Syarif Abubakar dari Pelalawan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Shaid22 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
ArfanSulaiman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox raja
'''Tengku Said Abubakar''' atau Tengkoe Besar Syarif Abubakar (1872 - 1886) bin Tengkoe Besar Syarif Abdurrahman di tabalkan menjadi Sultan Pelalawan ke-6 pada tahun 1872, menggantikan kakandanya Tengkoe Besar Syarif Jaafar, dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Abubakar Abdul Jalil Fakhruddin dan Beliau memerintah sampai tahun 1886.
| name = Tengku Said Abubakar
| title = [[Yang di-Pertuan Besar]] Pelalawan
| image = Bendera_Kesultanan_Pelalawan.png
| caption =
| succession = [[Kesultanan Pelalawan|Sultan Pelalawan ke-6]]
| reign = 1872-1886 M
| regnal name = Sultan Syarif Abubakar Abdul Jalil Fakhruddin ibni Sultan Syarif Abdurrahman
| birth name =
| predecessor = [[Syarif Jaafar dari Pelalawan|Sultan Syarif Jaafar]]
| successor = [[Sultan Syarif Ali]]
| suc-type =
| birth_name =
| birth_date =
| birth_place =
| religion=[[Islam]] [[Sunni]]
| spouse 1 = Tengku Mandak
| issue = {{plainlist|
* [[Sultan Syarif Ali]]
* [[Sultan Syarif Hasyim II]]
}}| royal house =
| royal anthem =
| house =
| father = [[Syarif Abdurrahman dari Pelalawan|Sultan Syarif Abdurrahman]]
| mother = Encik Mas Utih
| dynasty = Melaka
| date of burial =
| place of burial = |
}}
 
{{Penguasa Negeri Pelalawan}}
 
Dilahirkan dengan nama lahir '''Tengku Said Abubakar,''' atau '''Tengkoe Besar Syarif Abubakar (1872 - 1886)''' bin Tengkoe Besar Syarif Abdurrahman (1872 - 1886) di tabalkan menjadi Sultan Pelalawan ke-6VI pada tahun 1872, menggantikan kakandanya [[Syarif Jaafar|Tengkoe Besar Syarif Jaafar]], dengan gelar '''Sultan Assyaidis Syarif Abubakar Abdul Jalil Fakhruddin,''' dan Beliau memerintah sampai tahun 1886.
 
== Awal Penabalan ==
'''Syarif Abubakar''' dikenal sebagai Sultan yang sabar dalam memerintah, pada awal pemerintahannya sempat terjadi sebuah konflik dalam tubuh Istana. Walaupun sudah menjadi adat dan amanat secara turun menurun olehdari Raja terdahulu, bahwasanya hak waris [[Kesultanan Pelalawan]] secara berurutan akan diwariskan kepada adik beradiknya sampai kepada beliaudia selaku adik bungsu, namuntetapi ketika sampai pada '''Syarif Abubakar''' menduduki takhta Pelalawan, hal itu ditentang oleh kemenakannya (putra-putra [[Syarif Jaafar]]), yakni Tengku[[Tengkoe Pangeran Syarif Sembuk]] dan Tengku[[Tengkoe Pangeran Syarif Kelana]]. Kedua kemanakannya ini menentang amanat yang sudah menjadi tradisi istana, karena mereka merasa lebih berhak menduduki tahkta Pelalawan menggantikan ayahandanya [[Syarif Jaafar]]. Pertentangan ini semakin hebat ketika sebagian Orang Besar Kerajaan Pelalawan mendukung kedua kemenakannyaPangeran itu.
 
Menghadapi tentangan itu, '''Syarif Abubakar''' selaku paman dari kedua pangeran itu menunjukkan sikap yang amat sabar. BeliauKarena menyadari,Dia sendiri sangat tahu bahwa sikap kedua kemenakannya ini pada hakekatnya dihasut-hasutkanbukanlah olehmaksud yang sesungguhnya datang dari hati mereka, tetapi merupakan hasutan dari beberapa Orang Besar Kerajaan yang mencoba menimbulkan perpecahan dikalangan keluarga istana, serta mencari kesempatan untuk mendapatkan posisi dan jabatan yang menguntungkan dalam istana. Sikap '''Syarif Abubakar''' yang penuh kesabaran dan tidak membesar-besarkan masalah itu menyebabkan kedua kemenakannya itu sadar dan menyatakan pengakuannya kepada '''Syarif Abubakar'''. Dengan demikian, konflik dapat diredakan kembali, dan kerukunan di kalangan keluarga istana pulih sebagaimana sediakala.
 
