'''Konvergensi Masyarakat [[Analog]] dan [[Digital]]''' adalah sesuatu yang menggambarkan sebuah [[fenomena]] baik di bidang [[teknologi komunikasi]], [[Politik digital]] dan [[sosial]] [[masyarakat]] ketika adanya pertemuan antara pengguna [[teknologi]] analog dan teknologi digital pada suatu titik. Titik ini memiliki bentuk yang sangat beraneka ragam dari hal-hal yang bersifat kreatifitaskreativitas, infrastruktur, bahkan hingga ke dalam bentuk pengekspresian pendapat/aspirasi. DiPada [[abad ke-21]] ini, perkembangan [[teknologi]] digital sudah sangat luas, tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk hal lainnya seperti membaca, aktivitas hiburan, dan berbagai aktivitas lainnya. Walau demikian, perkembangan teknologi digital pada abad ke-21 tidak secara langsung menghilangkan peran-peran dari teknologi analog yang saat ini masih digunakan oleh masyarakat untuk berbagai aktivitas. Hal ini akan memungkinkan adanya pertemuan (konvergensi) antara teknologi analog dan digital.
== Komunikasi Sebagai Proses Sosial ==
[[Komunikasi]] merupakan sebuah proses sosial ketika [[individu]] memberikan [[simbol]] dan diinterpretasikan oleh individu lainnya .<ref>Richard West dan Lynn Turner, Introduction to Communication Theory: Analysis and Application 4th Edition (McGraw Hill, Boston 2010), hlm. 5</ref>. Merujuk pada konsep ini, maka komunikasi merupakan suatu [[fenomena]] sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, terlebih, masyarakat merupakan makhluk sosial (zoon politicon). Menurut [[Talcott Parsons]], masyarakat merupakan sebuah sistem sosial yang salah satu fungsinya adalah melakukan [[sosialisasi]] terhadap generasi selanjutnya.<ref>C.Calhoun, et al, Classical Sociological Theory 2nd edition (Blackwell Publishing, Maiden MA: 2007), hlm. 431.</ref> Berdasarkan pendapat Parsons, [[komunikasi]] merupakan hal yang sangat penting dalam [[masyarakat]]. Proses komunikasi yang melibatkan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi, mulai dari teknologi yang sederhana, hingga teknologi yang canggih. Masyarakat tidak bisa dipisahkan dari perkembangan teknologi. Setidaknya pendapat ini merupakan fenomena yang bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
== Teknologi Analog dan Digital Sebagai Media Komunikasi ==
Teknologi [[analog]] merupakan teknologi yang menggunakan [[sinyal]] [[analog]] dan memiliki besaran gelombang tidak tetap serta memiliki sifat terus berubah dalam [[ruang]] atau [[waktu]] sedangkan [[sinyal]] [[digital]] adalah sinyal yang memiliki jumlah yang terbatas dan nilai tertentu .<ref>Hwei P. Hsu, Theory and Problems of Signals and System (McGraw Hill, Boston: 1995), hlm. 2</ref>. Perkembangan [[teknologi]] [[komunikasi]] membuat sinyal analog mengalami ketertinggalan dan mulai digantikan dengan teknologi yang menggunakan sinyal digital. Hal ini terjadi karena sinyal analog memiliki kelemahan yaitu mudah menerima gangguan .<ref>Hwei P. Hsu, 1995, hlm. 1</ref>. Hal ini tidak lepas dari karakter sinyal analog yang memiliki besaran gelombang tidak tetap dibanding dengan sinyal digital yang memiliki nilai tertentu. Sinyal digital memiliki nilai atau [[logika]] tertentu yang disimbolkan oleh angka [[1]] untuk [[hidup]] dan 0 untuk [[mati]].
== Teknologi Komunikasi Sebagai Media Barometer Sosial ==
Baik teknologi komunikasi yang masih bersifat analog maupun digital, merupakan sarana yang dapat digunakan untuk melihat kondisi [[sosial]] [[masyarakat]] dari yang bersifat [[internasional]] maupun yang bersifat lokal. Hal inilah yang menjadi fungsi dari adanya ''trending topic'' di dalam situs mikro blogging [[twitter]]. ''Trending Topic'' yang tercermin dalam bentuk ''hash tag'' atau tanda pagar yang disingkat dengan [[tagar]] (#) mencerminkan berbagai [[topik]] yang berkembang baik secara global maupun lokal yang dapat dipilh oleh [[pengguna]]. ''Trending Topic'' yang merupakan sebuah fitur dari [[Twitter]], tidak hanya dapat dipandang sebagai sebuah fitur biasa; fitur ini merupakan sebuah [[Barometer]] [[sosial]] yang dapat digunakan untuk melihat kondisi sosial-masyarakat di dalam lingkup global maupun lokal terkait dengan berbagai [[isu]] yang sedang berkembang.
