Karna: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Lukas somasta (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20231209)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
(75 revisi perantara oleh 38 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = Fall of Karna-kl.jpg
| Caption = Gugurnya Karna setelah bertempur melawan [[Arjuna]]. Ilustrasi dari ''Maha-Bharata, The Epic of Ancient India'' oleh Romesh Dutt (1899).
| Caption = Karna dalam bentuk [[wayang]] versi [[Surakarta]]
| Nama = Karna
| Devanagari = कर्ण
| Ejaan_Sanskerta = KarnnaKarṇa
| Nama_lain = RadheyaRadeya, Basusena, Wresa, {{br}}Sutaputra, Anggadipa, Suryaputra, {{br}}Suryatmaja, Talidarma, Bismantaka,Basukarna(Basukarno) {{br}}
| Senjata = Panah, Indrastra Vasavi shakti/Konta, Nagastrat(Wasawisakti),Kunta wijayadanuNagastra
| Tempat = [[Kerajaan Angga]]
| Kitab = ''[[Mahabharata]]''
| Kasta = Ksatriya
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Golongan = Suta (kusir, saat masih kecil)
| GelarKasta = Rajakesatria Angga
| Golongan = ''suta'' (kusir, saat masih kecil)
| Profesi = Raja
| Gelar = raja
| Pasangan = Wrusali, Surtikanti
| Profesi = raja
| Anak = Wresasena, Sudama, Satrunjaya, Dwipata, Susena, Satyaseam Citrasena, Susarma and Wrisaketu
| Istri = ''[[istri Karna|Tidak disebutkan namanya]]''. {{br}}Dalam kisah adaptasi, namanya berbeda-beda: [[Istri Karna| Wrusali, Supriya, Padmawati, Ponnuruvi, atau Surtikanti]]
| Orang tua = [[Surya]] dan [[Kunti]] (orang tua kandung); [[Adirata]] dan [[Radha (Mahabharata)|Radha]] (orang tua angkat)
| Anak = [[Wresasena]], Sudama, Satrunjaya, Dwipata, Susena, Satyasena, Citrasena, Susarma, Wresaketu, Ratnamala dan Srutasena<ref>http://www.sacred-texts.com/hin/m08/m08082.htm</ref><ref>http://www.sacred-texts.com/hin/m08/m08048.htm</ref>
| Ayah = [[Surya]] (''de facto''){{br}} [[Adirata]] (angkat)
| Ibu = [[Kunti]] (''de facto''){{br}} [[Radha (Mahabharata)|Radha]] (angkat)
}}
'''Karna''' ([[bahasa {{Sanskerta|Sanskerta]]: कर्ण;|Karṇa}}, alias ''Karnna'Radeya')'' {{Sanskerta|राधेय|Rādheya}} adalah nama rajaRaja [[Kerajaan Angga|Angga]] yang merupakan tokoh antagonis penting dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]''. Ia menjadi pendukung utama pihak [[Korawa]] dalam [[perang di Kurukshetra|perang besar]] melawan [[Pandawa]]. Padahal sesungguhnya, Karna merupakan kakak tertua dari tiga di antara lima Pandawa: ([[Yudistira]], [[Bimasena]], dan [[Arjuna]]). Dalam bagian akhir perang besar tersebut, Karna diangkat sebagai panglima pihak Korawa, di mana iadan akhirnya gugur di tangan Arjuna. Dalam ''Mahabharata'' diceritakan bahwa Karna menjunjung tinggi nilai-nilai kesatria. Meski angkuh, ia juga seorang dermawan yang murah hati, terutama kepada fakir miskin dan kaum [[brahmana]]. Menurut legenda, Karna merupakan pendiri kota [[Karnal]], terletak di negara bagian [[Haryana]], [[India Utara]].<ref>{{cite web|title=Karnal|url=http://www.karnal.gov.in/|publisher=District of Karnal|accessdate=26 November 2013|archive-date=2013-12-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20131202224103/http://www.karnal.gov.in/|dead-url=yes}}</ref>
 
Karna merupakan sosok pahlawan yang memiliki sifat-sifat kompleks. Meskipun berada di pihak antagonis, namun ia terkenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesatria. Sifatnya angkuh, sombong, suka membanggakan diri, namun juga seorang dermawan yang murah hati kepada siapa saja, terutama fakir miskin dan kaum brahmana. Kesaktiannya yang luar biasa membuat namanya terkenal sepanjang masa dan disebut dengan penuh penghormatan.
 
== Kelahiran ==
[[Berkas:Sury_gives_boon_to_Kunti.jpg|kiri|jmpl|Sebuah lukisan yang menggambarkan adegan saat [[Kunti]] memanggil [[Dewa]] [[Surya]].]]
''[[Mahabharata]]'' bagian pertama atau ''[[Adiparwa]]'' mengisahkan seorang putri bernama [[Kunti]] yang pada suatu hari ditugasi menjamu seorang pendeta tamu ayahnya, yaitu [[Resi]] [[Durwasa]]. Atas jamuan itu, Durwasa merasa senang dan menganugerahi Kunti sebuah ilmu kesaktian bernama ''Adityahredaya'', semacam mantra untuk memanggil [[dewa]]. Pada suatu hari, Kunti mencoba mantra tersebut setelah melakukan puja di pagi hari. Ia mencoba berkonsentrasi kepada [[Dewa Surya]], dan sebagai akibatnya, sang dewa matahari tersebut muncul untuk memberinya seorang putra, sebagaimana fungsi mantra yang diucapkan Kunti. Kunti menolak karena ia sebenarnya hanya ingin mencoba keampuhan ''Adityahredaya''. Surya menyatakan dengan tegas bahwa ''Adityahredaya'' bukanlah mainan. Sebagai konsekuensinya, Kunti pun mengandung. Namun, Surya juga membantunya segera melahirkan bayi tersebut. Surya kembali ke [[kahyangan]] setelah memulihkan kembali keperawanan Kunti.
 
Dalam [[bahasa Sanskerta]] kata ''karṇa'' bermakna "telinga". Hal ini mengakibatkan muncul mitos bahwa Karna lahir melalui telinga Kunti. Namun, Karna juga dapat bermakna "mahir" atau "terampil". Kiranya nama Karna ini baru dipakai setelah Basusena atau Radheya dewasa dan menguasai ilmu memanah dengan sempurna.
''[[Mahabharata]]'' bagian pertama atau ''[[Adiparwa]]'' mengisahkan seorang putri bernama [[Kunti]] yang pada suatu hari ditugasi menjamu seorang pendeta tamu ayahnya, bernama [[Resi]] [[Durwasa]]. Atas jamuan itu, Durwasa merasa senang dan menganugerahi Kunti sebuah ilmu kesaktian bernama ''Adityahredaya'', semacam mantra untuk memanggil [[dewa]] dan mendapat anugerah putra darinya.
 
