Syarif Hamid II dari Pontianak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dwinug (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(124 revisi perantara oleh 48 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
#ALIH [[Microsoft Windows XP]]{{Infobox_Monarch
|name = Sultan Hamid II
|title = Syarif Hamid Alkadrie
|image = SultanSyarif Hamid II of Pontianak.jpg
|caption = Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat berseragam Mayor Jenderal KNIL
|reign succession = [[1945]]Kesultanan Pontianak|Sultan [[1950Pontianak]] ke-7
|reign = 1945–1950
|predecessor = [[Syarif Thaha Alkadrie|Sultan Syarif Thaha]]
|predecessor = Sultan Syarif Thaha
|successor = [[Syarif Abubakar Alkadrie|Sultan Syarif Abubakar]]
|reg-type =
|regent =
|consort = Didi van Delden
|royal house = [[Sultan Pontianak|Wangsa Syarif Alkadrie]]
|father = [[Sultan Syarif Muhammad Alkadrie|Sultan Syarif Muhammad]]
|mother =
|birth_date = {{Birth date|1913|7|12}}
|birth_place = [[File:Flag ofKota Pontianak Sultanate.svg|20px|[[Kesultanan Pontianak]]]], [[Pontianak|Kesultanan Pontianak]], [[KesultananHindia PontianakBelanda]]
|death_date = {{Death date and age|1978|3|30|1913|7|12}}
|death_place = {{flagicon|Indonesia}} [[Jakarta]], [[Indonesia]]
|religion = [[Islam Sunni]]
|}}
'''Sultan Hamid II''', lahir dengan nama '''Syarif Abdul Hamid Alkadrie''', putra sulung [[Sultan Pontianak]] [[Sultan Syarif Muhammad Alkadrie]] ({{lahirmati|[[Pontianak]], [[Kalimantan Barat]]|12|7|1913|[[Jakarta]]|30|3|1978}}) adalah Perancang Lambang Negara Indonesia, [[Garuda Pancasila]]. Dalam tubuhnya mengalir darah [[Arab-Indonesia]]. Ia beristrikan seorang perempuan [[Belanda]], yang memberikannya dua anak yang sekarang tinggal di Negeri Belanda.
 
'''Sultan Hamid II''', lahir dengan nama '''Syarif Abdul Hamid Alkadrie''', ({{lahirmati|[[Pontianak]], [[Kalimantan Barat]]|12|7|1913|[[Jakarta]]|30|3|1978}}) adalah putra sulung [[Kesultanan Pontianak|Sultan Pontianak]] ke-6, [[Sultan Syarif Muhammad Alkadrie]], adalah perancang [[Lambang negara Indonesia|Lambang Negara Indonesia]].<ref>{{cite web|url=http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/06/150610_majalah_perancang_garuda|title=Sultan Hamid II, perancang lambang Garuda Pancasila|first=Heyder |last=Affan |work=[[BBC Indonesia]] |date= 10 Juni 2015 |accessdate= 22 Juni 2015}}</ref> Ia memiliki darah keturunan [[Orang Arab Indonesia|Arab-Indonesia]]. Semasa hidupnya, Hamid II beristrikan seorang perempuan [[Belanda]] kelahiran [[Kota Surabaya|Surabaya]], yang memberikannya dua anak yang sekarang tinggal di Belanda.
== Pendidikan dan karier ==
Syarif Abdul Hamid menempuh pendidikan [[ELS]] di [[Sukabumi]], Pontianak, [[Yogyakarta]], dan [[Bandung]]. [[HBS]] di Bandung satu tahun, [[THS]] Bandung tidak tamat, kemudian [[KMA]] di [[Breda]], [[Belanda]] hingga tamat dan meraih pangkat [[letnan]] pada kesatuan [[tentara]] [[Hindia Belanda]].
 
== MasaKehidupan pendudukan Jepangawal ==
Syarif Abdul Hamid al-Qadri, lahir pada tanggal 12 Juli 1913 di Pontianak dari pasangan Syarif Muhammad al-Qadri dan Syecha Jamilah Syarwani.<ref name=tantraandi>Andi, dan Rahman (2010), hlm. 21{{spaced ndash}}22.</ref> Ia merupakan anak sulung keenam mereka.{{sfn|Kahin|1952|p=454-56}} Sampai usia 12 tahun, Hamid dibesarkan oleh ibu angkat asal [[orang Skotlandia|Skotlandia]] [[Salome Catherine Fox]] dan rekan ekspatriatnya asal Inggris [[Edith Maud Curteis]].{{sfn|McDonald|1998|p=150}} Salome Fox adalah adik dari kepala sebuah firma perdagangan [[Inggris]] yang berbasis di [[Singapura]]. Di bawah asuhan mereka, Hamid menjadi fasih berbahasa Inggris. Pada tahun 1933, Salome Fox meninggal namun Hamid masih tetap berhubungan dengan rekannya Curteis.{{sfn|McDonald|1998|p=150}}
Ketika [[Jepang]] mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada [[10 Maret]] [[1942]], ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi [[kolonel]]. Ketika ayahnya mangkat akibat [[agresi]] Jepang, pada [[29 Oktober]] [[1945]] dia diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II.
 
