Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Surya Adinata (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Evansp005 (bicara | kontrib)
k Merubah salah ketik dari pasal 23 ke pasal 32.
 
(209 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox konstitusi
{{wikisource|Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945}}
| nama_dokumen = Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
| gambar = Oendang-Oendang Dasar Negara Republik Indonesia.pdf
| alt_gambar = tengah
| keterangan_gambar = Naskah UUD 1945, diterbitkan pada tahun 1946.
| yurisdiksi = {{flag|Indonesia}}
| tanggal_dibuat = 1 Juni – 18 Agustus 1945
| tanggal_diperkenalkan = 18 Agustus 1945
| tanggal_diratifikasi =
| tanggal_efektif = 18 Agustus 1945
| sistem = [[Republik]] [[negara kesatuan|kesatuan]]
| jumlah_cabang = 3
| kepala_negara = [[Presiden Indonesia|Presiden]]
| dewan_legislatif = Bikameral ([[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|MPR]], terdiri dari [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia|DPR]] dan [[Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia|DPD]])
| eksekutif = Presiden, dibantu oleh [[Kabinet Indonesia|menteri kabinet]]
| kehakiman = [[Mahkamah Agung Republik Indonesia|MA]], [[Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia|MK]], dan [[Komisi Yudisial Republik Indonesia|KY]]
| lembaga_lain = [[Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia|BPK]]
| federalisme = [[Negara kesatuan|Kesatuan]]
| electoral_college = Tidak ada
| jumlah_penyaring = 1
| tanggal_legislatur = 29 Agustus 1945 <small>([[Komite Nasional Indonesia Pusat|KNIP]])</small><br />15 Februari 1950 <small>(DPR)</small>
| tanggal_eksekutif_pertama = 18 Agustus 1945
| tanggal_kehakiman_pertama = 18 Agustus 1945
| jumlah_amendemen = 4
| citation = {{citation |url=https://www.mkri.id/public/content/infoumum/regulation/pdf/UUD45%20ASLI.pdf |title=UUD 1945 Asli }}<br />{{citation |url=https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/UUD_1945_Perubahan.pdf |title=UUD 1945 Satu Naskah}}
| tanggal_amendemen_terakhir = 11 Agustus 2002
| lokasi_dokumen = [[Arsip Nasional Republik Indonesia|Arsip Nasional]], [[Jakarta]]
| ditetapkan = [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]
| perumus = [[Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan|BPUPK]]
| jenis_media = Dokumen teks tercetak
| menggantikan =
| wikisource = id:Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
}}
{{Tata Negara Republik Indonesia}}
'''Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945''', atau disingkat '''UUD 1945''' atau '''UUD '45''', adalah [[hukum dasar tertulis]] (''basic law''), [[konstitusi]] pemerintahan negara [[Republik Indonesia]] saat ini. <ref>http://asnic.utexas.edu/asnic/countries/indonesia/ConstIndonesia.html Constitution of Indonesia </ref>
 
'''Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945''' (disingkat '''UUD 1945'''; terkadang juga disingkat '''UUD '45''', '''UUD RI 1945''', atau '''UUD NRI 1945''') adalah [[konstitusi]] dan [[Sumber hukum Indonesia|sumber hukum]] tertinggi yang berlaku di [[Republik Indonesia]]. UUD 1945 menjadi perwujudan dari dasar negara ([[Ideologi politik|ideologi]]) Indonesia, yaitu [[Pancasila]], yang disebutkan secara gamblang dalam Pembukaan UUD 1945.
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh [[PPKI]] pada tanggal [[18 Agustus]] [[1945]]. Sejak tanggal [[27 Desember]] [[1949]], di Indonesia berlaku [[Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat|Konstitusi RIS]], dan sejak tanggal [[17 Agustus]] [[1950]] di Indonesia berlaku [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia|UUDS 1950]]. [[Dekrit Presiden 1959|Dekrit Presiden]] [[5 Juli]] [[1959]] kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh [[Dewan Perwakilan Rakyat|DPR]] pada tanggal [[22 Juli]] [[1959]].
 
Perumusan UUD 1945 dimulai dengan kelahiran dasar negara [[Pancasila]] pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang pertama [[Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan|BPUPK]]. Perumusan UUD yang rill sendiri mulai dilakukan pada tanggal 10 Juli 1945 dengan dimulainya sidang kedua BPUPK untuk menyusun konstitusi. UUD 1945 diberlakukan secara resmi sebagai konstitusi negara Indonesia oleh [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]] pada tanggal 18 Agustus 1945. Pemberlakuannya sempat dihentikan selama 9 tahun dengan berlakunya [[Konstitusi Republik Indonesia Serikat|Konstitusi RIS]] dan [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia|UUDS 1950]]. UUD 1945 kembali berlaku sebagai konstitusi negara melalui [[Dekret Presiden 5 Juli 1959|Dekret Presiden]] yang dikeluarkan oleh [[Soekarno|Presiden Soekarno]] pada tanggal 5 Juli 1959. Setelah memasuki masa reformasi, UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (amendemen) dari tahun 1999–2002.
Pada kurun waktu tahun [[1999]]-[[2002]], UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amendemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
<!-- paragraf di bawah ini kurang tepat diletakkan dalam artikel UUD 1945. Mungkin lebih baik dalam artikel lain.
Meskipun merupakan negara hukum, pemerintahan Indonesia cenderung melakukan diskriminasi terhadap beberapa penduduk, terutama penduduk Indonesia bersuku Tionghoa. Meskipun merupakan telah menjadi penduduk Indonesia resmi, diskriminasi terhadap undang-undang termasuk UUD 1945 tetap ada. Diskriminasi biasa contohnya adalah penduduk marga Tionghoa sering dibuat kesulitan dalam pembuatan KTP. Pelanggaran UUD 1945 contohnya adalah pelanggaran dalam kebebasan beragama (Bab XI), pelanggaran dalam kebebasan berpendidikan dan mendalami kebudayaan seperti kebudayaan Tionghoa (Bab XIII), dan pelanggaran dalam Hak Asasi Manusia (Bab X dan XA). Pelanggaran Hak Asasi Manusia terjadi amat banyak dalam masa Soeharto dan hingga sekarang juga. Pelanggaran HAM yang amat berat, namun tidak diselesaikan hingga sekarang adalah pelanggaran HAM dalam Kerusuhan Mei 1998.
-->
== Naskah Undang-Undang Dasar 1945 ==
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
 
UUD 1945 memiliki otoritas hukum tertinggi dalam sistem pemerintahan negara Indonesia, sehingga seluruh [[Lembaga Negara Indonesia|lembaga negara di Indonesia]] harus tunduk pada UUD 1945 dan penyelenggaraan negara harus mengikuti ketentuan UUD 1945. Selain itu, setiap [[Peraturan perundang-undangan Indonesia|peraturan perundang-undangan]] di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. [[Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia|Mahkamah Konstitusi]] berwenang melakukan pengujian atas [[undang-undang]], sementara [[Mahkamah Agung Republik Indonesia|Mahkamah Agung]] atas peraturan di bawah undang-undang, yang bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.<ref>{{Cite act|type=Undang-Undang|index=12|year=2011|article=9|title=Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan|url=https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39188/uu-no-12-tahun-2011}}</ref>
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
 
Wewenang untuk melakukan pengubahan terhadap UUD 1945 dimiliki [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Majelis Permusyawaratan Rakyat]], seperti yang telah dilakukan oleh lembaga ini sebanyak empat kali. Ketentuan mengenai perubahan UUD 1945 diatur dalam Pasal 37 UUD 1945.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan '''Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah''', Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
 
== Struktur ==
UUD 1945 telah mengalami perubahan struktur yang signifikan semenjak UUD 1945 diamendemen sebanyak empat kali. Bahkan, diperkirakan hanya 11% dari keseluruhan isi UUD yang tetap sama seperti sebelum adanya perubahan UUD. Sebelum diamendemen, UUD 1945 terdiri atas:<ref name="sistem">{{Cite news|last=Maarif|first=Syamsul Dwi|date=2021-09-27|title=Sistematika UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen|url=https://tirto.id/sistematika-uud-1945-sebelum-dan-sesudah-amandemen-gjnu|work=Tirto.id|language=id|access-date=2022-01-28}}</ref>
# ''Pembukaan'', yang terdiri dari empat alinea.
# ''Batang Tubuh'', yang terdiri dari:
#* 16 bab, 37 pasal, atau 65 ayat aturan utama.
#* 4 pasal aturan peralihan.
#* 2 ayat aturan pertambahan.
# ''[[Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945|Penjelasan]]'', yang terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.
 