== Masa kecil dan pendidikan ==
Pada keesokannya Kunti mencoba mantra tersebut sambil memandang [[matahari]] terbit. Akibatnya, dewa penguasa matahari yaitu [[Surya]] pun muncul dan siap memberinya seorang putra. Kunti yang ketakutan menolak karena ia sebenarnya hanya ingin mencoba keampuhan ''Adityahredaya'' saja. Surya menyatakan dengan tegas bahwa ''Adityahredaya'' bukanlah mainan. Dengan sabda sang dewa, Kunti pun mengandung. Namun Surya juga membantunya segera melahirkan bayi tersebut. Surya lalu kembali ke [[kahyangan]] setelah memulihkan kembali keperawanan Kunti.
Demi menjaga nama baik negaranya, [[Kunti]] yang melahirkan sebelum menikah terpaksa membuang "putra Surya" yang ia beri nama Karna di sungai Aswa dalam sebuah keranjang. Bayi itu kemudian terbawa arus sampai akhirnya ditemukan oleh [[Adirata]] yang bekerja sebagai [[kusir]] [[kereta]] di [[Kerajaan Kuru]]. Adirata dengan gembira menjadikan bayi tersebut sebagai anaknya. Karena sejak lahir sudah memakai pakaian perang lengkap dengan anting-anting dan kalung pemberian Surya, maka bayi itu pun diberi nama ''Basusena''. Tak lama setelah itu, Kunti disunting [[Pandu]] dari [[Hastinapura]] dan berputra tiga orang: [[Yudistira]], [[Bimasena]] (Bima), dan [[Arjuna]]. Bersama dua putra kembar [[Madri]] (istri kedua Pandu), mereka dikenal sebagai Lima Pandawa.
 
Basusena diasuh dan dibesarkan dalam keluarga kusir, sehingga ia dikenal dengan julukan ''Sutaputra'' (anak kusir). Namun, julukan lainnya yang lebih terkenal adalah ''Radheya'', yang bermakna "anak [[Radha (Mahabharata)|Radha]]" (istri Adirata). Meskipun tumbuh dalam lingkungan keluarga kusir, Radheya justru berkeinginan menjadi seorang perwira kerajaan. Adirata pun mendaftarkannya ke dalam perguruan [[Resi]] [[Drona]] yang saat itu sedang mendidik para [[Pandawa]] dan [[Korawa]], pangeran dari kalangan [[Dinasti Kuru]]. [[Drona]] menolak Radheya karena ia hanya sudi mengajar kaum [[kesatria]] saja. Akhirnya Radheya memutuskan untuk mencari guru lain. Ia menyamar menjadi seorang [[brahmana]] agar mendapatkan pendidikan dari [[Parasurama]], seorang brahmana-kesatria yang hanya mau menerima murid dari golongan brahmana. Parasurama adalah guru dari [[Bisma]]—sesepuh Dinasti Kuru—dan [[Drona]],<ref>{{Cite web |url=http://www.karna.org/body_story_behind_karna.html |title=Website dedicated to the story of Karna |access-date=2014-08-14 |archive-date=2010-03-23 |archive-url=https://web.archive.org/web/20100323003055/http://www.karna.org/body_story_behind_karna.html |dead-url=yes }}</ref> sehingga Karna mendapatkan guru yang lebih baik dari Drona.
[[Berkas:Kunti - Sun God.jpg|left|240px|thumb|Sebuah lukisan dalam kitab ''[[Bhagawatapurana|Srimad Bhagawatam]]'' dari yayasan [[ISCKON]], menggambarkan adegan saat [[Kunti]] memanggil [[Dewa]] [[Surya]]. Atas pemanggilan tersebut, Kunti memperoleh putra yang kemudian dibuangnya ke sungai. putra tersebut adalah Radheya, alias Karna.]]
 
[[Parasurama]] memiliki pengalaman yang buruk dengan kaum [[kesatria]], sehingga Karna harus menyamar sebagai [[brahmana]] muda agar bisa menjadi muridnya. Pada suatu hari, Parasurama tidur di atas pangkuan Karna. Tiba-tiba muncul seekor [[serangga]] menggigit paha Karna. Agar Parasurama tidak terbangun, Karna membiarkan pahanya terluka sementara dirinya tidak bergerak sedikit pun. Ketika Parasurama bangun dari tidurnya, ia terkejut melihat Karna telah berlumuran darah. Kemampuan Karna menahan rasa sakit telah menyadarkan Parasurama bahwa muridnya itu bukan dari golongan brahmana, melainkan seorang kesatria asli. Merasa telah ditipu, Parasurama pun mengutuk Karna. Kelak, pada saat pertarungan antara hidup dan mati melawan seorang musuh terhebat, Karna akan lupa terhadap semua ilmu yang telah ia ajarkan.
== Dalam asuhan Adirata ==
Demi menjaga nama baik negaranya, [[Kunti]] yang melahirkan sebelum menikah terpaksa membuang "putra Surya" yang ia beri nama Karna di sungai Aswa dalam sebuah keranjang. Bayi itu kemudian terbawa arus sampai akhirnya ditemukan oleh [[Adirata]] yang bekerja sebagai [[kusir]] [[kereta]] di [[Kerajaan Kuru]] (atau [[Hastinapura|Kerajaan Hastinapura]]). Adirata dengan gembira menjadikan bayi tersebut sebagai anaknya. Karena sejak lahir sudah memakai pakaian perang lengkap dengan anting-anting dan kalung pemberian Surya, maka bayi itu pun diberi nama ''Basusena''.
 
Kutukan kedua diperoleh Karna ketika ia mengendarai keretanya dan menabrak mati seekor sapi milik brahmana yang sedang menyeberang jalan. Sang brahmana pun muncul dan mengutuk Karna, kelak roda keretanya akan terbenam ke dalam lumpur ketika ia berperang melawan musuhnya yang paling hebat.<ref>{{cite book|url=http://books.google.com.sg/books?id=8iIbqXwKoxIC&pg=PA173&dq=Karna+killing+cow&hl=en&sa=X&ei=GznmUcafGYnqrQe8_YGACQ&ved=0CDQQuwUwAQ#v=onepage&q=Karna%20killing%20cow&f=false|title=The Mahabharata, Volume 7: Book 11: The Book of the Women Book 12: The Book of Peace|publisher=University of Chicago Press|author=[[James L. Fitzgerald]]|year=2003|pages=173|isbn=0226252507}}</ref>
Basusena pun diasuh dan dibesarkan dalam keluarga Adirata, sehingga ia dikenal dengan julukan ''Sutaputra'' (anak kusir). Namun, julukan lainnya yang lebih terkenal adalah ''Radheya'', yang bermakna "anak Radha" (istri Adirata). Meskipun tumbuh dalam lingkungan keluarga kusir, Radheya justru berkeinginan menjadi seorang perwira kerajaan. Adirata pun mendaftarkannya ke dalam perguruan [[Resi]] [[Drona]] yang saat itu sedang mendidik para [[Pandawa]] dan [[Korawa]].
 
