di [[Pulau Ambon]], perjumpaan antara pendatang pertama dengan pendatang kedua, begitu juga di pulau-pulau lain di [[Maluku]] seperti [[Pulau Ternate|Ternate]], [[Pulau Tidore|Tidore]], [[Pulau Halmahera|Halmahera]], [[Pulau Seram|Seram]], [[Pulau Buru|Buru]] dan sebagainya. Pendatang pertama yang masih primitif sedangkan pendatang kedua adalah orang-orang moderen pada jamannya. Pembauran antar kedua kasta ini menjadi orang asli Suku Bangsa Maluku.
 
Setelah merealisasikan gagasan tersebut, keempat perdana tersebut mengadakan pertemuan yang disebut sebagai ''tatalo guru'' ('duduk guru'), yang juga diartikan sebagai 'kedudukan adat atas petunjuk ''Upuhatala''<nowiki>'</nowiki>. Nama ''Upuhatala'' merujuk pada [[metafora]] dari salah satu [[dewa]] dalam [[Kakehang]], salah satu kepercayaan asli [[Alifuru]]. Musyawarah ini dimaksudkan untuk mengangkat pemimpin mereka, maka kemudian dipilihlah salah seorang pemuda yang dikenal pandai dari keturunan ''Empat Perdana'' tersebut, yakni anak dari Pattituri, adik kandung Pattikawa yang bernama Zainal Abidin sebagai raja pertama dari Kerajaan Tanah Hitu yang bergelar ''Upu Latu Sitania'' pada tahun 1470.
===Orang Alifuru===
Orang Alifuru adalah sebutan untuk sub Ras Melanesia yang pertama mendiami Pulau Seram dan Pulau-Pulau lain di Maluku, adapun Alifuru berasal dari kata Alif dan kata Uru, Kata Alif adalah Abjad Arab yang pertama sedangkan kata Uru’ berasal dari Bahasa Hitu Kuno yang artinya datang secara perlahan maka Alifuru artinya Pertama datang atau Kasta pertama datang mendiami pulau-pulau di Maluku. Kehidupan orang Alifuru sangat primitif agama mereka sebelum Islam adalah agama animisme.
Kedatangan Empat Perdana di Tanah Hitu yaitu pada Abad 14, Pemimpin dari Keempat Perdana itu adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru : mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
 
=== Hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain ===
===Periode kedatangan Empat Perdana Hitu===
Kerajaan Tanah Hitu memiliki hubungan erat dengan berbagai kerajaan Islam di Nusantara, seperti [[Tuban|Kadipaten Tuban]], [[Kesultanan Banten]], [[Giri Kedaton]] di [[pulau Jawa]], dan [[Kesultanan Gowa]] di [[Sulawesi]], seperti yang dikisahkan oleh Imam Ridjali dalam ''Hikayat Tanah Hitu'', begitupun dengan hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (''al-Jazirah al-Muluk''; 'daratan raja-raja') seperti [[Kerajaan Huamual]] di Seram Barat, [[Kerajaan Iha]] di Saparua, [[Kesultanan Ternate]], [[Kesultanan Tidore]], [[Kesultanan Jailolo]], dan [[Kesultanan Bacan]] di [[Maluku Utara]].
Kedatangan Empat Perdana itu ke Tanah Hitu secara periodik :
=== Masa kolonialisme Eropa ===
# Pendatang Pertama adalah Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke Tanah Hitu, tiba di Tanah Hitu pada waktu siang hari dalam bahasa Hitu Kuno di sebut Malakone artinya biru langit sesuai warna corak warna langit pada waktu siang hari, tahun kedatangannya tidak tertulis.<br> Mereka mendiami suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.
Pada pemerintahan raja Mateuna, negeri Hitu sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu dipindahkan ke wilayah pesisir pada awal abad ke-15, berada tepat di wilayah negeri Hitumessing saat ini. Raja Mateuna merupakan raja kelima dari Kerajaan Tanah Hitu dan merupakan raja terakhir yang berdaulat. Pada masa pemerintahannya, terjadi kontak pertama antara [[Bangsa Portugis|Portugis]] dengan Kerajaan Tanah Hitu. Ia meninggal dunia pada tanggal 29 Juni 1634. Sepeninggalnya, raja Mateuna tercatat memiliki dua orang anak laki-laki, yakni Silimual dan Hunilamu. Sedangkan istrinya berasal dari [[Halong, Teluk Ambon Baguala, Ambon|Halong]] dan ibunya berasal dari [[Kerajaan Soya|Soya]] di [[Jazirah Leitimur]]. Ia kemudian digantikan oleh anaknya yang kedua, yakni Hunilamu (''Latu Sitania VI'') yang memerintah pada tahun 1637–1682.
# Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas.
#*Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah anak dari :<br>Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]] binti [[Muhammad|Rasulullah]].<br>Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban.<br>Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Beliau ke Tanah Hitu yaitu pada Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa beliau ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala beliau singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).
#*Disana mereka temukan Keramat atau Kuburan beliau, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan beliau tidak ada yang mencatat, hanya berdasarkan cerita turun – temurun.<br>
#*Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada tahun [[1440]] pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.
#*Mereka tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.
#*Perdana Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.
# Kemudian datang lagi Jamilu dari Jalolo Maluku Utara. Tiba di Tanah Hitu pada Tahun [[1465]] pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau.
# Sebagai Pendatang terakhir adalah Kie Patti dari Gorom (P. Seram bagian Timur) tiba di Tanah Hitu pada tahun 1468 yaitu pada waktu asar (Waktu Sholat) sore hari dalam bahasa Hitu kuno disebut Halo Pa’u artinya Kuning sesuai corak warna langit pada waktu Ashar (waktu sholat).<br>Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya yaitu marga Olong. Kie Patti disebut juga Perdana Pattituban, kerena beliau pernah diutus ke Tuban untuk memastikan sistim pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu.
 
Perang Hitu I yang terjadi pada tahun 1520–1605 dipimpin oleh Kapitan Sepamole (Tubanbessy I) menyebabkan Portugis harus keluar dari Tanah Hitu, hingga kemudian Portugis mendirikan [[Benteng Kota Laha]] di [[Teluk Ambon]] (Semenanjung Leitimur) pada tahun 1575 dan mulai melakukan [[kristenisasi]] terhadap penduduk di Jazirah Leitimur.
===Penggabungan Empat Perdana Hitu===
Oleh karena banyaknya pedagang-pegadang dari Arab, Persia, Jawa, Melayu dan Cina berdagang mencari rempah-rempah di Tanah Hitu dan banyaknya pendatang – pendatang dari Ternate, Jalilolo, Obi, Makian dan Seram ingin berdomisili di Tanah Hitu, maka atas gagasan Perdana Tanah Hitu, ke Empat Perdana itu bergabung untuk membentuk suatu organisasi politik yang kuat yaitu satu Kerajaan.
 
Menyusul keluarnya Portugis dari Tanah Hitu, kemudian datang [[Bangsa Belanda|Belanda]] ke Tanah Hitu pada tahun 1599, hingga kemudian mendirikan sebuah kongsi dagang yang bernama [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] (VOC) pada tahun 1602. Belanda berusaha untuk mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan sebuah benteng pertahanan di bagian barat Tanah Hitu, tepatnya di pesisir pantai, di kaki [[Gunung Wawane]]. Akibat dari politik adu domba yang dilancarkan oleh Belanda, maka tiga ''perdana'' Tanah Hitu, yakni Totohatu, Jamilu, dan Pattituban, memutuskan untuk pergi meninggalkan Tanah Hitu dan mendirikan sebuah negeri (pemukiman) baru. Negeri tersebut kemudian dinamakan Hila, merupakan negeri yang sama dengan [[Hila, Leihitu, Maluku Tengah|Hila]] saat ini. Sedangkan negeri asal mereka, yakni Hitu berganti nama menjadi Hitumessing.
Kemudian Empat Perdana itu mendirikan negeri yang letaknya kira-kira satu kilo meter dari Negeri Hitu (sekarang menjadi dusun Ama Hitu/Aman Hitu) disitulah awal berdirinya Negeri Hitu yang menjadi Pusat kegiatan kerajaan Tanah Hitu, bekasnya sampai sekarang adalah Pondasi Mesjid. Mesjid tersebut adalah mesjid pertama di Tanah Hitu, mesjid itu bernama '''Masjid Pangkat Tujuh''' karena struktur pondasinya tujuh lapis. Setelah itu Empat Perdana mengadakan pertemuan yang di sebut TATALO GURU artinya kedudukan adat atas petunjuk UPUKATA’ALA (ALLAH TA’ALA), mereka bermusyawara untuk mengangkat pemimpin mereka, maka dipililah salah seorang anak muda yang cerdas dari keturunan Empat Perdana yaitu anak dari Pattituri adik kandung Perdana Pattikawa atau Perdana Tanah Hitu yang bernama Zainal Abidin dengan Pangkatnya Abubakar Na Sidiq sebagai Raja Kerajaan Tanah Hitu yang pertama yang bergelar Upu Latu Sitania pada tahun [[1470]].
 
