Dursasana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Lukas somasta (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
M. Adiputra (bicara | kontrib)
k Pengembalian suntingan oleh Liona Fernandes (bicara) ke revisi terakhir oleh 103.210.202.132
Tag: Pengembalian
 
(22 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = DursasanaDraupadi dragged from her chamber.jpg
| Caption = Dursasana dalam bentukmenjambak [[wayangDropadi]]. [[Jawa]]Lukisan gayakarya Evelyn Paul, 1911. [[Surakarta]]
| Nama = Dursasana
| Devanagari = दुःशासन
| Ejaan_Sanskerta = Dusśāsana (Dushasana)Duḥśāsana
| Nama_lain = Duhsasana; Dushasana
| Kasta = kesatria
| Ayah = [[Dretarastra]]
| Ibu = [[Gandari]]
| Dinasti = [[Dinasti Kuru|Kuru]]
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Kitab = ''[[Mahabharata]]''
| Tempat = [[Hastinapura]]
| Asal = [[Hastinapura]], [[Kerajaan Kuru]]
}}
'''Dursasana''' atau '''Duhsasana''' (ejaan [[bahasa {{Sanskerta|Sanskerta]]: ''Duśśāsana'')दुःशासन|Duḥśāsana}} adalah nama seorang tokoh antagonis penting dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]''. Ia merupakan adik nomor dua dari [[DuryudanaDuryodana]], pemimpin para [[KurawaKorawa]], atau putra [[Raja]] [[Drestarasta]] dengan Dewi [[GendariGandari]]. DursasanaIa dikenal memilikisebagai tubuhKorawa yang gagah,nomor mulutnyadua lebardi danantara mempunyaiseratus sifat sombong, suka bertindak sewenang-wenang, menggoda wanita dan senang menghina orang lainKorawa.
 
Tokoh ini mendapat peran signifikan dalam ''[[Sabhaparwa]]'' (kitab kedua ''Mahabharata''), yang mengisahkan permainan dadu antara lima [[Pandawa]] melawan seratus [[Korawa]]. [[Dropadi]], istri para Pandawa menjadi budak para Korawa setelah dipertaruhkan dalam permainan tersebut. Merasa sebagai pemilik budak, Dursasana berusaha melucuti pakaian Dropadi secara paksa, tetapi tidak berhasil berkat pertolongan [[Kresna]]. Peristiwa itu memperkeruh permusuhannya dengan [[Bhima|Bima]]. Pada akhirnya, ia dibunuh oleh Bima dalam [[perang di Kurukshetra]] pada hari ke-16.
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Dursasana memiliki seorang istri bernama Dewi Saltani, dan seorang putra yang kesaktiannya melebihi dirinya, bernama [[Dursala]].
 
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Dursasana memiliki seorang istri bernama Dewi SaltaniCandramukiwati, dan seorang putra yang kesaktiannya melebihi dirinya, bernama [[Dursala]]. Ia digambarkan sebagai wayang dengan tubuh yang gagah, bermulut lebar, dan mempunyai sifat sombong, suka bertindak sewenang-wenang, gemar menggoda wanita, dan senang menghina orang lain.
== Arti nama ==
 
Nama ''Duhsasana'' terdiri dari dua kata [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]], yaitu ''duh'' dan ''śāsana''. Secara [[harfiah]], kata ''Dusśāsana'' memiliki arti "sulit untuk dikuasai" atau "sulit untuk diatasi".Sama seperti duryudana dur artinya adalah jahat
 
== Kelahiran ==
 
Dalam ''[[Adiparwa]]'' diceritakan bahwa Dursasana lahir dari kandungan [[Gandari]] dalam keadaan tidak wajar. SaatDikisahkan itubahwa Gandari merasa iri kepadaterhadap [[Kunti]], istriiparnya [[Pandu]]sendiri yang telah melahirkan seorang putra bernama [[Yudistira]], sementara ia belum melahirkan meskipun sudah hamil tua. GandariDalam punfrustasi, Gandari memukul-mukul kandungannya sehingga lahirmengeluarkan segumpal daging berwarna keabu-abuan dari rahimnya. DagingResi [[Byasa]], paman suaminya segera dipanggil ke istana untuk mengatasi keanehan tersebut. kemudianBerkat membelahpengetahuannya, diridaging tersebut dibelah sampai berjumlah seratus potongan. Ia memasukkan potongan daging tersebut, masing-masing ke dalam sebuah pot, lalu menguburnya di dalam tanah.
 