== Pemahkotaan sebagai Raja Angga ==
Akan tetapi, Drona menolak menjadikan Radheya sebagai murid karena ia hanya sudi mengajar kaum [[ksatriya]] saja. Radheya yang sudah bertekad bulat memutuskan untuk mencari guru lain, dan ia pun menyamar menjadi kaum Brahmana agar mendapatkan pendidikan dari Parasurama. Parasurama adalah guru dari Bhisma dan Guru Drona, jadi, Karna mendapatkan guru yang lebih baik dari Guru Drona. Malangnya, Ia ketahuan berbohong lalu ia dikutuk oleh Parasurama agar ilmu yang diajarkannya tidak berguna lagi untuk Karna.
Setelah para pangeran [[Dinasti Kuru]] menamatkan pendidikan, [[Drona]] mempertunjukkan hasil didikannya di hadapan para bangsawan dan rakyat [[Hastinapura]], ibu kota [[Kerajaan Kuru]]. Setelah melalui berbagai tahap pertandingan, Drona akhirnya mengumumkan bahwa [[Arjuna]]—Pandawa yang ketiga—adalah murid terbaiknya, terutama dalam hal ilmu memanah. Tiba-tiba Karna muncul menantang Arjuna sambil memamerkan kesaktiannya. [[Resi]] [[Krepa]] selaku pendeta istana meminta Karna supaya memperkenalkan diri terlebih dahulu karena untuk menghadapi Arjuna haruslah dari golongan yang sederajat. Mendengar permintaan itu, Karna pun tertunduk malu. [[Duryodana]]—yang sulung di antara seratus Korawa—maju membela Karna. Duryodana berkata bahwa keberanian dan kehebatan tidak harus dimiliki oleh kaum [[kesatria]] saja. Ia menambahkan bahwa apabila peraturan mengharuskan demikian, maka ia sudah memiliki jalan keluar. Ia mendesak ayahnya, yaitu [[Dretarastra]] raja Hastinapura, supaya mengangkat Karna sebagai raja bawahan di [[Kerajaan Angga|Angga]]. Dretarastra tidak mampu menolak permintaan putra kesayangannya itu. Pada hari itu juga, Karna resmi dinobatkan menjadi raja Angga.
 
[[Adirata]] muncul menyambut penobatan Karna. Akibatnya, semua orang tahu bahwa Karna adalah anak Adirata. Melihat hal itu, [[Bimasena]] mencemoohnya sebagai anak kusir sehingga tidak pantas bertanding melawan Arjuna yang berasal dari kaum bangsawan. Sekali lagi Duryodana tampil membela Karna. Melihat situasi tersebut, [[Kunti]] jatuh pingsan di bangkunya setelah melihat kehadiran Karna. Kunti langsung mengenalinya sebagai putra sulung yang pernah ia buang dari pakaian perang dan perhiasan pemberian [[Surya]] yang melekat di tubuh Karna. Suasana yang menegangkan itu diredakan oleh terbenamnya matahari. Dretarastra membubarkan acara tersebut sehingga pertandingan antara Karna dan Arjuna dihentikan
Dalam [[bahasa Sanskerta]] istilah ''Karna'' bermakna "telinga". Hal ini mengakibatkan muncul mitos bahwa Karna lahir melalui telinga Kunti. Namun, Karna juga dapat bermakna "mahir" atau "terampil". Kiranya nama Karna ini baru dipakai setelah Basusena atau Radheya dewasa dan menguasai ilmu memanah dengan sempurna.
 
== Menjadi raja Angga ==
Ketika tiba waktunya, [[Drona]] mempertunjukkan hasil pendidikan para [[Pandawa]] dan [[Korawa]] di hadapan para bangsawan dan rakyat [[Hastinapura]], ibu kota [[Kerajaan Kuru]]. Setelah melaui berbagai tahap pertandingan, Drona akhirnya mengumumkan bahwa [[Arjuna]] (Pandawa nomor tiga) adalah murid terbaiknya, terutama dalam hal ilmu memanah. Tiba-tiba Karna muncul menantang Arjuna sambil memamerkan kesaktiannya. [[Resi]] [[Krepa]] selaku pendeta istana meminta Karna supaya memperkenalkan diri terlebih dahulu karena untuk menghadapi Arjuna haruslah dari golongan yang sederajat. Mendengar permintaan itu, Karna pun tertunduk malu.
 
[[Duryodana]] (Korawa tertua) maju membela Karna. Menurutnya, keberanian dan kehebatan tidak harus dimiliki oleh kaum [[ksatriya]] saja. Namun apabila peraturan mengharuskan demikian, Duryodana memiliki jalan keluar. Ia mendesak ayahnya, yaitu [[Dretarastra]] raja Hastinapura, supaya mengangkat Karna sebagai raja bawahan di [[Kerajaan Angga|Angga]]. Dretarastra yang berhati lemah tidak mampu menolak permintaan putra kesayangannya itu. Maka pada hari itu juga, Karna pun resmi dinobatkan menjadi raja Angga.
 
[[Adirata]] muncul menyambut penobatan Karna. Akibatnya, semua orang pun tahu kalau Karna adalah anak Adirata. Melihat hal itu, [[Bimasena]] (Pandawa nomor dua) mengejeknya sebagai anak kusir sehingga tidak pantas bertanding melawan Arjuna yang berasal dari kaum bangsawan. Sekali lagi Duryodana tampil membela Karna.
 
Suasana semakin tegang dan memanas. Namun tidak seorang pun yang menyadari kalau [[Kunti]] jatuh pingsan di bangkunya setelah melihat kehadiran Karna. Kunti langsung mengenalinya sebagai putra sulung yang pernah ia buang dari pakaian perang dan perhiasan pemberian [[Surya]] yang melekat di tubuh Karna.
 
Suasana yang menegangkan itu diredakan oleh terbenamnya matahari. Dretarastra membubarkan acara tersebut sehingga pertandingan antara Karna melawan Arjuna pun tertunda. Sejak saat itu dimulailah persahabatan antara Karna dengan Duryodana, pemimpin para Korawa.
 
== Penolakan Dropadi ==
[[File:Arjuna's feat of archery.jpg|thumb|Ilustrasi dari tahun 1920-an, menggambarkan [[sayembara]] memperebutkan [[Dropadi]], yang dimenangkan oleh [[Arjuna]].]]
[[Dropadi]] adalah putri [[Kerajaan Pancala]] yang kecantikannya membuat banyak raja dan pangeran datang untuk melamar, termasuk [[Duryodana]]. Dalam hal ini, [[Drupada]] (raja Pancala) telah mengumumkan sebuah [[sayembara]] memanah bagi siapa saja yang ingin memperistri putrinya tersebut.
[[Dropadi]] adalah putri [[Kerajaan Pancala]] yang kecantikannya membuat banyak raja dan pangeran datang untuk melamar, termasuk [[Duryodana]]. Dalam hal ini, [[Drupada]] (raja Pancala) telah mengumumkan sebuah [[sayembara]] memanah bagi siapa saja yang ingin memperistri putrinya tersebut. Sayembara tersebut ialah memanah boneka ikan yang berputar di atas arena, tetapi tidak boleh melihatnya secara langsung, melainkan melalui bayangannya yang terpantul di dalam baskom berisi minyak. Akan tetapi, jangankan membidik boneka tersebut, mengangkat busur pusaka Kerajaan Pancala saja para peserta tidak ada yang sanggup, termasuk Duryodana yang perkasa sekalipun.
 