Sejak kedatangan Belanda ke Tanah Hitu, terjadi beberapa pertempuran antara Belanda dengan Kerajaan Tanah Hitu. Hal itu didasari oleh kesewenang-wenangan Belanda dan kebijakan [[monopoli]] mereka terhadap [[perdagangan rempah-rempah]]. Ketegangan tersebut memuncak, hingga kemudian terjadi peperangan pada tahun 1634–1643 yang dikenal sebagai [[Perang Hitu II]] (Perang Wawane). Dalam perang ini, pihak Kerajaan Tanah Hitu dipimpin oleh [[Kapitan Tahalielei]] (Pattiwane II), seorang keturunan dari perdana Patituban dan Tubanbessy II. Perlawanan lainnya yang juga menjadi perlawanan terakhir dari Kerajaan Tanah Hitu, yakni [[Perang Kapahaha]] yang terjadi pada tahun 1643–1646, sebagai upaya Belanda untuk merebut [[Benteng Kapahaha]] dari Kerajaan Tanah Hitu. Perang ini dipimpin oleh [[Kapitan Telukabessy]] (Ahmad Leikawa) dan Imam Ridjali setelah di perang sebelumnya Kapitan Tahalielei dinyatakan menghilang. Setelah berakhirnya perang ini, Belanda secara ''de facto'' telah menguasai seluruh wilayah kekuasaan Tanah Hitu dan mengakhiri kedaulatan Kerajaan Tanah Hitu.
Latu Sitania terdiri dari dua kata yaitu Latu dan Sitania, dalam bahasa Hitu Kuno Latu artinya Raja dan Sitania adalah pembendaharaan dari kata Ile Isainyia artinya dia sendiri, maka Latu Sitania artinya Dia sendiri seorang Raja di Tanah Hitu, dalam bahasa Indonesia moderen artinya Raja Penguasa Tunggal. Sistim pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu Raja Sebagai pemegang pemerintahan tertinggi dan eksistensi Empat Perdana adalah menjalankan pemerintah dibawa perintah Raja.
 
Setelah berhasil menguasai seluruh wilayah Kerajaan Tanah Hitu, Belanda kemudian melakukan perubahan besar-besaran terhadap struktur pemerintahan di bekas wilayah Kerajaan Tanah Hitu, yakni dengan mengangkat ''orang kaya'' menjadi raja dari setiap ''uli'' sebagai 'raja tandingan' dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu dibagi menjadi dua wilayah administrasi, yakni [[Hitumessing]] dan [[Hitulama]] dengan politik pecah belah (''[[devide et impera]]'').
==Tujuh Negeri di Tanah Hitu==
Sesudah terbentuk Negeri Hitu sebagai pusat Kerajaan Tanah Hitu kemudian datang lagi tiga clan Alifuru untuk bergabung, diantarannya Tomu, Hunut dan Masapal. Negeri Hitu yang mulanya hanya merupakan gabungan empat negeri, kini menjadi gabungan dari tujuh negeri. Ketujuh negeri ini terhimpun dalam satu tatanan adat atau satu Uli (Persekutuan) yang disebut Uli Halawan (Persekutuan Emas), dimana Uli Halawan merupakan tingkatan Uli yang paling tinggi dari keenam Uli Hitu (Persekutuan Hitu). Pemimpin Ketujuh negeri dalam Uli Halawan disebut Tujuh Panggawa atau Upu Yitu. (sebutan kehormatan).
 
