Tumenggung Surapati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Ariandi Lie (bicara | kontrib) |
||
(105 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{rapikan}}
{{Infobox_Monarch
|name =
|othertitles =[[Pangeran Dipati]]<ref>dianugerahkan oleh [[Sultan Muhammad Seman]], merupakan gelar tertinggi</ref>{{br}}Tumenggung Urgang{{br}}Kiai Tumenggung Jang Pati Jaya-Raja{{br}}Yang Pati Singa-Raja
|image =
Baris 14 ⟶ 13:
|consort =
|royal house =
|father = Ngabei Lada bin Ngabei Tuha
|mother =
|date of birth =
Baris 28 ⟶ 27:
6. ♀ Nyai Amban {{br}}
7. ♀ Nyai Ambun
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|}}
'''Tommengoeng Soera Pattie'''<ref name="Almanak 21">{{nl}} {{cite book|pages=81
Perang Banjar berlangsung dalam tiga wilayah yaitu Martapura dan sekitarnya, wilayah [[Banua Lima]] ([[Hulu Sungai]]) dan wilayah sepanjang [[sungai Barito]] ([[Tanah Dusun]]). Tumenggung Surapati setia kepada kepemimpinan Pangeran [[Antasari]] selaku pemimpin tertinggi di [[Kesultanan Banjar]] pasca ditangkapnya Pangeran Hidayatullah yang kemudian diasingkan ke [[Cianjur]] pada 3 Maret 1862. [[Tumenggung]] Surapati anak dari Ngabe Lada bin Ngabe Tuha. Ngabe Tuha merupakan wakil Sultan Banjar di kalangan [[suku Bakumpai]]. Ngabe (ngabehi) adalah salah satu gelar pejabat kepala wilayah di [[kesultanan Banjar]]. Ngabe Tuha mungkin salah seorang anak dari Patih Darta Suta. Menurut suatu riwayat Patih Darta Suta memiliki lima orang anak yaitu Ngabe Tuha, Ngabe Tumpang, Ngabe Basirun, Ngabe Basunga, dan seorang anak perempuan bernama Jimah. Setelah wafatnya Tumenggung Surapati karena sakit, perjuangannya diteruskan oleh anaknya yaitu '''Tumenggung
Siasat yang dijalankan oleh Tumenggung Surapati dengan cara menyanggupi permintaan Belanda untuk membantu menangkap Pangeran Antasari. Setelah mengadakan perundingan diatas kapal Onsurt pada bulan Desember 1859, Tumenggung Surapati dengan anak buahnya berbalik menyerang tentara Belanda yang berada di atas kapal tersebut, kemudian merebuat senjata dan menenggelamkannya. Benteng pertahanan Tumenggung Surapati di Lambang mendapat serangan dari Belanda dalam bulan Februari 1860. Serbuan yang kuat dari pasukan Belanda menyebabkan Tumenggung Surapati meninggalkan bentang tersebut.
Pada tanggal 25 September 1864 Tumenggung Surapati beserta pengikutnya menyerang benteng Belanda di Muara Teweh dan membunuh dua orang penjaga benteng. Karena kejadian ini, pada bulan Maret 1865 di Muara Teweh didirikan pertahanan yang berkekuatan 4 orang opsir, 75 serdadu yang dilengkapi dengan meriam 2 pon dan 2 mortir. Tumenggung Surapati mencoba menyerang benteng di Muara Teweh itu pada akhir tahun 1865, tetapi karena kekuatan pertahanan Belanda di situ cukup besar, usahanya tidak berhasil. Ia kemudian bergerak bersama pasukannya menuju Sungai Kawatan. Pada tanggal 1 November 1865 satu pasuakn Belanda bergerak sampai di Kuala Baru untuk memutuskan jalan-jalan yang menuju ke tempat-tempat pihak pejuang di kawatan. Sementara itu, pasukan Belanda yang lain pada hari berikutnya berhasil mendaki Kawatan.