Karna maju setelah sahabatnya mengalami kegagalan. Dengan penuh rasa hormat, ia berhasil mengenai sasaran sayembara. Tiba-tiba Dropadi menyatakan keberatan apabila Karna memenangkan sayembara, karena dirinya tidak mau menikah dengan anak seorang [[kusir]]. Karna sakit hati mendengarnya. Ia menyebut Dropadi sebagai wanita sombong dan pasti menjadi perawan tua karena tidak ada lagi peserta yang mampu memenangkan sayembara sulit tersebut selain dirinya. Ucapan Karna membuat Drupada merasa khawatir. Raja Pancala itu pun membuka pendaftaran baru untuk siapa saja yang ingin menikahi Dropadi, tanpa harus berasal dari golongan ksatriya. [[Arjuna]] yang saat itu sedang menyamar sebagai [[brahmana]] maju mendaftarkan diri. Sayembara tersebut akhirnya berhasil dimenangkan olehnya. Arjuna kemudian mempersembahkan Dropadi kepada ibunya sebagai oleh-oleh terbaik. Tanpa melihat yang sebenarnya, [[Kunti]] langsung memutuskan supaya "oleh-oleh" tersebut dibagi berlima. Akibatnya, kelima [[Pandawa]] pun bersama-sama menikahi Dropadi sebagai istri mereka, demi melaksanakan amanat sang ibu.
Sayembara tersebut ialah memanah boneka ikan yang berputar di atas arena, namun tidak boleh melihatnya secara langsung, melainkan melalui bayangannya yang terpantul di dalam baskom berisi minyak. Akan tetapi, jangankan membidik boneka tersebut, mengangkat busur pusaka Kerajaan Pancala saja para peserta tidak ada yang sanggup, termasuk Duryodana yang perkasa sekalipun.
 
== Penghinaan Dropadi ==
Karna kemudian maju setelah sahabatnya itu mengalami kegagalan. Dengan penuh rasa hormat, ia berhasil mengangkat busur pusaka mahaberat itu dan berhasil dengan tepat mengenai sasaran sayembara. Tiba-tiba Dropadi menyatakan keberatan apabila Karna memenangkan sayembara, karena dirinya tidak mau menikah dengan anak seorang [[kusir]]. Karna sakit hati mendengarnya. Ia menyebut Dropadi sebagai wanita sombong dan pasti menjadi perawan tua karena tidak ada lagi peserta yang mampu memenangkan sayembara sulit tersebut selain dirinya.
 
Beberapa waktu kemudian, para Pandawa berhasil membangun sebuah kerajaan indah bernama [[Indraprastha]] yang membuat pihak [[Korawa]] merasa iri. Melalui permainan [[dadu]] yang sangat licik, mereka berhasil merebut Indraprastha dari tangan Pandawa, termasuk kemerdekaan kelima bersaudara itu. Pada puncaknya, [[Yudistira]] (Pandawa tertua) dipaksa mempertaruhkan Dropadi demi melanjutkan permainan. Dropadi akhirnya jatuh pula ke tangan Korawa. [[Duryodana]] kemudian menyuruh [[Dursasana]], adiknya untuk menyeret Dropadi dari kamarnya. Dropadi pun dijambak dan diseret oleh Korawa nomor dua itu menuju ruang permainan.
Ucapan Karna membuat [[Drupada]] merasa khawatir. Raja Pancala itu pun membuka pendaftaran baru untuk siapa saja yang ingin menikahi Dropadi, tanpa harus berasal dari golongan ksatriya. [[Arjuna]] yang saat itu sedang menyamar sebagai [[brahmana]] maju mendaftarkan diri. Sayembara tersebut akhirnya berhasil dimenangkan olehnya.
 
Karna yang masih menyimpan sakit hati kepada Dropadi mengumumkan bahwa seorang wanita yang bersuami lima tidak pantas disebut sebagai istri, melainkan [[pelacur]]. Mendengar penghinaan Karna, [[Arjuna]] bersumpah kelak akan membunuhnya.{{sfn|Winternitz|1996|p=327}} Duryodana pun memerintahkan [[Dursasana]] agar menelanjangi Dropadi di depan umum. Namun, berkat pertolongan rahasia dari [[Kresna|Sri Kresna]], Dropadi berhasil diselamatkan.
== Pembalasan untuk Dropadi ==
[[Arjuna]] kemudian mempersembahkan [[Dropadi]] kepada ibunya sebagai oleh-oleh terbaik. Tanpa melihat yang sebenarnya, [[Kunti]] langsung memutuskan supaya "oleh-oleh" tersebut dibagi berlima. Akibatnya, kelima [[Pandawa]] pun bersama-sama menikahi Dropadi sebagai istri mereka, demi melaksanakan amanat sang ibu.
 
== Pusaka Indrastra ==
Beberapa waktu kemudian, para Pandawa berhasil membangun sebuah kerajaan indah bernama [[Indraprastha]] yang membuat pihak [[Korawa]] merasa iri. Melalui permainan [[dadu]] yang sangat licik, mereka berhasil merebut Indraprastha dari tangan Pandawa, termasuk kemerdekaan kelima bersaudara itu. Pada puncaknya, [[Yudistira]] (Pandawa tertua) dipaksa mempertaruhkan Dropadi demi melanjutkan permainan. Dropadi akhirnya jatuh pula ke tangan Korawa. [[Duryodana]] kemudian menyuruh [[Dursasana]] untuk menyeret Dropadi dari kamarnya. Dropadi pun dijambak dan diseret oleh Korawa nomor dua itu menuju ruang permainan.
[[File:Karan_offering_an_old_poor_man,_bent_with_age_and_destitution,_a_Kavach_that_is_embedded_in_his_arms_and_is_retrieved_by_culling_with_a_knife.jpg|thumb|Karna (tengah) mempersembahkan [[baju zirah]] sakti kepada Dewa [[Indra]] yang menyamar menjadi [[brahmana]], sementara istrinya memalingkan muka dalam kegalauan ― adegan dari ''[[Mahabharata]]'' yang dilukis oleh Bamapada Banerjee.|alt=]]
 
Apabila Karna dilahirkan [[Kunti]] melalui anugerah [[Dewa]] [[Surya]], maka, [[Arjuna]] lahir melalui anugerah [[Dewa]] [[Indra]]. Menyadari kesaktian Karna, Indra merasa cemas kalau Arjuna sampai kalah jika bertanding melawan putra Surya itu. Maka, Indra pun bersiasat merebut baju pusaka Karna dengan menyamar sebagai seorang pendeta. Konon, jika mengenakan pakaian pusaka tersebut, Karna tidak mempan terhadap senjata jenis apa pun. Rencana Indra diketahui oleh Surya. Ia pun memberi tahu Karna, tetapi Karna sama sekali tidak risau. Ia telah bersumpah akan hidup sebagai seorang dermawan sehingga apa pun yang diminta oleh orang lain pasti akan dikabulkannya.
Karna yang masih menyimpan sakit hati kepada Dropadi mengumumkan bahwa seorang wanita yang bersuami lima tidak pantas disebut sebagai istri, melainkan [[pelacur]]. Mendengar penghinaan Karna, [[Arjuna]] bersumpah kelak akan membunuhnya. Duryodana pun memerintahkan Dursasana agar menelanjangi Dropadi di depan umum. Namun, berkat pertolongan rahasia dari [[Kresna|Sri Kresna]], Dropadi berhasil diselamatkan.
 