Syarif Abdul Hamid menempuh pendidikan [[Europeesche Lagere School|ELS]] di [[Sukabumi]], [[Pontianak]], [[Yogyakarta]], dan [[Bandung]]. [[Hogere Burgerschool|HBS]] di [[Bandung]] satu tahun, [[THS]] [[Bandung]] tidak tamat, kemudian [[Koninklijke Militaire Academie|KMA]] di [[Breda]], [[Belanda]] hingga tamat dan meraih pangkat [[letnan]] pada kesatuan [[tentara]] [[Hindia Belanda]]. Dalam buku A Prince in A Republic karya John Monfries, ia dijuluki sebagai ''"A congenial youngman of outstanding conduct",'' yang berarti seorang pemuda yang ramah dengan prilaku yang luar biasa.<ref>{{Cite book|last=Monfries|first=John|date=2015|url=https://bookshop.iseas.edu.sg/publication/2048|title=A Prince in A Republic : The Life of Sultan Hamengku Buwono IX of Yogyakarta|url-status=live}}</ref>
Dalam perjuangan [[federalisme]], Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalimantan Barat dan selalu turut dalam perundingan-perundingan [[Malino]], [[Denpasar]], [[BFO]], [[BFC]], [[IJC]] dan [[KMB]] di [[Indonesia]] dan Belanda.
 
Setelah lulus pada tahun 1937, ia dilantik sebagai perwira [[KNIL]] dengan pangkat Letnan Dua. Dalam karier militernya, ia pernah bertugas di [[Malang]], [[Bandung]], [[Balikpapan]], dan beberapa tempat lain di [[Pulau Jawa]].<ref name="tantraandi" />{{sfn|Persatuan Djaksa-djaksa Seluruh Indonesia|1955|pp=5-6}}
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan ''Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden'', yakni sebuah [[pangkat]] tertinggi sebagai [[asisten]] [[ratu]] Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
 
== Masa Pendudukan Jepang ==
== Menteri Negara dan keterlibatan dalam kudeta APRA ==
Ketika [[Kekaisaran Jepang|Jepang]] mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi [[kolonel]]. Pangkat itu bisa dikatakan sebagai pangkat tertinggi yang saat itu diberikan kepada putera Indonesia. Ketika ayahnya mangkat akibat [[agresi]] Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Jelas pengangkatannya ini adalah kemauan sebagian besar rakyat Kalbar yang tak ingin adanya kekosongan jabatan dalam pemerintahan kesultanan.<ref>tantraandi</ref>
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Ide Anak Agung Gde Agung in gesprek met Sultan Hamid II van Pontianak TMnr 10018600.jpg|thumb|250px|Sultan Hamid II (kanan) dan [[Ida Anak Agung Gde Agung]], raja [[Gianyar]] (tahun 1949)]]
{{utama|Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil}}
Pada tanggal [[17 Desember]] [[1949]], Hamid II diangkat oleh Sukarno ke [[Kabinet Republik Indonesia Serikat|Kabinet RIS]] tetapi tanpa adanya portofolio. Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri [[Mohammad Hatta]] dan termasuk 11 anggota berhaluan Republik dan lima anggota berhaluan Federal. Pemerintahan federal ini berumur pendek karena perbedaan pendapat dan kepentingan yang bertentangan antara golongan Republik dan Federalis serta berkembangnya dukungan rakyat untuk adanya [[negara kesatuan]]. <ref name="Kahin448-49">Kahin (1952), p. 448-49</ref>
 
Sebagai anggota BFO, Sultan Hamid II adalah pendukung konsep [[Federalisme]] dan penentang konsep [[Negara Kesatuan]] Republik Indonesia yang diperjuangkan Presiden [[Sukarno]].<ref>McDonald halaman 150</ref>
Hamid II kemudian bersekongkol dengan mantan Kapten [[Depot Speciale Troepen|DST]] (Pasukan Khusus) [[KNIL]] [[Raymond Westerling]] yang terkenal atas kebrutalannya dalam peristiwa [[Pembantaian Westerling]] untuk mengatur sebuah [[Kudeta APRA|kudeta anti-Republik]] di [[Bandung]] dan [[Jakarta]]. [[Angkatan Perang Ratu Adil]] (APRA) yang dipimpin Westerling terdiri dari personel-personel KNIL, ''[[Regiment Speciale Troepen]]'' (Resimen Pasukan Khusus KNIL), [[Tentara Kerajaan Belanda]] dan beberapa warga negara Belanda termasuk dua inspektur polisi. Pada tanggal [[23 Januari]] [[1950]], APRA menyerang sebuah garnisun RIS kecil dan menduduki bagian-bagian Bandung sampai mereka akhirnya diusir oleh bala bantuan tentara di bawah [[Mayor Jenderal Engels]], pimpinan KNIL. <ref name="Kahin454-56">Kahin (1952), p. 454-56</ref>
{{sfn|Kahin|1952|p=430-31}}<ref>{{cite book|last=Schiller|first=A. Arthur|year=1955|title=The Formation of Federal Indonesia 1945-1949|location=Den Haag|publisher=van Hoeve|page=177}}</ref>
 
