Ki Ageng Sela: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: VisualEditor mengosongkan halaman [ * ]
 
(43 revisi perantara oleh 31 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox person
{{rapikan}}
| pre-nominals = Ki Ageng
{{Infobox Royalty
| name = Ki Ageng Selo = Sela
| post-nominals = {{jav|ꦯꦺꦭ}}
| title = [[Perintis Kesultanan Mataram ]]
| image = Ki Ageng SeloSela's grave in Grobogan Regency.jpg
| caption = Makam Ki Ageng Sela di [[Grobogan]]
| imgw = 220
| predecessor = [[Ki Getas Pandawa]]
| caption = Makam Ki Ageng Selo di desa [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Selo]].
| spousesuccessor = [[NyaiKi Ageng NgenisEnis]]
| birth_name = Bagus Songgom
| issue = 7 Orang, Penerus : [[Ki Ageng Enis]]
| death_date =
| full name = Ki Ageng Selo<br />Bagus Sunggam<br />Abdurrahman II
| resting_place =
| house = [[Brawijaya|Majapahit Rajasa]]
| residence = [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]]
| father = [[Ki Ageng Getas Pandawa]]
| other_names = Kyai Abdurrahman
| mother = [[-]]
| dateoccupation of birth =
| era = [[Kerajaan Demak|Demak]]
| place of birth = {{flagicon|Kesultanan Mataram}} [[Kotagede]]
| spouse = Nyai Bicak (Nyai Ageng Sela)
| religion = Islam
| father = [[Ki Getas Pandawa]]
| signature =
| mother = Nyai Getas Pandawa
}}
'''Kyai Ageng Sela''' atau '''Ki Ageng Ngabdurahman''' adalah tokoh spiritual sekaligus leluhur raja-raja [[Kesultanan Mataram]]. Ia adalah guru [[Sultan Adiwijaya]] pendiri [[Kesultanan Pajang]], dan adalah kakek dari [[Panembahan Senapati]] pendiri Kesultanan Mataram. Kisah hidupnya pada umumnya bersifat legenda, menurut naskah-naskah babad.
 
'''Ki Ageng Sela''' atau '''Kiyai Ngabdurahman''' adalah tokoh spiritual dari [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]] yang hidup di masa [[Kerajaan Demak|Kesultanan Demak]]. Ia dikenal dengan kesaktiannya sebagai tokoh yang mampu menaklukkan petir.
== ==
<br />
== Ki Ageng Sela Sebagai Perintis Kesultanan Mataram ==
 
== Awal kehidupan ==
Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan [[Bondan Kejawan|Raden Bondan Kejawan]] putra [[Bhre Kertabhumi]]. Tokoh utama Perintis Kesultanan Mataram adalah '''[[Ki Ageng Pamanahan]], [[Ki Juru Martani]]''' dan '''[[Ki Panjawi]]''' mereka bertiga dikenal dengan '''"Tiga Serangkai Mataram"''' atau istilah lainnya adalah '''"Three Musketeers from Mataram"'''. Disamping itu banyak perintis lainnya yang dianggap berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram seperti : [[Bondan Kejawan]], [[Ki Ageng Wonosobo]], [[Ki Ageng Getas Pandawa]], [[Nyai Ageng Ngerang]] dan [[Ki Ageng Ngerang]], [[Ki Ageng Made Pandan]], [[Ki Ageng Saba]], [[Ki Ageng Pakringan]], [[Ki Ageng Sela]], [[Ki Ageng Enis]] dan tokoh lainnya dari keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram yang mewarisi nama besar keluarga keturunan [[Brawijaya]] majapahit yang keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama '''Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai Gede, Nyai Ageng''' yang memiliki arti : ''tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat''.
Ki Ageng Sela memiliki nama kecil Bagus Songgom, keturunan [[Ki Getas Pandawa]]. Ia hidup di masa Kesultanan Demak. Tepatnya pada masa kekuasaan Sultan Trenggana, awal abad ke-16. Dia lahir sekitar akhir abad-15 atau awal abad ke-16.
 