Indra yang menyamar sebagai seorang [[resi]] tua datang menemui Karna saat sedang sendirian. Ia meminta sedekah berupa baju perang dan anting-anting yang dipakai Karna. Karna pun mengiris semua pakaian pusaka yang melekat di kulitnya sejak bayi tersebut menggunakan pisau. Indra terharu menerimanya. Ia pun membuka samaran dan memberikan pusaka Indrastra baru berupa ''Indrastra'' (''Wasawisakti'') atau ''Konta'' (yang bermakna "tombak") sebagai hadiah atas ketulusan Karna. Namun, pusaka Konta hanya bisa digunakan sekali saja, setelah itu ia akan musnah.
== Kutukan para brahmana ==
Karna pernah berguru kepada [[Parasurama]] yang juga pernah mengajar [[Drona]]. Brahmana gagah berumur panjang tersebut memiliki pengalaman yang buruk dengan kaum [[ksatriya]]. Untuk itu, Karna harus menyamar sebagai [[brahmana]] muda agar bisa mendekatinya. Dengan cara tersebut Karna berhasil menjadi murid Parasurama.
 
== Pembongkaran jati diri ==
Pada suatu hari, Parasurama tidur di atas pangkuan Karna. Tiba-tiba muncul seekor [[serangga]] menggigit paha Karna. Demi menjaga agar Parasurama tidak terbangun, Karna membiarkan pahanya terluka sedangkan dirinya tidak bergerak sedikit pun. Ketika Parasurama bangun dari tidurnya, ia terkejut melihat Karna telah berlumuran darah. Kemampuan Karna menahan rasa sakit telah menyadarkan Parasurama bahwa muridnya itu bukan dari golongan brahmana, melainkan seorang ksatriya asli.
Setelah masa hukuman atas kekalahan dalam [[Sabhaparwa|permainan dadu]] berakhir, para [[Pandawa]] pun muncul kembali untuk mendapatkan hak mereka atas [[Indraprastha|Kerajaan Indraprastha]]. Pihak [[Korawa]] menolak dan memaksa Pandawa merebutnya dengan jalan perang. Pandawa pun mengirim [[Kresna]] sebagai [[duta]] menuju [[Hastinapura]]. Dalam kesempatan itu, Kresna menemui Karna dan mengajaknya berbicara empat mata. Ia menjelaskan bahwa Karna dan para Pandawa sebenarnya adalah saudara seibu. Apabila Karna bergabung dengan Pandawa, tentu [[Yudistira]] akan merelakan takhta Hastinapura untuknya. Setelah mengetahui kenyataan, Karna terkejut dan menghadapi dilema yang besar. Dengan penuh pertimbangan ia memutuskan tetap pada pendiriannya, yaitu membela Korawa. Ia tidak mau meninggalkan [[Duryodana]] yang telah memberinya kedudukan, harga diri, dan perlindungan saat dihina para Pandawa dahulu. Rayuan Kresna tidak mampu meluluhkan sumpah setia Karna terhadap Duryodana yang dianggapnya sebagai saudara sejati.
 
Merasa telah ditipu, Parasurama pun mengutuk Karna. Kelak, pada saat pertarungan antara hidup dan mati melawan seorang musuh terhebat, Karna akan lupa terhadap semua ilmu yang telah ia ajarkan.
 
Kutukan kedua diperoleh Karna ketika ia mengendarai keretanya dan menabrak mati seekor sapi milik brahmana yang sedang menyeberang jalan. Sang brahmana pun muncul dan mengutuk Karna, kelak roda keretanya akan terbenam ke dalam lumpur ketika ia berperang melawan musuhnya yang paling hebat.
 
== Pusaka Vasavi shakti atau Konta ==
Apabila Karna dilahirkan [[Kunti]] melalui anugerah [[Dewa]] [[Surya]], maka, [[Arjuna]] lahir melalui anugerah [[Dewa]] [[Indra]]. Menyadari kesaktian Karna, Indra merasa cemas kalau Arjuna kelak sampai kalah jika bertanding melawan putra Surya itu. Maka, Indra pun merencanakan merebut baju pusaka Karna dengan menyamar sebagai seorang pendeta. Konon, jika mengenakan pakaian pusaka tersebut, Karna tidak mempan terhadap senjata jenis apa pun.
 
Rencana Indra terdengar oleh Surya. Ia pun memberi tahu Karna. Namun Karna sama sekali tidak risau. Ia telah bersumpah akan hidup sebagai seorang dermawan sehingga apa pun yang diminta oleh orang lain pasti akan dikabulkannya.
 
Indra yang menyamar sebagai seorang [[resi]] tua datang menemui Karna saat sedang sendirian. Ia meminta sedekah berupa baju perang dan anting-anting yang dipakai Karna. Karna pun mengiris semua pakaian pusaka yang melekat di kulitnya sejak bayi tersebut menggunakan pisau. Indra terharu menerimanya. Ia pun membuka samaran dan memberikan pusaka Indrastra baru berupa ''Vasavi shakti'' atau ''Konta'' (yang bermakna "tombak") sebagai hadiah atas ketulusan Karna. Namun, pusaka Konta hanya bisa digunakan sekali saja, setelah itu ia akan musnah.
 
== Terbukanya jati diri ==
Setelah masa hukuman atas kekalahan dalam [[Sabhaparwa|permainan dadu]] berakhir, para [[Pandawa]] pun muncul kembali untuk mendapatkan hak mereka atas [[Indraprastha|Kerajaan Indraprastha]]. Pihak [[Korawa]] menolak dan memaksa Pandawa merebutnya dengan jalan perang. Pandawa pun mengirim [[Kresna]] sebagai [[duta]] menuju [[Hastinapura]]. Dalam kesempatan itu, Kresna menemui Karna dan mengajaknya berbicara empat mata. Ia menjelaskan bahwa Karna dan para Pandawa sebenarnya adalah saudara seibu. Apabila Karna bergabung dengan Pandawa, tentu [[Yudistira]] akan merelakan takhta Hastinapura untuknya.
 
Karna sangat terkejut mendengar jati dirinya terungkap. Ia menghadapi dilema yang sangat besar. Dengan penuh pertimbangan ia memutuskan tetap pada pendiriannya yaitu membela Korawa. Ia tidak mau meninggalkan [[Duryodana]] yang telah memberinya kedudukan, harga diri, dan perlindungan saat dihina para Pandawa dahulu. Rayuan Kresna tidak mampu meluluhkan sumpah setia Karna terhadap Duryodana yang dianggapnya sebagai saudara sejati.
 
Setelah pertemuan dengan [[Kresna]], esok harinya Karna bertemu dengan [[Kunti]]. Kunti menemui putra sulungnya itu saat bersembahyang di tepi sungai. Ia merayu Karna supaya mau memanggilnya "ibu" dan sudi bergabung dengan para [[Pandawa]]. Karna kembali bersikap tegas. Ia sangat menyesalkan keputusan Kunti yang dulu membuangnya sehingga kini ia harus berhadapan dengan adik-adiknya sendiri sebagai musuh. Ia menolak bergabung dengan pihak Pandawa dan tetap menganggap [[Radha (Mahabharata)|Radha]] sebagai ibu sejatinya. Meskipun demikian, Karna tetap menghibur kekecewaan Kunti. Ia bersumpah dalam perang kelak, ia tidak akan membunuh para Pandawa, kecuali [[Arjuna]].
 