Gabungan Tujuh Negeri menjadi Negeri Hitu diantaranya :
#Negeri Soupele
#Negeri Wapaliti
#Negeri Laten
#Negeri Olong
#Negeri Tomu
#Negeri Hunut
#Negeri Masapal
 
==Sastra bertutur==
 
Kapatah Tanah Hitu dari Uli Halawan dalam bahasa Hitu :
Upu Lihalawan-e Sopo Himi - o
Hitu Upu-a Hata
Tomu-a Upu-a Telu
Nusa Hu’ul Amana Lima
Laina Malono Lima
Pattiluhu Mata Ena
Artinya
Tuan Emas Yang di Junjung (Raja Tanah Hitu)
Hitu Empat Perdana
Tomu Tiga Tuan (Tiga Pemimpin Ken Tomu)
Kampung Alifuru Lima Negeri
Lima Keluarga dari Hoamual (Waliulu, Wail, Ruhunussa, Nunlehu, Totowalat)
 
 
Lane atau Kapatah (Sastra bertutur) dari klen Hunut dalam bahasa Hitu yang masih hidup sampai sekarang yang menyatakan dibawah perintah Latu Hitu (Raja Hitu):<br>
:''“yami he’i lete, hei lete hunut – o''<br>
:''“yami he’i lete, hei lete hunut – o''<br>
:''aman-e hahu’e, aman-e hahu’e,-o''<br>
:''aman-e hahu’e, aman-e hahu’e,-o''<br>
::''yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o''<br>
::''yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o''<br>
::''waai-ya na silawa lete huni mua-o''<br>
::''waai-ya na silawa lete huni mua-o''<br>
:''suli na silai salane kutika-o''<br>
:''suli na silai salane kutika-o''<br>
:''awal le e jadi lete elia paunusa-o”''<br>
:''awal le e jadi lete elia paunusa-o”''<br>
 
Artinya :
:Kami dari Hunut, Kami dari Hunut
:Kami dari Hunut, Kami dari Hunut
:Negeri kami sudah kosong, Negeri kami sudah kosong,
:Negeri kami sudah kosong, Negeri kami sudah kosong,
::Kami dibawah Perintah Pengganti Kami ( Raja) Tanah Hitu
::Kami dibawah Perintah Pengganti Kami ( Raja) Tanah Hitu
::Orang Waai sudah Lari Pergi Ke Hunimua
::Orang Waai sudah Lari Pergi Ke Hunimua
:Orang Suli Sampai Sekarang Belum datang bergabung
:Orang Suli Sampai Sekarang Belum datang bergabung
:Kejadian ini terjadi pertama di gunung Elia Paunussa
:Kejadian ini terjadi pertama di gunung Elia Paunussa
 