[[Resi]]Setahun kemudian, salah satu potongan daging berubah menjadi bayi yang diberi nama [[WyasaDuryodana]], datangyang menolonglahir Gandari.bersamaan Iadengan menanamkelahiran daging-dagingputra tersebutkedua padaKunti sebuahyang potbernama di dalam tanah[[Bimasena]]. SetahunBeberapa waktu kemudian, salahada satu lagi potongan daging putra Gandari yang berubah menjadi bayi, yang diberi nama Dursasana. Kemunculan Dursasana ini bersamaan dengan kelahiran [[DuryodanaArjuna]], bersamaanputra waktunyaketiga Kunti. Daging-daging sisanya sebanyak 98 potongan kemudian menyusul berubah menjadi bayi normal, bersamaan dengan kelahiran putra[[Nakula]] keduadan Kunti[[Sahadewa]], yangputra bernamakembar [[BimasenaMadri]], istri kedua Pandu.
 
Sebanyak 100 orang putra DretarsatraDretarastra dan Gandari kemudian dikenal dengan sebutan [[Korawa]], sedangkan kelima putra Pandu disebut [[Pandawa]]. MeskipunDalam ''Mahabharata'' dikisahkan bahwa meskipun bersaudara sepupu, namun Korawa selalu memusuhi Pandawa akibat hasutaniri hati, karena Yudistira dicalonkan sebagai penerus takhta. Di samping itu, mereka diajarkan cara-cara untuk mencelakai para Pandawa oleh paman mereka, yaitu [[Sangkuni]], saudara Gandari. yang memiliki dendam terhadap [[Dinasti Kuru]].
Beberapa waktu kemudian, ada satu lagi potongan daging putra Gandari yang berubah menjadi bayi, yang diberi nama Dursasana. Kemunculan Dursasana ini bersamaan dengan kelahiran [[Arjuna]], putra ketiga Kunti.
 
Daging-daging sisanya sebanyak 98 potongan kemudian menyusul berubah menjadi bayi normal, bersamaan dengan kelahiran [[Nakula]] dan [[Sahadewa]], putra kembar [[Madri]], istri kedua Pandu.
 
Sebanyak 100 orang putra Dretarsatra dan Gandari kemudian dikenal dengan sebutan [[Korawa]], sedangkan kelima putra Pandu disebut [[Pandawa]]. Meskipun bersaudara sepupu, namun Korawa selalu memusuhi Pandawa akibat hasutan paman mereka, yaitu [[Sangkuni]], saudara Gandari.
 
== Pelecehan Dropadi ==
[[Berkas:Draupadi s presented to a pachisi game.jpg|ka|280px|jmpl|[[Litograf]] dari Chore Bagan Art (1895), melukiskan Dropadi diantar secara paksa ke balairung tempat [[Korawa]] dan [[Pandawa]] bermain dadu.]]{{main|Sabhaparwa}}
 
KecemburuanDalam ''[[Sabhaparwa]]'' diceritakan bahwa kecemburuan para [[Korawa]] terhadap [[Pandawa]] semakin memuncak ketika kelima sepupu mereka itu berhasil membangun sebuah istana yang sangat indah bernama [[Indraprastha]]. Berkat bantuan licik [[Sangkuni]], para Korawa berhasil merebut Indraprastha melalui sebuah [[Sabhaparwa|permainan dadu]].
{{main|Sabhaparwa}}
 
Kecemburuan para [[Korawa]] terhadap [[Pandawa]] semakin memuncak ketika kelima sepupu mereka itu berhasil membangun sebuah istana yang sangat indah bernama [[Indraprastha]]. Berkat bantuan licik [[Sangkuni]], para Korawa berhasil merebut Indraprastha melalui sebuah [[Sabhaparwa|permainan dadu]].
 