== PerselisihanPerang dengan BismaKurukshetra ==
=== Perselisihan dengan Bisma ===
[[Perang di Kurukshetra|Perang besar]] antara kedua pihak tersebut akhirnya meletus. Pihak [[Korawa]] memilih [[Bisma]] (bangsawan senior [[Hastinapura]]) sebagai panglima mereka. Terjadi pertengkaran di mana Bisma menolak Karna berada di dalam pasukannya, dengan alasan Karna terlalu sombong dan suka meremehkan kekuatan [[Pandawa]]. Sebaliknya, Karna pun bersumpah tidak sudi ikut berperang apabila pasukan Korawa masih dipimpin oleh Bisma.
[[Perang di Kurukshetra|Perang besar]] antara kedua pihak tersebut akhirnya meletus. Pihak [[Korawa]] memilih [[Bisma]] (bangsawan senior [[Hastinapura]]) sebagai panglima mereka. Terjadi pertengkaran di mana Bisma menolak Karna berada di dalam pasukannya, dengan alasan Karna terlalu sombong dan suka meremehkan kekuatan [[Pandawa]]. Sebaliknya, Karna pun bersumpah tidak sudi ikut berperang apabila pasukan Korawa masih dipimpin oleh Bisma.
 
Bisma akhirnya roboh pada pertempuran hari kesepuluh. Tokoh tua itu terbaring di atas ratusan panah yang menembus tubuhnya. Karna muncul melupakan semua dendam untuk menyampaikan rasa prihatin. Bisma mengaku bahwa ia hanya pura-pura mengusir Karna supaya tidak bertempur melawan Pandawa. Bisma mengetahui jati diri Karna sebagai kakak para Pandawa setelah diberi tahu oleh [[Narada]] (maharesi [[kahyangan]]). Seperti halnya [[Kresna]] dan [[Kunti]], Bisma juga menyarankan supaya Karna bergabung dengan para Pandawa. Namun sekali lagi Karna menolak saran tersebut.
 
=== Pertempuran melawan Gatotkaca ===
[[Berkas:Karna kills Ghatotkacha.jpg|ka|jmpl|Lukisan pertempuran Karna melawan [[Gatotkaca]], dari zaman [[kemaharajaan Wijayanagara]] ({{circa}} 1670).]]
Kehadiran Karna sejak hari kesebelas segera membangkitkan semangat pihak [[Korawa]]. Ia menyarankan agar [[Duryodana]] memilih [[Drona]] sebagai pengganti Bisma, dengan alasan Drona merupakan guru sebagian besar sekutu Korawa. Dengan terpilihnya Drona maka persaingan antara para pendukung Korawa memperebutkan jabatan panglima dapat dihindari.
 
Baris 99 ⟶ 79:
Sesuai janji [[Indra]], Shakti Konta pun musnah hanya dalam sekali penggunaan. [[Kresna]] selaku penasihat pihak [[Pandawa]] merasa senang karena dengan demikian, nyawa [[Arjuna]] bisa terselamatkan. Ia mengetahui kalau selama ini Karna mempersiapkan Shakti Konta untuk membunuh Arjuna.
 
=== Menjadi panglima pasukan Korawa ===
[[Berkas:Wayang Painting of Bharatayudha Battle.jpg|jmpl|ka|Di sisi kiri, Adipati Karna dikusiri [[Salya]], melawan Arjuna yang dikusiri Kresna di sisi kanan. Wayang [[lukisan kaca Cirebon]].]]
Setelah [[Drona]] gugur pada hari kelima belas, [[Duryodana]] menunjuk Karna sebagai panglima yang baru. Karna maju perang dengan [[Salya]] raja [[Kerajaan Madra|Madra]] sebagai kusir keretanya, dengan harapan bisa mengimbangi [[Arjuna]] yang dikusiri [[Kresna]]. Salya sendiri sakit hati karena merasa direndahkan oleh Karna. Sambil mengemudikan kereta ia gencar memuji-muji kesaktian Arjuna untuk menakut-nakuti Karna.
 
Pada hari keenam belas, Karna berhasil mengalahkan [[Yudistira]], [[Bimasena]], [[Nakula]], dan [[Sadewa]], namuntetapi tidak sampai membunuh mereka sesuai janjinya di hadapan [[Kunti]] dulu. Karna kemudian bertanding melawan Arjuna. Keduanya saling berusaha membunuh satu sama lain. Ketika Karna mengincar leher Arjuna menggunakan panah Nagasatra, diam-diam Salya memberi isyarat pada Kresna. Kresna pun menggerakkan keretanya sehingga panah pusaka tersebut meleset hanya mengenai mahkota Arjuna. Pertempuran tersebut akhirnya tertunda oleh terbenamnya matahari.
 
=== Pertempuran terakhir ===
[[Berkas:YudishthiraDeath wrestling withof Karna.jpg|thumb|250pxjmpl|rightka|Karna mendorong roda keretanya yang terperosok ke dalam lumpur pada saat perang [[Baratayuda]]. Peristiwa ini terjadi sesaat menjelang kematiannya di tangan [[Arjuna]].]]
Pada hari ketujuh belas, perang tanding antara Karna dan [[Arjuna]] dilanjutkan kembali. Setelah bertempur dalam waktu yang cukup lama, kutukan atas diri Karna pun menjadi kenyataan. Ketika Arjuna membidiknya menggunakan panah [[Pasupati]], salah satu roda keretanya terperosok ke dalam lumpur sampai terbenam setengahnya. Karna tidak peduli, ia pun membaca mantra untuk mengerahkan kesaktiannya mengimbangi Pasupati. Namun, kutukan kedua juga menjadi kenyataan. Karna tiba-tiba lupa terhadap semua ilmu yang pernah ia pelajari dari [[Parasurama]].
 
Karna meminta Arjuna untuk menahan diri sementara ia turun untuk mendorong keretanya agar kembali berjalan normal. Pada saat itulah [[Kresna]] mendesak agar Arjuna segera membunuh Karna karena ini adalah kesempatan terbaik. Arjuna ragu-ragu karena saat itu Karna sedang lengah dan berada di bawah. Kresna mengingatkan Arjuna bahwa Karna sebelumnya juga berlaku curang karena ikut mengeroyok [[Abimanyu]] sampai mati pada hari ketiga belas. Teringat pada kematian putranya yang tragis tersebut, Arjuna pun melepaskan panah Pasupati yang melesat mengenai leher Karna. Karna pun tewas seketika.
 
Teringat pada kematian putranya yang tragis tersebut, Arjuna pun melepaskan panah Pasupati yang melesat memenggal kepala Karna. Karna pun tewas seketika.
 
== Kehidupan di surga ==
''[[Mahabharata]]'' bagian akhir, atau ''[[Swargarohanikaparwa]]'', mengisahkan perjalanan [[Yudistira]] naik ke [[surga]]. Di tempat yang serba indah itu ia merasa kecewa karena yang dijumpainya justru arwah para [[Korawa]], bukan adik-adiknya. Ia kemudian diantar para ''Kingkara'' untuk menemui keempat [[Pandawa]] yang sedang mengalami penyiksaan di [[neraka]]. Di tempat mengerikan itu, ia menjumpai arwah keempat adiknya sedang disiksa bersama para pahlawan besar lainya, misalnya Karna, [[Drestadyumna]], [[Abimanyu]], [[Satyaki]], dan lain-lain.
 