Contoh kasus dari hal ini dapat dilihat dari Kasus revolusi melati (jasmine revolution) yang terjadi di [[Tunisia]]. Hal ini berawal dari kasus [[bunuh diri]] yang dilakukan oleh Mohammed Bouazizi (26). Ia merupakan lulusan Universitas Tunisia yang kesulitan memperoleh perkejaan sehingga untuk menyambung hidup, ia berdagang [[buah-buahan]] dan [[sayur-sayuran]] keliling. Namun pada tanggal 17 [[Desember]] [[2010]] aparat [[kepolisian]] merampas barang dagangan dan juga melarang dirinya untuk melakukan aktivitas berdagang. Hal ini membuat Bouazizi [[stress]] dan akhirnya memutuskan untuk melakukan aksi [[bakar diri]] di depan [[kantor]] [[kepolisian]] [[Pemerintah Daerah]] Sidi Baosaid, [[Tunisia]] . Mohammed Bouazizi akhirnya [[meninggal dunia]] setelah dirawat dirumah sakit selama dua minggu. Kejadian ini menyebar melalui [[media sosial]] . Sebagian [[masyarakat]] merasa bersimpati kepada Mohammed Bouazizi karena ia dianggap mewakili banyak golongan lulusan [[universitas]] yang kesulitan mendapatkan pekerjaan karena keterbatasan lapangan kerja. [[Realita]] [[sosial]] ini secara umum memperlihatkan fungsi [[teknologi]] [[komunikasi]] sebagai [[barometer]] [[sosial]]. Lebih lanjut lagi, teknologi komunikasi yang digunakan untuk menyebarluaskan kondisi sosial di [[Tunisia]] memperlihatkan fungsi lainnya sebagai [[media]] [[ekspresi]] dan penyampaian [[informasi]] atas suatu [[fenomena]] sosial yang ada. Terkait dengan konsepsi teknologi komunikasi analog dan teknologi komunikasi digital, maka dalam hal ini, kedua teknologi ini digunakan secara simultan; masyarakat berdemonstrasi, turun ke jalan membawa spanduk dan memprotes [[pemerintah]] merupakan salah satu bentuk pemanfaatan dari [[teknologi]] [[komunikasi]] [[analog]] dan selanjutnya masyarakat [[dunia maya]] menyuarakan [[aspirasi]] melalui [[media sosial]] seperti [[twitter]]. Kedua teknologi komunikasi ini berjalan simultan dan dalam kasus revolusi melati di [[Tunisia]] berhasil menumbangkan pemerintahan di negara tersebut dan bahkan menyebar ke negara-negara lainnya di [[Timur Tengah]] dan berevolusi menjadi ''[[Arab Spring]]''.
== Teknologi Komunikasi Sebagai Barometer Sosial (Konteks Indonesia) ==
[[Indonesia]] merupakan [[pengguna]] [[twitter]] terbanyak ketiga [[di]] [[dunia]]. Sebagai salah satu negara [[pengguna]] [[twitter]] terbanyak, maka banyak pengguna yang menggunakan teknologi komunikasi ini tidak hanya untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk menyampaikan pendapat dan aspirasinya terkait dengan [[isu]] tertentu. [[Pengguna]] [[media sosial]] [[twitter]] di [[Indonesia]] yang dikenal sebagai netizen dikenal cukup aktif dalam menyampaikan tanggapannya. Penggunaan [[Twitter]] sebagai media penyampaian [[aspirasi]] di [[Indonesia]] dapat dilihat ketika Pemilihan [[Gubernur DKI Jakarta]] [[tahun]] [[2012]] dan Pemilihan [[Presiden Republik Indonesia]] [[tahun]] [[2014]]. Penggunaan [[teknologi]] [[komunikasi]] khususnya [[twitter]] digunakan sebagai media [[kampanye]] alternatif selain dengan turun ke jalan. Penggunaan teknologi komunikasi untuk berkampanye merupakan [[metode]] [[alternatif]] yang cukup berhasil untuk memenangkan salah satu kandidat. Penggunaan [[twitter]] sebagai media [[kampanye]] merupakan sebuah [[realita]] [[sosial]] yang memperlihatkan sisi lain dari teknologi komunikasi yang digunakan sebagai [[metode]] populer untuk menyampaikan [[aspirasi]] dalam konteks pemilihan [[kepala daerah]] dan [[kepala negara]] di [[Indonesia]].