Dalam perjuangan [[federalisme]], Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalimantan Barat dan selalu turut dalam perundingan-perundingan [[Konferensi Malino|Malino]], [[Konferensi Denpasar|Denpasar]], [[Majelis Permusyawaratan Federal|BFO]], [[BFC]], IJC dan [[Konferensi Meja Bundar]] di [[Indonesia]] dan Belanda.
Pada tanggal [[26 Januari]] [[1950]], unsur-unsur pasukan Westerling menyusup ke Jakarta sebagai bagian dari kudeta untuk menggulingkan Kabinet RIS. Mereka juga berencana untuk membunuh beberapa tokoh Republik terkemuka, termasuk Menteri Pertahanan Sultan [[Hamengkubuwana IX]] dan Sekretaris-Jenderal [[Ali Budiardjo]]. Namun, mereka kemudian dihadang oleh pasukan TNI dan terpaksa melarikan diri. Sementara itu, Westerling terpaksa mengungsi ke [[Singapura]] dan APRA akhirnya berhenti berfungsi pada Februari 1950. <ref name="Kahin454-56"/>
 
KMB merupakan momen penting dalam sejarah Indonesia. Dalam perundingan itu, tanggal 27 Desember 1949, kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara diakui oleh masyarakat internasional. Perundingan KMB dilakukan oleh tiga pihak, yaitu Belanda, dipimpin oleh J.H. Van Maarseveen; BFO (Bijeenkomst Voor Federaal Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid II; dan Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri [[Mohammad Hatta|Moh. Hatta]].<ref>{{Cite web|title=Bangka Bersejarah Sebagai Rumah Singgah {{!}} teraju.id|url=https://www.teraju.id/opini/bangka-bersejarah-sebagai-rumah-singgah-9203/|website=www.teraju.id|language=en-US|access-date=2021-09-29}}</ref>
Bukti dari konspirator Kudeta APRA yang ditangkap menyebabkan penahanan Hamid II pada tanggal [[5 April]]. Pada [[19 April]] Hamid II telah mengaku keterlibatannya dalam kudeta Jakarta gagal dan dalam merencanakan serangan kedua di Parlemen (dijadwalkan 15 Februari) yang gagal. Karena kehadiran tentara RIS, serangan itu dibatalkan. Peran [[pemerintah Pasundan]] dalam kudeta menyebabkan pembubarannya pada tanggal [[10 Februari]], yang semakin melemahkan struktur federal RIS. Pada akhir Maret 1950, [[Kalimantan Barat]] yang dipimpin Hamid II menjadi salah satu dari empat negara bagian yang tersisa di [[Republik Indonesia Serikat]]. <ref Name="Kahin454-56"/>
 
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan ''Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden'' ("Ajudan dalam Pelayanan Luar Biasa kepada Paduka Ratu Belanda"), yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten [[ratu]] Kerajaan Belanda. Sebagai seorang kolonel, Sultan Hamid II adalah orang Indonesia pertama yang memperoleh posisi milter penting dalam tentara penjajahan.
Peran Hamid II dalam kudeta yang gagal tersebut menyebabkan keresahan yang meningkat di Kalimantan Barat untuk segera berintegrasi ke dalam [[Republik Indonesia]]. Setelah sebuah misi pencari fakta oleh Komisi Pemerintah, [[Dewan Perwakilan Rakyat RIS]] mengumumkan hasil pemungutan suara bulat dengan selisih 50 dibanding satu suara yang menyetujui integrasi Kalimantan Barat ke dalam Republik Indonesia. <ref name="Kahin456">Kahin (1952), p. 456</ref> Setelah bentrokan dan konflik yang ditimbulkan para mantan pasukan KNIL terjadi di [[Makassar]] dan usaha pemisahan diri [[Ambon]] menjadi [[Republik Maluku Selatan]], akhirnya [[Republik Indonesia Serikat]] dibubarkan pada [[17 Agustus]] [[1950]], mengubah Indonesia menjadi [[negara kesatuan]] yang didominasi oleh pemerintahan pusat di [[Jakarta]]. <ref name="Kahin456"/>
 