Meskipun demikian, Yudistira memilih berada di neraka daripada harus kembali ke surga. Tiba-tiba keadaan pun berbalik. Yudistira dan para pahlawan tersebut kemudian dimasukkan oleh ke dalam surga oleh para dewa sedangkan para penjahat, yaitu Korawa masuk ke dalam neraka. Rupanya peyiksaan tersebut hanya bersifat sementara, selain untuk menguji keteguhan hati Yudistira, juga untuk membersihkan dosa-dosa para pahlawan semasa hidup di dunia dulu. Dengan demikian, meskipun sewaktu di dunia Karna hidup bersama para Korawa, tetapi ketika berada di akhirat arwahnya berkumpul dengan para Pandawa.
 
== Adaptasi dalam budaya Indonesia ==
Dengan demikian, meskipun sewaktu di dunia Karna hidup bersama para Korawa, namun ketika berada di akhirat arwahnya berkumpul dengan para Pandawa.
=== Sebagai tokoh pewayangan ===
[[Berkas:Karna-kl.jpg|kiri|jmpl|Karna dalam bentuk [[wayang]] versi [[Surakarta]].]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Wajangpop van karbouwenhuid voorstellende Karna TMnr 809-164s.jpg|kiri|jmpl|Karna dalam bentuk wayang versi [[Bali]].]]
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], terdapat beberapa perbedaan mengenai kisah hidup Karna dibandingkan dengan versi aslinya. Menurut versi ini, Karna mengetahui jati dirinya bukan dari [[Kresna]], melainkan dari [[Narada|Batara Narada]]. Dikisahkan bahwa, meskipun Karna mengabdi pada [[Duryodana]], tetapi ia berani menculik calon istri pemimpin [[Korawa]] tersebut yang bernama Surtikanti putri [[Salya]]. Keduanya memang terlibat hubungan asmara. Orang yang bisa menangkap Karna tidak lain adalah [[Arjuna]]. Pertarungan keduanya kemudian dilerai oleh Narada dengan menceritakan kisah pembuangan Karna sewaktu bayi dulu. Karna dan Arjuna kemudian bersama-sama menumpas pemberontakan Kalakarna raja Awangga, seorang bawahan Duryodana. Atas jasanya itu, Duryodana merelakan Surtikanti menjadi istri Karna, bahkan Karna pun diangkat sebagai raja [[Kerajaan Angga|Awangga]] menggantikan Kalakarna. Dari perkawinan itu lahir dua orang putra bernama Warsasena dan Warsakusuma. Adapun versi ''[[Mahabharata]]'' menyebut nama putra Karna adalah Wresasena, sedangkan nama istrinya adalah Wrusali.
 
Perbedaan selanjutnya ialah pusaka Konta yang diperoleh Karna bukan anugerah [[Batara Indra]], melainkan dari [[Batara Guru]]. Menurut versi ini Senjata Konta disebut dengan nama ''Kuntawijayadanu'', sebenarnya akan diberikan kepada Arjuna yang saat itu sedang bertapa mencari pusaka untuk memotong tali pusar keponakannya, yaitu [[Gatotkaca]] putra [[Bimasena]]. Dengan bantuan [[Batara Surya]], Karna berhasil mengelabui Batara Narada yang diutus Batara Guru untuk menemui Arjuna. Surya yang menciptakan suasana remang-remang membuat Narada mengira Karna adalah Arjuna. Ia pun memberikan Kuntawijaya kepadanya. Setelah menyadari kekeliruannya, Narada pun pergi dan menemukan Arjuna yang asli. Arjuna berusaha merebut Kuntawijaya dari tangan Karna. Setelah melewati pertarungan, Arjuna hanya berhasil merebut sarung pusaka itu saja. Meskipun demikian, sarung tersebut terbuat dari kayu Mastaba yang bisa digunakan untuk memotong tali pusar Gatotkaca. Anehnya, sarung Kunta kemudian masuk ke dalam perut Gatotkaca menambah kekuatan bayi tersebut. Kelak, Gatotkaca tewas di tangan Karna. Kuntawijaya musnah karena masuk ke dalam perut Gatotkaca, sebagai pertanda bersatunya kembali pusaka dengan sarung pembungkusnya.
== Versi pewayangan Jawa ==
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], terdapat beberapa perbedaan mengenai kisah hidup Karna dibandingkan dengan versi aslinya. Menurut versi ini, Karna mengetahui jati dirinya bukan dari [[Kresna]], melainkan dari [[Narada|Batara Narada]].
 
Dikisahkan bahwa, meskipun Karna mengabdi pada [[Duryodana]], namun ia berani menculik calon istri pemimpin [[Korawa]] tersebut yang bernama Surtikanti putri [[Salya]]. Keduanya memang terlibat hubungan asmara. Orang yang bisa menangkap Karna tidak lain adalah [[Arjuna]]. Pertarungan keduanya kemudian dilerai oleh Narada dengan menceritakan kisah pembuangan Karna sewaktu bayi dulu.
 
Karna dan Arjuna kemudian bersama-sama menumpas pemberontakan Kalakarna raja Awangga, seorang bawahan Duryodana. Atas jasanya itu, Duryodana merelakan Surtikanti menjadi istri Karna, bahkan Karna pun diangkat sebagai raja [[Kerajaan Angga|Awangga]] menggantikan Kalakarna. Dari perkawinan itu lahir dua orang putra bernama Warsasena dan Warsakusuma. Adapun versi ''[[Mahabharata]]'' menyebut nama putra Karna adalah Wresasena, sedangkan nama istrinya adalah Wrusali.
 
Perbedaan selanjutnya ialah pusaka Konta yang diperoleh Karna bukan anugerah [[Batara Indra]], melainkan dari [[Batara Guru]]. Menurut versi ini Senjata Konta disebut dengan nama ''Kuntawijayadanu'', sebenarnya akan diberikan kepada Arjuna yang saat itu sedang bertapa mencari pusaka untuk memotong tali pusar keponakannya, yaitu [[Gatotkaca]] putra [[Bimasena]]. Dengan bantuan [[Batara Surya]], Karna berhasil mengelabui Batara Narada yang diutus Batara Guru untuk menemui Arjuna.
 
Surya yang menciptakan suasana remang-remang membuat Narada mengira Karna adalah Arjuna. Ia pun memberikan Kuntawijaya kepadanya. Setelah menyadari kekeliruannya, Narada pun pergi dan menemukan Arjuna yang asli. Arjuna berusaha merebut Kuntawijaya dari tangan Karna. Setelah melewati pertarungan, Arjuna hanya berhasil merebut sarung pusaka itu saja. Meskipun demikian, sarung tersebut terbuat dari kayu Mastaba yang bisa digunakan untuk memotong tali pusar Gatotkaca. Anehnya, sarung Kunta kemudian masuk ke dalam perut Gatotkaca menambah kekuatan bayi tersebut. Kelak, Gatotkaca tewas di tangan Karna. Kuntawijaya musnah karena masuk ke dalam perut Gatotkaca, sebagai pertanda bersatunya kembali pusaka dengan sarung pembungkusnya.
 
Menurut versi Jawa, pusaka pemberian Indra bukan bernama Konta, melainkan bernama ''Badaltulak''. Sama dengan versi aslinya, pusaka ini diperoleh Karna setelah pakaian perangnya diminta oleh Indra.
 