Setelah diamendemen, UUD 1945 saat ini (menurut Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945) terdiri atas:<ref name="sistem" />
# ''Pembukaan'', yang terdiri dari empat alinea.
# ''Pasal-Pasal'', yang terdiri dari:
#* 21 bab, 73 pasal, atau 194 ayat aturan utama.
#* 3 pasal aturan peralihan.
#* 2 pasal aturan tambahan.
 
Meskipun bagian "[[Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945|Penjelasan UUD 1945]]" tidak disebutkan secara formal dari UUD 1945 setelah perubahan keempat, isi-isi dari bagian Penjelasan telah diintegrasikan secara materiel ke dalam Batang Tubuh dan masih menjadi bagian tidak terpisahkan dari UUD 1945.<ref>{{Cite web|last=Asshiddiqie|first=Jimly|title=Status Keberlakuan Penjelasan UUD 1945|url=https://hukumonline.com/klinik/a/status-keberlakuan-penjelasan-uud-1945-lt5ef082a1cefb0|website=Hukumonline.com|language=id|access-date=2022-01-28}}</ref>
 
Berikut ini merupakan struktur UUD 1945 dalam satu naskah (setelah amendemen keempat).
 
=== Pembukaan ===
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian pendahuluan dari UUD 1945 yang berupa teks empat [[Paragraf|alinea]]. Setiap alinea dalam Pembukaan mempunyai makna yang berbeda-beda, yaitu:<ref>{{Cite news|last=Lisfianti|first=Widya|date=2021-09-13|title=Pembukaan UUD 1945: Sifat, Makna Tiap Alinea dan Pokok Pikiran Pancasila|url=https://www.tribunnews.com/pendidikan/2021/09/13/pembukaan-uud-1945-sifat-makna-tiap-alinea-dan-pokok-pikiran-pancasila|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id|access-date=2022-01-28|editor-last=Daryono}}</ref>
* ''Alinea I'' bermakna bahwa bangsa Indonesia anti penjajahan, karena penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Kemudian, bangsa Indonesia juga mengakui bahwa setiap bangsa berhak untuk merdeka. oleh karena itu bangsa Indonesia mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia.
* ''Alinea II'' menggambarkan cita-cita luhur bangsa Indonesia yaitu ingin mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
* ''Alinea III'' berisi pernyataan kemerdekaan Indonesia, dan juga pengakuan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan yang dicapai adalah berkat rahmat Tuhan dan bukan semata-mata hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri.
* ''Alinea IV'' memuat tujuan dibentuknya [[Pemerintah Indonesia|pemerintahan]] dan negara [[Indonesia|Republik Indonesia]], serta memuat dasar negara [[Pancasila]].
 
=== Batang Tubuh ===
Batang Tubuh UUD 1945 merupakan bagian isi dari UUD 1945 yang berupa pasal-pasal dan ayat-ayat. Batang Tubuh terdiri dari 16 bab, yang terdiri dari 37 pasal atau 194 ayat. Materi muatan Batang Tubuh ini berisi garis-garis besar berupa identitas negara, [[lembaga tinggi negara]], [[kewarganegaraan|warga negara]], [[sosial ekonomi]], [[hak asasi manusia]], [[demografi]], dan aturan perubahan UUD.
 
==== Bab I: Bentuk dan Kedaulatan ====
Bab I terdiri dari satu pasal atau 3 ayat. Bab I (yang hanya terdiri dari Pasal 1) menyatakan bentuk [[negara]] Indonesia sebagai [[negara kesatuan]] [[republik]], [[Negara berdaulat|kedaulatan negara]] berada di tangan [[rakyat]], dan sistem negara Indonesia sebagai [[negara hukum]].
 
==== Bab II: Majelis Permusyawaratan Rakyat ====
[[Berkas:Coat of arms of the People's Consultative Assembly Indonesia.svg|jmpl|150x150px|Lambang MPR-RI|link=Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia]]
Bab II terdiri dari dua pasal atau 5 ayat. Bab II mengatur hal-hal mengenai lembaga [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia]] (MPR-RI atau MPR). Isi Bab II berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 2: susunan, sidang, dan putusan MPR.
* Pasal 3: wewenang MPR.
 
==== Bab III: Kekuasaan Pemerintahan Negara ====
{{Multiple image|total_width=315|image1=Indonesian Presidential Seal gold.svg|link1=Presiden Indonesia|image2=Indonesian Vice Presidential Seal gold.svg|link2=Wakil Presiden Indonesia|footer=Lambang Presiden dan Wakil Presiden RI}}
Bab III terdiri dari 17 pasal atau 38 ayat, sehingga menjadi bab dengan jumlah pasal dan ayat terbanyak di dalam UUD ini. Bab III mengatur hal-hal yang menyangkut [[Presiden Indonesia|Presiden]] dan [[Wakil Presiden Indonesia|Wakil Presiden Republik Indonesia]]. Isi Bab III berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 4: Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara, dengan dibantu oleh Wakil Presiden.
* Pasal 5: wewenang Presiden mengenai [[Peraturan perundang-undangan Indonesia|peraturan perundang-undangan]].
* Pasal 6: syarat calon Presiden dan Wakil Presiden.
* Pasal 6A: tata cara [[pemilihan umum|pemilihan]] Presiden dan Wakil Presiden.
* Pasal 7: periode jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
* Pasal 7A: alasan [[pemakzulan]] Presiden dan/atau Wakil Presiden.
* Pasal 7B: tata cara pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
* Pasal 7C: Presiden yang tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia|DPR]].
* Pasal 8: prosedur bila terjadi [[Kekosongan kekuasaan|kekosongan jabatan]] Presiden dan/atau Wakil Presiden.
* Pasal 9: sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden dalam pelantikan.
* Pasal 10: kekuasaan tertinggi [[Tentara Nasional Indonesia|kemiliteran]] di tangan Presiden.
* Pasal 11: [[hubungan internasional]] yang dibuat Presiden Indonesia.
* Pasal 12: wewenang Presiden dalam menyatakan [[Keadaan darurat|keadaan bahaya]]
* Pasal 13: pengangkatan dan penerimaan [[Duta besar|duta]] dan [[konsul]] oleh Presiden.
* Pasal 14: pemberian [[grasi]], [[Rehabilitasi politik|rehabilitasi]], [[amnesti]], dan [[abolisi]] oleh Presiden.
* Pasal 15: pemberian [[Jenis gelar|gelar]], [[Penghargaan|tanda jasa]], dan [[tanda kehormatan]] lain oleh Presiden.
* Pasal 16: pembentukan [[Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia|dewan pertimbangan]].
 
==== Bab IV: Dewan Pertimbangan Agung ====
Setelah amendemen keempat, isi Bab IV dihapuskan. Dengan kata lain, keberadaan [[Dewan Pertimbangan Agung]] (DPA) dihapuskan dari struktur Pemerintahan Indonesia. Peran DPA digantikan oleh suatu dewan pertimbangan seperti yang disebutkan dalam Bab III Pasal 16 UUD 1945.
 
==== Bab V: Kementerian Negara ====
Bab V terdiri dari satu pasal atau 4 ayat. Bab V (yang hanya terdiri dari Pasal 17) mengatur hal-hal mengenai lembaga-lembaga [[Kementerian Indonesia|Kementerian Negara]].
 
==== Bab VI: Pemerintahan Daerah ====
Bab VI terdiri dari tiga pasal atau 4 ayat. Bab VI mengatur hal-hal mengenai [[pemerintahan daerah di Indonesia]], khususnya [[pemerintahan daerah]] provinsi, kabupaten, dan kota. Isi Bab VI berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 18: ciri-ciri [[Pembagian administratif Indonesia|wilayah admistratif di Indonesia]] beserta pemerintahan daerahnya.
* Pasal 18A: hubungan [[pemerintah pusat]] dan pemerintahan daerah.
* Pasal 18B: satuan pememerintahan daerah khusus dan kesatuan masyarakat hukum adat.
 
==== Bab VII: Dewan Perwakilan Rakyat ====
[[Berkas:Coat of arms of the People's Representative Council of Indonesia.svg|jmpl|150x150px|Lambang DPR-RI|link=Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia]]
Bab VII terdiri dari 7 pasal atau 18 ayat. Bab VI mengatur hal-hal utama mengenai lembaga [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia]] (DPR-RI atau DPR) dan pembentukan [[undang-undang]] (UU). Isi Bab VII berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 19: pemilihan anggota, susunan, dan sidang DPR.
* Pasal 20: wewenang DPR dalam membuat UU.
* Pasal 20A: fungsi, hak, dan hak anggota DPR.
* Pasal 21: pengajuan UU oleh DPR.
* Pasal 22: [[Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Indonesia)|peraturan pemerintah pengganti undang-undang]] (perpu).
* Pasal 22A: tata cara pembentukan UU.
* Pasal 22B: pemberhentian anggota DPR.
 