==Keterlibatan dengan Raymond Westerling==
== Perumusan lambang negara (Garuda Pancasila) ==
Sewaktu [[Republik Indonesia Serikat]] dibentuk, dia diangkat menjadi ''Menteri Negara Zonder Porto Folio'' dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Tanggal [[10 Januari]] [[1950]] dibentuk Panitia Teknis dengan nama [[Panitia Lencana Negara]] di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis [[Muhammad Yamin]] sebagai ketua, [[Ki Hajar Dewantoro]], [[M. A. Pellaupessy]], [[Mohammad Natsir]], dan [[RM Ngabehi Poerbatjaraka]] sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
 
Pada 26 Januari 1950, elemen dari [[KNIL]] terlibat dalam pemberontakan di Jakarta dan Bandung yang direncanakan oleh [[Raymond Westerling]] dan Sultan Hamid II. Pemberontakan ini gagal dan hanya mempercepat kehancuran dari [[Republik Indonesia Serikat]].<ref>Kahin, George McT. Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press, 1952. p452</ref>
[[Berkas:Proposed Republik Indonesia Serikat (United States of Indonesia) COA 4.jpg|thumb|190px|upright|left|Rancangan awal Garuda Pancasila oleh Sultan Hamid II, berbentuk Garuda tradisional yang bertubuh manusia.]]
Merujuk keterangan Bung [[Hatta]] dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri [[Priyono]] melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar [[matahari]] dan menampakkan pengaruh Jepang.
 
Karena dianggap memberontak maka pada 5 April 1950 Sultan Hamid II ditangkap. Kemudian dengan adanya permintaan dari masyarakat Kalimantan Barat untuk bergabung dengan [[Republik Indonesia (1949-1950)|Republik Indonesia]] pada 22 April 1950, maka pada 15 Agustus 1950 [[Daerah Istimewa Kalimantan Barat]] menjadi bagian dari [[Provinsi Kalimantan]] dan dua hari kemudian Republik Indonesia Serikat bubar dan digantikan oleh [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]].<ref>{{Citation | last = Reid | first = Anthony J.S | authorlink = Anthony Reid (academic) | title = The Indonesian National Revolution, 1945-1950 | publisher = Longman | year = 1974 | location = Hawthorn, Victoria, Australia |p=110| isbn = 0-582-71047-2 }}</ref><ref>{{Cite book | last = Ricklefs| first = M.C. | author-link = M. C. Ricklefs | title = A History of Modern Indonesia Since c.1300 | publisher = Palgrave |edition = 3rd | year = 2001 | origyear = 1981 |pp=373–374 | isbn = 978-0-230-54685-1}}</ref><ref>{{Citation | last = Kahin | first = George McTurnan |authorlink = George McTurnan Kahin| title = Nationalism and Revolution in Indonesia | publisher = Cornell University Press |pp=455–456| year = 1952}}</ref><ref>{{cite book | last = Feith| first = Herbert | authorlink = Herbert Feith | title = The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia | url = https://archive.org/details/declineconstitut00feit| url-access = registration| publisher = Equininox Publishing (Asia) Pte Ltd | year = 2008 | origyear = 1962 | location = Singapore|p=[https://archive.org/details/declineconstitut00feit/page/n117 99] | isbn = 978-979-3780-45-0}}</ref>
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita [[merah putih]] menjadi [[pita]] putih dengan menambahkan semboyan "[[Bhineka Tunggal Ika]]".
 
== Menteri Negara ''Zonder Portofolio'' ==
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Ide Anak Agung Gde Agung in gesprek met Sultan Hamid II van Pontianak TMnr 10018600.jpg|jmpl|250px|Sultan Hamid II (kanan) dan [[Ida Anak Agung Gde Agung]], raja [[Gianyar]] (tahun 1949).]]
 
Pada tanggal 17 Desember 1949, Sultan Hamid II diangkat oleh [[Soekarno]] ke [[Kabinet Republik Indonesia Serikat|Kabinet RIS]] tetapi tanpa adanya portofolio.<ref>{{cite book|title=Napak tilas ke Belanda: 60 tahun perjalanan wartawan KMB 1949|first=Rosihan |last=Anwar |author-link=Rosihan Anwar |publisher=Penerbit Buku Kompas |year=2010 |isbn=9789797094904 |pages=149-151}}</ref> Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri [[Mohammad Hatta]] dan termasuk 11 anggota berhaluan Republik dan lima anggota berhaluan Federal. Pemerintahan federal ini berumur pendek karena perbedaan pendapat dan kepentingan yang bertentangan antara golongan Unitaris dan Federalis serta berkembangnya dukungan rakyat untuk adanya [[negara kesatuan]].{{sfn|Kahin|1952|p=448-49}}
 