Ki Ageng Sela pernah ditolak menjadi anggota prajurit tamtama Kesultanan Demak. Karena dalam ujian mengalahkan banteng, dia memalingkan kepalanya, ketika akibat pukulannya, darah yang menyembur dari kepala banteng, mengenai matanya. Karena memalingkan kepalanya itu, dia dipandang tidak tahan melihat darah, dan karena itu tidak memenuhi syarat. Penolakan itu membuat Ki Ageng Sela kecewa. Bila cita-cita ini tidak dapat tercapai olehnya sendiri, maka dia mengharapkan keturunannya nanti menjadi seorang pemimpin yang pemberani.
Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dianggap sebagai perintis Kesultanan Mataram yaitu :
<br />
* '''Fakta 1''' : Tokoh-tokoh perintis tersebut adalah keturunan ke 1 sampai dengan ke 6 raja Majapahit terakhir '''[[Bhre Kertabhumi]] yang bergelar [[Brawijaya]] V''', yang sudah dapat dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap Kerajaan yang memerintah maupun terhadap masyarakat luas;
<br />
* '''Fakta 2''' : Tokoh-tokoh tersebut adalah keturunan Silang/Campuran dari Walisongo beserta leluhurnya yang terhubung langsung kepada Imam '''[[Husain bin Ali]]''' bin '''[[Abu Thalib]]''', yang sudah dapat dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam) berikut ilmu pemerintahan ala [[khilafah]] / kekhalifahan islam jajirah Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka juga sering berdakwah dari daerah satu ke daerah lainnya dengan mendirikan banyak Masjid, Surau dan Pesantren;
<br />
* '''Fakta 3''' : Para perintis tersebut pada dasarnya adalah '''"Misi"''' yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk '''para Al-Maghrobi''' yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.
<br />
* '''Fakta 4''' : Suksesi [[Kesultanan Demak]] ke [[Kesultanan Pajang]] kemudian menjadi [[Kesultanan Mataram]] pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten, di luar adanya perebutan kekuasaan.
<br />
Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.
 
Ki Ageng Sela bertempat tinggal di sebuah desa di sebelah timur Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. Ia hidup berprofesi sebagai petani yang gemar memperdalam ilmu agama dan tumbuh sebagai seorang yang religius. Di kemudian hari ia benar-benar menjadi orang yang berpengaruh. Desa tempatnya tinggal bernama desa Sela. Nama Sela berkaitan dengan keberadaan bukit/gunung berapi, dan merupakan sumber banyak garam dan api abadi yang terdapat dari wilayah Grobogan. Di desa tersebut juga Ki Ageng Sela meninggal dan dimakamkan.
== Legenda ==
[[Berkas:Ki-Selo.jpg|jmpl|ka|200px|Ki Ageng Selo]]
Kisah hidup Ki Ageng Sela pada umumnya bersifat legenda menurut naskah-naskah babad, yang dipercaya sebagian masyarakat [[Jawa]] benar-benar terjadi.
 
== Menaklukkan petir ==
Ki Ageng Sela disebutkan pernah mendaftar sebagai perwira di [[Kesultanan Demak]]. Ia berhasil membunuh seekor banteng sebagai persyaratan seleksi, namun ngeri melihat darah si banteng. Akibatnya, Sultan menolaknya masuk ketentaraan [[Demak]]. Ki Ageng Sela kemudian menyepi di desa Sela sebagai petani sekaligus guru spiritual. Ia pernah menjadi guru [[Jaka Tingkir]], pendiri [[Kesultanan Pajang]]. Ia kemudian mempersaudarakan [[Jaka Tingkir]] dengan cucu-cucunya, yaitu [[Ki Juru Martani]], [[Ki Ageng Pemanahan]], dan Ki Panjawi.
Ki Ageng Sela dikenal sebagai sang penakluk petir. Kisah tersebut bermula saat Ki Ageng Sela membuka ladang. Kemudian tiba-tiba langit menjadi mendung dan mulai turun hujan, seketika itu datang petir dan kilat yang menyambar-nyambar, sehingga mengganggu kegiatan pertaniannya. Terganggu dengan hal tersebut, Ki Ageng Sela menantang petir yang berusaha mengganggunya untuk menampakkan wujudnya.<ref name="Abdul Rakhim, dkk 2019">Abdul Rakhim, dkk (2019)</ref>
 
Tak lama kemudian petir tersebut berubah menjadi naga dan berubah wujud berkali-kali menjadi makhluk mengerikan. Ki Ageng Sela yang merasa kesal karena dirinya diganggu oleh makhluk tersebut maka terjadi perkelahian antara keduanya diiringi petir yang menggelegar. Pada akhirnya, Ki Ageng Sela berhasil mengalahkan makhluk tersebut dan mengikatnya di sebuah pohon Gandri dan makhluk tersebut berubah menjadi kakek tua.<ref name="Abdul Rakhim, dkk 2019"/>
Ki Ageng Sela juga pernah dikisahkan menangkap petir ketika sedang bertani. Petir itu kemudian berubah menjadi seorang kakek tua yang dipersembahkan sebagai tawanan pada [[Kesultanan Demak]]. Namun, kakek tua itu kemudian berhasil kabur dari penjara. Untuk mengenang kesaktian Ki Ageng Sela, pintu masuk [[Masjid Agung Demak]] kemudian disebut Lawang Bledheg (pintu petir), dengan dihiasi ukiran berupa ornamen tanaman berkepala binatang bergigi runcing, sebagai simbol petir yang pernah ditangkap Ki Ageng. Bahkan, sebagian masyarakat [[Jawa]] sampai saat ini apabila dikejutkan bunyi petir akan segera mengatakan bahwa dirinya adalah cucu Ki Ageng Sela, dengan harapan petir tidak akan menyambarnya.
 