==== Bab VIIA: Dewan Perwakilan Daerah ====
[[Berkas:Coat of arms of the Regional Representative Council of Indonesia.svg|jmpl|150x150px|Lambang DPD-RI|link=Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia]]
Bab VIIA terdiri dari dua pasal atau 8 ayat. Bab VIIA mengatur hal-hal mengenai lembaga [[Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia]] (DPD-RI atau DPD). Isi Bab VIIA berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 22C: pemilihan anggota, susunan, dan sidang DPD.
* Pasal 22D: wewenang dan pemberhentian anggota DPD.
 
==== Bab VIIB: Pemilihan Umum ====
Bab VIIB terdiri dari satu pasal atau 6 ayat. Bab VIIB (yang hanya terdiri dari Pasal 22E) mengatur pelaksanaan [[pemilihan umum di Indonesia]].
 
==== Bab VIII: Hal Keuangan ====
Bab VIII terdiri dari 5 pasal atau 7 ayat. Bab VIII mengatur hal-hal yang berhubungan dengan [[keuangan]] negara. Isi Bab VIII berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 23: [[Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia|anggaran pendapatan dan belanja negara]] (APBN).
* Pasal 23A: [[pajak]] dan pungutan lain.
* Pasal 23B: [[mata uang]].
* Pasal 23C: hal-hal keuangan negara lainnya.
* Pasal 23D: [[bank sentral]].
 
==== Bab VIIIA: Badan Pemeriksa Keuangan ====
[[Berkas:BPK insignia.svg|jmpl|153x153px|Lambang BPK-RI|link=Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia]]
Bab VIIIA terdiri dari tiga pasal atau 7 ayat. Bab VIIIA mengatur hal-hal mengenai lembaga [[Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia]] (BPK-RI atau BPK). Isi Bab VIIIA berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 23E: tugas BPK.
* Pasal 23F: susunan BPK.
* Pasal 23G: kedudukan BPK.
 
==== Bab IX: Kekuasaan Kehakiman ====
{{Multiple image|total_width=435|image1=Insignia of the Supreme Court of the Republic of Indonesia.svg|link1=Mahkamah Agung Republik Indonesia|image2=Insignia of the Judicial Commission of the Republic of Indonesia.svg|link2=Komisi Yudisial Republik Indonesia|footer=Lambang MA-RI, MK-RI, dan MK-RI. Lembaga MK-RI menggunakan lambang [[Lambang negara Indonesia|Garuda Pancasila]] tanpa embel-embel (atau terkadang disertai nama lembaga di bawahnya).|image3=National_emblem_of_Indonesia_Garuda_Pancasila.svg|link3=Mahkamah Konstitusi}}
Bab IX terdiri dari 5 pasal atau 19 ayat. Bab IX mengatur segala hal mengenai lembaga dan [[kekuasaan kehakiman di Indonesia|kekuasaan kehakiman]] di Indonesia. Isi Bab IX berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 24: garis besar kekuasaan kehakiman di Indonesia.
* Pasal 24A: [[Mahkamah Agung Republik Indonesia]] (MA-RI atau MA).
* Pasal 24B: [[Komisi Yudisial Republik Indonesia]] (KY-RI atau KY).
* Pasal 24C: [[Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia]] (MK-RI atau MK).
* Pasal 25: syarat-syarat menjadi hakim.
 
==== Bab IXA: Wilayah Negara ====
Bab IXA terdiri dari satu pasal atau satu ayat. Bab IXA (yang hanya terdiri dari Pasal 25A) mengatur wilayah [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]].
 
==== Bab X: Warga Negara dan Penduduk ====
Bab X terdiri dari tiga pasal atau 7 ayat. Bab X mengatur pengertian, hak, dan kewajiban dari [[Warga Negara Indonesia|warga negara]] dan [[penduduk]] Indonesia. Isi Bab X berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 26: pengertian warga negara dan penduduk.
* Pasal 27: hak dan kewajiban utama sebagai warga negara.
* Pasal 28: kebebasan berserikat dan berpendapat.
 
==== Bab XA: Hak Asasi Manusia ====
Bab XA terdiri dari 10 pasal atau 26 ayat. Bab XA memuat segala [[hak asasi manusia]] (HAM) yang dijamin oleh UUD ini. Isi Bab XA berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 28A: hak hidup dan mempertahankan hidup
* Pasal 28B: hak berkeluarga dan hak anak
* Pasal 28C: hak mengembangkan diri, hak memanfaatkan pendidikan dan budaya, serta hak memajukan diri untuk memperjuangkan hak kelompoknya.
* Pasal 28D: hak keadilan dalam hukum, pekerjaan, dan pemerintahan, serta hak kewarganegaraan.
* Pasal 28E: hak kebebasan memeluk agama atau meyakini kepercayaan, serta hak berserikat dan berpendapat.
* Pasal 28F: hak berkomunikasi dan bertukar informasi.
* Pasal 28G: hak perlindungan individu dan kelompok, hak bebas dari perbudakan, dan hak mencari suaka.
* Pasal 28H: hak hidup sejahtera, hak mendapat keadilan dan persamaan hak, hak jaminan sosial, serta hak milik pribadi.
* Pasal 28I: HAM yang tidak dapat dikurangi, hak bebas dari diskriminasi, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional, serta peran negara atas HAM.
* Pasal 28J: kewajiban menghormati HAM orang lain dan pembatasan HAM dalam kasus khusus oleh UU.
 
==== Bab XI: Agama ====
Bab XI terdiri dari satu pasal atau dua ayat. Bab XI (yang hanya terdiri dari Pasal 29) menyatakan bahwa negara berdasar atas [[Tuhan|Ketuhanan Yang Maha Esa]] dan mengatur jaminan kebebasan [[Agama|beragama]] dan [[Ibadat|beribadat]] sesuai agamanya.
 
==== Bab XII: Pertahanan dan Keamanan Negara ====
{{Multiple image|total_width=300|image1=Insignia of the Indonesian National Armed Forces.svg|link1=Tentara Nasional Indonesia|image2=Insignia of the Indonesian National Police.svg|link2=Kepolisian Negara Republik Indonesia|footer=Lambang Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia}}
Bab XII terdiri dari satu pasal dan 5 ayat. Bab XII (yang hanya terdiri dari Pasal 30) mengatur sistem [[Pertahanan militer|pertahanan]] dan [[keamanan]] negara, terutama mengenai satuan [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI) dan [[Kepolisian Negara Republik Indonesia]] (Polri), serta keterlibatan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
 
==== Bab XIII: Pendidikan dan Kebudayaan ====
Bab XIII terdiri dari dua pasal dan 7 ayat. Bab XIII mengatur [[Pendidikan di Indonesia|pendidikan nasional]] untuk warga negara dan kemajuan [[Budaya Indonesia|kebudayaan nasional]]. Isi Bab XIII berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 31: jaminan untuk warga negara memperoleh pendidikan dan kewajiban mengenyam pendidikan, serta kemajuan [[Ilmu|ilmu pengetahuan dan teknologi]] (iptek).
* Pasal 32: pengembangan nilai dan kekayaan budaya nasional.
 
==== Bab XIV: Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial ====
Bab XIV terdiri dari dua pasal dan 9 ayat. Bab XIV mengatur garis-garis besar [[Ekonomi|perekonomian]] nasional dan program [[Ilmu kesejahteraan sosial|kesejahteraan sosial]]. Isi Bab XIV berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 33: mekanisme perekonomian nasional dan pengelolaan [[sumber daya]] vital dalam negeri.
* Pasal 34: pemeliharaan [[fakir miskin|orang miskin]] dan anak terlantar, serta pengadaan jaminan sosial, [[Fasilitas pelayanan kesehatan|fasilitas kesehatan]], dan [[fasilitas umum]].
 