Saat [[Yudistira]] dan keempat adiknya kehilangan kemerdekaan, ia masih tetap dipaksa oleh [[Duryodana]] untuk mempertaruhkan [[Dropadi]]. Dropadi adalah putri [[Kerajaan Pancala]] yang dinikahi para Pandawa secara bersama-sama. Setelah Dropadi jatuh ke tangan Korawa, Duryodana pun menyuruh Dursasana untuk menyeret wanita itu dari kamarnya.
Baris 40 ⟶ 43:
 
== Kematian ==
[[FileBerkas:Bhima drinks blood.jpg|thumb250px|jmpl|Bima memenuhi sumpahnyasumpah terhadapuntuk membunuh Dursasana dan meminum darahnya di medan perang [[Kurukshetra]].]]
Puncak permusuhan [[Pandawa]] dan [[Korawa]] meletus dalam sebuah [[perang di Kurukshetra|pertempuran besar]] di [[Kurukshetra]]. Pada hari keenam belas, Dursasana bertarung melawan [[Bimasena]]. Dalam perkelahian tersebut Bimasena berhasil menarik lengan Dursasana sampai putus, kemudian merobek dada dan meminum darah sepupunya itu. Bimasena kemudian menyisakan segenggam darah Dursasana untuk diusapkannya ke rambut [[Dropadi]] yang menunggu di tenda.
 
Bimasena kemudian menyisakan segenggam darah Dursasana untuk diusapkannya ke rambut [[Dropadi]] yang menunggu di tenda. Dendam istri Pandawa itu pun terbayar sudah.
 
== Versi pewayangan Jawa ==
 
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Dursasana memiliki tempat tinggal bernama Kasatriyan BanjarjunutBanjarjumput. Istrinya bernama Dewi SaltaniCandramukiwati, yang darinya lahir seorang putra sakti bernama [[Dursala]]. Namun Dursala tewas sebelum meletusnya perang [[Baratayuda]] di tangan [[Gatotkaca]] putra [[Wrekudara]].
 
Kisah kematian Dursasana dalam pewayangan lebih didramatisir lagi. Dikisahkan setelah kematian putra [[Duryudana]] yang bernama [[Laksmanakumara|Lesmana Mandrakumara]] pada hari ketiga belas, Dursasana diangkat sebagai [[putra mahkota]] yang baru. Namun, Duryudana melarangnya ikut perang dan menyuruhnya pulang ke [[Hastinapura|Hastina]] dengan alasan menjaga Dewi [[Banowati]], istrinyakakak iparnya. Banowati merasa risih atas kedatangan Dursasana. Ia menghina adik iparnya itu sebagai seorang pengecut yang takut mati. Sebagai balasannya, Dursasana membongkar perselingkuhan Banowati dengan [[Arjuna]]. Ia menuduh Banowati sebagai mata-mata [[Pandawa]]. Sebagai pembenaran, ia menuding bahwa Banowati lebih menyesali kematian [[Abimanyu]] putra Arjuna daripada kematian [[Laksmanakumara|Lesmana]], anaknya sendiri.
 
Karena terus-menerus dihina sebagai pengecut, Dursasana pun kembali ke medan perang dan bertempur melawan [[Bima]]. Dalam perkelahian itu ia kalah dan melarikan diri bersembunyi di dalam sungai Cingcing Gumuling. Bima hendak turut mencebur namun dicegah [[Kresna]] (penasihat Pandawa) karena sungai itu telah diberi mantra oleh [[Resi]] [[Drona]]. Jika Pandawa mencebur ke dalamnya pasti akan bernasib sial. Dursasana kembali ke daratan dan mengejek nama [[Pandu]]. Bima marah dan mengejarnya lagi. Namun Dursasana kembali mencebur ke dalam sungai. Hal ini berlangsung selama berkali-kali. Sampai akhirnya muncul arwah dua orang tukang perahu bernama Tarka dan Sarka yang dulu dibunuh Dursasana sebagai tumbal kemenangan [[Kurawa]].
Banowati merasa risih atas kedatangan Dursasana. Ia menghina adik iparnya itu sebagai seorang pengecut yang takut mati. Dursasana ganti membongkar perselingkuhan Banowati dengan [[Arjuna]]. Ia menuduh Banowati sebagai mata-mata [[Pandawa]]. Buktinya, Banowati lebih menyesali kematian [[Abimanyu]] putra Arjuna daripada kematian Lesmana, anaknya sendiri.
 