Jika dibandingkan dengan [[Tunisia]], maka hal yang terjadi di [[Indonesia]] tidaklah jauh berbeda. Penggunaan [[teknologi]] [[komunikasi]] [[digital]] di [[Indonesia]] juga diikuti oleh penggunaan teknologi komunikasi yang bersifat [[analog]]. Dalam konteks Pemilihan [[Gubernur DKI Jakarta]] dan juga Pemilihan [[Presiden Republik Indonesia]] yang sama-sama dimenangkan oleh [[Joko Widodo]], para relawan menggunakan teknologi komunikasi media yaitu [[twitter]], [[facebook]], [[youtube]], dan lainnya untuk mengakampanyekan berbagai [[program]] [[Joko Widodo]]. Selain menggunakan teknologi komunikasi [[media]], para relawan juga melakukan aksi turun ke [[jalan]] dengan melakukan aksi-aksi simpatik yang salah satunya berbentuk [[flash mob]]. Kombinasi kedua [[teknologi]] [[media]] ini terbukti sukses dan berhasil mengantarkan [[Joko Widodo]] dan [[Basuki Tjahaja Purnama]] sebagai [[Gubernur]] dan [[Wakil Gubernur DKI Jakarta]] di [[tahun]] [[2012]] dan [[Joko Widodo]] beserta [[Jusuf Kalla]] sebagai [[Presiden]] dan [[Wakil Presiden Republik Indonesia]] periode 2014-2019.
== Fungsi Kontrol Teknologi Komunikasi di Indonesia: RUU Pilkada ==
[[Teknologi]] [[komunikasi]] juga digunakan sebagai sarana untuk mengawasi [[pemerintahan]] di [[Indonesia]]. Peristiwa terbaru yang menjadi salah satu tonggak penting dalam penggunaan teknologi komunikasi sebagai sarana mengawasi [[pemerintahan]] adalah ketika proses pengesahan [[RUU]] Pemilihan [[Kepala Daerah]]([[Pilkada]]) yang akhirnya memunculkan sebuah ''trending topic'' di [[twitter]] yaitu #ShameOnYouSBY. ''Trending topic'' merupakan sebuah [[respon]] dari para [[pengguna]] [[media sosial]] (netizen) Indonesia terkait dengan hasil voting [[RUU]] [[Pilkada]] di [[DPR RI]] yang memenangkan Pilkada tingkat [[Bupati]]/[[WalikotaWali kota]] dan [[Gubernur]] melalui [[DPRD]]. Keputusan ini didukung oleh [[Koalisi Merah Putih]] yang memenangkan 226 suara. Sedangkan opsi yang mendukung [[Pilkada]] langsung didukung oleh Koalisi Indonesia Hebat dengan 135 suara.
''Trending Topic'' #[[ShameOnYouSBY]] muncul karena aksi ''walk out'' yang dilakukan oleh anggota [[Fraksi]] [[Partai Demokrat]] karena opsi yang diusungnya yaitu [[pilkada]] langsung dengan sepuluh syarat tidak diakomodasi oleh Pimpinan [[Rapat]] Paripurna. Keputusan walk out [[Fraksi]] [[Partai Demokrat]] ini dianggap sebagai hal yang menyimpang dari keputusan Ketua Umum [[Partai Demokrat]] yang juga [[Presiden Republik Indonesia]] yaitu [[Susilo Bambang Yudhoyono]](SBY) yang sudah menginstruksikan kader-kadernya untuk mendukung pemilihan [[kepala daerah]] secara langsung. Melihat [[realita]] ini, [[pengguna]] [[twitter]] (netizen) di [[Indonesia]] menyampaikan protesnya melalui [[media sosial]] tersebut dengan menggunakan hash tag #[[ShameOnYouSBY]]. [[Presiden]] [[SBY]] dianggap tidak berpihak kepada [[rakyat]] dan sudah mengkhianati [[demokrasi]] langsung yang sudah berjalan selama sepuluh tahun. Presiden SBY yang sedang berada di [[Amerika Serikat]] menyatakan kekecewaannya atas disahkan [[RUU]] [[Pilkada]] yang meloloskan opsi pemilihan [[kepala daerah]] melalui [[DPRD]]. Aksi kekesalan masyarakat tidak hanya disampaikan melalui [[twitter]] dengan [[tagar]] #[[ShameOnYouSBY]] sebagai ''trending topic'', berbagai [[meme]] (gambar bertulisan) yang disebarkan melalui berbagai [[media sosial]] juga digunakan sebagai sarana pelampiasan kekesalan [[masyarakat]] atas sikap [[Presiden]] [[SBY]] yang dianggap tidak memihak [[rakyat]] untuk terus mendukung [[pilkada]] langsung. Berbagai aksi kekesalan masyarakat yang dilampiaskan melalui [[media sosial]] dan [[meme]] atas diloloskannya [[RUU]] [[Pilkada]] dengan opsi pemilihan [[kepala daerah]] melalui [[DPRD]] merupakan bentuk dari fungsi pengawasan masyarakat terhadap [[pemerintah]] di [[era]] [[digital]].