==== Bab XV: Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan ====
{{Multiple image|total_width=370|image1=Flag of Indonesia.svg|link1=Bendera Indonesia|image2=National emblem of Indonesia Garuda Pancasila.svg|link2=Garuda Pancasila|footer=Bendera Sang Merah Putih dan Garuda Pancasila}}
Bab XIV terdiri dari 5 pasal dan 5 ayat. Bab XV memberi penjelasan atas beberapa identitas negara Indonesia. Isi Bab XV berdasarkan pasal-pasal, yaitu:
* Pasal 35: bendera negara Indonesia sebagai [[Sang Saka Merah Putih|Sang Merah Putih]].
* Pasal 36: bahasa nasional Indonesia sebagai [[bahasa Indonesia]].
* Pasal 36A: lambang negara Indonesia sebagai [[Lambang negara Indonesia|Garuda Pancasila]] dan semboyan negara sebagai [[Bhinneka Tunggal Ika]].
* Pasal 36B: lagu kebangsaan Indonesia sebagai lagu [[Indonesia Raya]].
* Pasal 36C: ketentuan lebih lanjut atas identitas-identitas negara yang disebutkan di atas.
 
==== Bab XVI: Perubahan Undang-Undang Dasar ====
Bab XVI terdiri dari satu pasal dan 5 ayat. Bab XVI mengatur ketentuan-ketentuan untuk mengubah UUD ini.
 
==== Aturan Peralihan ====
Aturan-aturan peralihan memberikan ketentuan-ketentuan kepada pemerintah agar penyesuaian dengan perubahan-perubahan pada UUD 1945 dapat berjalan dengan mulus. Aturan-aturan tersebut, yaitu:
* Pasal I memberikan legitimasi terhadap undang-undang yang berlaku sebelum perubahan UUD agar tetap berlaku hingga undang-undang pengganti disahkan menurut UUD.
* Pasal II memberikan legitimasi terhadap lembaga-lembaga yang telah usang setelah perubahan UUD untuk tetap berfungsi sepanjang melaksanakan aturan baru dari perubahan UUD, hingga dibentuknya lembaga yang baru menurut UUD.
* Pasal III memberikan legitimasi terhadap MA agar menjalankan kewenangan-kewenangan MK sebelum lembaga tersebut dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 2003.
 
==== Aturan Tambahan ====
Aturan-aturan tambahan memberikan ketentuan-ketentuan tambahan yang tidak perlu disisipkan pada aturan utama dan aturan peralihan. Aturan-aturan tersebut, yakni:
* Pasal I memberi tugas pada MPR untuk menyaring [[Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat|Ketetapan MPR]] dan MPRS sebelum sidang umum berikutnya (pada tahun 2003).
* Pasal II menegaskan bahwa UUD 1945 terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal.
 
== Sejarah ==
=== Sejarah AwalPerumusan ===
[[Berkas:Naskah Asli Piagam Jakarta.jpg|jmpl|365x365px|[[Piagam Jakarta]] sebagai cikal bakal Pembukaan UUD 1945]]
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ([[BPUPKI]]) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. [[Soekarno]] menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal [[22 Juni]] [[1945]], 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang [[Piagam Jakarta]] yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal [[10 Juli|10]]-[[17 Juli]] [[1945]]. Tanggal [[18 Agustus]] [[1945]], [[PPKI]] mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Penyusunan rancangan UUD 1945 dilakukan secara bertahap oleh [[Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan]] (BPUPK), yaitu badan yang dibentuk dengan izin Jepang pada tanggal 29 April 1945.{{sfn|Ricklefs|2005|p=424}}
 
Sidang pertama BPUPK, yang dilaksanakan dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni tersebut, menghasilkan gagasan "dasar negara", dengan mengacu pada rumusan "[[Pancasila]]" yang digagas oleh [[Soekarno]]. Selain itu, sidang ini juga menghasilkan kesepakatan untuk membentuk [[Panitia Sembilan]] yang akan membahas lebih jauh mengenai gagasan tersebut agar menghasilkan rumusan yang matang.<ref>{{Cite news|last=Adryamarthanino|first=Verelladevanka|date=2021-12-07|title=Sidang Pertama BPUPKI: Tokoh, Kapan, Tujuan, Proses, dan Hasil|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/07/140531679/sidang-pertama-bpupki-tokoh-kapan-tujuan-proses-dan-hasil|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2022-01-25|editor-last=Ningsih|editor-first=Widya Lestari}}</ref> Satu setengah bulan kemudian, tepatnya pada tanggal [[22 Juni]] [[1945]], Panitia Sembilan yang telah mengadakan sidang-sidang akhirnya merampungkan rumusan dasar negara tersebut dan menamakannya [[Piagam Jakarta]]. Naskah piagam inilah yang menjadi naskah Pembukaan UUD 1945.
=== Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949) ===
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal [[16 Oktober]] [[1945]] memutuskan bahwa [[KNIP]] diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal [[14 November]] [[1945]] dibentuk Kabinet Semi-Presidensial ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia terhadap UUD 45.
 
Setelah itu, sidang kedua BPUPK yang berlangsung dari tanggal 10–17 Juli membahas perihal piagam tersebut dan komponen-komponen negara, seperti bentuk negara, bentuk dan susunan pemerintahan, kewarganegaraan, bendera dan bahasa nasional, dan sebagainya. Setelah beberapa perdebatan mengenai Piagam Jakarta, akhirnya BPUPK merampungkan naskah rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) yang terdiri dari Pembukaan UUD yang mengacu pada Piagam Jakarta dan Batang Tubuh UUD yang berisi komponen-komponen tersebut.<ref>{{Cite news|last=Adryamarthanino|first=Verelladevanka|date=2021-12-08|title=Sidang Kedua BPUPKI: Kapan, Tujuan, Agenda, dan Hasil|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/08/130000779/sidang-kedua-bpupki--kapan-tujuan-agenda-dan-hasil|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2022-01-25|editor-last=Ningsih|editor-first=Widya Lestari}}</ref><ref>{{Cite news|last=Raditya|first=Iswara N.|date=2021-08-12|title=Sejarah Hasil Sidang BPUPKI Kedua: Tanggal, Tujuan, Agenda, Anggota|url=https://tirto.id/sejarah-hasil-sidang-bpupki-kedua-tanggal-tujuan-agenda-anggota-gixV|work=Tirto.id|access-date=2022-01-26}}</ref>
=== Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950) ===
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya [[federasi]] yaitu negara yang di dalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Ini merupakan perubahan dari UUD 45 yang mengamanatkan bahwa Indonesia adalah [[Negara Kesatuan]].
 
=== Pengesahan dan pemberlakuan ===
=== Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959) ===
[[Berkas:PPKI.jpg|jmpl|300x300px|Sidang pertama [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]] (18 Agustus 1945) yang menghasilkan salah satunya pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.]]
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Setelah Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal [[17 Agustus]] 1945, [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (PPKI) yang merupakan kelanjutan dari BPUPK mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 18 Agustus. Sidang tersebut kemudian menghasilkan, salah satunya, penetapan rancangan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD yang dihasilkan BPUPK sebagai '''Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945''' yang sah. Namun sebelum itu, PPKI melakukan beberapa perubahan pada naskah UUD hasil rancangan BPUPK, terutama pada bagian-bagian yang dianggap lebih menonjolkan agama Islam. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya:<ref>{{Cite news|date=2021-11-24|title=Perubahan Naskah Piagam Jakarta dan Rancangan UUD oleh PPKI|url=https://kumparan.com/berita-update/perubahan-naskah-piagam-jakarta-dan-rancangan-uud-oleh-ppki-1wyqEAt8Tze|work=Kumparan|language=id-ID|access-date=2022-01-27}}</ref><ref>{{Cite news|last=Ardanareswari|first=Indira|date=2019-08-18|title=Sidang Pertama PPKI dan Detik-Detik Pengesahan Undang Undang Dasar|url=https://tirto.id/sidang-pertama-ppki-dan-detik-detik-pengesahan-undang-undang-dasar-ef4L|work=Tirto.id|language=id|access-date=2022-01-27}}</ref>
* Kata "Mukadimah" diganti dengan kata "Pembukaan".
* Pada salah satu frasa (yang merupakan sila pertama Pancasila) dalam alinea keempat yang berbunyi, "... dengan berdasar kepada Ketuhanan ''dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'', ..." diubah menjadi "... dengan berdasar kepada Ketuhanan ''Yang Maha Esa'', ...".
* Frasa "yang beragama Islam" dalam Pasal 6 Ayat (1) yang berbunyi "Presiden ialah orang Indonesia asli ''yang beragama Islam''" dihapuskan.
* Beberapa kata dalam kalimat "Negara berdasar atas Ketuhanan ''dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya''" dalam Pasal 28 Ayat (1) diganti, sehingga menjadi Pasal 29 Ayat (1) yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan ''Yang Maha Esa''".
* Penyisipan Pasal 28 yang berbunyi "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang".
 