Pada pemerintahan Raja Mateuna’ Negeri Hitu sebagai pusat kegiatan Kerjaan Tanah Hitu di Pindahkan ke Pesisir Pantai pada awal abad XV masehi kini Negeri Hitu sekarang, Raja Mateuna’ adalah Raja Kerajaan Tanah Hitu yang ke lima dan juga merupakan raja yang terakhir pada pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu yang pertama sekarang menjadi dusun Ama Hitu letaknya kira-kira satu kilo meter dari negeri Hitu sekarang, beliau meninggal dunia pada 29 Juni 1634. Pada masa Raja Mateuna’ terjadi kontak pertama antara Portugis dengan Kerajaan Tanah Hitu, perlawanan fisik pada Perang Hitu- I Pada tahun 1520-1605 di pimpin oleh Tubanbessy-I, yaitu Kapitan Sepamole, dan akhirnya Portugis angkat kaki dari Tanah Hitu dan kemudian mendirikan Benteng Kota Laha di Teluk Ambon (Jazirah Lei timur) pada tahun 1575 dan mulai mengkristenkan Jazirah Lei Timur.
Raja Mateuna meninggalkan dua Putra yaitu Silimual dan Hunilamu, sedangkan istrinya berasal dari Halong dan Ibunya berasal dari Negeri Soya Jazirah Leitimur (Hitu Selatan), beliau digantikan oleh Putranya yang ke dua yaitu Hunilamu mejadi Latu Sitania yang ke Enam (1637–1682). Sedangkan Putranya pertamanya Silimual ke Kerajaan Houamual (Seram Barat) berdomisili disana dan menjadi Kapitan Huamual, memimpin Perang melawan Belanda pada tahun 1625-1656 dikenal dengan Perang Hoamual dan seluruh keturunannya berdomisili disana sampai sekarang menjadi orang asli Negeri Luhu (Seram Barat) bermarga Silehu. Sesudah perginya Portugis Belanda makin mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan Benteng pertahanan di Tanah Hitu bagian barat di pesisir pantai kaki gunung wawane, maka Raja Hunilamu memerintahkan ketiga Perdananya mendirikan negeri baru untuk berdampingan dengan Belanda (Benteng Amsterdam), agar bisa membendung pengaruh Belanda di Tanah Hitu, Negeri itu dalam bahasa Hitu bernama Hitu Helo artinya Hitu Baru, karena makin berkembangnya pangaruh dialek bahasa, akhirnya kata Helo menjadi Hila yaitu Negeri Hila sekarang dan negeri asal mereka Negeri Hitu berganti nama menjadi Negeri Hitu yang Lama. Belanda tiba di Tanah Hitu pada tahun 1599 dan kemudian mendirikan kongsi dagang bernama V.O.C pada tahun 1602 sejak itulah terjadi perlawanan antara Belanda dengan Kerjaan Tanah Hitu, karena mendirikan monopoli dagang tersebut, puncaknya terjadi Perang Hitu – II atau Perang Wawane yang dipimpin oleh Kapitan Pattiwane anaknya Perdana Jamilu dan Tubanbesi-2, yaitu Kapitan Tahalele tahun 1634 -1643 dan Kemudian perlawanan Terakhir yaitu perang Kapahaha 1643 - 1646 yang dipimpin oleh Kapitan Talukabesi (Muhammad Uwen) dan Imam Ridjali setelah Kapitan Tahalele menghilang, berakhirnya Perang Kapahaha ini Belanda dapat menguasi Jazirah Lei Hitu.
Belanda melakukan perubahan besar-besaran dalam struktur pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu yaitu mengangkat Orang Kaya menjadi raja dari setiap Uli sebagai raja tandingan dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu yang lama sebagai pusat kegiatan pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu di bagi menjadi dua administrasi yaitu Hitulama dengan Hitumessing dengan politik pecah belah inilah (devidet et impera) Belanda benar-benar menghancurkan pemerintah Kerajaan Tanah Hitu sampai akar-akarnya.
 
Negeri – Negeri di Jazirah Lei Hitu yang tidak termasuk di dalam Uli Hitu berarti negeri-negeri tersebut adalah negeri – negeri baru atau negeri-negeri yang belum ada pada Jaman Kekuasaan Kerjaan Tanah Hitu (1470-1682).
Ketujuh Uli diantaranya :
1. Uli Halawang terdiri dari dua negeri yaitu
a. Negeri Hitu
b. Negeri Hila
Central Ulinya di Negeri Hitu,
2. Uli Solemata (Wakane) terdiri dari empat negeri yaitu :
a. Negeri Tial
b. Negeri Suli
c. Negeri Tulehu
d. Negeri Waai
Central Ulinya di Negeri Tulehu
3. Uli Sailesi terdiri dari tiga negeri yaitu :
a. Negeri Mamala
b. Negeri Morela
c. Negeri Liang
Central Ulinya di Negeri Mamala
4. Uli Hatu Nuku terdiri dari satu negeri yaitu :
a. Negeri Kaitetu
Central Ulinya di Kaitetu
 