Ketika Dursasana kembali ke daratan untuk mengejek nama Pandu sekali lagi, Tarka dan Sarka mulai beraksi. Ketika Dursasana hendak mencebur karena dikejar Bima, mereka pun menjegal kakinya sehingga Kurawa nomor duaia itu gagal mencapai sungai. Bima pun segera menjambak rambut Dursasana dan menyeretnya menjauhi sungai Cingcing Gumuling. Melihat adiknya tersiksa, Duryudana segera memohon agar Bima mengampuni Dursasana, bahkan ia menjanjikan bahwa perang dapat berakhir pada hari itu juga, dengan Pandawa sebagai pemenangnya. Ia juga merelakan [[Hastinapura|Kerajaan Hastina]] dan [[Indraprastha]] asalkan Dursasana dibebaskan.
Karena terus-menerus dihina sebagai pengecut, Dursasana pun kembali ke medan perang dan bertempur melawan [[Bima]]. Dalam perkelahian itu ia kalah dan melarikan diri bersembunyi di dalam sungai Cingcing Gumuling. Bima hendak turut mencebur namun dicegah [[Kresna]] (penasihat Pandawa) karena sungai itu telah diberi mantra oleh [[Resi]] [[Drona]]. Jika Pandawa mencebur ke dalamnya pasti akan bernasib sial.
 
Penawaran dari Duryodana membuat Bima bimbang. Tetapi [[Kresna]], penasihat para Pandawa mendesaknya supaya tidak mengampuni Dursasana. Menurutnya, Pandawa pasti menang tanpa harus membebaskan Dursasana. Kresna yang mengingatkan kembali kekejaman para Korawa, berhasil membuat emosi Bima bangkit kembali. Bima pun menendang Duryudana hingga terpental jauh, kemudian memutus kedua lengan Dursasana secara paksa. Dalam keadaan buntung, tubuh Dursasana dirobek-robek dan diminum darahnya sampai habis oleh Bima. Belum puas juga, Bima menghancurkan mayat Dursasana dalam potongan-potongan kecil. Pada saat itulah Dewi [[Drupadi]] muncul diantarkan [[Yudistira]] untuk menagih janji darah Dursasana. Bima pun memeras kumis dan janggutnya yang masih basah oleh darah musuhnya itu dan diusapkannya ke rambut Dropadi.
Dursasana kembali ke daratan dan mengejek nama [[Pandu]]. Bima marah dan mengejarnya lagi. Namun Dursasana kembali mencebur ke dalam sungai. Hal ini berlangsung selama berkali-kali. Sampai akhirnya muncul arwah dua orang tukang perahu bernama Tarka dan Sarka yang dulu dibunuh Dursasana sebagai tumbal kemenangan [[Kurawa]].
 
Ketika Dursasana kembali ke daratan untuk mengejek nama Pandu sekali lagi, Tarka dan Sarka mulai beraksi. Ketika Dursasana hendak mencebur karena dikejar Bima, mereka pun menjegal kakinya sehingga Kurawa nomor dua itu gagal mencapai sungai. Bima pun segera menjambak rambut Dursasana dan menyeretnya menjauhi sungai Cingcing Gumuling.
 
Melihat adiknya tersiksa, Duryudana muncul memohon agar Bima mengampuni Dursasana. Duryudana bahkan menjanjikan perang berakhir hari itu juga dengan Pandawa sebagai pemenang. Ia juga merelakan [[Hastinapura|Kerajaan Hastina]] dan [[Indraprastha]] asalkan Dursasana dibebaskan.
 
Bima mulai bimbang. Namun Kresna mendesaknya supaya Dursasana jangan diampuni. Menurutnya, Pandawa sudah jelas menang tanpa harus membebaskan Dursasana. Kresna mengingatkan kembali kekejaman para Kerawa membuat emosi Bima bangkit kembali. Bima pun menendang Duryudana hingga terpental jauh. Kemudian ia memutus kedua lengan Dursasana secara paksa.
 
Dalam keadaan buntung, tubuh Dursasana dirobek-robek dan diminum darahnya sampai habis oleh Bima. Belum puas juga, Bima menghancurkan mayat Dursasana dalam potongan-potongan kecil.
 
Pada saat itulah Dewi [[Drupadi]] muncul diantarkan [[Yudistira]] untuk menagih janji darah Dursasana. Bima pun memeras kumis dan janggutnya yang masih basah oleh darah musuhnya itu dan diusapkannya ke rambut Dropadi.
 