Dalam kurun waktu 1945–1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan pada masa [[Revolusi Nasional Indonesia]]. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal [[16 Oktober]] 1945 memutuskan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada [[KNIP]], karena MPR dan DPR masih belum terbentuk. Pada tanggal [[14 November]] setelahnya, Soekarno membentuk [[Kabinet Sjahrir I|kabinet semiparlementer yang pertama]] (karena adanya jabatan Perdana Menteri di dalamnya), sehingga peristiwa ini merupakan peristiwa perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia yang seharusnya seperti yang disebutkan dalam UUD 1945.
=== Periode kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966) ===
[[Berkas:Perangko kembali ke UUD 1945 50 sen.jpg|thumb|Perangko "Kembali ke UUD 1945" dengan nominal 50 sen]]
<!--Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950-->
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 [[dimana]] banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal [[5 Juli]] [[1959]], Presiden [[Sukarno]] mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia|Undang-Undang Dasar Sementara 1950]] yang berlaku pada waktu itu.
 
Setelah Indonesia dan Belanda beberapa kali melakukan pertempuran dan perjanjian [[gencatan senjata]], pada tanggal [[23 Agustus]] hingga [[2 November]] [[1949]], perwakilan Republik Indonesia, [[Belanda]], dan [[Majelis Permusyawaratan Federal]] (BFO) bentukan Belanda melakukan pertemuan di di [[Den Haag]] (Belanda) yang disebut [[Konferensi Meja Bundar]] (KMB) untuk perjanjian damai terakhir kalinya dengan Belanda. KMB tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa kedaulatan negara Indonesia akan diberikan kepada ''Republik Indonesia Serikat'' (RIS) dan diakui oleh Belanda. RIS kemudian terbentuk pada tanggal [[Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda|27 Desember 1949]]. Oleh karena hal ini, UUD 1945 dibatalkan secara otomatis setelah negara tersebut berdiri.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:
* Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
* MPRS menetapkan [[Soekarno]] sebagai presiden seumur hidup<!--
* [[Gerakan 30 September|Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia]]
<!--
Dalam kenyataannya, sepanjang masa Demokrasi Terpimpin, 1959-1965 UUD ini kemudian digunakan oleh Presiden Soekarno untuk menentukan kebijaksanaan politiknya yang dikenal saat itu cenderung Progresif Revolusioner terutama terhadap situasi politik Internasional yang diwarnai Perang Dingin serta tuntutan kemerdekaan dan revolusi Asia-Afrika. Serta keinginannya agar muncul kemandirian bangsa sehingga UUD 1945 ini kemudian dilengkapi dengan konsep NASAKOM (Nasional Agama dan Komunis) dan Manifesto Politik yang dikenal sebagai Manipol USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi dan Ekonomi terpimpin dan [[Kepribadian Bangsa]]. Kalangan pendiri Orde Baru mengatakannya sebagai penyelewengan UUD 1945 sekaligus Penyelewengan Pancasila.-->
 
=== Pengadopsian konstitusi lainnya ===
=== Periode UUD 1945 masa orde baru (11 Maret 1966 - 21 Mei 1998) ===
{{main|Konstitusi Republik Indonesia Serikat|Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia}}
Pada masa [[Orde Baru]] (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Setelah [[Republik Indonesia Serikat]] (RIS) dibentuk dan Indonesia menjadi negara [[federasi]], konstitusi yang digunakan adalah [[Konstitusi Republik Indonesia Serikat]] (Konstitusi RIS),{{sfn|Ricklefs|2005|pp=466-468}} sedangkan UUD 1945 masih digunakan tetapi dalam lingkup negara bagian "Republik Indonesia". Konstitusi RIS ini tidaklah bertahan lama dan akhirnya dicabut pada tanggal 15 Agustus 1950,<ref>{{Cite act|url=https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38102/uu-no-7-tahun-1950|title=Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia|type=Undang-Undang RIS|index=7|year=1950}}</ref> yang diikuti dengan pembubaran negara RIS dan kembalinya Indonesia menjadi [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]] pada tanggal 17 Agustus.
 
Setelah peralihan tersebut, Indonesia memberlakukan [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia]] (UUDS 1950). Oleh karena itu, UUDS 1950 mengenal sistem pemerintahan Indonesia sebagai [[sistem parlementer]]. Setelah beberapa tahun berlaku, Indonesia pada tahun 1955 melaksanakan pemilihan umum untuk pertama kalinya dalam dua tahap, yaitu [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|pemilihan anggota DPR]] pada tanggal 29 September dan [[Pemilihan umum Konstituante Republik Indonesia 1955|pemilihan anggota konstituante]] pada tanggal 15 Desember.<ref>{{Cite web|date=2020-09-29|title=Pemilu Pertama tahun 1955|url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/muspres/pemilu-pertama-tahun-1955/|website=Museum Kepresidenan Balai Kirti|language=id-ID|access-date=2022-01-26}}</ref><ref>{{Cite news|last=Gischa|first=Serafica|date=2020-02-06|title=Sejarah Pemilu 1955 di Indonesia|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/170000669/sejarah-pemilu-1955-di-indonesia|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2022-01-26|editor-last=Gischa|editor-first=Serafica}}</ref> [[Konstituante|Konstituante Republik Indonesia]] yang terdiri atas anggota-anggota terpilih pemilu tahap kedua tersebut bertugas mengadakan sidang-sidang untuk membahas dan merumuskan rancangan UUD yang baru menggantikan UUDS 1950. Namun badan tersebut tidak dapat menghasilkan rancangan UUD baru dan bahkan sebagian besar anggotanya berencana untuk menarik diri dari sidang konstituante. Keadaan genting ini memaksa Soekarno mengeluarkan [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]] yang membubarkan badan Konstituante Republik Indonesia, memberlakukan kembali UUD 1945 dan membatalkan UUDS 1950, serta membentuk MPR dan DPA sementara secepatnya.<ref>{{Cite news|last=Adryamarthanino|first=Verelladevanka|date=2021-11-01|title=Latar Belakang Dekrit Presiden 5 Juli 1959|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/01/110000479/latar-belakang-dekrit-presiden-5-juli-1959|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2022-01-26|editor-last=Nailufar|editor-first=Nibras Nada}}</ref><ref>{{Cite news|last=Raditya|first=Iswara N.|date=2022-01-05|title=Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Sejarah, Alasan, Tujuan, & Dampak|url=https://tirto.id/isi-dekrit-presiden-5-juli-1959-sejarah-alasan-tujuan-dampak-gnje|work=Tirto.id|language=id|access-date=2022-01-26}}</ref>
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan:
* Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
* Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
* Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
 
=== Pemberlakuan kembali dan penyimpangan ===
=== Periode 21 Mei 1998 - 19 Oktober 1999 ===
==== Masa Demokrasi Terpimpin ====
Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.
[[Berkas:Perangko kembali ke UUD 1945 50 sen.jpg|jmpl|[[Prangko]] "Kembali ke UUD 1945" dengan nominal 50 sen, untuk merayakan pemberlakuan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara.|230x230px]]
Setelah pemerintah mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 yang sempat tidak berlaku selama sembilan tahun akhirnya kembali berlaku sebagai konstitusi negara.{{sfn|Ricklefs|2005|pp=522-526}} Akibat pemberlakuan ini, jabatan [[Daftar Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri Indonesia]] dihapuskan dan sistem pemerintahan Indonesia kembali menganut [[sistem presidensial]] sesuai amanat UUD 1945.
 