''Hash tag'' #[[ShameOnYouSBY]] yang merupakan ungkapan kekesalan netizen terhadap [[Presiden]] [[Susilo Bambang Yudhoyono]] atas disahkannya pemilihan kepala daerah melalui DPRD yang ada di UU Pilkada tidak hanya muncul sendiri. Penggunaan teknologi komunikasi digital untuk sebagai sarana protes terhadap [[pemerintah]] juga diikuti oleh penggunaan teknologi komunikasi analog yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam bentuk [[demonstrasi]], turun ke [[jalan]] membawa spanduk untuk memprotes disahkannya RUU Pilkada. Walau kelompok masyarakat sudah melakukan [[protes]] secara simultan melalui kedua teknologi tersebut, [[keputusan]] [[politik]] yang dihasilkan tetap meloloskan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Keputusan pada akhirnya memicu terbentuknya ''trending topic'' dengan ''hash tag'' #[[ShameOnYouSBY]] dan sempat memuncaki tangga ''trending topic'' [[dunia]], hingga sempat hilang dan digantikan dengan ''hash tag'' #ShameByYouSBY dan #ShameByYouagainSBY.
== Konvergensi Masyarakat Analog dan Digital di Indonesia ==
Konvergensi merupakan sebuah titik yang mempertemukan dua pihak. Terkait dengan [[teknologi]] [[komunikasi]] [[masyarakat]] [[Indonesia]], maka masyarakat yang menggunakan teknologi [[analog]] akan bertemu dengan masyarakat pengguna teknologi [[digital]]. Salah satu konteks terkini terkait dengan konvergensi masyarakat analog dan digital dapat dilihat pada pengesahan [[RUU]] [[Pilkada]]. Masyarakat yang berdemonstrasi menggunakan spanduk pada siang harinya melakukan sebuah sinergitas dengan masyarakat lainnya khususnya netizen yang menggunakan teknologi komunikasi digital melalui [[twitter]] untuk terus melakukan [[protes]] terhadap pengesahan RUU Pilkada. Hal penting terkait dengan [[konsep]] konvergensi ini adalah adanya aksi yang melibatkan masyarakat secara luas yang menggunakan teknologi komunikasi, baik analog maupun digital, untuk mencapai tujuan yang sama dalam hal ini pengesahan RUU Pilkada.
Jika dilihat dari sudut pandang Paschal Preston, maka dampak teknologi komunikasi adalah membentuk [[perilaku]] baru yang ada di masyarakat.<ref>Paschal Preston, Reshaping Communication: Technology, Information, and Social Change (Sage Publication, London: 2001), hlm. 63.</ref> Teknologi komunikasi yang berkembang di [[Indonesia]] sudah mempengaruhi [[perilaku]] [[masyarakat]]. Sebelum teknologi komunikasi yang bersifat digital berkembang pesat, maka masyarakat di [[Indonesia]] menggunakan teknologi komunikasi analog dengan cara melakukan [[protes]] langsung kepada [[pemerintah]] dalam bentuk [[unjuk rasa]]. Kemudian, semenjak teknologi komunikasi yang bersifat digital, khususnya [[media sosial]] berkembang pesat, maka sarana untuk melakukan protes dan pengawasan terhadap [[pemerintah]] dapat dilakukan melalui teknologi ini, khususnya [[twitter]]. Walau demikian, penggunaan teknologi analog yang berupa unjuk rasa langsung, masih digunakan oleh kelompok [[masyarakat]] [[Indonesia]] lainnya. Hal ini tidak lepas karena teknologi yang masuk juga merupakan pilihan bagi masyarakat.<ref>Preston, 2001</ref>.