Ki Ageng Sela pun membawa kakek tua yang terus berubah-ubah wujud tersebut ke Demak untuk dilaporkan kepada sultan. Di Demak, datanglah seorang nenek yang menyiramkan air ke tubuh kakek tersebut. Lalu, suara petir menggelegar, mendadak kakek dan nenek tersebut menghilang.<ref name="Abdul Rakhim, dkk 2019"/>
Ki Ageng Sela juga dikaitkan dengan asal usul pusaka [[Mataram]] yang bernama Bende Kyai Bicak. Dikisahkan pada suatu hari Ki Ageng Sela menggelar pertunjukan wayang dengan dalang bernama Ki Bicak. Ki Ageng jatuh hati pada istri dalang yang kebetulan ikut membantu suaminya. Maka, Ki Ageng pun membunuh Ki Bicak untuk merebut Nyi Bicak. Akan tetapi, perhatian Ki Ageng kemudian beralih pada bende milik Ki Bicak. Ia tidak jadi menikahi Nyi Bicak dan memilih mengambil bende tersebut. Bende Ki Bicak kemudian menjadi warisan turun temurun keluarga [[Mataram]]. Roh Ki Bicak dipercaya menyatu dalam bende tersebut. Apabila hendak maju perang, pasukan [[Mataram]] biasanya lebih dulu menabuh bende Ki Bicak. Bila berbunyi nyaring pertanda pihak [[Mataram]] akan menang. Tapi bila tidak berbunyi pertanda musuh yang akan menang.
 
Kisah tersebutlah yang membuat Ki Ageng Sela dikenal luas sebagai sang penakluk petir. Kisah Ki Ageng Sela menaklukkan petir diabadikan dalam ukiran pada ''lawang bledheg'' atau pintu Masjid Agung Demak. Sampai sekarang, pintu tersebut masih dapat disaksikan. Ukiran pada daun pintu tersebut memperhatikan motif tumbuh-tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota mirip stupa, tumpal, camara dan dua kepala naga yang menyemburkan api.<ref name="Abdul Rakhim, dkk 2019"/>
Selain pusaka, Ki Ageng Sela meninggalkan warisan berupa ajaran moral yang dianut keturunannya di [[Mataram]]. Ajaran tersebut berisi larangan-larangan yang harus dipatuhi apabila ingin mendapatkan keselamatan, yang kemudian ditulis para pujangga dalam bentuk syair [[macapat]] berjudul ''Pepali Ki Ageng Sela''.
 
== BacaanPapali lanjutanKi Ageng Sela ==
Ki Ageng Sela merupakan tokoh yang memiliki pengaruh besar pada masyarakat. Ia memiliki suatu ajaran yang diikuti oleh masyarakat secara luas pada masanya. Ajaran itu adalah ajaran tentang filsafat hidup dan keagamaan. Sebagaimana tradisi pengajaran di tanah Jawa para santri Ki Ageng Sela mencatat dan menuliskan ajaran-ajaran yang disampaikan olehnya. Tulisan-tulisan selanjutnya menjadi pemikiran utama Ki Ageng Sela yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan ''Papali Ki Ageng Sela''.
* [[Penyebaran_Islam_di_Nusantara|Penyebaran Islam di Nusantara]]
 
* [[Ahmad_al-Muhajir|Imam Leluhur Seikh dan Wali Nusantara]]
Papali adalah larangan atau nasihat seorang guru kepada muridnya terkait dengan hal-hal yang dianjurkan untuk dijauhi. Nasihat lisan tersebut ditulis dan dikumpulkan oleh murid-muridnya menggunakan bahasa Jawa dalam bentuk tembang macapat. Papali Ki Ageng Sela tersebut mengajarkan tentang kesusilaan, kebatinan, dan keagamaan. Dalam merumuskan ajarannya Ki Ageng Sela menggunakan pendekatan filsafat Jawa seperti yang pernah diterapkan oleh para wali sebelumnya.
* [[Husain_bin_Ali|Jalur Keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Husain bin Ali]]
 