Pada masa Demokrasi Terpimpin, terdapat berbagai penyimpangan terhadap UUD 1945. Penyimpangan-penyimpangan tersebut di antaranya ialah:<ref>{{Cite news|last=Wulandari|first=Trisna|date=2021-08-19|title=Periode 1959 sampai 1966, Periode Demokrasi Terpimpin dan Penyimpangannya|url=https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5687284/periode-1959-sampai-1966-periode-demokrasi-terpimpin-dan-penyimpangannya|work=[[Detik.com|detikcom]]|language=id-ID|access-date=2022-01-27}}</ref><ref>{{Cite web|last=Heryansyah|first=Tedy Rizkha|date=2021-07-05|title=7 Penyimpangan Demokrasi Terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945: Sejarah Kelas 9|url=https://www.ruangguru.com/blog/7-penyimpangan-demokrasi-terpimpin-terhadap-pancasila-dan-uud-1945|website=Ruang Guru|language=id|access-date=2022-01-27}}</ref>
=== Periode Perubahan UUD 1945 ===
* Konsep Pancasila ditafsirkan sepihak oleh Soekarno.
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amendemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan [[Majelis Permusyawaratan Rakyat|MPR]] (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
* Konsep [[demokrasi terpimpin]] yang digagas oleh Presiden Soekarno yang menekankan bahwa semua keputusan kenegaraan berpusat pada presiden, padahal [[Pemerintah Indonesia]] tersebut berdasarkan sistem konstitusional dan bukan sistem absolutisme (Penjelasan UUD{{efn|name=pra-amend|sebelum amendemen}}), sementara UUD 1945 menyiratkan bahwa kekuasaan pemerintahan di Indonesia menganut asas [[Pemisahan kekuasaan|pembagian kekuasaan]].
* Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), padahal [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Majelis Permusyawaratan Rakyat]] (MPR) adalah kekuasaan negara tertinggi dan lebih tinggi daripada posisi presiden (Penjelasan UUD{{efn|name=pra-amend}}), sehingga presiden tidak berhak untuk mengatur MPR.
* Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan membentuk DPR Gotong Royong yang anggotanya ditunjuk sendiri oleh Soekarno, padahal presiden tidak berhak untuk membubarkan DPR (Penjelasan UUD{{efn|name=pra-amend}}).
* Presiden Soekarno membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), padahal [[Dewan Pertimbangan Agung]] (DPA) bertugas memberi pertimbangan atas usulan presiden dan berhak memberi usulan kepada pemerintah (Pasal 16{{efn|name=pra-amend}}) serta menjadi penasihat pemerintah (Penjelasan UUD{{efn|name=pra-amend}}). Presiden tidak seharusnya mengatur badan yang mengawasi pemerintah seperti hal tersebut.
* MPRS menetapkan [[Soekarno]] sebagai presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa jabatan [[Presiden Indonesia]] hanya boleh dipegang selama lima tahun (Pasal 5{{efn|name=pra-amend}}), dan setelah itu harus dipilih kembali oleh MPR (Pasal 6{{efn|name=pra-amend}}).
* [[Manipol USDEK]] yang dijadikan [[Garis-Garis Besar Haluan Negara]] (GBHN) oleh Soekarno, padahal yang berhak menentukan GBHN adalah MPR (Pasal 3{{efn|name=pra-amend}}).
* Konsep [[nasakom]] (nasionalis, agama, dan komunis) yang digagas oleh Presiden Soekarno perlahan-lahan menggeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945.
 
==== Masa Orde Baru ====
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
Pada masa [[Orde Baru]], pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.{{sfn|Ricklefs|2005|pp=593-623}} UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan, yaitu:
* [[Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983]] dan [[Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983]] yang di antaranya berisi pernyataan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 dan tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
* [[Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985]] tentang Referendum, yang salah satunya menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui [[referendum]].
 
Meskipun penyimpangan UUD 1945 secara eksplisit tidak tampak pada zaman Orde Baru, terdapat beberapa penyimpangan Pancasila sebagai dasar dari UUD 1945 yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru. Penyimpangan-penyimpangan tersebut, yakni:<ref>{{Cite news|last=Welianto|first=Ari|date=2021-12-17|title=Penyimpangan terhadap Pancasila pada Masa Orde Baru|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/08/25/153000169/penyimpangan-terhadap-pancasila-pada-masa-orde-baru|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2022-01-27|editor-last=Welianto|editor-first=Ari}}</ref><ref>{{Cite web|last=Retno|first=Devita|date=2019-07-05|title=8 Penyimpangan Pada Masa Orde Baru dalam Bidang Politik|url=https://sejarahlengkap.com/indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/penyimpangan-pada-masa-orde-baru|website=Sejarah Lengkap|access-date=2022-01-27}}</ref>
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amendemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
* Konsep Pancasila masih ditafsirkan sepihak oleh Soeharto, dan terlebih lagi digunakan sebagai alat legitimasi politik untuk menguasai rakyat.
* Sidang Umum MPR 1999, tanggal [[14 Oktober|14]]-[[21 Oktober]] [[1999]] → [[Perubahan Pertama UUD 1945]]
* Pemusatan kekuasaan pada presiden yang masih terjadi di tangan [[Soeharto]], meskipun pemusatan tersebut lebih terstruktur. Soeharto hanya mempercayakan orang-orang terdekatnya untuk menguasai perusahaan besar negara.
* Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal [[7 Agustus|7]]-[[18 Agustus]] [[2000]] → [[Perubahan Kedua UUD 1945]]
* Pemerintahan Soeharto yang melarang adanya kritikan-kritikan untuk pemerintah dengan alasan mengganggu kestablilan negara, termasuk juga pers.
* Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal [[1 November|1]]-[[9 November]] [[2001]] → [[Perubahan Ketiga UUD 1945]]
* Hak-hak politik dibatasi oleh pemerintah dengan mengurangi jumlah partai politik yang resmi menjadi tinggal tiga.
* Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal [[1 Agustus|1]]-[[11 Agustus]] [[2002]] → [[Perubahan Keempat UUD 1945]]
 
=== Proses perubahan ===
[[Berkas:IndonesianPoliticalSystem.png|al=Keterangan gambar dalam bahasa Inggris|jmpl|[[Sistem politik Indonesia]] sebelum dan setelah amendemen (dalam bahasa Inggris).|370x370px]]
Setelah pemerintahan Orde Baru jatuh dan masa reformasi dimulai, terdapat banyak tuntutan untuk melakukan pengubahan pada naskah UUD 1945. Alasan adanya tuntutan perubahan UUD 1945 tersebut antara lain karena kenyataan bahwa kekuasaan tertinggi bukan di tangan rakyat tetapi di tangan [[Majelis Permusyawaratan Rakyat|MPR]] yang dikuasai pemerintah, kekuasaan yang terlalu besar pada presiden, banyaknya pasal-pasal yang menimbulkan multitafsir, serta kenyataan bahwa isi rumusan UUD 1945 yang mengatur penyelenggaraan negara yang belum cukup. Latar belakang dari tuntutan tersebut dapat dilihat dari bukti bahwa banyaknya penyimpangan-penyimpangan UUD 1945 yang dapat terjadi di masa-masa sebelumnya. Oleh sebab itu, MPR mengadakan sidang-sidang umum yang menghasilkan perubahan (amendemen) UUD 1945 sebanyak empat kali.<ref>{{Cite news|last=Affifah|first=Farrah Putri|date=2021-09-14|title=Amandemen UUD 1945: Pengertian, Latar Belakang, Tujuan, dan Hasil-hasilnya|url=https://www.tribunnews.com/pendidikan/2021/09/14/amandemen-uud-1945-pengertian-latar-belakang-tujuan-dan-hasil-hasilnya|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id|access-date=2022-01-27|editor-last=Miftah}}</ref><ref>{{Cite news|last=Raditya|first=Iswara N.|date=2020-12-01|title=Amandemen UUD 1945 Dilakukan 4 Kali, Sejarah, & Perubahan Pasal|url=https://tirto.id/amandemen-uud-1945-dilakukan-4-kali-sejarah-perubahan-pasal-f7Cw|work=Tirto.id|language=id|access-date=2022-01-27}}</ref><ref>{{Cite news|last=Rizal|first=Jawahir Gustav|date=2021-09-14|title=Sejarah Amendemen UUD 1945 dari Masa ke Masa|url=https://www.kompas.com/tren/read/2021/09/14/163000765/sejarah-amendemen-uud-1945-dari-masa-ke-masa|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2022-01-27|editor-last=Kurniawan|editor-first=Rendika Ferri}}</ref>
* Perubahan pertama dilakukan pada Sidang Umum MPR 1999 yang berlangsung antara 14–21 Oktober 1999.
* Perubahan kedua dilakukan pada Sidang Umum MPR 2000 yang berlangsung antara 7–18 Agustus 2000.
* Perubahan ketiga dilakukan pada Sidang Umum MPR 2001 yang berlangsung antara 1–9 November 2001.
* Perubahan keempat dilakukan pada Sidang Umum MPR 2002 yang berlangsung antara 1–11 Agustus 2002.
 