== Masa Pemerintahan ==
Ketika itu [[Kesultanan Siak Sri Indrapura|Kerajaan Siak Sri Indrapura]] menanda tangani Traktatnya dengan pihak [[Belanda]], namuntetapi Pelalawan merasa tidak terikat dengan perjanjian itu, karena pelalawan berdiri sendiri dan tidak tunduk pada Siak Sri Indrapura. Sikap Raja-raja Pelalawan yang anti Belanda dibuktikan dengan banyaknya Kerajaan Pelalawan menampung pelarian politik ke wilayahnya, khususnya Orang-orang yang menentang Belanda dari berbagai negeri lain dan mendapat suaka di Pelalawan. Baik dari Siak Sri Indrapura, Indragiri, Jambi, maupun dari Minangkabau. Di wilayah Pelalawan sampai sekarang masih terdapat beberapa makam pelarian politik yang menentang Belanda kala itu, seperti makam Tengku Ngah di Teluk Mundur, makam Tuanku Lintau (?) di kota Pelalawan (kampung pinang Sebatang) dan lain-lainnya. Sikap Raja-raja Pelalawan yang jelas menentang Belanda itu tak lepas dari pengamatan Belanda, hingga dalam tahun 1878 Belanda mendesak Pelalawan untuk mengadakan perjanjian. Namun '''Syarif Abubakar''' menolak untuk mengadakan perjanjian apapun dengan Belanda, sehingga penolakan tersebut menyebabkan timbulnya ketegangan di antara kedua belah pihak.Belanda semakin meningkatkan tekanannya dengan mengancam akan memblokir jalur Kuala [[Sungai Kampar]] dengan armada perangnya, karena pada masa itu sungai kampar merupakan urat nadi utama kehidupan perekonomian Rakyat Pelalawan. Setelah dilakukan beberapa perundingan, maka pada tanggal 4 februari 1879 '''Syarif Abubakar''' memutuskan untuk memilih kepentingan rakyatnya daripada harus berperang melawan Belanda, dan perjanjian yang disebut "[[Lange Verklaring]]" itupun ditandatangani, sejak itu pula pengaruh Belanda sudah menjangkau ke Istana Pelalawan.
Sikap Raja-raja Pelalawan yang jelas menentang Belanda itu tak lepas dari pengamatan Belanda, hingga dalam tahun 1878 Belanda mendesak Pelalawan untuk mengadakan perjanjian. Namun Syarif Abubakar menolak untuk mengadakan perjanjian apapun dengan Belanda, sehingga penolakan tersebut menyebabkan timbulnya ketegangan diantara kedua belah pihak.
Belanda semakin meningkatkan tekanannya dengan mengancam akan memblokir jalur Kuala Sungai Kampar dengan armada perangnya, karena pada masa itu sungai kampar merupakan urat nadi utama kehidupan perekonomian Rakyat Pelalawan. Setelah dilakukan beberapa perundingan, maka pada tanggal 4 februari 1879 Syarif Abubakar memutuskan untuk memilih kepentingan rakyatnya daripada harus berperang melawan Belanda, dan perjanjian yang disebut "Lange Verklaring" itupun ditandatangani, sejak itu pula pengaruh Belanda sudah menjangkau ke Istana Pelalawan.
 
== Akhir Hayat ==
Pada tahun 1886, Tengkoe Besar '''Syarif Abubakar''' mangkat dengan gelar Marhum Bungsu, karena beliaudia merupakan anak bungsu dari Syarif AbdurrahamanAbdurrahman (Sultan pertama Pelalawan). Setelah kemangkatannya, takhta kerajaan diwariskan pada Putra tertuanya [[Sontol Syarif Ali|Tengku Sontol Said Ali]].
 
{{Kotak_rujukan|Didahului Oleh : = [[Syarif Jaafar|Tengkoe Besar Syarif Jaafar]]|Rujukan = Sultan Pelalawan ke- VI<br> 1872 – 1886|Diteruskan Oleh : = [[Sontol Syarif Ali|Tengkoe Besar Sontol Syarif Ali]]}}
 
[[Kategori:Sultan Pelalawan]]