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. (terjemahan). 2007. Yogyakarta: Narasi
=== Isi papali ===
* Moedjianto. 1987. ''Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram''. Yogyakarta: Kanisius
Papali Ki Ageng Sela ini dituturkan oleh sesepuh di desa Sela yaitu Ki Pariwara mengatakan; hendaknya pesan ini dihargai karena akan membawa berkah bagi yang melaksanakan. Dan juga akan membuat selamat serta segar bugar. Kalau istilah zaman sekarang, sehat sejahtera, jauh dari segala kesulitan.
 
{{cquote|''Eh ta kulup dèn kaparèng ngarsi, kawruhanmu nora endah-endah, ngèlmu kang sun imanakên, amung piwulangipun, eyang Ki Agêng Sela linuwih. Nyatane wus anyata, cihnane linuhung, kang mangkoni tanah Jawa, datan liya têdhake Jêng Kiyai Sela, lah iki piyarsakna.''
 
''Papali iki ajinên ambêrkahi, tur salamêt sêgêr kawarasan, papali iki mangkene; aja agawe angkuh, aja ladak, aja ajail, aja manah surakah, lan aja calimut, lan aja guru-alêman. aja jail wong jail pan gêlis mati, aja amanah ngiwa, aja saèn dèn wêdi ing isin. Ya wong urip ywa ngagungkên awak, wong urip pinèt baguse, aja lali abagus. Bagus iku dudu mas picis, pan dudu sasandhangan, dudu rupa iku. wong bagus pan ewuh pisan, sapapadha wong urip pan padha asih, pêrak ati warnanya.''}}
 
Terjemahan:
 
{{cquote|''Ketahuilah engkau, bukan hal yang muluk-muluk, ilmu yang aku percayakan, hanya ajarannya Eyang Ki Ageng Sela yang terpuji. Nyatanya sudah terbukti, tanda luhurnya, yang membimbing tanah Jawa, tidak lain anak turunannya Jeng Kyai Sela, nah ini dengarkanlah.
 
''Papali ini hargailah karena memberkati dan juga membuat selamat segar bugar, papali ini seperti ini; jangan berbuat angkuh, jangan ladak, jangan jahil, jangan berhati serakah, dan jangan celimutan, dan jangan memburu pujian, jangan jahil karena orang jahil cepat mati, juga jangan berhati kepada keburukan, jangan tak tahu malu yang takut akan rasa malu, juga orang hidup jangan menganggap besar diri, orang hidup carilah bagusnya, jangan lupa memperbagus (diri), yang disebut bagus bukan karena banyak emas dan uang, sungguh bukan karena pakaian, bukan dalam rupa (penampilan), orang bagus di sini sungguh sulit sekali, sesama orang hidup semua mengasihi, maksudnya semua dekat hatinya.''}}
 
== Referensi ==
=== Kutipan ===
{{reflist|2}}
=== Bacaan lanjutan ===
* ''Babad Tanah Jawi''. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
* Abdul Rakhim, dkk. 2019. ''Ki Ageng Selo Sang Penakluk Petir''. Grobogan: Hanum Publisher
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
* Purwadi. 2007. ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
 
== Pranala luar==
* {{id}} [https://www.airbnb.es/rooms/1172338|Makam Makam Ki Ageng Selo]
* {{id}} [http://www.babadbali.com/babad/silsilah.php?id=550931&pr=babadpage|Silsilah Silsilah Ki Ageng Selo / Bagus Sunggam dalam Babad Jawa versi Mangkunegaran]
* {{id}} [http://kanzunqalam.com/2010/08/31/maulana-husain-pelopor-dakwah-nusantara/ Maulana Pelopor Dakwah Nusantara]
* {{id}} [http://www.karatonsurakarta.com/sejarah.html Sejarah Singkat Keraton-Keraton Lama Jawa]
* {{en}} [http://www.royalark.net/Indonesia/solo2.htm The Kartasura Dinasty - Genealogy, Christopher Buyers, October 2001 - September 2008]
 
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:KesultananTokoh Mataramdari Grobogan]]
[[Kategori: Tokoh Kesultanandari MataramSurakarta]]
 
{{start box}}
{{s-ach}}
{{succession box |
before=[[Ki Ageng Getas Pandawa]] |
title=[[Perintis Kesultanan Mataram]] |
years=1478-1587 |
after=[[Ki_Ageng_Enis|Ki Ageng Enis]]
}}
{{end box}}