== Perumusan Lambang Negara (Garuda Pancasila) ==
 
Saat Sultan Hamid II menjabat sebagai ''Menteri Negara Zonder Portofolio'' dan selama jabatan menteri negara itu pula dia ditugaskan [[Soekarno|Presiden Soekarno]] merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama [[Panitia Lencana Negara]] di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Portofolio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis [[Muhammad Yamin]] sebagai ketua, [[Ki Hajar Dewantoro]], [[M. A. Pellaupessy]], [[Mohammad Natsir]], dan [[RM Ngabehi Poerbatjaraka|R.M. Ngabehi Poerbatjaraka]] sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
 
Merujuk keterangan Bung [[Hatta]] dalam buku ''Bung Hatta Menjawab'' untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri [[Priyono]] melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar [[matahari]] dan menampakkan pengaruh [[Jepang]].
 
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara Sultan Hamid II, Soekarno, dan Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita [[Sang Saka Merah Putih|merah putih]] menjadi [[pita]] putih dengan menambahkan semboyan "[[Bhinneka Tunggal Ika]]".
Pada tanggal [[8 Februari]] [[1950]], rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai [[Masyumi]] untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung [[garuda]] dengan [[tangan]] dan [[bahu]] [[manusia]] yang memegang [[perisai]] dan dianggap bersifat [[mitologis]].<ref name="tempointeraktif.com">{{cite web|url=http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/01/27/brk,20100127-221646,id.html|title=Lambang Garuda Pancasila Dirancang Seorang Sultan|date=27 Januari 2010|accessdate=5 Februari 2010|website=Tempo Interaktif|archive-date=2011-08-21|archive-url=https://www.webcitation.org/616oKImA2?url=http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/01/27/brk,20100127-221646,id.html|dead-url=yes}}</ref>
 
[[Berkas:Winner Republik Indonesia Serikat (United States of Indonesia) COA 1950.jpg|jmpl|250px|lurus|ka|Garuda Pancasila yang diresmikan 11 Februari 1950, tanpa jambul dan posisi cakar masih di belakang pita.]]
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan [[aspirasi]] yang berkembang, sehingga tercipta bentuk [[Rajawali]] - Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk [[rajawali]] yang menjadi ''Garuda Pancasila'' dan disingkat ''Garuda Pancasila''. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Mohammad Hatta sebagai perdana menteri.
 
[[AG Pringgodigdo]] dalam bukunya ''Sekitar Pancasila'' terbitan [[Kementerian Pertahanan Republik Indonesia|Departemen Pertahanan dan Keamanan]], [[ABRI|Pusat Sejarah ABRI]] menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “'tidak berjambul”' seperti bentuk sekarang ini.
[[Berkas:Winner Republik Indonesia Serikat (United States of Indonesia) COA 1950.jpg|thumb|250px|upright|right|Garuda Pancasila yang diresmikan 11 Februari 1950, tanpa jambul dan posisi cakar masih di belakang pita.]]
[[AG Pringgodigdo]] dalam bukunya “[[Sekitar Pancasila]]” terbitan [[Departemen Hankam]], [[Pusat Sejarah ABRI]] menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “'tidak berjambul”' seperti bentuk sekarang ini.
 
Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di [[Hotel Des Indes]], [[Jakarta]] pada [[15 Februari]] [[1950]].<ref>{{Cite web |url=http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/ministers/popup_biodata_pejabat.asp?id=103 |title=Kepustakaan Presiden Republik Indonesia, Hamid II |access-date=2017-08-17 |archive-date=2011-07-21 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110721122131/http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/ministers/popup_biodata_pejabat.asp?id=103 |dead-url=yes }}</ref>
 
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.
 
Tanggal [[20 Maret]] [[1950]], bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat [[disposisi]] Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan [[pelukis]] [[istana]], [[Dullah]], untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini<ref name="Indonesia.go.id">{{cite web |url=http://www.indonesia.go.id/en/indonesia-glance/symbol-and-the-state/state-emblem.html |title=State Emblem |author= |date= |work= |publisher=Indonesia.go.id |accessdate=23 Maret 2012}}</ref>
 