Setelah amendemen, dampak yang paling terasa adalah [[pembagian kekuasaan]] yang lebih setara dan seimbang, tidak ada lagi lembaga pemerintahan tertinggi, sehingga lembaga pemerintahan yang diatur di dalam UUD 1945 menjadi [[Lembaga Tinggi Negara|lembaga tinggi negara]] yang masing-masing dapat saling mengawasi dan bekerja sama tetapi tidak boleh mengontrol satu sama lain. Lembaga-lembaga tersebut juga memiliki wewenang, batasan, dan cara pengangkatan yang lebih jelas setelah amendemen, sehingga lembaga-lembaga tersebut dapat menjalankan peran yang semestinya. Selain itu, adanya [[Hak asasi manusia|hak-hak asasi manusia]] (HAM) yang diatur dalam UUD 1945 menjadikan HAM sebagai salah satu tujuan konstitusi.<ref>{{Cite news|last=Prakoso|first=Juniarto|date=2020-12-29|title=Dampak Amandemen UUD 1945 Terhadap Masyarakat|url=https://kumparan.com/juniartoprakoso14/dampak-amandemen-uud-1945-terhadap-masyarakat-1urANSpl2UA|work=Kumparan|language=id-ID|access-date=2022-01-27}}</ref>
 
== Perubahan ==
'''Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945''' merupakan proses untuk mengubah salah satu atau beberapa pasal yang terdapat dalam Batang Tubuh UUD 1945. Perubahan UUD ini merupakan salah satu wewenang dari [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|MPR-RI]] yang diatur dalam UUD 1945. Sepanjang sejarah, MPR telah melakukan empat kali pengubahan pada UUD 1945.
 
===Latar belakang===
Meskipun [[Soekarno]] sendiri sebagai Presiden Indonesia pertama mengeluarkan [[dekret]] presiden untuk memberlakukan kembali UUD 1945, beliau selalu menganggap bahwa UUD 1945 merupakan konstitusi yang tidak lengkap. Namun semenjak [[Soeharto]] menjabat sebagai presiden pada tahun 1967, pemerintahan rezim [[Orde Baru]] selalu menolak menyetujui bentuk [[Amendemen|perubahan (amendemen)]] apa pun itu terhadap UUD 1945. Mereka menganggap bahwa UUD 1945 merupakan konstitusi yang bersifat final dan "kemurniannya" harus tetap dilindungi.<ref name="Buyung2001">Adnan Buyung Nasution (2001)</ref> Pada tahun 1983, MPR, melalui [[Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983]], menetapkan posisi untuk tidak melakukan pengubahan pada UUD 1945. Meskipun begitu, MPR juga mengatur ketentuan untuk mengubah UUD 1945 pada ketetapan MPR yang sama. Namun, ketentuan tersebut menyebutkan syarat keharusan untuk mengadakan [[referendum]] yang telah disetujui oleh Presiden atas rancangan amendemen UUD yang telah diloloskan oleh MPR.<ref>{{Cite act|url=https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1983/i~mpr~1983tap.htm|type=Ketetapan MPR|index=I/MPR/1983|title=Peraturaan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat}}</ref> Terlebih lagi, UU No. 5 Tahun 1985 yang mengatur tentang referendum atas perubahan UUD 1945 menyatakan bahwa referendum tersebut harus mencapai partisipasi pemilih minimum sebesar 90% dan hasil suara dukungan minimum sebesar 90% agar proses amendemen dapat dilanjutkan dan perubahan UUD dapat disahkan.<ref>{{Cite act|url=https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1983/i~mpr~1983tap.htm|type=Undang-Undang|index=5|year=1985|title=Referendum}}</ref> Peraturan-peraturan ini membuat pengubahan UUD 1945 semakin sulit dilakukan, dan selain itu juga dianggap bertentangan dengan Pasal 37 UUD 1945 yang tidak pernah menyebutkan tentang referendum.
 
Setelah kejatuhan rezim Soeharto pada tahun 1998, ketetapan MPR dan UU tersebut dihapuskan, sehingga membuka jalan yang lebih lebar untuk dilakukannya amendemen UUD 1945. Akhirnya pada tahun 1999–2002, UUD 1945 mengalami perubahan (amendemen) sebanyak empat kali yang seluruhnya diputuskan dalam sidang-sidang umum MPR.
 
=== Asal dan tujuan ===
Berkaca dari penyimpangan-penyimpangan UUD 1945 yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru, salah satu tuntutan demonstrasi penuntut [[Sejarah Indonesia (1998–sekarang)|reformasi]] adalah dilakukannya perubahan (amendemen) terhadap UUD 1945. Alasan-alasan terbesar UUD 1945 diamendemen, yaitu karena pasal-pasal dalam UUD 1945 asli yang jumlahnya terlalu sedikit dan mudah menimbulkan [[Tafsir|multitafsir]]. Sementara itu, tujuan dari perubahan-perubahan UUD 1945 tersebut sebagian besar berupa penyempurnaan atas aturan-aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, [[hak asasi manusia]], [[Pemisahan kekuasaan|pembagian kekuasaan]], eksistensi negara [[demokrasi]] dan [[negara hukum]], serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan beberapa syarat, di antaranya adalah Pembukaan UUD 1945 tidak boleh berubah, bentuk negara tetap dalam bentuk [[negara kesatuan]], serta sistem pemerintahan tetap dalam bentuk [[sistem presidensial]]. Kata "Allah" dalam Pembukaan UUD 45 masih dimungkinkan untuk diamandemen menjadi "Tuhan", sesuai perjanjian usulan yang diterima oleh [[Sukarno]] dan kelompok kebangsaan dari perwakilan [[Bali]], [[I Gusti Ketut Pudja]], namun hal ini belum dilakukan pada masa amandemen Konstitusi tahun 1999-2002.<ref>{{Cite web|last=Hosen|first=Nadirsyah|date=2002-05-29|title=Harga Mati Pembukaan UUD 1945|url=http://media.isnet.org/kmi/isnet/Nadirsyah/mukadimah.html|access-date=2022-10-5|website=Media ISNET|language=id}}</ref><ref>{{Cite web|last=Pambudi|first=Wahyu|date=2017-01-06|title=SAKRALISASI PEMBUKAAN UUD 1945|url=https://journal.uny.ac.id/index.php/istoria/article/view/19401|access-date=2022-10-05|website=ISTORIA JURNAL PENDIDIKAN DAN SEJARAH|language=id}}</ref>
 
=== Ketentuan perubahan ===
Sebelum amendemen, ketentuan perubahan di dalam UUD 1945 hanya memberikan syarat bahwa anggota MPR yang hadir dalam sidang pengubahan UUD harus berjumlah dua pertiga (2/3) dari keseluruhan anggota dan putusan perubahan UUD hanya bisa dilakukan bila mendapat persetujuan dari 2/3 anggota MPR.
 
Setelah perubahan keempat, ketentuan perubahan UUD tersebut menjadi lebih mendetail. Suatu usulan perubahan dapat diagendakan dalam sidang MPR bila diajukan oleh sepertiga (1/3) dari keseluruhan anggota dan usulan tersebut harus dituliskan secara mendetail. Dan sama seperti sebelum amendemen, anggota MPR yang hadir dalam sidang pengubahan UUD harus setidaknya 2/3 dari jumlah anggota. Namun tidak seperti sebelumnya, putusan perubahan UUD hanya bisa dilakukan bila mendapat persetujuan dari 50% ditambah satu anggota dari keseluruhan jumlah anggota MPR. Selain itu, terdapat ayat pembatasan perubahan UUD (''entrenchment clause'') yang menyatakan bahwa khusus bentuk "[[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]]" tidak dapat diubah.
 
=== Daftar ===
Berikut ini merupakan daftar perubahan UUD yang telah disahkan sebagai bagian dari UUD 1945 yang utuh dan tidak terpisahkan.
 
==== Perubahan pertama ====
{{wikisource|Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945/Perubahan I|Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945}}
{{main|Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945}}
Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Rapat Paripurna MPR ke-12 pada tanggal [[19 Oktober]] [[1999]], yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) MPR Tahun 1999 yang berlangsung pada tanggal [[14 Oktober|14]]–[[21 Oktober]] 1999. Perubahan ini secara garis besar bertujuan untuk membuat kekuasaan legislatif dan eksekutif lebih seimbang dan sejajar, serta membatasi masa jabatan Presiden.<ref name="amend1">{{Cite news|last=Rizal|first=Jawahir Gustav|date=2021-09-14|title=Sejarah Amendemen UUD 1945 dari Masa ke Masa|url=https://www.kompas.com/tren/read/2021/09/14/163000765/sejarah-amendemen-uud-1945-dari-masa-ke-masa|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2022-01-30|editor-last=Kurniawan|editor-first=Rendika Ferri}}</ref><ref name="amend2">{{Cite news|last=Welianto|first=Ari|date=2020-02-06|title=Amandemen UUD 1945: Tujuan dan Perubahannya|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/140000869/amandemen-uud-1945-tujuan-dan-perubahannya|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2022-01-30|editor-last=Welianto|editor-first=Ari}}</ref>
 
Dalam perubahan pertama ini, MPR mengubah beberapa pasal, yaitu Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21.
 