Karna versi Jawa sudah mengetahui bahwa ia adalah kakak tiri para [[Pandawa]] sejak awal, yaitu menjelang perkawinannya dengan Surtikanti. Jadi, kedatangan [[Kresna]] menemuinya sewaktu menjadi duta ke [[Hastinapura]] bukan untuk membuka jati dirinya, namuntetapi hanya untuk memintanya agar bergabung dengan Pandawa. Karna menolak dengan alasan sebagai seorang kesatria, ia harus menepati janji bahwa ia akan selalu setia kepada [[Duryodana]]. Kresna terus mendesak bahwa dharma seorang kesatria yang lebih utama adalah menumpas angkara murka. Dengan membela Duryodana, berarti Karna membela angkara murka. Karena terus didesak, Karna terpaksa membuka rahasia bahwa ia tetap membela Korawa supaya bisa menghasut Duryodana agar berani berperang melawan Pandawa. Ia yakin bahwa angkara murka di Hastinapura akan hilang bersama kematian Duryodana, dan yang bisa membunuhnya hanya para Pandawa. Karna yakin bahwa jika perang meletus, dirinya pasti ikut menjadi korban. Namun, ia telah bertekad untuk menyediakan diri sebagai tumbal demi kebahagiaan adik-adiknya, para Pandawa. Dalam perang tersebut Karna akhirnya tewas di tangan Arjuna. Namun versi Jawa tidak berakhir begitu saja. Keris pusaka Karna yang bernama Kaladite tiba-tiba melesat ke arah leher Arjuna. Arjuna pun menangkisnya menggunakan keris Kalanadah, peninggalan Gatotkaca. Kedua pusaka itu pun musnah bersama.
 
Surtikanti datang ke Kurusetra bersama [[Adirata]]. Melihat suaminya gugur, Surtikanti pun bunuh diri di hadapan Arjuna. Adirata sedih dan berteriak menantang Arjuna. Bimasena muncul menghardik ayah angkat Karna tersebut sehingga lari ketakutan. Namun malangnya, Adirata terjatuh dan meninggal seketika.
Karna menolak dengan alasan sebagai seorang kesatria, ia harus menepati janji bahwa ia akan selalu setia kepada [[Duryodana]]. Kresna terus mendesak bahwa dharma seorang kesatria yang lebih utama adalah menumpas angkara murka. Dengan membela Duryodana, berarti Karna membela angkara murka. Karena terus didesak, Karna terpaksa membuka rahasia bahwa ia tetap membela Korawa supaya bisa menghasut Duryodana agar berani berperang melawan Pandawa. Ia yakin bahwa angkara murka di Hastinapura akan hilang bersama kematian Duryodana, dan yang bisa membunuhnya hanya para Pandawa. Karna yakin bahwa jika perang meletus, dirinya pasti ikut menjadi korban. Namun, ia telah bertekad untuk menyediakan diri sebagai tumbal demi kebahagiaan adik-adiknya, para Pandawa.
 
=== Sastra Jawa Baru ===
Dalam perang tersebut Karna akhirnya tewas di tangan Arjuna. Namun versi Jawa tidak berakhir begitu saja. Keris pusaka Karna yang bernama Kaladite tiba-tiba melesat ke arah leher Arjuna. Arjuna pun menangkisnya menggunakan keris Kalanadah, peninggalan Gatotkaca. Kedua pusaka itu pun musnah bersama.
Dalam versi Jawa, Karna juga dikenal dengan nama Suryaputra, Basukarna, dan Adipati Karna. Kesetiaan Karna kepada sumpah satrianya untuk membela Duryudana, meskipun harus ditebus dengan kematiannya, telah mengilhami KGPAA [[Mangkunegara IV]] untuk menulis ''Serat Tripama'' ([[bahasa Jawa|Jw.]], tiga perumpamaan) dalam bentuk ''tembang [[macapat]] Dhandhanggula'' dengan huruf dan bahasa Jawa.<ref>{{aut|Kamajaya}}. 1984. ''Tiga Suri Teladan, kisah kepahlawanan tiga tokoh wayang'': 58-85. Yogyakarta:UP Indonesia.</ref>
 
Surtikanti datang ke Kurusetra bersama [[Adirata]]. Melihat suaminya gugur, Surtikanti pun bunuh diri di hadapan Arjuna. Adirata sedih dan berteriak menantang Arjuna. Bimasena muncul menghardik ayah angkat Karna tersebut sehingga lari ketakutan. Namun malangnya, Adirata terjatuh dan meninggal seketika.
 
== LihatCatatan pulakaki ==
{{reflist}}
* [[Kunti]]
* [[Adirata]]
* [[Radha (Mahabharata)|Radha]]
* [[Duryodana]]
* [[Gatotkaca]]
 
== Daftar pustaka ==
* Bowles, Adam, 2006. ''Mahābhārata: Karna''. Published by NYU Press. ISBN 0-8147-9981-7.
* {{cite book|last=Brockington|first=J. L.|year=1998|url=http://books.google.com/books?id=HR-_LK5kl18C|title=The Sanskrit Epics|publisher=[[BRILL]]|isbn=9004102604|accessdate=25 November 2013|ref=harv}}
* Buitenen, Johannes Adrianus Bernardus, 1978. ''[http://books.google.com.au/books?id=wFtXBGNn0aUC The Mahābhārata]''. 3 volumes (translation / publication incomplete due to his death). University of Chicago Press.
* {{cite book|title=Karna|url=https://archive.org/details/karnabravegenero0000unse|author= Kamala Chandrakant|coauthors=|publisher=Amar Chitra Katha|year=2009|isbn=81-89999-49-4 }}
* Desai, Ranjit. ''Radheya''. ISBN 81-7766-746-7
* [[Ramdhari Singh 'Dinkar'|Dinkar, Ramdhari Singh]]. ''The Sun Charioteer: a poetic rendering of Karna's life, his dharma, his friendship and tragedies.'' Rashmirathi; रश्मिरथी / रामधारी सिंह "दिनकर (in Hindi)
* {{cite book|last=McGrath|first=Kevin|year=2004|title=The Sanskrit Hero: Karna in Epic Mahābhārata|publisher=[[BRILL]]|isbn=90-04-13729-7|url=http://books.google.co.in/books?id=YkmXk3-1j7UC&printsec=frontcover&dq=inauthor:%22Kevin+McGrath%22&hl=en&sa=X&ei=_oeTUuPXJYLWrQfuhIDgBA&ved=0CEgQ6AEwBA#v=onepage&q&f=false|accessdate=25 November 2013|ref=harv}}
* Sawant, Shivaji. ''Mrityunjaya, the death conqueror: the story of Karna''. ISBN 81-7189-002-4
* Subramaniam, Kamala, Smt. ''The Mahabharata''. Bharatiya Vidya Bhavan Press.
* {{cite book|last=Winternitz|first=Maurice|title=A History of Indian Literature, Volume 1|url=http://books.google.co.in/books?id=FYPOVdzZ2UIC&pg=PA452&dq=a+history+of+indian+literature+mahabharata+date&hl=en&ei=LebbTIesJIOycOuWycMG&sa=X&oi=book_result&ct=book-thumbnail&resnum=1&ved=0CDgQ6wEwAA#v=onepage&q=a%20history%20of%20indian%20literature%20mahabharata%20date&f=false|accessdate=25 November 2013|year=1996|publisher=Motilal Banarsidass Publication|isbn=8120802640|ref=harv}}
 
{{Tokoh Mahabharata}}