Adalah lambang yang dia buat, pada tahun 2016 telah sah diakui sebagai Benda Cagar Budaya Peringkat Nasional pada 26 Agustus 2016. Penetapan tersebut ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendi dengan Surat Keputusan (SK) Nomor 204 Tahun 2016.<ref name=equator>{{cite news |title=Tinggal Menunggu Penetapan Sultan Hamid II Sebagai Pahlawan Nasional |author=Maulidi, Murni |editor=Hairiadi, Arman |date=25 September 2018 |accessdate=26 September 2018 |url=https://equator.co.id/tinggal-menunggu-penetapan-sultan-hamid-ii-sebagai-pahlawan-nasional/ |website=Equator}}</ref> Namun pada hari Senin, 24 September 2018, Ketum Yayasan Sultan Hamid II, yakni Anshari Dimyati —yang diutus Max Jusuf Alkadrie, Ketua Dewan Pembina Yayasan SH II—, yang menerima plakat/sertifikat Benda Cagar Budaya Peringkat Nasional untuk Lambang Negara karya Sultan Hamid II ini.<ref name=PontiPost>Ody (25 September 2018). "Sah Jadi Cagar Budaya Nasional: Lambang Negara Karya Sultan Hamid II". ''[[Pontianak Post]]''. [[Pontianak]]: PT Akcaya Utama Press. Hlm.1 & 7.</ref> Penyerahan ini dilakukan oleh Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Triana Wulandari, mewakili Mendikbud [[Muhadjir Effendy]].<ref name=equator/><ref name=PontiPost/>
Hamid II diberhentikan pada [[5 April]] [[1950]] karena tuduhan bersekongkol dengan Westerling dan APRA-nya.
 
== Masa akhir ==
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah [[skala]] ukuran dan tata [[warna]] gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, [[Yayasan Idayu]] Jakarta pada [[18 Juli]] [[1974]]. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh [[Kraton Kadriyah]], Pontianak.
 
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah [[skala]] ukuran dan tata [[warna]] gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh [[Keraton Kadariah|Istana Kadriyah]], [[Pontianak]].<ref>{{cite web|url=https://seruji.co.id/khazanah/sejarah-islam/sejarah-garuda-pancasila-menapak-dari-kesultanan-pontianak/|title=Sejarah Garuda Pancasila Menapak dari Kesultanan Pontianak |date=26 Mei 2017 |accessdate=28 Mei 2017|website=seruji.co.id}}</ref>
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan [[Masagung]] (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden [[Soekarno]], bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu [[Pancasila]] divisualisasikan dalam lambang negara.
 
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (tahun 1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden [[Soekarno]], bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu [[Pancasila]] divisualisasikan dalam lambang negara.<ref>{{cite web|url=http://www.gomuslim.co.id/read/tokoh/2016/08/16/1191/sultan-hamid-al-qadri-perancang-simbol-negara-burung-garuda.html|date= 16 Agustus 2016 |title=Sultan Hamid Al-Qadri, Perancang Simbol Negara Burung Garuda |website=Go Muslim|accessdate=22 Agustus 2016}}</ref>
Sultan Hamid II wafat pada [[30 Maret]] [[1978]] di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di [[Batulayang]].
 
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di Pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di [[Batulayang, Pontianak Utara, Pontianak|Batulayang]].<ref>{{cite web|url=http://www.pontianakpost.co.id/perjuangkan-sultan-hamid-ii-sebagai-pahlawan-nasional|title=Perjuangkan Sultan Hamid II Sebagai Pahlawan Nasional|date=22 April 2016|accessdate=25 April 2016|website=Pontianak Post|archive-date=2017-08-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20170817162957/http://www.pontianakpost.co.id/perjuangkan-sultan-hamid-ii-sebagai-pahlawan-nasional|dead-url=yes}}</ref>
== Pranala luar ==
 
* {{id}} [http://news.liputan6.com/read/107407/sultan-hamid-ii-pencipta-burung-garuda Sultan Hamid II, Pencipta Burung Garuda]
== Pencalonan sebagai pahlawan nasional ==
* {{id}} [http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/ministers/popup_biodata_pejabat.asp?id=115 Biodata pada Kepustakaan Presiden RI]
Pada Juli 2016, Pembina Yayasan Sultan Hamid II Max Jusuf Alkadrie dan istri mengajukan berkas Sultan Hamid II untuk dicalonkan sebagai pahlawan nasional ke Kemensos.
 