==== Perubahan kedua ====
{{wikisource|Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945/Perubahan II|Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945}}
{{main|Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945}}
Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Rapat Paripurna MPR ke-9 pada tanggal [[18 Agustus]] [[2000]], yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) MPR Tahun 2000 yang berlangsung pada tanggal [[7 Agustus|7]]–18 Agustus 2000. Perubahan tersebut utamanya bertujuan melakukan penguatan [[otonomi daerah]], penguatan peran legislatif, jaminan HAM dalam konstitusi, penguatan peran TNI dan Polri, dan penambahan identitas nasional.<ref name="amend1" /><ref name="amend2" />
 
Dalam perubahan kedua tersebut, MPR mengubah dan/atau menambahkan beberapa pasal dan bab, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E,{{efn|name=faulty}} Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C.
 
==== Perubahan ketiga ====
{{wikisource|Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945/Perubahan III|Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945}}
{{main|Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945}}
Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Rapat Paripurna MPR ke-7 pada tanggal [[9 November]] [[2001]], yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) MPR Tahun 2001 yang berlangsung pada tanggal [[1 November|1]]–9 November 2001. Perubahan ini terutama memberi penguatan pada kekuasaan kehakiman ([[Kehakiman|yudikatif]]) agar sejajar dengan kekuasaan legislatif dan eksekutif, menambah DPD ke dalam susunan lembaga legislatif, memperbarui kelembagaan BPK, dan memperjelas mekanisme demokrasi dalam tata negara.<ref name="amend1" /><ref name="amend2" />
 
Dalam perubahan ketiga ini, MPR mengubah dan/atau menambahkan beberapa pasal dan bab, yaitu Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3),{{efn|name=faulty}} dan (4);{{efn|name=faulty|Ini merupakan kesalahan penomoran yang diperbaiki pada perubahan keempat.}} Pasal 6 Ayat (1), dan (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal 7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6); Pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); serta Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6).
 
==== Perubahan keempat ====
{{wikisource|Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945/Perubahan IV|Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945}}
{{main|Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945}}
Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Rapat Paripurna MPR ke-6 pada tanggal [[10 Agustus]] [[2002]], yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) MPR Tahun 2002 yang berlangsung pada tanggal [[1 Agustus|1]]–[[11 Agustus]] 2002. Perubahan tersebut menitiberatkan pada penyempurnaan ayat-ayat atau pasal-pasal tunggal yang hilang serta penyempurnaan pasal-pasal di bidang pendidikan, kebudayaan, perekonomian, keuangan, dan kesejahteraan sosial.<ref name="amend1" /><ref name="amend2" />
 
Dalam perubahan keempat ini, MPR menetapkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
# Pernyataan MPR mengenai naskah UUD 1945.{{quote|Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekret Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat.}}
# Penambahkan pernyataan penutup pada naskah perubahan kedua (sebelum kolom-kolom tanda tangan) yang hilang.
# Perubahan penomoran pada Pasal 3 Ayat (3) dan (4) dalam perubahan ketiga menjadi Pasal 3 Ayat (2) dan (3), serta Pasal 25E menjadi Pasal 25A.
# Penghapusan Bab IV dan pemindahan Pasal 16 ke Bab III.
# Pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 Ayat (1); Pasal 6A Ayat (4); Pasal 8 Ayat (3); Pasal 11 Ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 Ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 32 Ayat (1) dan (2); Bab XIV, Pasal 33 Ayat (4) dan (5); Pasal 34 Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 37 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; serta Aturan Tambahan Pasal I dan II.
 
== Catatan ==
{{notelist}}
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
=== Daftar pustaka ===
* {{cite book|ref=harv|first=Merle Calvin|last=Ricklefs|author-link=Merle Calvin Ricklefs|title=A History of Modern Indonesia since c. 1200 Third Edition|trans-title=Sejarah Indonesia Modern 1200-2004|publisher=PT Serambi Ilmu Semesta|place=Jakarta|date=2005|editor-first1=Husni|editor-last1=Syawie|editor-first2=Merle Calvin|editor-last2=Ricklefs|translator-first1=Satrio|translator-last1=Wahono|translator-first2=Bakar|translator-last2=Bilfagih|translator-first3=Hasan|translator-last3=Huda|translator-first4=Miftah|translator-last4=Helmi|translator-first5=Joko|translator-last5=Sutrisno|translator-first6=Has|translator-last6=Manadi|isbn=9789791600125|oclc=192076429}}
*{{Cite book|last=[[M.C. Ricklefs|Ricklefs]]|first=[[M.C. Ricklefs|Merle Calvin]]|date=2008|url=https://archive.org/details/m.-c.-ricklefs-a-history-of-modern-indonesia-since-c.-1200-red-globe-press-2008/page/4/mode/2up|title=A History of Modern Indonesia since c. 1200 (E-Book version)|location=New York|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=|pages=|url-status=live|edition=4}}
* {{cite book|first=Jimly|last=Asshiddiqie|title=Konsolidasi Naskah UUD 1945|publisher=Yarsif Watampone|place=Jakarta|date=2003}}
* Adnan Buyung Nasution (2001) ''The Transition to Democracy: Lessons from the Tragedy of Konstituante in Crafting Indonesian Democracy'', Mizan Media Utama, Jakarta, {{ISBN|979-433-287-9}}
* Dahlan Thaib, Dr. H, (1999), ''Teori Hukum dan Konstitusi'' (''Legal and Constitutional Theory''), Rajawali Press, Jakarta, {{ISBN|979-421-674-7}}
* Denny Indrayana (2008) ''Indonesian Constitutional Reform 1999-2002: An Evaluation of Constitution-Making in Transition'', Kompas Book Publishing, Jakarta {{ISBN|978-979-709-394-5}}.
* Jimly Asshiddiqie (2005), Konstitusi dan Konstitutionalisme Indonesia (Indonesia Constitution and Constitutionalism), MKRI, Jakarta.
* Jimly Asshiddiqie (1994), Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia (The Idea of People's Sovereignty in the Constitution), Ichtiar Baru - van Hoeve, Jakarta, {{ISBN|979-8276-69-8}}.
* Jimly Asshiddiqie (2009), ''The Constitutional Law of Indonesia'', Maxwell Asia, Singapore.
* Jimly Asshiddiqie (2005), ''Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (Constitutional Law and the Pillars of Democracy''), Konpres, Jakarta, {{ISBN|979-99139-0-X}}.
* R.M.A.B. Kusuma, (2004) ''Lahirnya Undang Undang Dasar 1945'' (''The Birth of the 1945 Constitution),Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, {{ISBN|979-8972-28-7}}.
* Nadirsyah Hosen, (2007) ''Shari'a and Constitutional Reform in Indonesia'', ISEAS, Singapore
* Saafroedin Bahar,Ananda B.Kusuma,Nannie Hudawati, eds, (1995) ''Risalah Sidang Badan Penyelidik Usahah Persiapan Kemerdekaan Indonesian (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Minutes of the Meetings of the Agency for Investigating Efforts for the Preparation of Indonesian Independence and the Preparatory Committee for Indonesian Independence)'', Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta
* Sri Bintang Pamungkas (1999), ''Konstitusi Kita dan Rancangan UUD-1945 Yang Disempurnakan'' (''Our Constitution and a Proposal for an Improved Version of the 1945 Constitution''), Partai Uni Demokrasi, Jakarta, No ISBN
 
== Pranala luar ==
{{wikisource-multi|Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|t1=Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Satu Naskah|Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945/Naskah asli|t2=Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Naskah Asli)}}
* [https://www.mkri.id/public/content/infoumum/regulation/pdf/UUD45%20ASLI.pdf Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (''Dokumen Asli'')]
* [https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/UUD_1945_Perubahan.pdf Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (''Dokumen Satu Naskah'')]
* [https://www.peraturan.go.id/common/dokumen/lain-lain/1945/UUD1945PerubahanPertama.pdf Perubahan ''Pertama'' Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945]
* [https://www.peraturan.go.id/common/dokumen/lain-lain/1945/UUD1945PerubahanKedua.pdf Perubahan ''Kedua'' Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945]
* [https://www.peraturan.go.id/common/dokumen/lain-lain/1945/UUD1945PerubahanKetiga.pdf Perubahan ''Ketiga'' Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945]
* [https://www.peraturan.go.id/common/dokumen/lain-lain/1945/UUD1945PerubahanKeempat.pdf Perubahan ''Keempat'' Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945]
* [https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/101646/uud-no-- Kumpulan naskah UUD 1945 beserta perubahan-perubahannya]
 
{{Sejarah Konstitusi Indonesia}}
{{Peraturan Perundang-undangan}}
{{PancasilaHukum Indonesia}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:UUDUndang-Undang Dasar Republik Indonesia| 1945]]
[[Kategori:Konstitusi|I]]