Pasuakan Surapati yang berada di benteng Kawatan menembaki dengan meriam perahu-perahu Belanda yang mencoba mendekati benteng tersebut. Dalam pertempuran yang terjadi pasukan Surapati menderita kekalahan sehingga mengundurkan diri.<ref name="Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19">{{id}} {{cite book|pages=281|url=http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA282&ots=yQx4msvFyr&dq=pangeran%20perbatasari&hl=id&pg=PA282#v=onepage&q=pangeran%20perbatasari&f=false|author=Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|title=Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19|publisher=PT Balai Pustaka|year=1992|isbn=9794074101|access-date=2014-05-22|archive-date=2014-05-22|archive-url=https://web.archive.org/web/20140522195810/http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA282&ots=yQx4msvFyr&dq=pangeran%20perbatasari&hl=id&pg=PA282#v=onepage&q=pangeran%20perbatasari&f=false|dead-url=yes}}ISBN 9789794074107</ref>
== Mendirikan Pagustian ==
Setelah Pangeran Antasari meninggal, perjuangan dilanjutkan dengan pimpinan Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari dibantu Anak-anak Tumenggung Surapati dan pimpinan lainnya. Mereka membangun sebuah [[Pagustian]] atau pemerintahan terdiri dari gusti-gusti (bangsawan Banjar) yang terletak di Gunung Bondang, sebelah udik sungai Lawung, [[Puruk Cahu]]. Pagustian ini dibantu oleh [[Gusti Mat Said]], Raden Mas Natawijaya, Muhammad Nasir dan lainnya. Dua tahun berturut-turut yaitu tahun [[1864]] dan [[1865]] Tumenggung Surapati menyerang benteng Belanda di [[Muara Teweh]] sehingga seluruh isi [[benteng]] itu musnah. Begitu pula Benteng Belanda di Muara [[Montalat, Barito Utara|Montalat]] dihancurkan oleh suatu serangan Tumenggung Surapati. Untuk menghadapi serangan Tumenggung Surapati ini Belanda bersama orang Dayak [[Siong, Paju Epat, Barito Timur|Sihong]] ([[suku Maanyan]]) yang selama ini membantu Belanda di bawah pimpinan kepala sukunya [[Suta Ono]] dan di sisi ([suku dayak ngaju]) kepala sukunya adalah Temanggung Nikodemus Ambo Jaya Negara (kepala distrik Kwala Kapoeas) membantu Belanda memadamkan perlawanan temanggung surapati. Karena jasa-jasanya terhadap Belanda Suta Ono diberi pangkat Overste ([[Letnan Kolonel]]) dan diberi penghormatan bintang Singa Belanda adalah pengahargaan tertinggi atas keberanian. Dayak [[Siong, Paju Epat, Barito Timur|Sihong]] ini terkenal pemberani, dan tetap memiliki ketetapan hati kepada agama leluhur yang dianutnya yaitu Kaharingan. Tumenggung Surapati dalam perlawanannya selalu berpindah-pindah dan selama bertahun-tahun dia bertempur melawan Belanda di sepanjang Sungai Barito. Kadang-kadang dia muncul di hilir Barito di sekitar [[Distrik Bakumpai]], tetapi sebentar lagi ada di hulu Barito di sekitar Manawing, sehingga sangat membingungkan pihak Belanda. Berbagai muslihat dilakukan pihak Belanda untuk menangkap Tumenggung Surapati hidup atau mati, tetapi selalu gagal. Pertempuran dan perjuangan yang bertahun-tahun melawan Belanda melemahkan fisiknya yang memang sudah tua dan akhirnya jatuh sakit, meskipun semangat juangnya tidak pernah mundur. Setelah menderita [[sakit]] yang agak lama pada tahun [[1875]] Tumenggung Surapati meninggal dunia sebagai [[pahlawan]], meninggal karena sakit. Tumenggung Ajidan putera Tumenggung Surapati meneruskan perjuangan ayahnya bersama-sama Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari. Kalau keluarga [[Sultan]] [[Muhammad Seman]] yang tertangkap dibuang ke Bogor ([[Jawa Barat]]) maka keluarga Tumenggung Surapati yang tertangkap dibuang ke [[Bengkulu]], [[
== Staatsblad van Nederlandsch-Indie ==
Menurut [[Staatsblad]] van Nederlandsch-Indie No. 119 per tanggal [[19 Oktober]] [[1862]] pada pasal 3 menyebutkan orang-orang yang tidak mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial [[Hindia Belanda]] karena terlibat Perang Banjar:<ref name="Staatsblad 1863">{{cite book
| lang= nl
# Antasari dengan anak-anaknya▼
| pages= 2
| url= http://books.google.co.id/books?id=PaFBAAAAYAAJ&dq=IN%20NAAM%20DES%20KONIJN%20GS%20l&hl=id&pg=PA118#v=onepage&q=IN%20NAAM%20DES%20KONIJN%20GS%20l&f=false
| title= Staatsblad van Nederlandisch Indië
| first= G. A. N. Scheltema
| last= de Heere
| publisher= Ter Drukkerij van A. D. Schinkel.