== Silsilah==
{{familytree/start|style=font-size:95%;margin-left: -165px;;line-height:100%;}}
{{familytree| | | | | | | | ABC | | | | | | | | | | MTW | | | | | | | | | | | | | |MTW=♂ '''Habib Ahmad Alkadrie'''
|ABC=♂ '''Daeng Rilakka'''<br>(Rilèkké-ريلاك)
}}
{{familytree| | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | |!| | | | |}}
{{familytree| | | | | | | | ABC | | | | | | | | | | MTW | | | | | | | | | | | | | |MTW=♂ '''Habib Husin Alkadrie'''
|ABC='''PANEMBAHAN MEMPAWAH I 1740–1761'''<br>[[Opu Daeng Menambon]] Pangeran Mas Surya Negara
}}
{{familytree| | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | |!| | | | |}}
{{familytree| | | | | | | | RWJ |~|~|y|~|~|~|~|~|~| AKA |~|~|~|~|~|~|y|~|~| ADB | | | |AKA='''SULTAN PONTIANAK I (1771-1808)'''<br>♂ [[Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie]]
|RWJ=SRI PADUKA RATU SULTAN<br>♀ '''Utin Chandra Midi'''
|ADB=♀ '''Nyai Kusuma Sari'''}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | |)|-|-|-|.| | | |)|-|-|-|.| | | |!| | | |}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | JAY | | SHA | | SMA | | SSA | | ADI | | | | | | | | |SHA='''PANEMBAHAN MEMPAWAH'''<br>♂ '''Syarif Hussein Alkadrie'''
|JAY='''PANEMBAHAN MEMPAWAH''' (27 Agustus 1787)<br>'''SULTAN PONTIANAK II 1808-1819'''<br>♂ '''Sultan Syarif Kasim Alkadrie'''
|ADI='''SULTAN PONTIANAK III (1819-1855)'''<br>♂ '''Sultan Syarif Osman Alkadrie'''
|SMA='''Syarif Muhammad Alwi Alkadrie''' (anak [[Ratoe Sarib Anom]])
|SSA='''Syarifah Salmah Alkadrie''' (anak Ratoe Sarib Anom)
}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | |)|-|-|-|-|-|-|-|-|-|-|-|.| | | |!| | | | | | | | |}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | JAY | | | | | | | | | | SFA |y| ADI | | | | | | | |JAY=♂ '''Syarif Abu Bakar Alkadrie'''
|ADI='''SULTAN PONTIANAK IV(1855-1872)'''<br>♂ '''Sultan Syarif Abdul Hamid I Alkadrie'''
|SFA=♀ '''Syarifah Fatimah Alkadrie'''
}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | | | |!| | | | | |}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | | | ADU | | | | | |ADU='''SULTAN PONTIANAK V (1872-1895)'''<br>♂ '''Sultan Syarif Yusuf Alkadrie'''
}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | |!| | | |,|-|-|-|-|-|-|-|-|-|(| | | | | | | | |}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | SAY |y| SMA | | | | | | | | ADI | | | | | | | |SAY=♀ '''Syarifah Thaha Alkadrie'''<br>↓(bersuami)<br>'''Syarif Mahmud Alkadrie''' bin '''Sultan Syarif Yusuf Alkadrie SULTAN PONTIANAK V 1872-1895''' |SMA='''Syarif Mahmud Alkadrie'''
|ADI='''SULTAN PONTIANAK VI (1895-1944)'''<br>♂ '''Sultan Syarif Muhammad Alkadrie'''
}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | | | |!| | | |,|-|-|-|-|-|-|-|^|-|v|-|-|-|.| | | | | | | | |}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | | | JAY |y| ADI | | | | SMR |y| SAH | | PAS| | | | | | | | | | | | | | | | | |JAY=♂ '''Syarif Usman Alkadrie'''
|ADI=♀ '''Ratu Anom Negara Syarifah Fatimah Alkadrie''' binti '''Sultan Syarif Muhammad Alkadrie'''
|SAH='''SULTAN PONTIANAK VII'''<br>♂ '''Sultan Syarif Abdul Hamid II Alkadrie'''
|PAS=♂ Pangeran Agung Syarif Mahmud Alkadrie
|RPW= Ratu Perbu Wijaya Syarifah Khadijah Alkadrie| SMR=Sultana Maharatu Mas Makhota<ref>https://www.teraju.id/opini/istri-sultan-hamid-didi-van-delden-ternyata-juga-keturunan-raja-sulawesi-selatan-ada-tuang-la-wawo-13781/</ref>
}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | |}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | MTW | | | | | | | | | | | | | | ADI | | | | | | | | | | | | | |MTW='''PEMANGKU SULTAN PONTIANAK (1945)'''<br>♂ '''Syarif Thaha Alkadrie '''<ref name="tempo">{{cite book|pages=|volume=11|publisher=Badan Usaha Jaya Press Jajasan Jaya Raya|url=https://books.google.co.id/books?id=yMUTAQAAMAAJ&q=Sulthan+Sjarif+Thaha+Alkadrie&dq=Sulthan+Sjarif+Thaha+Alkadrie&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwikl-LClZbqAhW6I7cAHUkjCeIQ6AEwAHoECAMQAQ|first=|last=|title=Tempo|year=1981}}</ref>
|ADI='''SULTAN PONTIANAK VIII (2004-2017)'''<br>♂ '''Sultan Syarif Abu Bakar Alkadrie'''
|SYA=♂ '''Pangeran Syarif Yusuf Alkadrie'''<br>(Max Nico)<br>b. Malang 11 Januari 1942;+ 9 Agustus 2018
|SSA=♂ '''Syarif Slamet Alkadrie'''
}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | || | | |}}
{{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | MTW | | | | | | | | | | | | | | ADI | | | | | | | | | | | | ||MTW=♂ '''H. Syarif Toto Thaha Alkadrie'''
|ADI='''SULTAN PONTIANAK IX (2017-sekarang)'''<br>♂ '''Sultan Syarif Machmud Melvin Alkadrie'''
}}
{{familytree/end}}
 