Setelah Korawa tertumpas habis, Kerajaan Hastina pun jatuh ke tangan para Pandawa. Bima menempati istana Dursasana, yaitu Banjarjunut sebagai tempat tinggalnya.
 
=== Versi Pewayanganpewayangan Gagrak''Gagrag Mataraman'' ===
[[Berkas:Dusasana-kl.jpg|jmpl|Dursasana sebagai tokoh wayang, dalam corak [[Surakarta]].]]
Cerita penuh ini bisa disimak dalam lakon wayang kulit "Gathutkaca Gugur" atau "Dursasana Jambak" atau juga "Karna Tandhing". Dalam versi ''Gagrag Mataraman'' atau [[Surakarta]], dikisahkan bahwa setelah [[Gatotkaca]] gugur tertusuk tombak Kuntawijayadanu, [[Bhima|Bima]] mengejar pembunuh anaknya tersebut, yaitu Adipati [[Karna]]. Dalam suasana malam yang gelap, saat Bima dan para pengawalnya masih tekun mencari Karna, Dursasana dan laskarnya muncul secara tiba-tiba, dan menghalangi Bima. Dalam pertemuan itu, Dursasana menantang Bima untuk bertarung, tetapi Bima tidak mengacuhkannya. Secara paksa, Dursasana menyerang Bima dan keduanya berkelahi di pinggir sungai. [[Petruk]], yang mengetahui tuannya sedang bertarung melawan Dursasana, segera melapor kepada Kyai [[Semar]] Badranaya dan Prabu [[Kresna]]. Mereka segera menuju lokasi kejadian.
 
Pertarungan antara Bhima melawan Dursasana berlangsung sengit, dan para pengawal dari kedua belah pihak yang melihatnya tidak berani mencegahnya dan hanya bisa menyaksikan saja. Pertarungan ini diwarnai dengan saling ejek-ejekan, membakar emosi keduanya, sampai pada akhirnya Dursasana kelelahan dan berniat lari dari pertarungan. Ia berhasil dicegat oleh Bima. Setelah babak belur, [[Duryudana]] dan para [[Kurawa]] yang lain datang menemui Bima. Duryudana memohon agar adiknya tersebut tidak disiksa terus-menerus, sambil berjanji bahwa apabila Dursasana diampuni, maka [[Kerajaan Hastina]] dan [[Kerajaan Amarta]] akan diberikan secara sukarela. Mendengar tawaran Duryudana, Bima menghentikan siksaannya terhadap Dursasana. Setelah mengingat bahwa Dursasana pernah menjambak rambut Dewi [[Drupadi]], Bima pun menjambak rambut Dursasana kembali.
Dikisahkan setelah menemukan [[Gatotkaca]] yang telah gugur tertusuk tombak kuntawijayadanu, Bhima mengejar pembunuh [[Gatotkaca]] yang tidak lain adalah Adipati [[Karna]]. Dalam suasana malam yang gelap, [[Bhima]] mencari Adipati Karna yang menurutnya harus ia bunuh karena sudah menghilangkan nyawa Gatotkaca. Entah bagaimana, muncullah Dursasana yang menghalangi pencarian Bhima' dalam pertemuan itu [[Dursasana]] menantang berkelahi dengan [[Bhima]]. Tetapi Bhima tidak mau mengabulkan tantangan [[Dursasana]], maka secara paksa Dursasana menyerang Bhima dengan pertarungan di pinggir sungai. [[Petruk]], yang mengetahui tuannya itu sedang bertarung melawan Dursasana' segera melapor kepada Kyai [[Semar]] Badranaya dan Prabu [[Kresna]]. Mendengar laporan [[Petruk]], Kyai [[Semar]] Badranaya dan Prabu [[Kresna]] segera menuju lokasi kejadian.
 