5. Uli Lisawane terdiri dari satu negeri yaitu :
a. Negeri Wakal
Central Ulinya di Wakal
6. Uli Yala terdiri dari tiga negeri yaitu :
a. Negeri Seith
b. Negeri Ureng
c. Negeri Allang
Central Ulinya di Seith
7. Uli Lau Hena Helu terdiri dari satu negeri yaitu :
a. Negeri Lima
Central Ulinya di Negeri Lima
 
 
Silsilah Upu Latu Sitania Kerjaan Tanah Hitu
 
1.ZAINA ABIDIN (ABUBAKAR NASIDIQ)
 
2.MAULANA IMAM ALI MAHDUM IBRAHIM
 
3.PATTILAIN
 
4.POPO EHU’
 
5.MATEUNA
 
6.HUNILAMU (1637 – 1682)
 
Setelah penaklukan atas Kerajaan Tanah Hitu, anak pertama dari raja Mateuna, Silimual hijrah ke [[Kerajaan Huamual]] dan memutuskan untuk bermukim di sana. Di Kerajaan Huamual, ia diangkat menjadi Kapitan Huamual. Ia memimpin perang melawan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] (VOC) pada tahun 1625–1656 yang dikenal sebagai [[Perang Huamual]]. Sepeninggalnya, keturunan Silimual masih bermukim di negeri Luhu hingga saat ini, keturunannya memakai nama fam Silehu.
 
== Wilayah kekuasaan ==
Setelah terbentuknya negeri Hitu sebagai pusat pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu, kemudian datang tiga klan Alifuru untuk bergabung, diantaranya yaitu Tomu, Hunuth, dan Masapal. Kerajaan Tanah Hitu yang mulanya hanya merupakan gabungan empat negeri kemudian menjadi gabungan dari tujuh negeri. Ketujuh negeri ini terhimpun dalam satu tatanan adat atau satu ''uli'' (persekutuan) yang disebut ''Uli Halawan'' ('Persekutuan Emas'). Pemimpin dari Ketujuh negeri dalam Uli Halawan disebut sebagai ''Tujuh Panggawa'' atau ''Upu Yitu''.
 
Tujuh negeri dalam Kerajaan Hitu tersebut, antara lain:
# Hunuth
# Laten
# Masapal
# Olong
# Soupele
# Tomu
# Wapaliti
 
Kemudian diantara tujuh negeri tersebut juga terdapat negeri-negeri di Jazirah Leihitu yang tidak termasuk di dalam ''Uli Halawan''. Negeri-negeri tersebut kemungkinan adalah negeri yang baru berdiri atau belum ada pada zaman kekuasaan Kerajaan Tanah Hitu (1470–1682).
 
Negeri-negeri (''uli'') baru tersebut, antara lain;
# Uli Halawang, terdiri dari dua negeri, yakni [[Hitumessing, Leihitu, Maluku Tengah|Hitu]] dan [[Hila, Leihitu, Maluku Tengah|Hila]] dengan pusat pemerintahannya di Hitu.
# Uli Solemata (Wakane), terdiri dari empat negeri, yakni [[Tial, Salahutu, Maluku Tengah|Tial]], [[Tengah-Tengah, Salahutu, Maluku Tengah|Molowael]] (Tengah-Tengah), [[Suli, Salahutu, Maluku Tengah|Suli]], dan [[Tulehu, Salahutu, Maluku Tengah|Tulehu]] dengan pusat pemerintahannya di Tulehu.
# Uli Sailesi, terdiri dari empat negeri, yakni [[Mamala, Leihitu, Maluku Tengah|Mamala]], [[Morella, Leihitu, Maluku Tengah|Morella]], [[Liang, Salahutu, Maluku Tengah|Liang]], dan [[Waai, Salahutu, Maluku Tengah|Waai]] dengan pusat pemerintahannya di Mamala.
# Uli Hatu Nuku, terdiri dari satu negeri, yakni [[Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah|Kaitetu]].
# Uli Lisawane, terdiri dari satu negeri, yakni [[Wakal, Leihitu, Maluku Tengah|Wakal]].
# Uli Ala Leisiwa, terdiri dari satu negeri, yakni [[Seith, Leihitu, Maluku Tengah|Seith]].
# Uli Nau Hena Helu, terdiri dari satu negeri, [[Negeri Lima, Leihitu, Maluku Tengah|Hena Lima]].
==Daftar penguasa==
Berikut ini daftar penguasa Kerajaan Tanah Hitu yang bergelar [[raja]] (''Upu Latu'').
 