Selain dilihat dari sudut pandang Paschal Preston, maka konvergensi masyarakat analog dan digital juga dapat dilihat dari perspektif payung yang diungkapkan oleh August E. Grant. Sudut pandang ini menjelaskan bahwa teknologi komunikasi tidak hanya terdiri dari [[perangkat lunak]] dan [[perangkat keras]], tetapi tersusun juga oleh adanya keterbukaan [[sistem]] [[sosial]], adanya pihak-pihak yang membangun [[infrastruktur]] dan melayani masyarakat serta kemampuan penggunanya untuk menentukan apakah ia akan menggunakan teknologi tersebut.<ref>August E. Grant dan Jennifer Meadows, Communication and Technology Update and Fundamentals 11th edition (Focal Press, London: 2008), hlm. 5.</ref> Menggunakan sudut pandang payung Grant, maka dengan semakin terbukanya sistem sosial-politik, maka teknologi komunikasi digital bisa masuk dan secara bertahap [[masyarakat]] mulai belajar menggunakan teknologi tersebut dan akhirnya menggunakannya sebagai sarana untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Hal inilah yang merupakan ''inhibiting factor'' yang ada di dalam perspektif payung Grant. Faktor [[perangkat lunak]] merupakan hal yang berperan untuk terhadap penggunaan teknologi digital karena dianggap lebih cepat memperbaharui [[informasi]].<ref>Grant dan Meadows, 2008</ref>
Konvergensi masyarakat analog dan masyarakat digital merupakan sebuah [[fenomena]] yang mempertemukan masyarakat pengguna teknologi analog dan teknologi digital. Konvergensi ini dapat bersifat positif terhadap sosial-politik semisal menjadi sebuah metode alternatif dalam melakukan [[kampanye]] [[politik]], dan juga bersifat sebagai sarana penyampaian [[aspirasi]] serta pengawasan terhadap [[pemerintah]]. Konvergensi masyarakat analog dan digital merupakan sebuah sarana penggunaan teknologi komunikasi yang berpengaruh dalam kehidupan [[sosial]] [[masyarakat]] sesuai dengan pendapat Paschal Preston yang menyatakan bahwa teknologi membentuk [[perilaku]] baru di dalam masyarakat.<ref>Preston, 2001.</ref>—Pandu Dewa Nata 12 4 Oktober 2014 06.05 (UTC)
== Pranala Luarluar ==
* [http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/12/101227_unjukrasa_tunisia.shtml Pemerintah Didesak Atasi Pengangguran]
* [http://www.tempo.co/read/news/2013/12/17/072538043/Indonesia-Pengguna-Twitter-Nomor-3-di-Dunia Indonesia Pengguna Twitter Nomor 3 di Dunia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20141006074503/http://www.tempo.co/read/news/2013/12/17/072538043/Indonesia-Pengguna-Twitter-Nomor-3-di-Dunia |date=2014-10-06 }}
* [http://teknologi.metrotvnews.com/read/2014/07/04/261288/peran-media-sosial-dalam-kampanye-politik Kampanye Politik di Media Sosial: Prabowo Vs Jokowi] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20141006103804/http://teknologi.metrotvnews.com/read/2014/07/04/261288/peran-media-sosial-dalam-kampanye-politik |date=2014-10-06 }}
* [http://news.detik.com/read/2012/09/16/095101/2020863/10/datangi-bundaran-hi-jokowi-ahok-disambut-flash-mob-ribuan-pendukung?9922022 Datangi Bundaran HI Jokowi Ahok Disambut Flash Mob Ribuan Pendukung]
* [http://www.beritasatu.com/nasional/212841-ini-hasil-voting-ruu-pilkada.html Ini Hasil Voting RUU Pilkada]
* [http://politik.news.viva.co.id/news/read/543036-demo-protes-uu-pilkada--mahasiswa-bawa-pocong Demo Protes RUU Pilkada, Mahasiswa Bawa Pocong]
== Referensi ==
{{reflist}}
|