Tak lama kemudian, Prabu Kresna dan Kyai Semar Badranaya tiba. Mereka menasehati agar Dursasana tidak diampuni. Semar berkata bahwa Dursasana lebih pantas dihukum atas dosa-dosanya terhadap Dewi [[Drupadi]] yang hingga saat ini tidak mau memakai sanggul karena rambutnya pernah dijambak oleh Dursasana dan diseret sampai tempat perjudian. Sementara itu, Prabu Kresna berkata bahwa dahulu Dursasana pernah bersumpah bahwa apabila kerajaan milik Pandawa yang ada di Hastina diserahkan, maka darahnya siap menjadi minuman untuk Pandawa sebagai pelepas dahaga atas hukuman pembuangan 12 tahun. Saran mereka membuat emosi Bima tersulut kembali, sehingga ia memutuskan untuk membunuh Dursasana. Darah Dursasana diminumnya, dan sebagian darinya ia peras untuk dipakai keramas oleh Dewi Drupadi. Sedangkan kulitnya dikelupas untuk dijadikan ikat kepala Begawan [[Abyasa]].
Pertarungan antara Bhima melawan Dursasana berlangsung sengit, keduanya saling membanting dan saling menjambak rambut' Para Prajurit dari kedua belah pihak yang melihatnya tidak berani mencegahnya dan hanya bisa menyaksikan saja.
 
Pertarungan ini diwarnai dengan saling ejek-ejekan, Dursasana mengejek nama ayah Bhima, Pandu' dengan sebutan pengecut.
Sedangkan Bhima mengejek nama ayah Dursasana, Drestarastra' dengan sebutan manusia tak punya mata alias buta.
Malah hal itu semakin membakar emosi Dursasana sehingga ia melabrak Bhima dan kembali melanjutkan pertarungan tersebut, sampai pada akhirnya Dursasana kelelahan dan berniat lari dari pertarungan. Tetapi Dursasana berhasil dicegat dan kembali dihabisi oleh Bhima, Setalah Dursasana babak belur dihakimi Bhima' Duryudana dan para Kurawa yang lain datang menemui Bhima.
 
[[Duryudana]] meminta agar Dursasana jangan disiksa terus-menerus, sambil berjanji jika Dursasana diampuni maka [[Kerajaan Hastina]] dan [[Kerajaan Amarta]] akan diberikan secara sukarela. Lalu setelah mendengar perkataan Duryudana, Bhima pun melepas tangannya yang sedang menjambak rambut Dursasana. Tetapi, Bhima kembali menjambak rambut Dursasana' hal ini dilakukan karena dahulu Dursasana pernah menjambak rambut Dewi [[Drupadi]], kakak iparnya' saat terjadinya permainan judi 12 Tahun yang lalu.
 
Disaat bersamaan datanglah Prabu Kresna dan Kyai Semar Badranaya, mereka menasehati agar Dursasana jangan diampuni' Semar berkata bahwa Dursasana lebih pantas dihukum atas dosa-dosanya terhadap Dewi [[Drupadi]] yang hingga saat ini tidak mau memakai sanggul karena rambutnya dijambak Dursasana dan diseret sampai tempat perjudian.
 
Ditambah lagi ungkapan pribadi Prabu Kresna yang mengatakan bahwa Dursasana dahulu pernah bersumpah dihadapannya' kalau kerajaan milik pandawa yang ada di Hastina tidak diserahkan, maka darahku' kata Dursasana, siap menjadi minuman untuk Pandawa sebagai pelepas dahaga atas hukuman pembuangan 12 Tahun.
 
Sontak mengamuklah Bhima dan lantas rambut Dursasana diseret-seret seperti ketika Dursasana menyeret rambut Dewi Drupadi, Kulitnya dikupas seperti kulit buah mangga, tangan kanan dan kiri dipatahkan seperti kejadian yang dialami [[Kumbakarna]], adik [[Rahwana]]. Kedua matanya dicukil lalu dibuang dan perutnya ditusuki [[Kuku Pancanaka]] sehingga keluar usus dari perutnya disertai darah segar yang mengalir.
 
Tragisnya, Diminumlah darah Dursasana dan darahnya diperas untuk keramas rambut Dewi Drupadi' sedangkan kulitnya dikelupas untuk dijadikan ikat kepala Begawan Abiyasa. Seketika Dursasana menghembuskan nafas yang terakhirnya dan tubuhnya dikerumuni lalat keesokan harinya.
 
Cerita penuh pertarungan sengit ini bisa di simak dalam lakon wayang kulit "Gathutkaca Gugur" atau "Dursasana Jambak" atau juga "Karna Tandhing".
 
== Lihat pula ==
* [[Sabhaparwa]]
* [[Bima]]
 
* [[Dropadi]]
 
{{Tokoh Mahabharata}}