| year= 1863
}}</ref><ref>{{cite book
| lang= nl
| pages= 167
| title= De Indo-Nederlandsche wetgeving: Staatsbladen van Nederlandsch Indie
| volume= 4
| first= Dutch East Indies
| last= Dutch East Indies
| publisher= Netherlands (Kingdom)
| year= 1815
| url=http://books.google.co.id/books?id=yFU9AQAAMAAJ&q=Kiai+Djaya+Lalana&dq=Kiai+Djaya+Lalana&hl=id&sa=X&ei=IKBhU5jxKui5iQe_pYEg&ved=0CFEQ6AEwCA
}}</ref><ref>{{cite book
| lang= nl
| pages= 391
| title= De Militaire spectator
| volume= 49
| authorlinks= Jacop Cornelius van Rijneveld
| first= Jacop Cornelius
| last= van Rijneveld
| publisher=
| year= 1880
| url=https://www.google.co.id/books/edition/De_Militaire_spectator/eR5BAQAAMAAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Goesti-Amin&pg=PA391&printsec=frontcover
}}</ref><ref>{{cite book
| lang= nl
| pages= 260
| title= Bijdragen tot de kennis der geschiedenis van het
| volume=
| authorlinks= H. G. J. L. Meyners
| first= H. G. J. L.
| last= Meyners
| publisher=
| year= 1886
| url=https://www.google.co.id/books/edition/Bijdragen_tot_de_kennis_der_geschiedenis/J_9WAAAAMAAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Goesti-Amin&pg=PA260&printsec=frontcover
}}</ref><ref>{{cite book
| lang= nl
| pages=
| title= Biographisch woordenboek der Nederlanden: bevattende ...
| volume=
| authorlinks= Abraham Jacob van der van der Aa
| first=
| last=
| publisher=
| year= 1863
| url=https://www.google.co.id/books/edition/Biographisch_woordenboek_der_Nederlanden/Sx9I6nrGXB8C?hl=id&gbpv=1&dq=Soera-Pattie&pg=RA1-PA350&printsec=frontcover
}}</ref><ref name="Militair tijdschrift">{{cite book
| pages= 554
| title= Militair tijdschrift
| url= https://books.google.co.id/books?id=-EdBAQAAMAAJ&pg=PA554&dq=Antassari,+de+kleinzoon+van+Pangeran+Amir,+en+rechte+afstammeling+van+Sultan+Tamdjid+I&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiaq5-4nJznAhXz8HMBHehjA2QQ6AEIKzAA#v=onepage&q=Antassari%2C%20de%20kleinzoon%20van%20Pangeran%20Amir%2C%20en%20rechte%20afstammeling%20van%20Sultan%20Tamdjid%20I&f=false
| author= A. MEIJER (Jonkheer.)
| language= nl
| vol= 3
| publisher= Bruining & Wijt
| year= 1872
}}</ref>
▲# [[Pangeran Antasari|Antasari]] dengan anak-anaknya
# [[Demang Lehman]]
# Amin Oellah
# [[Soero Patty]] dengan anak-anaknya
# Kiai Djaya Lalana
#
== Rujukan ==
* [[Willem Adriaan van Rees|Van Rees WA]]. 1865. De Bandjarmasinsche Krijg van 1859-1863, [[Arnhem]]: Thieme.
* M. Gazali Usman, [[Kerajaan Banjar]]: [[Sejarah]] Perkembangan [[Politik]], [[Ekonomi]], [[Perdagangan]] dan [[Agama]] [[Islam]], [[Banjarmasin]]: Lambung Mangkurat Press, [[1994]].
== Referensi ==
Baris 83 ⟶ 151:
{{reflist}}
== Pranala luar ==
* http://en.rodovid.org/wk/Person:157419 Silsilah Tumenggung Surapati
[[Kategori:Tokoh Dayak]]
|