== Referensi ==
{{reflist|30em}}
18. ^Surat Sultan Hamid II kepada Solichin Tahun 1967 tentang Lambang Negara [https://metrum.co.id/surat-sultan-hamid-ii-kepada-solichin-tahun-1967-tentang-lambang-negara/ Metrum (26 Februari 2020): Surat Sultan Hamid II kepada Solichin Tahun 1967 tentang Lambang Negara]
 
19. ^Aju-Independen (16 Juni 2020): Tiga Tokoh Dayak Rancang Lambang Negara [https://independensi.com/2020/06/16/tiga-tokoh-dayak-rancang-lambang-negara/]
 
== Daftar pustaka ==
{{refbegin|2}}
* {{Cite book|last =Kahin|first=George McTurnan|authorlink=| coauthors=| title = Nationalism and Revolution in Indonesia| publisher =Cornell University Press| year =1952|location= Ithaca, N.Y.| isbn = 0-8014-9108-8}}
* {{cite book |author= Andi, Tantra Nur; Rahman, Rifai |title= Pemerintahan Kota Pontianak dari Sultan Sampai Walikota |year= 2010 |publisher= Lentera Community |location= [[Pontianak]] |isbn= 978-979-19404-2-9}}
* {{Cite book| last =McDonald| first = Lachie| authorlink =| coauthors =| title = Bylines: Memoirs of a War Correspondent| publisher = Kangaroo Press | year =1998| location = East Roseville, N.S.W| pages =| url =| doi = | isbn =978-0-86417-955-5}}
* {{Citation | last = Kahin | first = George McTurnan | title = Nationalism and Revolution in Indonesia | publisher = Cornell University Press | year = 1952 | isbn = 0-8014-9108-8 | url = https://books.google.com/books?id=h4B_AQAACAAJ |location = Ithaca, N.Y. | postscript = .}}
* {{Citation | last = McDonald | first = Lachie | title = Bylines: Memoirs of a War Correspondent | publisher = Kangaroo Press | year = 1998 | isbn = 978-0-86417-955-5 |location = East Roseville, N.S.W | postscript = .}}
* {{cite book |author=Persatuan Djaksa-djaksa Seluruh Indonesia |year=1955 |title=Proces Peristiwa Sultan Hamid II |publisher=Fasco |ref=harv |location=[[Jakarta]] |oclc=3632708}}
{{refend}}
 
== Pranala luar ==
* {{cite web|url=http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/ministers/popup_biodata_pejabat.asp?id=115|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180926073047/http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/cabinet_personnel/popup_profil_pejabat.php?id=103&presiden_id=&presiden=|archivedate=26 September 2018|title=Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie|website=[[Kepustakaan Presiden-Presiden Republik Indonesia]]|publisher=[[Perpustakaan Nasional Republik Indonesia]]}}
* {{Cite news|url=http://news.liputan6.com/read/107407/sultan-hamid-ii-pencipta-burung-garuda|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180723182122/https://www.liputan6.com/news/read/107407/sultan-hamid-ii-pencipta-burung-garuda
|archivedate=23 Juli 2018|title=Sultan Hamid II, Pencipta Burung Garuda|work=[[Liputan6.com]]|date=17 Agustus 2005|language=id}}
 
{{kotak mulai}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Sultan Pontianak]]|tahun=1945—19501945—1978|pendahulu=[[Syarif Thaha Alkadrie]]|pengganti=[[Syarif Abubakar Alkadrie]]}}
{{kotak selesai}}
 
<!-- Bantulah wikipedia menambahkan templat ini pada halaman tokoh muslim yang belum terhimpun di dalam --Kategori:Semua artikel biografi tokoh muslim -- Lihat Templat:Lifetime-Tokoh-Muslim -->
{{DEFAULTSORT:Hamid II, Sultan}}
{{Lifetime-Tokoh-Muslim
|sort =
|hari_lahir =
|tgl_lahir_h =
|tgl_lahir_m = 12
|bln_lahir_h =
|bln_lahir_m = Juli
|thn_lahir_h =
|thn_lahir_m = 1913
|tempat_lahir = Pontianak
|status_hidup_wafat = WAFAT
|sebab_wafat =
|tempat_wafat = Jakarta
|hari_wafat =
|tgl_wafat_h =
|tgl_wafat_m = 30
|bln_wafat_h =
|bln_wafat_m = Maret
|thn_wafat_h =
|thn_wafat_m = 1978
|tempat_makam = Permakaman Keluarga Kesultanan Pontianak
}}
 
{{DEFAULTSORT:Hamid II, Sultan}}
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Arab-Indonesia]]
Baris 96 ⟶ 193:
[[Kategori:Sultan Pontianak]]
[[Kategori:Tokoh dari Pontianak]]
__PAKSADAFTARISI__