# Zainal Abidin (1470–)
# Maulana Imam Ali Mahdum Ibrahim
# Pattilain
# Popo Ehu
# Mateuna (abad ke-15)
# Hunilamu (1637–1682)
 
== Kebudayaan ==
=== Sastra lisan ===
''Kapatah Tanah Hitu'' dari ''Uli Halawan'' dalam [[bahasa Hitu]].
:''Upu Lihalawan-e Sopo Himi - o''
:''Hitu Upu-a Hata''
:''Tomu-a Upu-a Telu''
:''Nusa Hu'ul Amana Lima''
:''Laina Malono Lima''
:''Pattiluhu Mata Ena''
 
:Artinya:
:Tuan emas yang dijunjung (Raja Tanah Hitu)
:Hitu Empat Perdana
:Tomu Tiga Tuan (Tiga Pemimpin Tomu)
:Kampung Alifuru Lima Negeri
:Lima keluarga dari Huamual
 
''Lane'' atau ''Kapatah'' (sastra lisan) dari klan Hunuth dalam bahasa Hitu yang masih berdiri hingga saat ini menyatakan dibawah perintah Latu Hitu (Raja Hitu):{{br}}
:''yami he'i lete, hei lete hunut – o''{{br}}
:''yami he'i lete, hei lete hunut – o''{{br}}
:''aman-e hahu'e, aman-e hahu'e,-o''{{br}}
:''aman-e hahu'e, aman-e hahu'e,-o''{{br}}
::''yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o''{{br}}
::''yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o''{{br}}
::''waai-ya na silawa lete huni mua-o''{{br}}
::''waai-ya na silawa lete huni mua-o''{{br}}
:''suli na silai salane kutika-o''{{br}}
:''suli na silai salane kutika-o''{{br}}
:''awal le e jadi lete elia paunusa-o''{{br}}
:''awal le e jadi lete elia paunusa-o''{{br}}
 
:Artinya:
:Kami dari Hunuth, kami dari Hunuth
:Kami dari Hunuth, kami dari Hunuth
:Negeri kami sudah kosong, negeri kami sudah kosong,
:Negeri kami sudah kosong, negeri kami sudah kosong,
::Kami dibawah perintah pengganti kami (raja) Tanah Hitu
::Kami dibawah perintah pengganti kami (raja) Tanah Hitu
::Orang Waai sudah lari pergi ke Honimoa
::Orang Waai sudah lari pergi ke Honimoa
:Orang Suli sampai sekarang belum datang bergabung
:Orang Suli sampai sekarang belum datang bergabung
:Kejadian ini terjadi pertama di Gunung Elia Paunussa
:Kejadian ini terjadi pertama di Gunung Elia Paunussa
 
== Lihat juga ==
* [[Jazirah Leihitu]]
* [[Kerajaan Huamual]]
* [[Kerajaan Iha]]
* [[Kerajaan Soya]]
 
== Pranala luar ==
* [http://wacananusantara.org/terbentuknya-kerajaan-hitu-di-maluku-empat-perdana-di-tanah-hitu/ Terbentuknya Kerajaan Hitu di Maluku] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130628045800/http://wacananusantara.org/terbentuknya-kerajaan-hitu-di-maluku-empat-perdana-di-tanah-hitu/ |date=2013-06-28 }}
* [http://melayuonline.com/ind/history/dig/372/kerajaan-tanah-hitu Kerajaan Tanah Hitu]
 
[[Kategori:Kerajaan Tanah Hitu| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Tanah Hitu]]
[[Kategori:Kerajaan di Maluku|Tanah Hitu]]